Print this page

Mengenang Bagaimana Imam Jawad as Mengajarkan Kesabaran

Rate this item
(0 votes)
Mengenang Bagaimana Imam Jawad as Mengajarkan Kesabaran

Akhir bulan Zulkaidah merupakan hari syahadah Imam Jawad as pada tahun 220 HQ. Imam Jawad as di hari ini berpulang ke rahmat Allah dan dunia Islam diliputi kesedihan kehilangan pemimpin besar.

Hari ini, kota Kazhimain di Irak dalam situasi yang berbeda dari hari-hari biasa. Bendera hitam berkibar di atas kubah makam sucinya dan kesedihan meliputi kota. Tua dan muda semua bergerak menuju makam suci dan membacakan kidung duka meratapi kepergian Imam Jawad as.


Imam Muhammad bin Ali at-Taqi dilahirkan pada tahun 195 Hijriah di kota Madinah. Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan. Beliau memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu.

Ayahnya Imam Ridha as dan ibunya bernama Sabikah. Ketika lahir ke dunia, Imam Ridha as memeluknya dengan penuh kasih sayang dan pada saat itu juga memberikan kabar akan peristiwa pahit dan syahadahnya. Imam Ridha as mengatakan, "Ini adalah anakku dan akan terbunuh dengan kezaliman. Penduduk langit menangisi syahadahnya dan Allah murka kepada musuhnya. Pembunuhnya setelah itu tidak akan menikmati kehidupan dan akan segera mendapat azab ilahi."


Imam Muhammad at-Taqi as merupakan Imam kesembilan Syiah dan pemimpin ilahi pertama yang menerima tanggung jawab Imamah dalam usia yang masih belia. Beliau dalam usia delapan tahun harus memikul tanggung jawab ini setelah syahadah ayahnya dan menuntun masyarakat.

Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu. Imam Jawad memang berumur belia saat meninggalkan dunia yang fana. Namun usia 25 tahun yang beliau lewati telah meninggalkan warisan ilmu dan khazanah hikmah yang tak terbatas. Sejarah menyebutkan nama 150 orang yang pernah berguru kepada Imam Jawad as dan mendapat bimbingan beliau. Diantara mereka, nampak nama-nama para tokoh yang dikenal figur besar di bidang keilmuan dan fiqh.

Benar, Imam Jawad as menjadi Imam ketika usianya baru delapan tahun. Keimamahannya dalam usia seperti itu menyebabkan banyak yang takjub dan tidak kurang yang meragukannya. Karena sebagian orang hanya mencukupkan diri dengan mengkaji fenomena alam dari parameter materi. Padahal Allah Maha Kuasa dan Bijak memiliki kekuasaan untuk menyampaikan orang yang masih berada dalam usia muda sampai pada kesempurnaan akal karena maslahat. Sebagaimana berdasarkan al-Quran, masalah seperti pernah terjadi dalam umat-umat terdahulu. Kenabian Yahya ketika masih kecil dan bagaimana Nabi Isa as berbicara ketika masih kecil. Contoh-contoh yang merupakan mukjizat ilahi.

Dialog, debat, menjawab pertanyaan, ungkapan bijak dan khutbah Imam Jawad menjadi bukti jelas akan ilmu beliau dan sebagai pemimpin umat Islam, beliau menjadi teladan sebagai ilmuan muda yang selalu tampil cemerlang dalam masalah keilmuan. Ilmu dan masalah gaib yang terpancar dari ucapan beliau yang mencerahkan menyebar di antara umat Islam dan setiap dari ucapannya berhasil membuka kunci masalah besar dan yang tidak terpecahkan dalam fiqih dan ilmu-ilmu yang lain. Kenyataan ini sangat mencengangkan tidak hanya ulama dan peneliti Islam waktu itu, tapi bahkan juga para penentang mazhab Syiah waktu itu, sehingga mereka tidak dapat mencegah akan ketinggian dan keutamaan beliau. Mereka mengakui keagungan ilmu Imam Jawad as.

Sebutan paling terkenal bagi Imam Syiah Kesembilan adalah Jawad. Beliau dipanggil Jawad dikarenakan sifat dermawan dan bagaimana beliau memberikan hartanya kepada yang membutuhkan. Nama yang diambil dari nama Allah, Jawad. Nama Jawad mengingatkan kedermawanan dan perbuatan baik Allah Swt yang terpersonifikasi dalam wujud Imam Jawad as dan menghidupkan kembali keutamaan dan kebaikan ayah beliau hingga Rasulullah Saw. Imam Jawad as memiliki sifat dermawan yang sangat menonjol dari sifat-sifat yang lain. Jasanya kepada masyarakat dan bagaimana beliau membantu mereka. Imam Jawad as berkata, "Manusia yang memiliki tiga sifat mulia dapat mencapai maqam Ridhwan dan keridhaan Allah; banyak memohon ampunan, halus bertutur dan toleransi serta banyak memberikan sedekah."

Imam Jawad as menilai kesabaran dalam menghadapi kesulitan sebagai satu perbuatan baik dan mengatakan, "Sabar menghadapi kesulitan akan menjadi musibah bagi yang menyalahkannya." Beliau sangat sabar dalam menghadapi kesulitan. Imam Jawad tidak menunjukkan perubahan dan cemas menghadapi peristiwa sulit, bahkan dengan bertawakal kepada Allah yang Maha Mengetahui beliau mempertebal kesabarannya. Tentu saja ini mengenai masalah yang dihadapi, tapi berbeda ketika yang terjadi terkait prinsip Islam dan batasan ilahi beliau benar-benar membela dan mengambil sikap yang telah diperhitungkan matang. Menahan diri dengan istri yang tidak layak, sabar menghadapi kezaliman penguasa, sabar menghadapi kesulitan hidup seperti syahadah ayah merupakan contoh kesabaran beliau.


Telah dikatakan dalam sejarah bahwa beberapa orang dari jauh akan membawa hadiah berharga untuk Imam Jawad as. Namun dalam perjalanan, kafilah itu menemui sekelompok bandit dan barang-barang hadiah itu dicuri. Orang yang bertanggung jawab membawa hadiah kepada Imam Jawad menulis surat kepada beliau dan memberi tahu Imam tentang kejadian itu. Sebagai jawabannya, Imam Jawad menulis surat kepadanya, "Jiwa dan barang-barang kami berasal dari pemberian Allah dan amanat-Nya. Jika kita mengambil keuntungan darinya, itu sumber kebahagiaan, dan apa yang bisa mereka dapatkan, jika kita sabar, bakal ada pahalanya. Siapa pun yang gelisah dan tidak sabar akan kehilangan pahalanya."

Makmun, Khalifah Abbasiyah yang licik, setelah memaksakan putra mahkota kepada Imam Ridha dan setelah menggugursyahidkan beliau, memikirkan trik lain selama hidup Imam Jawad as dan berpura-pura baik dan ramah dengan Imam Jawad as) setahun setelah kesyahidan Imam Ridha. Makmum memaksa Imam Jawad as menikah dengan anaknya Ummu al-Fadhl dan dari pernikahan ini dia hanya mengejar tujuan politik.

Sekaitan dengan hal ini, salah satu sahabat Imam Kesembilan mengatakan, "Saya menemui Imam Jawad as di Baghdad dan menyaksikan kehidupannya. Terlintas dalam benak saya bahwa, sekarang setelah Imam hidup makmur, ia tidak akan pernah kembali ke tanah kelahirannya, Madinah. Sesaat Imam memalingkan kepalanya, lalu mengangkat kepalanya dan raut mukanya terlihat sedih dan mengatakan, "Wahai Husein! Saya lebih mencintai roti kering dengan garam di makam suci Rasulullah ketimbang apa yang engkau lihat sekarang." Dengan alasan ini, Imam tidak tinggal lama di Baghdad dan kembali ke Madinah bersama istrinya, Ummu al-Fadhl dan tetap di Madinah sampai tahun 220 HQ.

Ketika Mu'tashim Abbasiah menduduki tahta kekhalifahan, ia mendengar akan keutamaan dan kesempurnaan Imam Jawad as yang membuatnya sangat benci, sehingga kemudian memintanya agar pindah dari Madinah ke Baghdad. Ketika beliau tiba di Baghdad, Mu'tashim memberi racun kepada istrinya untuk diberikan kepada Imam Jawad as. Ketika Imam memakan makanan yang ada racunnya, pengaruh racun mulai tampak di badan beliau dan akibat panasnya racun tersebut, Imam Jawad as gugur syahid.

Read 948 times