Print this page

Konspirasi Baru AS-Israel terhadap Iran

Rate this item
(0 votes)
Konspirasi Baru AS-Israel terhadap Iran

Amerika Serikat, sebagai sekutu strategis rezim Zionis Israel selalu melangkah sejalan dengan Tel Aviv dan dalam 40 tahun terakhir menyusun strategi anti-Iran dan merancang serta menjalankan banyak konspirasi untuk negara ini, meski selalu gagal.

Di sisi lain, Israel sebagai musuh regional terbesar Iran, melakukan banyak upaya untuk memprovokasi Barat terutama Amerika agar selalu mengambil kebijakan anti-Iran dan memberikan tekanan seperti sanksi ekonomi terhadap Tehran. Langkah ini semakin gencar dilakukan pasca kesepakatan nuklir Iran dengan Kelompok 5+1.

Pejabat Israel sangat berharap perundingan nuklir gagal mencapai hasil dan pada akhirnya tekanan terhadap Iran bisa sampai pada puncaknya. Kesepakatan nuklir Iran, JCPOA dan pada tahap selanjutanya resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB, telah membangkitkan reaksi keras Israel, sehingga Perdana Menteri rezim itu, Benjamin Netanyahu mengambil kebijakan yang cenderung lebih keras dari sebelumnya.

Seiring dengan naiknya Donald Trump yang sangat menentang kesepakatan nuklir Iran, ke kursi kepresidenan Amerika pada Januari 2017, sejalan dengan keinginan Israel, 8 Mei 2018 mengumumkan keluarnya Amerika dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi nuklir atas Iran dalam dua tahap. Langkah yang sepenuhnya sesuai dengan ambisi pejabat Tel Aviv ini, tak bisa dipungkiri telah membuat mereka gembira.

Dalam kerangka negosiasi dan koordinasi Washington-Tel Aviv untuk melanjutakan kebijakan anti-Iran, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, John Bolton melakukan kunjungan ke Palestina pendudukan pada Ahad (19/8) malam dan bertemu dengan Netanyahu.

Netanyahu sendiri menyebut Bolton sebagai "sahabat istimewa" Israel dan keputusan Washington keluar dari kesepakatan nuklir Iran serta pemindahan kedutaan besar Amerika dari Tel Aviv ke Al Quds, dinilainya sebagai momen bersejarah.

Menurut Netanyahu, tema terpenting yang dibicarakannya dengan Bolton adalah mekanisme memukul mundur Iran dari kawasan dan kepastian bahwa negara itu tidak bisa menguasai senjata nuklir. Pada akhir April 2018, PM Israel mengklaim, Iran pasca kesepakatan nuklir tahun 2015 meningkatkan upayanya menyembunyikan file-file nuklir rahasia.

Tujuan Netanyahu adalah untuk meyakinkan Amerika bahwa Iran punya program nuklir rahasia, terlebih karena negara-negara anggota Kelompok 5+1 selain Amerika, ternyata mendukung kesepakatan nuklir Iran. Namun demikian tidak ada seorangpun yang mempercayai klaim Netanyahu ini.

Bahkan 19 mantan pejabat dinas intelijen Amerika sendiri memperingatkan soal penggunaan dokumen dan data-data Israel terkait Iran dan mereka menyebut bukti-bukti yang berasal dari Israel tentang Iran itu, fiktif. Ke 19 mantan pejabat dinas intelijen Amerika itu berasal dari departemen luar negeri, dinas intelijen pusat, CIA dan agen keamanan nasional, NSA.

Para mantan pejabat intelijen Amerika itu dalam suratnya kepada Donald Trump menulis, Israel sedang berusaha memprovokasi Amerika untuk melawan Iran dengan menggunakan informasi-informasi fiktif.

Tuduhan bohong pejabat Amerika dan Israel tentang keberadaan program senjata nuklir Iran, tetap disampaikan padahal Badan Energi Atom Internasional IAEA sebagai pengawas internasional atas JCPOA, menegaskan komitmen penuh Tehran terhadap isi kesepakatan, dan negara ini tidak pernah bergerak ke arah produksi senjata nuklir.

Dirjen IAEA, Yukiya Amano selain menegaskan bahwa Iran berada di bawah sistem verifikasi nuklir paling kredibel di dunia, menurutnya, kesepakatan nuklir tahun 2015 juga merupakan landasan kemajuan yang sangat penting bagi proses verifikasi ini.

Dengan demikian jelas bahwa Amerika dan Israel sekarang tengah mengalami isolasi total dari masyarakat internasional dalam langkahnya menyerang Iran, meski tuduhan-tuduhan anti-Tehran begitu gencar mereka lancarkan. 

Read 1253 times