Print this page

Nabi Muhammad Saw dalam Pandangan Orientalis (23)

Rate this item
(0 votes)
Nabi Muhammad Saw dalam Pandangan Orientalis (23)

 

Kali ini kita akan menyimak pandangan Profesor William Montgomery Watt tentang Nabi Muhammad. Profesor Watt adalah seorang pakar studi keislaman dari Britania Raya serta salah seorang orientalis dan sejarawan utama tentang Islam di dunia Barat. Dia merupakan seorang profesor studi Arab dan Islam di Universitas Edinburgh antara tahun 1964-1979.

Watt dalam karya yang ditulis menjelang akhir hayatnya, memperlihatkan fanatisme yang proporsional dan menunjukkan rasa empati yang lebih besar terhadap subjek yang ia pelajari. Pemikirannya dipengaruhi oleh pandangan materialisme dan karya para orientalis sebelum dirinya.

Namun, di antara lebih dari 30 buku dan puluhan artikel yang ditulisnya tentang studi ketimuran, terlebih menjelang akhir dari kegiatan ilmiahnya, Watt memperlihatkan garis pemikiran, metode ilmiah, dan sikap netral dalam mengkaji persoalan seputar agama. Oleh sebab itu, saat ini karya-karyanya lebih diminati.

Fakta ini juga bisa dilihat di Iran, di mana sebagian bukunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan dipandang positif. Meski demikian, para peneliti Muslim menilai bahwa Watt juga telah membuat kesalahan besar dan kecil pada periode menjelang akhir dari kegiatan ilmiahnya. Secara umum, Profesor Watt adalah penafsir non-Muslim yang paling terkenal di Barat dan memiliki pengaruh yang cukup besar di bidang jurusan studi Islam.

Salah satu studi yang dilakukan Profesor Watt adalah mengkaji biografi Nabi Muhammad Saw. Setelah mengenal tentang ajaran Islam, ia mulai berkonsentrasi untuk meneliti kepribadian Nabi Besar Saw. Dia mengkritik sebagian orientalis karena mengaitkan wahyu Nabi Muhammad dengan penyakit epilepsi. Menurutnya, hipotesis ini mengabaikan riwayat dan bukti-bukti yang menjamin kesehatan fisik dan mental Muhammad.

Watt memandang tudingan bahwa Nabi Saw adalah penderita epilepsi sebagai tidak realistis, dan berpendapat bahwa penderita epilepsi tidak bisa menjadi panglima atau pemimpin yang visioner untuk sebuah negara atau kota. Jika para penentangnya menuding dia gila, mungkin mereka menganggap gaya hidup dan perilakunya yang gila atau bahwa dia berbicara seperti para dukun.

Menurut Profesor Watt, interpretasi Abad Pertengahan harus dikesampingkan dan Muhammad Saw harus dilihat sebagai seorang penyampai pesan yang jujur dan dengan niat yang tulus dan iman yang teguh, ia yakin bahwa pesan-pesan itu datangnya dari Tuhan.

Watt menuturkan, “Bukti kebesaran seorang nabi adalah bahwa pikirannya mampu menarik perhatian orang-orang yang dia ajak bicara. Darimana pikiran-pikiran itu berasal? Sebagian mengatakan pikiran tersebut berasal dari ketidaktahuan dan alam bawah sadar, tetapi orang-orang beriman meyakini ia datang dari Tuhan, sebagian lagi berpandangan lebih jauh dan berkata, “Pada dasarnya semua kebenaran berasal dari Tuhan.”

Mungkin dapat dikatakan bahwa pikiran itu merupakan buah dari kehidupan orang-orang yang lebih maju dari zamannya. Muhammad memperoleh kehormatan dan kepercayaan dari masyarakat karena perjuangan dan usahanya untuk agama serta sifat-sifatnya yang unggul seperti keberanian, ketegasan, dan keteguhan dalam perilaku yang dibarengi dengan kemurahan hati.

Akhlak dan perilakunya sangat diterima sehingga ia mampu menarik kecintaan dan persahabatan dari orang-orang, dan memotivasi mereka untuk berkorban. Ada benarnya bahwa ketidakpuasan sosial dan kemunduran Imperium Persia dan Romawi telah menyebabkan penyebaran Islam, tetapi perlu dicatat bahwa penyebaran ajaran ini tidak akan terjadi jika bukan karena sifat-sifat dan keutamaan Rasulullah Saw.

Wahyu merupakan salah satu tema penting dalam kajian Islam. Wahyu adalah hubungan spiritual dan misterius antara seorang nabi dan alam ghaib, di mana pesan Ilahi diberikan kepada nabi, baik melalui perantara atau secara langsung. Derajat wahyu yang paling tinggi adalah milik para nabi. Pada tahap ini wahyu dihembuskan ke dalam hati nabi dan Tuhan berbicara kepadanya.

Dalam pandangan Islam, wahyu ini diturunkan atas dasar kebutuhan umat manusia kepada hidayah Ilahi. Di satu sisi, wahyu ini menuntun orang-orang menuju satu tujuan yang berada di luar alam materi dan di luar jangkauan indera mereka. Di sisi lain, wahyu datang untuk menjamin kehidupan sosial masyarakat yang berpijak pada hukum. Para nabi adalah manusia pilihan yang layak untuk menerima wahyu ini dari alam ghaib. Hanya Tuhan yang tahu siapa yang memiliki kompetensi ini.

Di era kontemporer, masalah wahyu masih menjadi perhatian para pemikir dan muncul analisa-analisa baru tentang proses turunnya wahyu. Profesor Watt memiliki pandangannya sendiri tentang wahyu dan menulis, “Beberapa orang memiliki kekuatan yang disebut ‘imajinasi kreatif.’ Contohnya adalah para seniman, penyair, dan penulis yang kreatif. Mereka dapat membuat sesuatu yang nyata yang dapat dirasakan orang lain, tetapi tidak dapat diungkapkan dan ditunjukkan dalam bentuk fisik.

Para nabi dan pemimpin agama masyarakat termasuk kelompok orang yang memiliki imajinasi kreatif ini. Mereka menangani persoalan nyata dan aktual dalam kehidupan manusia, tetapi mereka menggunakan imajinasi kreatif dalam bentuk kalimat untuk menyampaikan sesuatu yang berada di luar pemahaman dan akal umat manusia. Para nabi menjelaskan pemikiran dan pandangan yang terkait sangat erat dengan pekerjaan manusia yang paling inti dan berhubungan dengan kebutuhan eksistensi mereka dan generasi mendatang.”

Dalam pandangan Profesor Watt, Nabi pada awalnya percaya pada risalahnya, namun kemudian ada beberapa hal yang menimbulkan keraguan, tetapi ini tidak mencegahnya untuk melanjutkan tugasnya sebagai nabi. Menurut Watt, untuk memahami kehidupan Muhammad, kita tidak boleh melupakan pengalaman wahyu pertama yang diterimanya.

Nabi Muhammad telah menghadapi banyak masalah besar yang membuatnya sedih, tapi ia tidak pernah meninggalkan keyakinannya bahwa Tuhan telah memberinya misi khusus yang harus ia tunaikan pada masanya dan untuk generasi mendatang. Keyakinan ini membuatnya kebal terhadap penolakan, ejekan, kebohongan, fitnah, dan pelecehan. Ketika era kesuksesan dan kemenangan dimulai, pemikirannya juga tidak berubah, tetapi keyakinan dalam dirinya semakin kuat bahwa Tuhan menolongnya dalam semua peristiwa sejarah dan membuatnya sukses.


Profesor William Montgomery Watt pertama kali mengenal Islam pada tahun 1937 melalui seorang mahasiswa Muslim dari Pakistan yang menyewa apartemennya. Watt menganggap ini sebagai titik awal untuk mengenal sebuah ajaran yang sebelumnya sangat asing baginya. Dia menganggap Islam sebagai agama monoteistik berdasarkan wahyu Ilahi kepada seorang nabi. Dalam pandangannya, al-Quran sepertinya menegaskan bahwa agama lain (terutama agama Yahudi dan Kristen) dibangun atas dasar wahyu Ilahi kepada seorang nabi.

Pemikir Skotlandia ini menuturkan bahwa Islam kembali tumbuh dalam dua dekade terakhir dan kebangkitan Islam terbukti dengan ditinggalkannya tradisi-tradisi tertentu dari Barat yaitu menolak riba atau alkohol, dan tidak untuk pakaian Barat! Namun ini tidak boleh dilihat sebagai sikap anti-Barat atau anti-Kristen, melainkan kepatuhan terhadap ajaran Islam dan kehidupan kontemporer kaum Muslim.

“Kaum Muslim mengharapkan bahwa mereka – dari segi kemanusiaan dan agama – mendapat perlakuan yang sama seperti yang diterima oleh umat Kristen dan orang Barat. Namun ini sulit terwujud, karena orang-orang Kristen menganggap agama mereka adalah yang terbaik dari semuanya,” kata Profesor Watt.

William Montgomery Watt menulis buku dengan judul, “Muhammad at Mecca,” yang diterbitkan oleh Oxford University Press pada tahun 1953, dan selanjutnya buku “Muhammed at Medina” yang terbit tahun 1956. Dia kemudian merangkum isi kedua buku tersebut dalam karya, “Muhammad: Prophet and Statesman.” Dalam buku ini dia menggambarkan al-Quran sebagai kitab langit dan mukjizat agung Nabi Muhammad Saw.

“Setelah saya menulis buku Muhammad at Mecca pada 1953, saya selalu yakin bahwa al-Quran adalah firman Tuhan,” kata Profesor Watt.

Read 593 times