Print this page

Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi Majlisi

Rate this item
(0 votes)
Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi Majlisi

 

Di sepanjang sejarah, para ulama besar Syiah – terlepas dari banyak tekanan dan minimnya sarana – telah merawat tunas mazhab Syiah lewat kerja keras dan upaya tak kenal lelah. Mereka telah melestarikan warisan Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya dengan amanah sehingga sampai ke tangan kita.

Di jalan yang sulit ini, jika situasi sosial dan politik relatif lebih menguntungkan masyarakat Syiah, para ulama, fuqaha, dan ilmuwan Syiah memanfaatkan peluang ini untuk mencerahkan umat dan menerangi jalan hakikat selama berabad-abad.

Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi Majlisi (1037-1110 H) atau dikenal dengan Allamah Majlisi atau al-Majlisi al-Tsani, juga menorehkan banyak kesuksesan dalam menyebarkan mazhab Ahlul Bait. Hal ini diraih berkat kerja keras, kecerdasan, dan tentu saja keiklhasannya.

Setelah pemerintah Safawi berkuasa di Iran, Syiah ditetapkan sebagai mazhab resmi Iran untuk pertama kalinya. Selama periode itu, para ulama Syiah menikmati kenyamanan yang relatif untuk mengajar, berdiskusi, dan menulis buku, karena pendekatan baik penguasa terhadap mazhab Ahlul Bait. Mereka juga menemukan peluang yang baik untuk melakukan kegiatan sosial dan politik.

Tidak seperti agama-agama lain di dunia, termasuk Kristen, yang ajarannya lebih fokus pada masalah personal, Islam adalah sebuah ajaran yang komprehensif dan kaya di semua aspek kehidupan manusia, termasuk di bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum. Bahkan bagian penting dari ajaran Islam berfokus pada masalah tersebut.

Dengan demikian, jika tercipta kondisi yang kondusif, para ulama Syiah – dengan kepakarannya – terjun ke dunia politik dan sosial sehingga dapat mengatur urusan masyarakat sesuai dengan ajaran Islam.

Pada era Safawi, Allamah Majlisi termasuk salah satu ulama yang melakukan kegiatan politik dan sosial yang sangat efektif. Posisi ilmiah dan kedudukan mulianya di antara berbagai lapisan masyarakat telah membuat Shah Suleiman Safawi mengangkatnya untuk posisi Syaikhul Islam pada 1098 H.

Syaikhul Islam adalah jabatan tertinggi keagamaan Syiah pada periode pemerintahan Safawi dan setelahnya sampai periode Pahlevi. Syaikhul Islam bertanggung jawab atas urusan agama, peradilan termasuk mengangkat dan memberhentikan hakim, menangani anak-anak yatim, menerima dan membelanjakan khumus dan zakat untuk urusan masyarakat Muslim, dan masalah penting lain.

Syaikhul Islam dihormati oleh pemerintah dan biasanya diajak berkonsultasi tentang masalah-masalah penting. Setelah kematian Shah Suleiman pada 1105 H dan berkuasanya Shah Sultan Hussein, Allamah Majlisi tetap menduduki posisi itu dan melaksanakan tugasnya sampai tahun wafatnya pada 1110 H.

Sultan Hussein naik takhta setelah kematian Shah Suleiman. Sudah menjadi tradisi bagi para tokoh Sufi untuk mengikatkan pedang di pinggang raja pada upacara penobatan. Namun, Sultan Hussein tidak mengizinkan para Sufi untuk mengikatkan pedang di pinggangnya.

Sang raja memanggil Allamah Majlisi dan memintanya untuk memimpin upacara penobatannya. Allamah melakukan upacara itu di sebuah aula kaca di istana raja. Shah menghadap ke arah Allamah sambil berkata, "Apa yang engkau minta untuk pekerjaan ini dan imbalan apa yang engkau inginkan?"

Melihat Shah yang masih muda dan kurang berpengalaman dalam mengatur pemerintah, Allamah Majlisi memintanya untuk memastikan keamanan dan ketentraman negara. Ia berkata kepada Shah, "Saya meminta raja supaya mengeluarkan dekrit yang melarang meminum arak, perang antarsekte, dan kegiatan adu merpati."

Pada masa itu, adu merpati merupakan simbol kepahlawanan dan huru hara generasi muda. Mereka bahkan mengabaikan nilai-nilai moral serta tidak peduli dengan urusan penting kehidupan individu dan sosial.

Shah Sultan Hussein menerima usulan Allamah Majlisi dengan lapang dada dan mengeluarkan dektrit sesuai dengan permintaannya. Dengan demikian, Allamah telah mencegah tiga penyakit masyarakat sekaligus. Tiga bentuk kerusakan ini telah menghancurkan bangsa-bangsa besar dan membuat mereka terhina yaitu: kerusakan, perpecahan, dan sikap acuh generasi muda.

Dengan meminta Shah melarang minuman keras, Allamah tidak hanya memintanya melindungi masyarakat dan generasi muda dari perbuatan tercela dan kerusakan, tetapi juga mencegah raja dan para menteri dari melalaikan tugas negara dan bersikap tidak bijak.

Sebab, sebagian besar raja Safawi – terlepas dari kecintaan mereka pada mazhab Syiah – tidak memiliki pendidikan agama yang tepat. Hal ini menyebabkan kerusakan seperti, mabuk-mabukan yang menjadi tren di istana mereka. Sebagai akibat dari perilaku tercela ini, kemampuan mereka untuk memerintah kerajaan dan mengatur urusan negara berkurang.

Dengan usulan bijaknya, Allamah Majlisi telah melindungi masyarakat dari perbuatan tercela itu semaksimal mungkin, tetapi sayangnya, para oportunis yang memanfaatkan kelemahan raja, akhirnya berhasil menyeret Sultan Hussein ke dalam perbuatan tercela ini. Allamah Majlisi sudah memperkirakan kehadiran orang-orang jahat di lingkungan istana. Oleh karena itu, ia menggunakan kekuasaannya semaksimal mungkin untuk mengurangi kemungkaran dan memperbaiki lingkungan internal istana.

Ilmuwan besar ini kemudian menulis sebuah risalah sederhana dalam bahasa Persia dengan judul "Adab Suluk Raja dengan Masyarakat." Risalah ini merupakan terjemahan dan penasfiran atas surat tugas Imam Ali as kepada Malik al-Asytar al-Nakha'i tentang cara menjalankan pemerintahan secara adil dengan tambahan tiga hadis lain.

Allamah Majlisi menjelaskan tujuan dari penulisan kitab itu adalah untuk menyadarkan orang-orang yang lalai dan memperbaiki moral para penguasa. Ia hidup sezaman dengan empat raja Safawi dan punya pengaruh besar pada raja-raja Safawi. Oleh karena itu, nasihat lisan dan pendekatan reformisnya, di samping karya-karya tulisnya, secara efektif telah mengendalikan kerusakan di istana raja dan penindasan terhadap masyarakat Muslim Iran.

Dalam menjaga kemurnian mazhab Ahlul Bait, Allamah Majlisi terpaksa bangkit untuk melawan serangan pemikiran dan budaya dari berbagai kelompok, mulai dari opisisi sampai musuh-musuh Islam dan Syiah. Ia melawan kegiatan anti-budaya yang disebarkan oleh perwakilan lembaga dan perusahaan Barat, penyesatan yang dilakukan kaum Sufi, keraguan yang disebarkan para pendeta istana, konspirasi asing, dan bahkan propaganda beracun yang dilakukan para penyembah berhala, serta membela kebenaran mazhab Syiah.

Sekte lain yang diperangi oleh Allamah Majlisi adalah akidah sesat kaum Sufi. Dalam karya-karyanya, ia mengkritik metode Sufisme dan menunjukkan kontradiksi antara pemikiran, kebiasaan, dan tuntunan mereka dengan ajaran para imam Syiah.

Tentu saja, Allamah Majlisi, sama seperti ulama besar lainnya seperti Syeikh Baha'i dan Mulla Sadra, tidak pernah menentang irfan Islam murni, bahkan ia sendiri termasuk salah satu dari arif besar. Namun, ia mengkritik kaum Sufi dan akidah sesat mereka, termasuk tidak mematuhi ajaran agama, mempopulerkan tradisi di luar ajaran agama seperti, lingkaran zikir dan tarian Sufi, serta menafsirkan makna batin terhadap agama dan teks-teks agama.

Berkat pengaruh Allamah Majlisi terhadap raja-raja Safawi yang sezaman dengannya, maka Iran dan para tetangganya yang Sunni dapat hidup rukun dan jauh dari konflik. Provinsi-provinsi Sunni di Iran bahkan tidak diganggu oleh masyarakat Syiah dan Iran hidup dalam kedamaian.

Meskipun raja muda mulai terjebak dalam konspirasi kaum oportunis dan secara praktis kehilangan kendali atas negara, namun selama Allamah Majlisi masih hidup, Iran tetap memberikan keamanan dan ketenangan kepada rakyatnya dari semua mazhab dan agama.

Hitungan mundur keruntuhan pemerintahan Safawi dimulai setelah wafatnya Allamah Majlisi pada 27 Ramadhan 1111 H. Ia telah menjalani kehidupan yang penuh berkah, mendidik ratusan ulama, menulis banyak kitab, menerjemahkan puluhan buku agama dalam bahasa Arab dan Persia, dan meninggalkan banyak karya untuk masyarakat Syiah.

Allamah Majlisi meninggal dunia di usianya yang ke-73 tahun (sesuai dengan tanggalan Hijriah) pada malam ke-27 bulan suci Ramadhan tahun 1110 H. Agha Jamal Khansari memimpin shalat jenazah untuknya. Sesuai surat wasiatnya, ia dimakamkan di serambi Masjid Jami' Isfahan di sisi makam ayahnya, Allamah Muhammad Taqi bin al-Maqsud Ali al-Majlisi. Sejak wafatnya sampai sekarang.

Read 655 times