Print this page

Mengungkap Sebab Keluarnya AS dari Afghanistan

Rate this item
(0 votes)
Mengungkap Sebab Keluarnya AS dari Afghanistan

 

Amerika Serikat pada tahun 2001 dengan dalih memerangi kelompok teroris di Afghanistan khususnya Al Qaeda, melancarkan agresi militer ke negara itu, dan mendudukinya.

Kenyataannya, serangan teror 11 September 2001 ke dua gedung kembar WTC di AS yang pelakunya masih belum terungkap sampai saat ini, merupakan peluang yang tepat bagi Washington untuk menduduki Afghanistan.
 
Setelah berlalu dua dekade sejak invasi AS ke Afghanistan, kelompok-kelompok ekstrem, dan milisi yang dianggap AS sebagai teroris, dan para teroris Al Qaeda yang diberikan tempat persembunyian aman di Afghanistan oleh Washington, berubah menjadi pemicu keluarnya pasukan AS dari Afghanistan secara memalukan.
 
Pakar keamanan internasional di Universitas Northeastern, Boston, AS, Max Abrams menjelaskan, AS yang mengerahkan pasukan ke Afghanistan untuk memusnahkan Al Qaeda, dan menerima penyerahan Osama bin Laden, pemimpin kelompok teroris itu dari tangan Taliban, setelah dua dekade harus keluar dari Afghanistan dengan memohon kepada Taliban untuk melindungi pasukannya dari serangan kelompok teroris.
 
Banyak pejabat pemerintah, dan perwira militer AS mengakui bahwa Al Qaeda masih aktif sampai sekarang, dan sedang memperkuat posisinya di Afghanistan. Pada kondisi seperti ini, pertanyaan mendasar yang diajukan oleh publik dunia adalah mengapa setelah 20 tahun kehadiran AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO di Afghanistan, kelompok-kelompok teroris dan milisi ekstrem masih aktif di Afghanistan, dan sekitar empat tahun lalu ditambah dengan kelompok teroris lain bernama Daesh.
 
Menjawab pertanyaan penting ini, para pengamat meyakini bahwa AS dalam 20 tahun terakhir bukan saja tidak memerangi teroris di Afghanistan, sebaliknya malah mendukung dan mereorganisir mereka dalam puzzle politik regional untuk dimanfaatkan. Kenyataannya setelah keruntuhan Uni Soviet, kebijakan strategis AS untuk menghadapi musuh-musuhnya, dan memperkuat kehadiran serta pengaruhnya di berbagai kawasan dunia, memanfaatkan perang-perang proksi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris di banyak wilayah.
 
Anggota Dewan Ketua Institut Montaigne, Prancis, Nicolas Baverez percaya bahwa AS dengan kebijakan-kebijakan kelirunya di Afghanistan bukan saja akan mengembalikan terorisme ke negara ini, bahkan akan mengubah negara itu menjadi pusat terorisme internasional yang hasilnya adalah kerusakan bagi semua termasuk Eropa. 
 
tentara AS di Afghanistan
 
Oleh karena itu meski AS memainkan isu perang melawan terorisme untuk menarik simpati publik dunia, tapi sebagaimana diakui oleh mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, di periode awal Presiden Barack Obama, AS sendiri yang membentuk kelompok-kelompok teroris, dan seperti yang diakui mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto, Pakistan dan AS bekerja sama dalam membentuk Taliban, serta kelompok ekstrem lain. Menurut pengakuan Bhutto, kelompok-kelompok teroris ini sengaja “dipelihara” oleh AS dan Pakistan.
 
Dengan demikian jelas bahwa tugas pertama kelompok-kelompok teroris di seluruh penjuru dunia adalah membantu memuluskan proyek-proyek AS di berbagai wilayah, dan setelah penarikan pasukan AS dari Afghanistan, tugas berikutnya kelompok-kelompok teroris adalah mengancam keamanan perbatasan negara-negara Asia, Iran dan Cina.
 
Usai serangan teror di Bandara Kabul yang menewaskan lebih dari 100 orang, dan melukai 200 orang lainnya, AS mengumumkan telah membunuh teroris pelaku serangan ini di Nangarhar. Kemudian pertanyaan adalah bagaimana caranya pasukan AS, bisa dengan cepat mengetahui siapa pelaku peledakan Bandara Kabul dan tempat persembunyiannya, lalu melumpuhkannya.
 
Artinya AS dan NATO mengetahui dengan baik posisi, dan persembunyian para teroris di Afghanistan serta wilayah dunia lain. Oleh karena itu selama para teroris tidak membahayakan kepentingan AS, atau tidak menyerang warga negaranya, dan beraksi dalam kerangka perintah Gedung Putih, maka mereka akan tetap aman.
 
Salah seorang pengamat politik AS percaya bahwa kebijakan-kebijakan haus perang AS di Afghanistan hanya menargetkan warga sipil. Hal itu semakin menyeret rakyat Afghanistan ke dalam pusaran krisis, dan menghadapkan mereka kepada ancaman para teroris.
 
AS hanya akan berhadapan dengan kelompok ekstrem, dan teroris yang tidak bekerja untuk kepentingan Washington. Oleh karena itu kelompok teroris Al Qaeda yang dengan dalih memerangi kelompok itu, AS menduduki Afghanistan, bukan saja tetap aktif sampai sekarang, bahkan kemungkinannya untuk kembali ke Afghanistan semakin kuat.
 
Pada situasi seperti ini, para politisi memperkirakan bahwa AS meninggalkan Afghanistan untuk mengubah negara itu menjadi sarang teroris, dan menjalankan tugasnya menyebarkan ketidakamanan serta kekerasan ke Xinjiang, Cina, dan ke kelompok separatis Checen, Rusia, juga ke beberapa wilayah lain. AS juga memberikan persenjataannya yang bernilai jutaan dolar kepada Taliban.
 
Menurut Vali Reza Nasr, akademisi AS keturunan Iran yang mengajar di Universitas John Hopkins, sejak akhir pemerintahan Barack Obama, masalah terorisme dalam negeri di AS memudar, dan AS meminta Taliban untuk mencegah tersebarnya bahaya keamanan dari Afghanistan ke negara itu. Hal ini bagi Washington dianggap cukup menjadi alasan untuk keluar dari Afghanistan, dan tidak perlu memikirkan keamanan negara-negara lain.
 
Sampai sekarang sekolah-sekolah agama di Pakistan yang berperan sebagai pusat produksi, dan penyebaran anasir-anasir ekstrem, ditambah puluhan ribu sekolah lain di bawah dukungan dan arahan Wahabisme Arab Saudi, tetap aktif menjadi sumber penyedia terpenting milisi ekstrem dan teroris, dan melanjutkan upayanya memperkuat serta menyebarkan ekstremisme.
 
Di sisi lain banyak kalangan yang menganggap kesepakatan AS dan Taliban di Doha, Qatar sebagai kesepakatan antara Washington dan Islamabad karena dukungan-dukungan total Pakistan atas Taliban, kemudian meragukan kesepakatan itu. Pasalnya AS mencapai kesepakatan dengan Pakistan yang terang-terangan disebut oleh mantan Presiden AS Donald Trump sebagai pelindung, dan persembunyian para teroris.
 
Bagaimanapun juga penarikan mundur pasukan AS dari Afghanistan yang terjadi secara memalukan, meski merupakan aib buruk bagi Gedung Putih yang membuktikan kepada dunia bahwa negara itu bukan pihak yang bertanggung jawab, namun masyarakat internasional dan regional perlu mengkhawatirkan perkembangan Afghanistan, dan aktivitas kelompok-kelompok teroris di negara itu.
 
Karena AS sudah memberikan tugas khusus kepada para teroris, dan tugas yang terpenting adalah penyebaran terorisme serta kekerasan ke negara-negara rival AS di kawasan. Oleh karena itu negara-negara semacam Tajikistan mulai sekarang sudah memperkuat pasukannya di perbatasan dengan Afghanistan.

Read 547 times