Print this page

Filosofi Hukum dalam Islam (11)

Rate this item
(0 votes)
Filosofi Hukum dalam Islam (11)

 

Salah satu kajian penting di semua aspek kehidupan adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang bisa merusak nilai sebuah perbuatan. Dalam masalah ibadah, ia perlu mendapat perhatian serius khususnya perkara shalat yang punya peran sentral dalam Islam, sehingga amalan ini tidak rusak oleh faktor-faktor lain.

Allah Swt menyebutkan beberapa faktor yang bisa merusak ibadah melalui surat al-Ma’un yaitu:

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”

Menurut ayat ini, ketidakpedulian terhadap fakir-miskin dan orang yang membutuhkan, tidak memiliki kasih sayang, tidak punya pengetahuan tentang esensi shalat, dan bersikap riya’ – yang semuanya bersumber dari pengingkaran terhadap agama – adalah faktor-faktor yang merusak martabat orang yang shalat sehingga Allah Swt menghardiknya.

Kita harus tahu bahwa Islam tidak mengabulkan setiap shalat. Ayat tersebut mengandung pesan bahwa perilaku individual dan sosial orang-orang yang shalat harus kita jadikan sebagai parameter sehingga kita tahu mana ahli shalat sejati dan orang yang berpura-pura shalat, yang menjadikan shalat sebagai alat pencitraan.

Imam Jakfar Shadiq as dalam sebuah ucapannya menyingkap esensi dari orang-orang tersebut dengan berkata, “Janganlah kalian tertipu dengan shalat dan puasa sebagian orang, karena bagi mereka, shalat dan puasa hanya sebuah kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Jadi untuk (mengetahui hakikat mereka), mereka perlu diuji dengan tingkat komitmennya pada kejujuran dan amanah.”

Ahli shalat yang masih memelihara sifat-sifat tercela, biasanya tidak peduli dengan shalat dan dengan pandangan yang dangkal, mereka meremehkan shalatnya, yang tentu saja mengundang kemarahan Tuhan.


Imam Muhammad al-Baqir as berkata, “Janganlah meremehkan shalat kalian, karena Rasulullah Saw saat akan menjemput maut bersabda, ‘Barang siapa yang meremehkan shalatnya, maka ia bukanlah dari aku.’”

Poin yang sangat penting dari sabda ini bahwa sirah dan keteladanan yang diberikan Rasulullah Saw adalah jangan pernah meremehkan shalat, dan orang-orang semacam itu mungkin tidak layak disebut Muslim, karena shalat adalah kewajiban agama dan jalur komunikasi yang paling penting antara seorang hamba dan Tuhannya. Untuk itu, shalat harus mendapat perhatian khusus dari manusia. Orang yang shalat pada dasarnya sedang membangun hubungan dan bercengkrama dengan Tuhan.

Imam Shadiq as dalam sebuah wasiat menjelang kesyahidannya, menganggap bukan sebagai pengikutnya orang-orang yang meremehkan shalat. Di detik-detik terakhir ini, imam memanggil seluruh anggota keluarga dan orang-orang dekatnya, kemudian berkata kepada mereka, “Syafaat kami tidak akan sampai kepada orang yang meremehkan shalatnya.”

Jadi, salah satu faktor perusak pahala shalat adalah meremehkan shalat itu sendiri. Sebagian orang mungkin bertanya, apa tujuan dari ibadah yang dikerjakan secara riya’ dan penuh kemunafikan? Yaitu mereka yang berpura-pura shalat dan tidak memegang teguh nilai-nilai moral seperti, kejujuran dan amanah.

Al-Quran menjawab pertanyaan tersebut dengan berkata, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa, ayat 142)

Perlu dipahami bahwa salah satu peran konstruktif shalat adalah menjauhkan manusia dari perbuatan dosa dan memberikannya keterjagaan dari dosa.

Allah Swt memerintahkan Rasulullah dengan berfirman, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut, ayat 45)


Namun, syaitan telah membangkang dari perintah Ilahi sejak awal penciptaan manusia, ia bersikap takabbur dan akhirnya diusir dari sisi Allah Swt. Syaitan telah menjadi musuh besar bagi orang-orang yang shalat dan selalu berusaha menggoda mereka serta memperlemah tekad, dan menjerumuskan mereka ke dalam dosa.

Jika ini terjadi, maka shalat telah kehilangan fungsinya sebagai pencegah manusia dari perbuatan dosa. Dosa merupakan sebuah penyakit kronis bagi ahli shalat, yang akan menjauhkan mereka dari Allah.

Rasulullah Saw bersabda, “Shalat menghitamkan wajah syaitan.” Mengenai dampak buruk dosa, beliau berkata, “Barang siapa yang shalatnya tidak mencegah ia dari dosa dan keburukan, maka ia telah jauh dari (rahmat) Ilahi.”

Di samping meremehkan shalat dan berbuat dosa, ada faktor lain yang bisa membuat shalat tidak sempurna yaitu tanggungan kewajiban mal (harta) yang belum ditunaikan seperti khumus dan zakat atau haqqullah.

Faktor lain yang merusak shalat adalah hak-hak orang lain yang belum dipenuhi. Ahli shalat harus berkomitmen untuk menunaikan kewajiban tersebut, terutama hak-hak yang menyangkut dengan orang lain atau haqqunnas.

Rasulullah Saw bersabda, “Allah berfirman kepadaku, ‘Wahai penyambung silsilah para nabi dan pemberi peringatan, berilah peringatan kepada manusia bahwa selama mereka masih terlilit hak kepada hamba-Ku yang lain, maka jangan pernah mendatangi rumah-Ku. Karena meskipun ia sedang shalat di hadapan-Ku, Aku akan menjauhkannya dari rahmat-Ku, kecuali ia mengembalikan hak itu kepada pemiliknya.” 

Read 813 times