Print this page

Tabas, Saksi Kegagalan AS Hadapi Iran

Rate this item
(0 votes)
Tabas, Saksi Kegagalan AS Hadapi Iran

 

Sejarah politik kontemporer Iran mencatat berbagai peristiwa cemerlang dan penting mengenai ketegaran bangsa Iran dalam menghadapi berbagai intervensi asing, terutama AS dan Inggris.

Dari sekian peristiwa menentukan ini, gerakan Revolusi Islam Iran menorehkan prestasi terbesar yang terus berkibar selama empat dekade hingga kini. Peristiwa revolusi ini dimulai oleh gerakan bersejarah Imam Khomeini menentang rezim despotik Shah yang berada dalam kendali asing, pada 15 Khordad 1342 Hs (1963).

Sebelum kemenangan Revolusi Islam, Inggris dan kemudian AS melakukan berbagai cara untuk menancapkan cakarnya di Iran, termasuk merancang kudeta terhadap pemerintahan Perdana Menteri Mohammad Mossadegh di tahun 1332 Hs (1953)

Rentetan peristiwa politik pada tahun 1954 dan setelahnya menunjukkan intervensi AS di berbagai bidang di Iran, mulai dari politik, budaya, ekonomi hingga militer. Saking luasnya pengaruh asing tersebut, sehingga praktis pemerintah Iran hanya menjadi boneka AS dan berada di bawah kekuasaan Washington. Meski demikian, bangsa Iran terus melawan intervensi tersebut hingga terbentuk Republik Islam.

Mengkaji penggalan sejarah politik Iran menunjukkan bahwa pasca kemenangan Revolusi Islam Iran, AS terus-menerus melancarkan konspirasi supaya Iran tidak mandiri dan bergantung kepada Gedung Putih.Oleh karena itu, melalui kedutaan besarnya di Tehran yang menjadi markas spionase AS terhadap Revolusi Islam Iran, Washington menyusun dan melakukan aksi-aksi konspirasi anti Iran.

Bangsa Iran yang mengetahui itu, terutama dari para mahasiswa mengambil tindakan untuk menduduki Kedubes AS. Dampak dari aksi pendudukan Kedubes AS ini, Washington mengambil langkah-langkah politik hingga militer.

Pada April 1981, Pentagon mengirim 90 personil terlatihnya dengan sejumlah helikopter dan pesawat militer dilengkapi persenjataan tercanggih ketika itu untuk merebut kembali kedutaannya yang diduduki oleh para mahasiswa.

Pasukan komando ini dengan bantuan kelompok-kelompok anti Revolusi Islam yang telah siap sejak sebelumnya akan menyerang tempat penahanan para sandera AS. Setelah membebaskan mereka, jet tempur AS akan mengebom pusat-pusat penting Iran.

Tapi semua skenario itu gagal total. Ketika pasukan komando AS ini tiba di gurun Tabas, mereka menghadapi badai pasir yang mengakibatkan 9 orang tewas mengenaskan akibat terbakar. Bangkai pesawat dan helikopter yang hancur ditinggalkan begitu saja oleh pasukan komando AS. Agresi AS ini dicatat sebagai kegagalan operasi militer paling memalukan dalam sejarah militer negara ini.

Myles Kaplan, mantan pejabat CIA yang terlibat dalam kudeta 28 Mordad 1332 Hs di Iran menjelaskan tujuan agresi militer AS ke Iran yang kandas di Tabas. Ia mengatakan, "Serangan militer melalui Tabas tidak hanya untuk membebaskan para sandera, tapi tujuan utamanya adalah kudeta dan menumbangkan rezim Iran."

Gedung Putih juga melancarkan tindakan serupa dengan mendukung rezim Saddam melancarkan agresi militer Irak ke Iran pada September 1980 sebagai aksi lain untuk menumbangkan pemerintah Islam Iran.

Zbigniew Brzezinski, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Jimmy Carter sebelum dimulainya perang Irak-Iran menyatakan, Amerika sedang menghadapi Revolusi Iran. Dalam hal ini, AS harus memperkuat negara-negara yang memiliki kemampuan untuk menyerang rezim Iran. Oleh karena itu, sebagian dari kebijakan Amerika adalah mendorong negara-negara Arab di Timur Tengah untuk membantu Irak selama mengagresi Iran.

Kemenangan Revolusi Islam Iran dan akhir dari periode kekuasaan rezim despotik Shah di Iran menjadi babak baru dari kebencian AS terhadap Iran. Dampak dari permusuhan ini berbentuk dukungan terbuka Amerika terhadap rezim Saddam dalam perang delapan tahun dengan Iran. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai tekanan AS terhadap Iran di arena internasional, termasuk sanksi ekonomi.

Tidak hanya itu, negara-negara Barat, terutama AS terus menyebarkan isu Iranophobia dengan mengklaim Revolusi Islam Iran mengancam keamanan regional dan internasional. Padahal selama ini justru AS-lah yang menyulut konflik dan instabilitas di kawasan dan dunia.

Selama satu dekade lalu dan pasca pendudukan Afghanistan dan Irak, Amerika mengirimkan dan menempatkan pasukannya lebih banyak di kawasan. Amerika dan NATO juga menempatkan berbagai sistem rudal dengan penggunaan yang beragam dan menjual miliaran dolar senjata dan mesin-mesin perang ke negara-negara Arab Teluk Persia, demi menciptakan ketegangan di kawasan. Salah satunya yang terbesar adalah kontrak penjualan alutsista AS ke Arab Saudi senilai ratusan miliar dolar

Dengan alasan yang beragam, AS menyebarkan isu Iranphobia demi mencegah terciptanya stabilitas keamanan di kawasan, sekaligus mewujudkan kepentingan ekonomi politiknya dengan memeras para pemimpin negara Arab supaya membeli alutsista dan senjata produksi AS.

Tujuan utama dari seluruh konspirasi AS ini harus dicari dalam substansi permusuhan terhadap bangsa Iran. Sebab, sejak awal kemenangan Revolusi Islam, mereka berambisi menumbangkannya. Dalam rangka meraih tujuannya, mereka mengambil langkah-langkah destruktif terhadap Iran seperti meratifikasi anggaran khusus mendukung oposisi Iran, memperkuat media massa untuk menggiring terciptanya kerusuhan dalam negeri Iran. Menghadapi kondisi demikian, partisipasi heroik bangsa Iran di berbagai bidang tidak memberikan kesempatan musuh untuk mewujudkan ambisinya.

Ketegaran rakyat Iran sejak awal kemenangan Revolusi Islam menentang kekuatan-kekuatan arogansi menunjukkan mereka masih mencintai revolusi Islam yang mereka ciptakan. Ketegaran ini pula yang membuat segala proyek Barat terhadap Iran membentur dinding.

Keteguhan sikap rakyat Iran tidak memberikan kesempatan kepada musuh untuk membuat atmosfir politik dan sosial Iran terpolusi agar digunakan untuk menumbangkan Revolusi Islam. Ketegaran ini juga yang membuat rakyat Iran senantiasa ikut serta dalam aksi nyata untuk menentukan nasib bangsanya.

Setelah AS gagal berkali-kali saat berhadap-hadapan secara langsung dengan bangsa Iran, mereka mulai berinvestasi pada konspirasi dalam negeri Iran.

Misalnya, Kongres AS mengalokasikan anggaran sebesar 400 juta dolar untuk melakukan serangan cyber ke Iran. Proyek ini bertujuan untuk menciptakan instabilitas dalam bentuk jaringan luas di dunia maya dan cyber. Sebagai contoh, mereka menyebarkan virus Stuxnet untuk menyerang instalasi nuklir Iran.

Musuh bangsa Iran senantiasa berusaha untuk merusak citra Republik Islam Iran di arena internasional. Dengan cara ini, mereka berharap dapat mencegah Iran menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Sebab Iran saat ini menjadi simbol perlawanan terhadap arogansi dunia. Iran dianggap dunia dapat mengalahkan struktur unilaterisme yang menguasai dunia. Kini, setelah memasuki empat dekade dari kemenangan Revolusi Islam Iran, bangsa Iran tetap mampu menggagalkan segala bentuk konspirasi AS dan semua musuh Iran. 

Read 616 times