Print this page

17 Rabiul Awal, Hari Wiladah Imam Shadiq as

Rate this item
(0 votes)
17 Rabiul Awal, Hari Wiladah Imam Shadiq as

a. Biografi Singkat Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s.

Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s. dilahirkan di Madinah pada tanggal 17 Rabi'ul Awal 83 H. Ayahnya adalah Imam Muhammad Baqir a.s. dan ibunya adalah Ummu Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.

Namanya adalah Ja'far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu Abdillah.

Ia syahid di Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi pada tanggal 25 Syawal 148 H. dalam usianya yang ke-65 tahun. Ia dikuburkan di pekuburan Baqi'.

b. Program-program Imam Shadiq a.s. (dalam Menyebarkan Islam)

Imam Shadiq a.s. telah memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya dalam bidang keilmuan, dan hasilnya, ia berhasil membentuk sebuah "hauzah" pemikiran yang telah berhasil mendidik fuqaha` dan para pemikir kaliber dunia. Dengan demikian, ia telah meninggalkan warisan ilmu yang sangat berharga bagi umat manusia. Di antara murid-muridnya yang ternama adalah Hisyam bin Hakam, Mukmin Ath-Thaaq, Muhammad bin Muslim, Zurarah bin A'yan dan lain sebagainya.

Gebrakan ilmiah Imam Shadiq a.s. telah berhasil menguasai seluruh penjuru negeri Islam sehingga keluasan ilmunya dikenal di seluruh penjuru negara dan menjadi buah bibir masyarakat.

Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: "Imam Shadiq telah berhasil menyingkap sumber-sumber ilmu di muka bumi ini dan membuka pintu ilmu pengetahuan bagi seluruh umat manusia yang sebelumnya belum pernah terjadi. Dengan ini, ilmu pengetahuannya menguasai seluruh dunia".

Tujuan utama kegiatan ilmiah dan budaya Imam Shadiq a.s. adalah menyelamatkan umat manusia dari jurang kebodohan, menguatkan keyakinan mereka terhadap Islam, mempersiapkan mereka untuk melawan arus kafir dan syubhah yang menyesatkan dan menangani segala problema yang muncul dari ulah penguasa waktu itu.

Usaha Imam Shadiq a.s. tersebut --dari satu sisi-- adalah untuk melawan arus rusak akibat situasi politik yang terjadi pada masa dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah. Penyelewengan akidah yang terjadi pada masa itu banyak difaktori oleh penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India, dan bermunculannya aliran-aliran berbahaya seperti Ghulat, kaum zindiq, pemalsu hadis, ahlur raiy dan tasawuf. Aliran-aliran inilah yang telah menyiapkan lapangan bagi tumbuhnya banyak penyelewengan saat itu. Imam Shadiq a.s. melawan mereka, dan dalam bidang keilmuan, ia mengadakan dialog terbuka dengan mereka sehingga alur pemikiran mereka diketahui oleh khalayak ramai.

Dan dari sisi lain, ia juga --dengan usahanya tang tak kenal lelah-- telah berhasil menyebarkan akidah yang benar dan hukum-hukum syariat, memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan mempersiapkan para ilmuwan guna mendidik masyarakat.

Imam Shadiq a.s. menjadikan masjid Rasulullah SAWW di Madinah sebagai pusat kegiatan. Masyarakat datang berbondong-bondong dari berbagai penjuru untuk menanyakan berbagai masalah dan mereka tidak pulang dengan tangan kosong.

Di antara "figur-figur" yang pernah menimba ilmu dari Imam Shadiq a.s. adalah Malik bin Anas, Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan Asa-Syaibani, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu 'Uyainah, Yahya bin Sa'id, Ayub As-Sijistani, Syu'bah bin Hajjaj, Abdul Malik bin Juraij dan lain-lain.

Imam Shadiq a.s. memerintahkan kepada para pengikutnya untuk tidak berlindung kepada penguasa zalim dan melarang mereka untuk mengadakan kerja sama dalam bentuk apa pun dengannya. Ia juga mewasiatkan kepada mereka untuk melakukan taqiyah supaya para musuh tidak menyoroti gerak-gerik mereka.

Imam Shadiq a.s. menganjurkan kepada semua masyarakat untuk mendukung perlawanan yang dipelopori oleh Zaid bin Ali melawan dinasti Bani Umaiyah. Ketika berita kematian Zaid bin Ali sampai ke telinganya, ia sangat terpukul dan sedih. Ia memberikan santunan kepada setiap keluarga yang suaminya ikut berperang bersama Zaid bin Ali sebesar 1000 Dinar. Begitu juga, ketika pemberontakan Banil Hasan a.s. mengalami kekalahan total, ia sangat sedih dan menyayangkan ketidakikutsertaan masyarakat dalam pemberontakan tersebut. Meskipun demikian, ia enggan untuk merebut kekuasaan. Hal ini ditangguhkannya sehingga umat betul-betul siap untuk mengadakan sebuah perombakan besar-besaran, ia dapat menyetir alur pemikiran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dan dapat memperbaiki realita politik dan sosial yang sudah betul-betul bobrok.

c. Imam Shadiq a.s. dalam Kaca Mata Orang Lain

Fuqaha` dan para ilmuwan yang hidup pada masa Imam Shadiq a.s. serta mereka yang hidup sesudah itu memujinya dengan penuh keagungan dan keluasan ilmu pengetahuan. Mereka antara lain:

a. Abu Hanifah, pemimpin dan imam mazhab Hanafiah. Ia berkata: "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih alim dari Ja'far bin Muhammad". Dalam kesempatan lain ia juga berkata: "Jika tidak ada dua tahun (belajar kepada Ja'far bin Muhammad), niscaya Nu'man akan celaka". Nama asli Abu Hanifah adalah Nu'man bin Tsabit.

b. Malik, pemimpin dan imam mazhab Malikiah. Ia pernah berkata: "Beberapa waktu aku selalu pulang pergi ke rumah Ja'far bin Muhammad. Aku melihatnya selalu mengerjakan salah satu dari tiga hal berikut ini: mengerjakan shalat, berpuasa atau membaca Al Quran. Dan aku tidak pernah melihatnya ia menukil hadis tanpa wudhu`".

c. Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata: "Karena ilmunya sering dinukil oleh para ilmuwan, akhirnya ia menjadi buah bibir masyarakat dan namanya dikenal di seluruh penjuru negeri. Para pakar (fiqih dan hadis) seperti Yahya bin Sa'id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin 'Uyainah, Abu Hanifah, Syu'bah dan Ayub As-Sijistani banyak menukil hadis darinya".

d. Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: "Ilmu pengetahuan Ja'far bin Muhammad telah menguasai seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri adalah muridnya, dan hal ini cukup untuk membuktikan keagungannya".

e. Ibnu Khalakan, seorang sejarawan terkenal menulis: "Dia adalah salah seorang imam dua belas mazhab Imamiah dan termasuk salah seorang pembesar keluarga Rasulullah yang karena kejujurannya ia dijuluki dengan ash-shadiq. Keutamaan dan keagungannya sudah dikenal khalayak ramai sehingga tidak perlu untuk dijelaskan. Abu Musa Jabir bin Hayyan Ath-Thurthursi adalah muridnya. Ia menulis sebuah buku sebanyak seribu halaman yang berisi ajaran-ajaran Ja'far Ash-Shadiq dan memuat lima ratus pembahasan".

d. Keberhasilan Imam Shadiq a.s. dalam Membentuk Sebuah Tatanan Masyarakat Baru di Balik Berkecamuknya Situasi Politik
Masa Imam Shadiq a.s. adalah masa melemahnya pemerintahan Bani Umaiyah dan menguatnya kekuatan Bani Abasiyah. Dua kelompok ini saling tarik-menarik kekuatan dan berperang demi merebut dan mempertahankan kekuasaan.

Sejak Hisyam bin Abdul Malik berkuasa, perang politik Bani Abasiyah sudah dimulai. Pada tahun 129 H. mereka mulai mengadakan pemberontakan bersenjata, dan akhirnya, pada tahun 132 H. mereka mencapai kemenangan. Pada masa-masa itu Bani Umaiyah sedang menghadapi berbagai problema politik sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengadakan penekanan serius terhadap Syi'ah. Bani Abasiyah pun karena mereka ingin merebut kekuasaan atas nama membela keluarga Rasulullah SAWW dan membalas dendam atas darah mereka yang sudah terteteskan, mereka tidak berani mengadakan penekanan terhadap para pengikut Ahlul Bayt a.s.

Atas dasar ini, periode tersebut adalah sebuah periode tenang bagi Imam Shadiq a.s. dan para pengikutnya meskipun sangat relatif. Ia menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya dengan memulai sebuah gebrakan kebudayaan yang tidak tanggung-tanggung. Karena ia yang berhasil menyebarkan fiqih dan ilmu Ahlul Bayt a.s. dengan pesat serta mempermantap hukum dan teologi Syi'ah, akhirnya mazhab Syi'ah dikenal dengan nama mazhab Ja'fari.

Imam Shadiq a.s. menghadapi segala aliran pemikiran dan akidah yang berkembang pada waktu itu. Dengan segala upaya ia telah menjelaskan Islam dan tasyayyu' di hadapan mereka dan berhasil membuktikan keunggulan pemikiran Syi'ah dibandingkan dengan aliran-aliran pemikiran tersebut.

Imam Shadiq a.s. mendidik murid-muridnya sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Hasilnya, setiap orang dari mereka memiliki spesialisasi dalam ilmu-ilmu tertentu, seperti hadis, tafsir, fiqih dan kalam.

Hisyam bin Salim bercerita bahwa pada suatu hari kami duduk di hadapan Imam Shadiq a.s. Tidak lama kemudian seseorang yang berkewarganegaraan Syam minta izin untuk masuk. Setelah ia masuk, Imam berkata kepadanya: "Duduklah! Apa yang kau inginkan?".

Ia menjawab: "Saya mendengar bahwa engkau menjawab semua pertanyaan orang. Aku datang untuk berdebat denganmu".

"Dalam bidang apa?", tanya Imam kembali.

"Dalam bidang bacaan Al Quran", jawabnya pendek.

Imam Shadiq a.s. menoleh kepada Hamran seraya berkata: "Hamran, orang ini adalah milikmu!"

Orang Syam itu kembali berkata: "Aku ingin berdebat denganmu, bukan dengan Hamran".

"Jika engkau dapat mengalahkan Hamran, berarti engkau telah mengalahkanku", ia menimpali.

Dengan terpaksa ia menerima untuk berdebat dengan Hamran. Setiap pertanyaan yang dilontarkan dijawab dengan tegas dan berdalil oleh Hamran hingga akhirnya ia merasa kalah dan kecapaian.

"Bagaimana engkau melihat Hamran?", tanya Imam a.s.

"Sungguh Hamran sangat cerdik. Setiap pertanyaan yang kulontarkan, dijawabnya dengan tepat", jawabnya.

Setelah itu ia berkata kembali: "Saya ingin berdebat denganmu berkenaan dengan bahasa dan sastra Arab".

Imam a.s. menoleh kepada Aban bin Taghlib seraya berkata: "Berdebatlah dengannya!"

Aban pun tidak memberi kesempatan kepadanya untuk mengelak dan berdalih serta akhirnya ia menyerah.

"Aku ingin berdebat mengenai fiqih denganmu", lanjutnya.

Imam a.s. menoleh kepada Zurarah seraya berkata: "Berdebatlah dengannya!" Ia pun mengalami nasib yang sama.

"Aku ingin berdebat denganmu berkenaan dengan ilmu kalam", katanya lagi.

Imam a.s. menunjuk Mukmin Ath-Thaaq untuk melayaninya. Dan tidak lama kemudian ia pun mengalami nasib yang sama.

Begitulah seterusnya ketika ia meminta untuk berdebat berkenaan dengan masalah kemampuan (seseorang) untuk melakukan kebaikan dan keburukan, tauhid dan imamah, Imam a.s. menunjuk Hamzah Ath-Thayyar, Hisyam bin Salim dan Hisyam bin Hakam untuk melayaninya. Dan mereka dapat melaksanakan tugas mereka masing-masing dengan baik.

Melihat peristiwa yang sangat menyenangkan itu Imam Shadiq a.s. tersenyum bahagia.

Read 2448 times