Print this page

Filosofi Hukum dalam Islam (10)

Rate this item
(0 votes)
Filosofi Hukum dalam Islam (10)

 

Pada kesempatan ini akan dibahas seputar pengaruh dan manfaat shalat bagi yang melaksanakannya.

Salah satu tanda terperting dari pengaruh shalat pada manusia adalah penolakan atas seluruh sesembahan palsu dan fiktif, dan semua bentuk pemaksaan, penindasan serta kemunafikan yang masing-masing dengan cara tertentu menjauhkan manusia dari jalan yang lurus yaitu penghambaan kepada Allah Swt, dan menyanderanya. 
 
Imam Ridha as mengatakan, falsafah shalat yaitu hanya Allah Swt sajalah yang kita sembah, dan kita terhindar dari semua bentuk kesyirikan dan penyembahan berhala, hanya di hadapan Pencipta Semesta sajalah kita menunjukkan kelemahan dan memohon, jangan sampai kita melupakan Pencipta kita, dan kebisingan dunia beserta semua daya tarik dan gemerlapnya membuat kita lalai serta membangkang. 
 
Oleh karena itu para pelaksana shalat yang sebenarnya hidup dengan memegang teguh keyakinan kepada Tuhan, dan berporos pada-Nya, mereka selalu mengingat Tuhan dan menjalankan semua yang diperintahkan-Nya.
 
Sehubungan dengan hal ini Al Quran mengatakan, dirikanlah shalat agar kita selalu ingat. Maksudnya adalah ingat dalam ucapan, hati dan amal di seluruh segi kehidupan. 
 
Dengan pandangan semacam ini, para pelaksana shalat hakiki dalam makna yang sebenarnya, terbebas dari belenggu semua kekuatan rapuh kekayaan materi, popularitas, hawa nafsu, dan bisikan setan, serta keluar sebagai pemenang. 
 
Sebagaimana dikatakan oleh Iqbal Lahore, siapapun yang telah mengikat janji dengan Tuhan dan hanya menjadi hamba-Nya semata, tidak akan pernah tunduk pada sesembahan lain selain Tuhan Maha Esa, dan meraih kebebasannya. 
 
Oleh karena itu manusia-manusia yang melaksanakan shalat dengan pandangan Tauhid akan sampai pada puncaknya di mana tidak ada tujuan lain selain Tuhan. Sebagaimana dalam ayat 6 Surat Al Inshiqaq, Allah Swt berfirman,  
 
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
 
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” 

Imam Ali bin Abi Thalib as yang berhasil mencerap puncak maknawi ini dengan seluruh wujudnya, terkait orang-orang mukmin pelaksana shalat yang sebenarnya mengatakan, para malaikat mengajak mereka berbicara. Melimpahkan ketenangan Ilahi kepada mereka. Membukakan pintu-pintu alam malakut untuk mereka. Kedudukan kasih sayang tak terhingga Tuhan terhampar untuk mereka, Tuhan memperhatikan kedudukan dan derajat mereka yang dicapai berkat penghambaannya, dan menerima amal serta memuji kedudukan mereka. Saat mereka melantunkan nama Tuhan, mereka mencium semerbak magfirah dan ampunan-Nya. (Khutbah 220, Nahj Al Balaghah)
 
Orang-orang yang dekat dengan Allah Swt yakin bahwa mereka sedang berusaha menuju pada keabadian, mereka selalu berusaha mendekat ke pusaran keagungan Ilahi sehingga tidak ada lagi batas antara dimensi maknawi dan malakuti antara dirinya dengan Tuhan.
 
Dalam Munajat Syabaniah, lantunan para mukmin arif yang hakiki digambarkan sebagai berikut, Ya Allah, berikanlah kepada kami kesempurnaan terpisah dari seluruh ketergantungan untuk meraih kedekatan pada-Mu, dan arahkanlah pandangan hati kami kepada-Mu, sehingga semua tirai penghalang tersingkap, dan kami mencapai mata air keagungan-Mu, dan jiwa kami terbang mendekati pusara kemegahan kesucian-Mu. 
 
Ya Allah jadikanlah aku bagian dari orang-orang yang Engkau panggil dan langsung menjawab, dan jadikanlah aku bagian dari orang-orang yang saat mendapat perhatian khusus dari-Mu, ia menjadi gila karena keagungan dan kebesaran-Mu.
 
Perlu diperhatikan bahwa para pecinta alam malakut yang mendekati Tuhan melalui shalat, dan munajat irfani, cara pandang, orientasi dan tujuan mereka berbeda dari berbagai sisi dengan orang-orang yang asing dengan alam malakut. 
 
Imam Ali as di kitab Nahj Balaghah berkata, ahli dunia menganggap penting fisiknya, dan kematian jasmani sungguh besar di mata mereka, namun mereka sama sekali tidak memperhatikan kematian jiwa, dan tidak menghargainya. 
 
Imam Ali menambahkan, jika kematian sudah ditakdirkan, dan atas kehendak Ilahi tidak diketahui kapan datangnya, ruh mereka dikarenakan kecintaan yang dalam pada keagungan Ilahi dan takut atas balasan-Nya, dalam satu kedipan mata akan sirna dari tubuh. (Khutbah 191, Nahj Al Balaghah) 
 
Perbedaan lain antara para pesuluk jalan Ilahi dengan yang lainnya adalah cita-cita dan harapannya lebih kental warna Ilahi, dan semua upaya mereka dikerahkan supaya tidak tertinggal dalam hal nilai-nilai maknawi dan kemanusiaan.
 
Amirul Mukminin as dalam Doa Kumail mengatakan, Tuhanku tambahlah kekuatan dan kemampuanku, kokohkanlah hatiku dengan tekad dan kehendak baja, dan berikanlah kemampuan kepadaku untuk memahami keagungan-Mu, dan taufik yang tak pernah habis sehingga aku termasuk orang-orang yang terdepan dalam mengejar-Mu. 
 
Dan termasuk orang-orang yang paling cepat mendekat ke haribaan-Mu, dan bergerak ke arah-Mu dengan segenap kebahagiaan sebagaimana para pecinta-Mu, dan seperti orang-orang ikhlas yang mendekat kepada-Mu, takut kepada-Mu seperti orang-orang yang yakin, masukkan aku ke dalam golongan orang-orang Mukmin di dekat-Mu.
 
Shalat dan permohonan manusia pelaksana shalat yang hakiki, akan membentuk pribadi unik yang dapat menjadi teladan bagi orang lain di semua bidang, dan memainkan peran efektif dalam membangun budaya shalat. 

 

Read 874 times