Print this page

Persatuan Islam di Mata Imam Khomeini dan Rahbar

Rate this item
(1 Vote)
Persatuan Islam di Mata Imam Khomeini dan Rahbar

Peringatan pekan persatuan adalah kesempatan emas untuk menekankan kembali pentingnya masalah persatuan, tidak sekedar slogan, melainkan mewujudkannya secara nyata. Persatuan memang memiliki kerumitan tersendiri. Ketika kita membuka lembaran sejarah, muncul nama-nama besar seperti Sayyid Jamaluddin Asad Abadi, Syeikh Muhammad Abduh, Ayatullah Boroujerdi, Syeikh Shaltut, Sayyid Qutub, Imam Khomeini dan Ayatullah Sayyid Khamenei yang selalu berjuang untuk mewujudkan persatuan dan solidaritas umat

Imam Khomeini adalah termasuk di antara pengislah dunia Islam kontemporer di mana beliau telah mengambil langkah-langkah efektif untuk mewujudkan solidaritas dan kekompakan umat Islam. Dalam hal ini, beliau adalah orang pertama yang terun langsung untuk mewujudkannya. Dalam menjelaskan persatuan, beliau menekankan dua poin yaitu bersama dan berpegang teguh pada tali Allah Swt, karena persatuan hakiki tidak akan terwujud tanpa berpegang teguh pada tali Allah Swt.

Pekan Persatuan
Berdasarkan perspektif al-Quran, manusia pada awal mula penciptaan adalah makhluk yang bersatu, karena Allah Swt menciptakan manusia dari "satu jiwa". Persatuan dalam penciptaan ini merupakan asas dari terbentuknya umat yang satu. Menurut pandangan al-Quran, umat yang satu. Menurut al-Quran, umat yang satu tersebut runtuh karena berbagai faktor seperti kezaliman, cinta dunia, sektarianisme, perpecahan, permusuhan dan penghasutan.

Untuk mewujudkan kembali persatuan dan umat yang satu itu, al-Quran telah mempersiapkan sejumlah mekanisme seperti persaudaran, kepedulian dan kasih sayang, di bawah naungan agama Islam. Imam Khomeini selalu menekankan bahwa bahwa dalam Islam, semua umat Muslim adalah bersaudara. Oleh karena itu, umat Muslim adalah sebuah masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang memiliki hubungan persaudaraan dan semuanya berpegang teguh pada agama Islam.

Imam Khomeini dalam banyak kesempatan mengingatkan kembali makna persatuan Islam di mana umat Muslim dari setiap kelompok dan mazhab, bersatu di bawah panji Islam. Demi mewujudkan persatuan tersebut, tidak harus masing-masing mereka meninggalkan mazhab aslinya dan hanya memilih satu mazhab saja. Karena hal ini tidak perlu dan tidak mungkin direalisasikan.

Dengan bersandar pada sisi kolektif dalam agama, seluruh kaum Muslimin akan mampu mewujudkan persatuan tersebut. Dalam merealisasikanya, setiap Muslim dituntut paling tidak untuk memiliki jiwa yang besar dalam menyikapi masalah-masalah yang berkaitan dengan umat Islam, melampaui batas-batas geografi, mazhab, nasionalisme, bahasa dan lain sebagainya. Mereka juga harus mengedepankan maslahat dibanding kepentingan kelompok atau pribadi.

Menurut Imam Khomeini, "Perpecahan dan perselisihan umat Islam adalah penyakit kronis dan yang paling diuntungkan adalah pihak-pihak yang tidak bermazhab Syiah, Sunni, Hanafi atau lainnya. Mereka adalah kelompok yang menginginkan kehancuran Islam sehingga mazhab Islam apapun tidak penting buat mereka. Kita harus meperhatikan makna ini bahwa kita semua adalah Muslim serta kita semua meyakini al-Quran dan ketauhidan, dan kita harus berjuang dan berkhidmat untuk al-Quran dan ketauhidan itu."

Imam Khomeini mengetahui bahwa perpecahan tersebut bersumber faktor alam, geografi, bahasa, budaya dan yang terpenting adalah makar dan intrik kaum imperialis dunia yang selalu berusaha melebarkan jurang perpecahan serta menitikberatkan perbedaan.  Oleh karena itu, perselisihan di antara negara-negara Islam harus diselesaikan dengan prinsip dan mekanisme strategis. Dialog kesepahaman, pendekatan, rasa kebersamaan dan perspektif memiliki nasib yang saling terkait, adalah elemen-elemen pemersatu umat Islam.

Imam Khomeini
Imam Khomeini mengatakan, "Jika umat Islam dapat menghidupkan kembali kemuliaan dan kebesaran pada masa awal Islam, serta kembali pada Islam dan persatuan sejati, maka fenomena [persatuan] tersebut akan menjadi poros Islam untuk menciptakan kekuatan dan keberanian yang spektakuler."

Persatuan dunia Islam bagi Imam Khomeini adalah cita-cita agung dan dalam hal ini beliau mengatakan, "Insya Allah suatu hari nanti, semua umat Islam akan saling bersaudara dan semua akar kefasadan di semua negara Muslim akan tercerabut, dan bahwa akar busuk Israel akan tercerabut dari Masjid al-Aqsa dan dari negara Islam kita. Insya Allah kita akan bersama-sama bergerak dan menunaikan shalat di Masjid al-Aqsa."

Setelah wafatnya Imam Khomeini, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, mengambil alih tugas serta menjadikan persatuan Islam sebagai poros kinerjanya. Ayatullah Khamenei mengatakan, "Jika para ulama Islam percaya bahwa al-Quran telah menyebutkan: Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (al-Hadid;25). Dan bahwa penegakan keadilan, pemberantasan kezaliman dan menciptakan kehidupan tayibah umat manusia, adalah tujuan semua agama, maka semua gerakan harus mengarah pada pemerintahan Islam, dan pemerintahan Islam di berbagai negara dan masyarakat Islam adalah hal yang mungkin diwujudkan."

Rahbar juga memperingatkan soal konspirasi musuh untuk merusak persatuan Islam dengan cara membangun tembok pemisah antara Iran dan dunia Islam. Menurutnya, semua berkewajiban untuk meruntuhkan tembok tersebut dan haji adalah kesempatan dan momentum terbaik untuk melaksanakan tanggung jawab ini.

Ayatullah Khamenei
Negara-negara Islam dengan segala kekuatan yang dimilikinya seperti sumber daya manusia dan sumber alam pemberian Allah Swt, punya kemampuan untuk memainkan peran signifikan dalam transformasi regional dan internasional. Di antara keunggulan Dunia Islam adalah, populasi penduduk 1,7 milyar jiwa dari sekitar 60 negara merdeka yang memiliki sumber-sumber energi, letak geografis yang strategis dan kesamaan-kesamaan agama juga budaya.

Jika seluruh kapasitas ini digunakan sepenuhnya untuk melayani kepentingan Muslimin, pasukan asing dan musuh Islam tidak akan mampu menghambat kemajuan dan mencegah munculnya kekuatan dunia Islam.

Ikatan persatuan Muslimin terpenting adalah kolektifitas mereka yang banyak dalam masalah agama. Kiblat yang satu, manasik haji, kitab suci Al Quran, hadis, sunnah dan realitas-realitas sejarah Islam adalah komponen-komponen agama yang efektif untuk memperkuat persatuan dunia Islam dengan tujuan menghadapi konspirasi musuh.

Dari sisi politik, ada sejumlah negara berpengaruh di dunia Islam yang memainkan peran penting dalam mengajak negara-negara Islam ke arah persatuan dan kemajuan. Salah satunya adalah Republik Islam Iran. 

Metode ini dapat digunakan dalam dimensi-dimensi yang lebih luas di antara negara Islam yang memiliki banyak kesamaan itu. Kongres akbar haji merupakan kesempatan dan momentum yang terbaik untuk memperkuat persatuan di antara Muslimin.

Persatuan ini dengan cepat akan meluas tanpa mendorong kelompok-kelompok berbeda Islam berpindah keyakinan sehingga masalah penting persatuan Islam ini dapat terwujud secara nyata. Realisasi persatuan Islam yaitu, Muslimin tidak saling bermusuhan dan saling membantu dalam masalah-masalah penting dunia.

Upaya menciptakan perpecahan di antara kelompok-kelompok Islam dan menebarkan keraguan-keraguan di antara mereka adalah langkah musuh persatuan Islam untuk memecah negara-negara yang ada dalam lingkup geografis Islam. Mereka juga membangun benteng pemisah antara Iran dan negara-negara Islam lainnya.

Dibentuknya kelompok-kelompok ekstrem dan Takfiri seperti Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS yang mengatasnamakan agama Islam, sebenarnya dilakukan untuk merusak persatuan Islam.

Penafsiran-penafsiran politik atas agama dan mengenalkan Islam sebagai agama kekerasan, dapat dianggap sebagai bagian dari konspirasi musuh persatuan Islam. Seperti yang ditegaskan Rahbar, pemanfaatan peluang haji adalah upaya terbaik untuk menggagalkan konspirasi ganda yang dilancarkan di dunia Islam ini.

Read 2115 times