Print this page

Dampak Aksi Balasan Iran ke Pangkalan Militer AS

Rate this item
(0 votes)
Dampak Aksi Balasan Iran ke Pangkalan Militer AS

 

Pemerintahan teroris AS meneror Komandan Pasukan Quds Iran, Letnan Jenderal Qasem Soleimani dan Wakil Komandan Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis, dalam serangan udara di dekat Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari lalu.

Aksi teror ini menyebabkan 10 orang gugur syahid, lima warga Iran dan lima warga Irak. Mereaksi kejahatan itu, Korps Garda Revolusi Islam Iran (Pasdaran) pada 8 Januari, melakukan serangan rudal ke pangkalan AS, Ain al-Asad di Provinsi Anbar dan pangkalan militer di Arbil, Irak.

Serangan ke Ain al-Asad menjadi bukti atas kekuatan pertahanan Republik Islam Iran. Dalam beberapa tahun terakhir terutama setelah implementasi kesepakatan nuklir JCPOA, kekuatan-kekuatan Barat berusaha menyeret Iran ke meja perundingan untuk membahas masalah kemampuan misilnya, tetapi Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei, menentang keras gagasan itu.

Iran juga pernah melancarkan serangan rudal terhadap posisi kelompok teroris Daesh di Suriah dari wilayahnya. Kemampuan rudal Iran juga terbukti jitu ketika menembak jatuh drone Global Hawk AS pada musim panas 2019.

Para analis percaya bahwa penembakan lebih dari 10 rudal ke pangkalan militer Ain al-Asad, dapat dianggap sebagai pembuktian maksimal atas kemampuan pertahanan Republik Islam, karena tidak hanya tentara AS di Irak yang bersiaga penuh, tetapi juga seluruh tentaranya di wilayah Asia Barat.

Dosen Universitas Allame Tabatabaei Tehran, Sayid Jalal Dehghani Firoozabadi mengatakan, "Serangan ke pangkalan militer AS membuktikan kekuatan pertahanan Iran, karena meskipun adanya ancaman dari Trump, Tehran mengambil tindakan balasan atau pertahanan yang sah. Hal ini telah memperkuat kredibilitas Republik Islam dan kekuatan pertahanannya, dan menunjukkan bahwa Iran memiliki kekuatan untuk membela keamanannya."

Dampak serangan balasan Iran di pangkalan AS, Ain al-Assad.
Dengan aksi balasan itu, Republik Islam Iran memenangi "perang tekad" dalam melawan AS. Dalam kebijakan internasional, "tekad mengalahkan ancaman" kadang lebih penting dari hasil di lapangan. Ini semakin penting ketika lawan Anda adalah sebuah kekuatan militer nomor satu di dunia.

Sejumlah negara yang percaya dengan tindakan balasan Iran, secara terus-menerus memperingatkan tentang potensi pecahnya sebuah perang besar di Asia Barat.

Setelah insiden penembakan jatuh drone AS, serangan rudal ke Ain al-Asad dapat dianggap sebagai contoh kedua dari tekad baja Iran dalam menghadapi AS.

Perlu dicatat bahwa pangkalan Ain al-Asad adalah pangkalan terbesar kedua AS di Irak. Pangkalan ini dapat dianggap sebagai pusat pengarah, pengawas, dan komando tindakan militer dan logistik, dan bahkan kebijakan AS di wilayah Irak.

Jika pangkalan-pangkalan AS di Teluk Persia merupakan simbol kekuatan tradisional negara itu di Asia Barat, maka Ain al-Assad dapat disebut sebagai salah satu simbol kekuatan modern AS di wilayah ini. Para pejabat AS berulang kali melakukan kunjungan ke Irak tanpa memberitahu pemerintah Baghdad, dan kadang-kadang bahkan meminta para pejabat Irak untuk datang ke Ain al-Assad.

Donald Trump dan istrinya berkunjung ke Ain al-Assad pada perayaan Natal tahun lalu tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Irak, demikian juga dengan kunjungan Wakil Presiden Mike Pence dan istrinya untuk perayaan Thanksgiving.

Beberapa dampak penting serangan balasan Iran ke pangkalan militer AS antara lain:

Pertama, tindakan balasan Iran telah meruntuhkan wibawa dan hegemoni militer AS. Serangan terakhir yang dilakukan sebuah negara berdaulat ke pangkalan militer AS terjadi sekitar 80 tahun lalu ketika jet-jet tempur Jepang menyerbu pangkalan Pearl Harbor di Hawaii pada 7 Desember 1941. Serangan ini menyebabkan kerugian besar di pihak AS dan peristiwa ini menandai keterlibatan AS dalam Perang Dunia II.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II dan kebangkitan kekuatan militer AS, tidak ada pemerintah yang berani secara resmi menyerang pangkalan militer AS kecuali beberapa kelompok bersenjata anti-Amerika. Serangan rudal Pasdaran Iran ke Ain al-Assad – setelah 80 tahun – telah meruntuhkan hegemoni militer AS. Aksi ini menunjukkan bahwa kekuatan militer AS terbukti rapuh dan rentan, meskipun telah membuat beragam klaim selama beberapa tahun terakhir.

Kedua, serangan itu telah meningkatkan penolakan terhadap kehadiran militer AS di Asia Barat dan secara khusus di Irak. Kelompok-kelompok perlawanan di Irak dan kawasan secara resmi menegaskan bahwa pembunuhan Letjen Soleimani akan terbalas dengan mengusir tentara AS dari kawasan.

Seorang pakar Asia Barat, Matthias Brugman, dalam analisis yang diterbitkan oleh surat kabar Jerman Handelsblatt, menggambarkan pembunuhan Letjen Qasem Soleimani sebagai salah satu kesalahan terbesar yang dilakukan pemerintah AS, di mana kembali membangkitkan kritik terhadap AS dari segala arah.

Saat ini, muncul tekad kuat di tengah kelompok-kelompok perlawanan untuk mengusir pasukan AS dari kawasan. Serangan beruntun terhadap pangkalan militer AS di Irak pasca pembunuhan Letjen Soleimani, telah menciptakan kondisi yang sangat sulit dan tidak aman bagi pasukan AS khususnya di Irak, untuk bertahan. Kubu perlawanan menyatakan tujuan jangka panjang mereka adalah mengusir pasukan AS, sebuah tujuan yang mungkin terwujud.

Ketiga, perang psikologis AS terhadap Iran mengalami kekalahan. Pemerintah teroris AS berusaha mengesankan serangan Iran terhadap pangkalan militer Ain al-Assad sekedar operasi "simbolis" untuk memuaskan tuntutan publik di dalam negeri.

Jutaan warga Tehran menghadiri acara tasyi' jenazah Syahid Soleimani.
Namun, Dara Massicot, seorang pakar senior dalam studi strategis dan keamanan nasional dari US Naval War College dan peneliti politik di RAND Corporation, membagikan gambar satelit yang memperlihatkan kerusakan di pangkalan Ain al-Assad akibat serangan rudal balistik Iran.

"Saya bukan ahli Iran, tapi saya seorang analis militer. Ketika saya melihat efek dari serangan Iran terhadap pangkalan udara Ain al-Assad, saya tidak melihat itu serangan simbolis yang dirancang untuk menghindari jatuhnya korban, seperti spekulasi sebagian orang. Serangan itu tampaknya menargetkan kemampuan militer pangkalan tersebut," ujarnya.

Keempat, aksi teror terhadap Letjen Soleimani dan serangan rudal Iran ke pangkalan militer AS, telah memperkuat posisi kelompok-kelompok perlawanan di kawasan.

Mantan Duta Besar Iran untuk Inggris, Sayid Jalal Sadatian menuturkan, "Lingkup pengaruh Letjen Soleimani tidak hanya terbatas di Irak, Suriah, Lebanon, Yaman, Palestina dan sejenisnya, tetapi mencakup seluruh wilayah Asia Barat."

Oleh karena itu, kubu perlawanan dan kelompok-kelompok penentang kehadiran AS di kawasan, telah meningkatkan manuvernya di wilayah Asia Barat.

Menurut Jalal Dehghani Firoozabadi, teror komandan Pasukan Quds Iran sebenarnya merupakan sebuah upaya untuk meneror pengaruh dan kehadiran regional Iran, tetapi aksi itu secara praktis gagal.

Tidak diragukan lagi, tindakan pemerintah teroris AS dalam meneror Letjen Soleimani, telah meningkatkan ketegangan dalam hubungan Iran-Amerika. Dari satu sisi, Republik Islam untuk pertama kalinya melancarkan serangan rudal ke pangkalan militer AS, dan dari sisi lain kedua negara berada semakin dekat dengan perang.

Kejahatan itu telah meningkatkan kebencian dan kemarahan rakyat Iran terhadap AS, terutama karena pembunuhan "seorang pahlawan nasional" dan semakin menjauhkan kedua negara untuk menempuh jalur diplomasi, bahkan dengan mediasi pihak ketika untuk mengurangi tensi ketegangan.

Pada dasarnya, kejahatan AS dalam pembunuhan Letjen Soleimani dan rekan-rekannya, telah memaksimalkan permusuhan Iran terhadap AS dan melumpuhkan jalur diplomasi.

Read 718 times