
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 38-41
Ayat ke 38
Artinya:
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu". (8: 38)
Salah satu karuniah besar Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yaitu terbukanya pintu dan jalan taubat, sehingga manusia setiap saat dapat merevisi dan kembali ke jalan yang lurus meninggalkan dosa. Bukan saja orang-orang Mukmin yang berdosa, akan tetapi orang-orang Kafir yang tak beriman juga setiap saat dapat bertaubat dan berhenti dari perbuatan jahat dan dosa, dari berbagai penyimpangan pemikiran. Mereka juga mendapat anugerah dan kasih sayang Allah dengan mendapatkan ampunan-Nya.
Orang-orang Kafir setelah bertaubat dan beriman kepada Allah Swt tidak perlu lagi menutupi perbuatan shalat yang dulunya belum pernah dilakukan, sama juga dengan amal ibadah lainnya. Lanjutan dari ayat ini mengatakan, namun apabila mantan orang-orang Kafir itu kembali melakukan perbuatan yang tidak benar dan berdosa, seperti tidak mau melakukan shalat, puasa dan lain sebagainya, maka Allah Swt akan mencatatnya dan kelak akan memberinya balasan dan siksaan yang pedih.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menentukan penilaian terhadap manusia, tolok ukurnya adalah kondisi orang itu saat ini, dan bukan kondisi mereka pada masa lalu.
2. Islam bukan agama ekspansif, akan tetapi agama yang bertujuan memperbaiki dan membimbing orang-orang Kafir dari penyimpangan.
Ayat ke 39
Artinya:
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (8: 39)
Ayat sebelumnya menjelaskan tentang seruan dan dakwah kepada orang-orang Kafir agar memeluk Islam dan terbukanya jalan taubat bagi mereka untuk kembali kepada jalan yang lurus. Ayat ini mengatakan, apabila mereka tidak mau sadar terhadap jalan yang telah mereka tempuh selama ini, kemudian mereka malah melakukan konspirasi untuk mempermainkan kalian, maka kalian harus menghadapi mereka sehingga fitnah mereka dapat kalian padamkan dan kebenaran tetap berdiri kokoh.
Pada dasarnya tujuan jihad dalam Islam bukan ekspansi teritorial, tetapi dengn tujuan mencabut dan memusnahkan kezaliman dan kejahatan di dunia. Setelah itu menegakkan keadilan dan keamanan, sehingga dengan demikian hukum-hukum Allah dapat dilaksanakan dengan baik. Harapan ini hingga saat ini belum terealisasi. Akan tetapi berdasarkan riwayat-riwayat yang pasti dan kuat dari Nabi Saw, bahwa keadilan akan tegak di tangan seorang lelaki dari keturunan beliau yaitu al-Mahdi yang akan muncul di akhir zaman. Beliau adalah juru selamat yang akan merealisasikan kedilan tersebut dan kebenaran benar-benar akan berkuasa di muka bumi ini.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pengobar peperangan di dunia adalah orang-orang Musyrik dan Kafir yang dalam rangka melestarikan perwujudan mereka di dunia ini, mereka tidak segan-segan melakukan konspirasi dan fitnah.
2. Selama musuh-musuh terus melancarkan fitnah, maka perintah untuk berjuang tetap ada, dan kita tidak boleh mengalah.
Ayat ke 40
Artinya:
Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (8: 40)
Salah satu bahaya yang mengancam setiap manusia adalah ketidaktenangan dalam berpikir, berakidah dan beramal. Sekalipun sebagian orang setiap hari mencari sebuah kelompok atau partai yang dianggap dapat menyelamatkan dan memenuhi aspirasinya, namun tidak jarang mereka keluar dari kelompok dan partai tersebut. Kemudian mereka pergi kepada kelompok dan partai lain atau dengan ungkapan lain; saat ini menjadi mukmin, namun besok menjadi kafir. Hari ini menjadi orang yang melakukan kebaikan, namun besok menjadi orang yang melakukan kejelekan dan keburukan.
Allah Swt dalam ayat ini berbicara kepada orang-orang Mukmin yang sebenarnya, dengan mengatakan, kelemahan dan kegoncangan akidah semacam ini dapat kita saksikan dalam masyarakat. Tetapi hal ini jangan sampai menjadi suatu hal yang dapat meragukan pemikiranmu dan jalan kebenaranmu. Semestinya kamu harus tetap kuat dan kokoh di jalan kebenaran ini. Ketahuilah bahwa Allah Swt adalah pemimpin kamu, dan Dia akan membantu dan menolongmu. Karena itu janganlah kamu merasa cemas dan kecil hati, Allah senantiasa bersama kamu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sandarkan dirimu hanya kepada Allah, karena betapa banyak orang-orang yang saat ini berada di pihakmu, namun besok mereka akan meninggalkanmu.
2. Allah Swt adalah pemimpin terbaik yang tidak menyerahkan dan mempercayakan kami kepada orang lain. Bahkan Dia tidak pernah melupakan kami dan tidak pula Dia berkeinginan kepada kita guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan-Nya, serta tidak pula segala jerih payah kita Dia tidak membalas dan memberi kita pahala.
Ayat ke 41
Artinya:
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (8: 41)
Setelah menyinggung hukum jihad dalam ayat-ayat sebelumnya, ayat ini mengatakan, sesuatu yang kalian peroleh dalam peperangan yang disebut sebagai ghanimah, maka seperlima daripadanya telah ditentukan oleh Allah Swt dan sisanya boleh kalian gunakan. Apabila kalian berperang di jalan Allah, maka berdasarkan hukum dan ketentuan Allah kalian harus melakukannya. Karena mereka berperang untuk Allah dan mereka telah siap mengorbankan jiwa raga mereka di jalan Allah Swt.
Tetapi sayangnya urusan materi dan harta ghanimah telah memperdaya mereka, bahkan orang-orang Mukmin yang mujahid juga dapat dimungkinkan terkena godaan dalam urusan ini. Hati mereka menjadi goncang dalam menghadapi harta ghanimah ini, sehingga mereka tidak mau mengeluarkan seperlima (khumus) yang telah ditetapkan oleh Allah Swt untuk Rasulullah guna mengurus pemerintahan Islam, anak-anak yatim yang tidak mampu dan musafir yang kehabisan bekal di perjalanan. Karena itu ayat ini mengatakan:
"Apabila kalian beriman, syarat iman selain berlapang dada, juga tidak tergoda kepada harta benda. Kata ghanimah dari segi bahasa selain bermakna harta rampasan perang juga mencakup segala sesuatu yang diperoleh dari suatu keuntungan. Karena itulah berdasarkan riwayat Ahlul Bayt Nabi as, seorang mukmin wajib mengeluarkan seperlima (khumus) di jalan Allah dari keuntungan yang dia peroleh, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat ini. Meski ayat ini asbab nuzulnya berhubungan dengan ghanimah atau rampasan perang, namun hukumnya umum dan komprehensif. Khususnya di saat Nabi sudah tidak ada dan Imam zamanpun dalam ghaib, maka khumus tersebut harus kita serahkan kepada para ahli fiqih yang adil yang kedudukannya sebagai pengganti Nabi dan Imam makshum di zaman kita ini. Mereka akan menentukan dan menggunakannya sebagai anggaran di jalan Allah."
Ayat ini memberikan contoh mereka yang berhak mendapat khumus ini seperti anak yatim dan seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan. Sementara kata Dzi al-Qurba adalah Ahlul Bait Nabi atau para imam. Oleh karenanya, saham Allah, Rasul dan Imam berhubungan dengan pengurusan pemerintahan Islam, dan uang itu bukan milik pribadi Nabi dan para Imam.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Masyarakat yang miskin juga harus diurus dan mendapatkan kebutuhannya dari orang-orang kaya.
2. Perang dan jihad merupakan medan ujian Allah bagi manusia, untuk membedakan siapa gerangan yang mengaku sebagai mumin yang sesungguhnya atau yang bohong dalam pengakuannya.
3. Perang Badar merupakan salah satu contoh adanya bantuan dan pertolongan Allah untuk kemenangan kaum Muslimin.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 34-37
Ayat ke 34
Artinya:
Kenapa Allah tidak mengazab mereka padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidilharam, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang-orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (8: 34)
Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan bahwa selama Nabi Muhammad Saw berada di tengah-tengah masyarakat, Allah Swt tidak akan menurunkan azab kepada kaum dan masyarakat tersebut. Hal ini merupakan berkah dari keberadaan para nabi yaitu mencegah turunnya azab dan siksaan Allah. Selanjutnya ayat ini menyatakan, meski mereka layak mendapatkan siksa, namun karena kedudukan tempat yang mulia membuat siksa dan azab tidak pantas terjadi di tempat tersebut. Masjidil Haram adalah rumah Allah dan dengan sendirinya Allah dengan kasih sayang-Nya menangguhkan kemurkaan-Nya, bukan dikarenakan perbuatan yang dilakukan kaum Musyrikin. Kelak pada Haki Kiamat Dia akan memberikan balasan dan siksa kepada mereka, sedang di dunia Allah akan menurunkan sebagian bencna berupa timbulnya peperangan dan penawanan atas mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Meskipun mereka dengan segala bentuk dan cara untuk mencegah masuknya kaum Mukminin ke Mekah, pada hakikatnya mereka tengah menunggu azab dan siksaan Allah. Rezim penjajah Zionis juga demikian, dengan menduduki Masjidul Aqsha, mereka sebenarnya juga tengah menanti bencana dan siksa Allah.
2. Pengelolaan dan pengurusan masjid harus di tangan orang-orang yang suci dan layak, bukan di tangan orang-orang yang tidak layak dan bodoh.
Ayat ke 35
Artinya:
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. (8: 35)
Sebagai kelanjutan dari ayat sebelumnya, ayat ini juga menjelaskan berbagai alasan tentang ketidakbecusan orang-orang yang mengurus Masjidil Haram pada zaman Nabi Saw. Ayat ini mengatakan, mereka menyangka bahwa dirinya adalah orang-orang yang ahli doa dan munajat. Tapi pada kenyataannya, apa yang mereka sukai ternyata berbeda dan bukan yang diinginkan oleh Allah Swt. Karena mereka sering melakukan tindakan yang tidak patut seperti melompat-lompat dan bertepuk tangan sambil bersiul di sisi rumah Allah. Dewasa ini, tempat yang biasa dipakai untuk berkumpul oleh sebagian umat Islam diduga sebagai tempat berdoa dan munajat, tapi pada kenyataanya tidak demikian. Tempat pertemuan mereka dipakai untuk hal-hal yang tidak berdasar agama
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Telah terjadi pelbagai penyimpangan dalam upacara keagamaan sepanjanga sejarah.
2. Menistakan kesucian agama akan berakibat siksa dan balasan Allah yang sangat pedih.
Ayat ke 36
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan. (8: 36)
Ayat ini menyinggung banyaknya anggaran yang telah dikeluarkan oleh orang-orang Kafir Mekah untuk menggagalkan program Nabi Muhammad Saw. Ayat ini mengatakan, orang-orang Kafir yang tidak mampu mematahkan logika argumentatif yang diketengahkan oleh Nabi Saw, akhirnya menggunakan uang untuk memperdaya masyarakat agar jangan menerima seruan Nabi Saw. Terkadang dengan uang ini mereka menyulut api peperangan atau dengan tujuan membunuh Nabi dan menghancurkan agama Islam. Tapi dalam waktu yang relatif singkat mereka akan menanggung kerugian. Karena mereka melihat bahwa sudah sedemikian besar anggaran mereka keluarkan, tapi tidak memperoleh sesuatu dan gagal. Al-Quran mengatakan, kerugian dan kegagalan ini sebagai akibat dari pekerjaan mereka yang bersifat duniawi, sementara mereka masih harus menanti siksa yang sangat pedih di Kari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Janganlah menyangka bahwa musuh kalian duduk berpangku tangan. Bila secara lahiriah mereka tidak melakukan apapun terhadap kalian, tapi pada batinnya mereka mengeluarkan dana besar untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin.
2. Orang-orang Mukmin berharap akan masa depan mereka. Karena itu orang-orang Kafir dengan segala kekuasaan dan kekayaan akan menderita kegagalan dan kehancuran.
Ayat ke 37
Artinya:
Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi. (8: 37)
Setelah menjelaskan program musuh-musuh Islam dalam ayat sebelumnya, ayat ini mengatakan, menerima kebenaran dan kebatilan tergantung pada manusia sendiri. Pilihan ini merupakan tempat ujian bagi manusia, agar dapat diketahui nantinya siapa yang benar-benar suci, jujur dan mukmin dan siapa yang jahat, kotor dan kafir. Dengan demikian dapat dibedakan di antara mereka. Sayangnya, orang-orang jahat tidak mengetahui hal ini, bahkan meyakini orang-orang yang berbuat kebaikan di dunia akan menemui kegagalan dan kekecewaan. Sementara di akhirat, mereka semua akan terhina dan diusir sama seperti yang dilakukan terhadap orang-orang jahat. Mereka dijadikan satu dan dilemparkan ke api neraka. Ini merupakan kerugian yang harus mereka tanggung di dunia dan di akhirat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemisahan antara kelompok yang hak dan batil merupakan sunnatullah, guna membedakan inti keyakinan manusia.
2. Ciri khas neraka adalah tempat yang sempit sehingga penghuninya tidak betah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 30-33
Ayat ke 30
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (8: 30)
Dengan berlalunya 13 tahun dari pengangkatan Nabi besar Muhammad Saw di Mekkah serta pengaruh beliau yang sangat besar hari demi hari di kalangan masyarakat, khususnya di kalangan para pemuda. Para pembesar kota Mekah melakukan rapat gabungan untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan Islam. Dalam rapat tersebut telah diketengahkan tiga rencana; pertama menjebloskan Nabi kedalam penjara. Kedua, mengucilkan Nabi jauh dari kota Mekah dan ketiga, membunuh Nabi. Akhirnya dipilih rencana ketiga untuk membunuh Nabi. Demi menyukseskan rencananya, orang-orang Musyrik memutuskan bahwa setiap kabilah mengirimkan seorang wakilnya. Setelah itu mereka secara ramai-ramai menyerang Nabi, sehingga kerabat dan kabilah Nabi tidak bisa menuntut balas terhadap kelompok penyerang yang terdiri dari kabilah-kabilah itu.
Kemudian Nabi Muhammad Saw diberitahu oleh Jibril, malaikat wahyu tentang konspirasi ini dan akhirnya beliau memutuskan untuk meninggalkan Mekah di malam hari, sebelum mereka sempat menjalankan misinya. Pada malam itu Imam Ali bin Abi Thalib as tidur di tempat tidur Nabi, sehingga para musuh terkecoh dan menyangka Nabi masih di dalam rumah. Dengan cara itu, Nabi berkesempatan untuk menjauhkan diri dari Mekah. Ayat tadi menyinggung adanya konspirasi kaum Musyrikin, serta antisipasi Tuhan semesta alam untuk menyelamatkan Nabi-Nya dengan mengatakan, orang-orang Kafir itu tidak akan mampu berbangga diri. Mereka menyangka telah berhasil mengepung Nabi dan blokade mereka lebih ketat dan ampuh daripada kekuasaan Allah. Begitu juga orang-orang Mumin tidak akan dihinggapi keputus asaan, sehingga mereka menyangka bahwa Tuhan Swt telah membiarkan kaum Muminin.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Logika para penentang hanyalah penjara, teror dan pengucilan. Sedang cara yang dilakukan para nabi adalah mengajar, membina, dan membersihkan jiwa.
2. Allah Swt senantiasa melindungi para pengikut jalan kebenaran. Karena itu, barangsiapa yang melakukan konspirasi terhadap mereka kaum Mukminin, maka berarti akan berhadapan dengan Allah.
Ayat ke 31
Artinya:
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau kami menhendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (Al Quran) ini tidak lain hanyalah dongeng-dongengan orang-orang purbakala". (8: 31)
Pada ayat sebelumnya, telah disinggung rencana teror terhadap Nabi Muhammad Saw. Pada ayat ini telah dijelaskan pula masalah teror terhadap mental beliau, bahkan ucapan-ucapan mereka berbau penghinaan atau menganggap remeh firman Allah, sehingga para penentang al-Quran itu menganggap isi kitab suci itu sebagai remeh, mitos, dan cerita-cerita takhayul. Padahal, pertama kali bagian terpenting al-Quran mengkisahkan sejarah berbagai kaum terdahulu meski bukan semuanya. Kedua, sebagaimana telah disebutkan dalam al-Quran mengenai kisah para nabi itu diambil dari kejadian nyata. Sebagian besar dari kisah-kisah tersebut dapat dibuktikan melalui berbagai dokumen dan catatan-catatan sejarah serta geografi yang telah disebarkan oleh para ilmuwan dan sejarawan. Maka dari itu bacaan ayat-ayat al-Quran yang dianggapnya sebagai mitos itu, tidak lebih dari suatu tipudaya yang menyesatkan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para penentang Islam, justru mendakwakan bahwa al-Quran itu bukanlah suatu kitab yang penting. Mereka bahkan bersumbar bahwa kami juga bisa mendatangkan seperti al-Quran. Akan tetapi kenyataannya dakwaan mereka tidak bisa direalisasikan.
2. Tuduhan dan meremehkan terhadap kaum Mukminin dan kitab suci al-Quran, merupakan lagu lama dan cara-cara terkuno.
Ayat ke 32
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih". (8: 32)
Ayat ini menunjukkan puncak sikap keras kepala para penentang Nabi Saw. Mereka tidak mau bersabar mendengarkan seruan dan nasehat Nabi Muhammad, bahkan mereka mengatakan, apabila engkau benar dan berbicara jujur, bahwa engkau diutus dari sisi Tuhan dan kami melakukan penentangan terhadapnya, maka kamipun bersedia menerima azab yang pedih. Karena itu katakanlah, sehingga Tuhanmu menurunkan azab yang sangat pedih terhadap kami, atau hujanilah kami dengan batu-batu dari langit. Sikap semacam ini dari para penentang masih dimungkinkan menjadi tipuan bagi masyarakat awam yang sederhana, sehingga masyarakat akan mengatakan, untuk hal ini semua, mereka berani mempertaruhkan jiwa raganya, berarti mereka itu berada di pihak yang benar. Untuk itulah kita perlu tahu dan memahami hal tersebut, agar jangan sampai kita tidak tahu.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kadang-kadang sikap keras kepala dan hasud membuat manusia itu melewati batas dan berani mempertaruhkan kredibilitas kehancuran jiwa dan raganya.
2. Sebagian penentang Nabi Saw adalah Ahlul Kitab yang juga memiliki keyakinan kepada Allah Swt.
Ayat ke 33
Artinya:
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. (8: 33)
Ayat ini menyinggung nikmat berupa keberadaan Nabi, dengan mengatakan, Allah Swt menurunkan berkah dengan wujudnya Nabi Muhammad Saw, sehingga azab secara umum dapat dicegah dari kaum Muslimin. Meskipun dalam berbagai peristiwa turunnya azab terhadap kaum Nabi Luth as, Allah Swt meminta kepada Nabi-Nya agar beliau dapat membawa kaumnya keluar dari kota. Dalam berbagai riwayat juga ditekankan poin ini, yaitu Allah Swt akan mencegah turunnya azab secara umum dikarenakan wujudnya orang-orang yang suci dan jiwa-jiwa yang bersih.
Intinya, periode kehidupan Nabi serta tempat kehidupan beliau sangat terbatas dan pendek, itulah yang menjadi penyebab tercegahnya azab diseluruh tempat dan waktu dengan bertaubat dan beristighfar. Pada ayat ini telah ditekankan bahwa, Imam Ali bin Abi Thalib as setelah wafatnya Rasulullah mengatakan, "Salah satu dari dua hal yang dapat mengamankan manusia yaitu berpegang teguh dengan kami, sedang yang lainnya yaitu senantiasa membiasakan membaca istighfar."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keberadaan wali Allah dapat mengalihkan bencana dan mencegah azab. Perwujudan mereka dapat memuliakan kedudukan manusia dan menjadi kesempatan bagi kita meraihnya.
2. Bertaubat dan beristighfar tidak hanya bisa menghilangkan siksaan ukhrawi, tetapi juga azab dunia, karena itu kita tidak boleh melupakannya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 26-29
Ayat ke 26
Artinya:
Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (8: 26)
Nabi Muhammad Saw sebelum hijrah dari Mekah ke Madinah, kaum Muslimin senantiasa diganggu dan disakiti oleh kaum Musyrikin. Karena itu dengan petunjuk dan pesan Rasulullah sebagian kaum Muslimin berhijrah ke berbagai kawasan. Satu kelompok berhijrah ke Habasyah, sebagian ke Yaman dan Thaif. Ketika tiba waktunya berhijrah ke Madinah, mereka tidak memiliki tempat tinggal, sehingga mereka benar-benar mengalami kesulitan. Ayat ini menyinggung kondisi sulit kaum Muslimin generasi awal Islam, kepada mereka diingatkan bahwa Allah Swt akan memberikan ketabahan dan kekuatan. Namun setelah masa-masa itu mereka lalui, mereka mendapatkan kenikmatan yang besar dibawah naungan Islam, karena itulah mereka patut bersyukur dan berterima kasih.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berpegang teguh di Jalan yang lurus, kita tidak boleh gentar dan takut dengan sedikitnya personil dan minimnya fasilitas yang kita miliki. Hendaknya kita jangan menyimpang dari jalan lurus tersebut, karena Allah Swt akan memberikan balasan.
2. Namun kalian jangan melupakan segala kesulitan dan problema masa lalu hingga sampai waktu kalian mendapatkan kemudahan dan kesenangan, sehingga kalian akan bertemia kasih.
Ayat ke 27
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (8: 27)
Setelah ayat sebelumnya menyinggung masa-masa kejayaan kaum Muslimin di Madinah, ayat ini menyatakan, kalian harus berhati-hati. Karena kepentingan harta dan duniawi dapat menjerumuskan kalian mengkhianati agama Allah, Nabi Muhammad Saw dan umat Islam. Pada waktu itu kalian tidak segan-segan berkhianat dan berusaha menghancurkan Islam dari belakang. Berdasarkan beberapa riwayat sejarah, dalam berbagai bentrokan yang terjadi antara kaum Muslimin dengan sebagian etnis Yahudi ataupun Musyrikin Mekah, salah seorang Muslim telah memberitahu musuh tentang strategi pasukan Islam. Akan tetapi seorang Muslim tersebut menyesali perbuatannya dan bertaubat dan taubatnya diterima.
Dalam budaya Islam, amanat itu memiliki pengertian luas dan komprehensif yang mencakup semua nikmat materi dan maknawi yang di anugerahkan Allah kepada manusia. Bahkan jiwa dan raga manusia merupakan sebuah amanat dari sisi Allah Swt, sehingga manusia tidak akan mampu berlepas diri dari segala bentuk amanat tersebut. Hukum-hukum agama dan syariat Islam menekankan agar berusaha menjaga dan melaksanakan amanat tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Komitmen terhadap iman menjadikan seseorang komitmen dalam menjaga amanat. karena iman tidak akan bisa bergabung dengan pengkhianatan.
2. Berkhianat merupakan perilaku buruk dan kotor. Karena itu, barangsiapa yang melakukan pengkhianatan dengan sadar, maka balasan dan siksanya sangat pedih.
Ayat ke 28
Artinya:
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (8: 28)
Dalam lanjutan ayat sebelumnya yang memperingati umat Islam dari berkhianat, ayat ini menyinggung dua hal terpenting terjadinya pengkhianatan dan mengatakan, kalian tidak segan-segan berkhianat disebabkan melindungi harta dan kesenangan. Padahal harta dan kesenangan itu milik orang lain.
Begitu banyak para pelaku dosa yang berkhianat di bidang ekonomi dan sosial seperti mengurangi timbangan, menjual dengan harga tinggi, menimbun barang, enggan membayar khumus dan zakat, sumpah palsu, lari dari medan perang dan jihad serta cinta kepada harta dan anak-anak. Karena itu al-Quran mengatakan, dua hal ini merupakan unsur yang bisa menggerogoti komitmen manusia. Oleh sebab itu kita hendakanya selalu menjaga diri kita agar kita tidak melakukan khianat kepad orang lain. Dalam hal ini Allah Swt akan memberikan pahala yang besar dan bantuan kepada manusia. Dalam 5 ayat al-Quran disebutkan, harta dan anak-anak itu saling terkait, karena keduanya sebagai unsur dominan yang dapat merongrong kehidupan manusia.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta dan anak-anak mengakibatkan manusia melakukan pengkhianatan. Namun jika kecintaan tersebut dalam batas wajar terhadap anak-anak mereka, maka hal ini adalah suatu perkara alami dan tidak sampai mengakibatkan manusia itu berkhianat.
2. Harta dan anak-anak memiliki gaya tariknya masing-masing, bila dibandingkan dengan kelembutan dan anugerah Allah tidak ada apa-apanya. Karena itulah kita tidak boleh menjauhkan diri dari Allah Swt karena mereka.
Ayat ke 29
Artinya:
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (8: 29)
Ayat ini menyebut dan menyinggung jalan keberhasilan dalam ujian Allah Swt, yaitu kebersihan jiwa dan takwa. Ayat ini mengatakan, orang-orang Mukmin dengan menjaga hak Allah dan perintah-perintah-Nya selalu mendapatkan anugerah Allah yang sangat banyak. Allah Swt selalu memberi hikmah dan memandang mereka dengan pandangan rahmah, sehingga mereka bisa dengan tepat menentukan hak dan batil dan pada gilirannya mereka tidak kebingungan dan tersesat.
Begitu juga apabila mereka dalam melaksanakan suatu perbuatan ternyata salah, dikarenakan mereka berjalan menuju jalan kebenaran, maka Allah Swt mengampuni mereka bahkan perbuatan jelek mereka ditutupi oleh Allah Swt. Dan semua kelembutan dan anugerah ini diberikan oleh Allah dalam rangka tersebut, dimana Allah dengan kemuliaan-Nya selalu memperlakukan hamba-hamba yang saleh dengan baik. Mereka selalu mendapatkan kemuliaan dan ampunan yang besar daripa da Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Amal perbuatan manusia memiliki pengaruh besar pada pemikiran dan pandangan mereka. Karena itu meski pikiran memberi pengaruh dalam perbuatan manusia, namun takwa dalam beramal, akan memberi hati nurani kepada manusia dalam berpikir.
2. Takwa juga dapat melindungi manusia dari kesalahan dan khilaf, sekaligus dapat menjaga jiwa raga manusia dari api neraka.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 22-25
Ayat ke 22
Artinya:
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun. (8: 22)
Keistimewaan terpenting manusia yang dapat membedakan dirinya dengan makhluk bernyawa lainnya adalah kemampuannya dalam berpikir dan menggunakan akal. Karena itu manusia yang memiliki kekuatan akal, namun tidak mau membuka telinga untuk mendengarkan nasehat dan seruan atau berdasarkan akal dan logika mereka tidak enggan angkat bicara, seakan mereka tidak mempunyai akal. Dalam kondisi demikian, mereka sama persis dengan binatang-binatang lainnya. Akan tetapi menurut pandangan al-Quran, orang-orang semacam ini lebih rendah bahkan lebih hina dari binatang-binatang berkaki empat. Karena binatang berkaki empat itu tidak memiliki akal dan pantaslah mereka tidak bisa berfikir, sehingga mereka hanya bisa berbuat berdasarkan naluri dan insting.
Berbeda dengan manusia yang selain memiliki insting dan naluri, mereka juga memiliki akal untuk berpikir secara rasional, namun sewaktu manusia tidak menggunakan akalnya yang sehat ini, maka mereka akan terjatuh, hina, rendah bahkan lebih rendah dan hina dari binatang-binatang tersebut. Ayat ini mengatakan, nilai manusia di sisi Allah Swt adalah karena akalnya, mendengarkan kebenaran dan juga berbicara yang benar. Jika tidak demikian manusia itu tidak memiliki kedudukan dan nilai di sisi Allah, bahkan lebih kecil dan rendah dari binatang-binatang. Berdasarkan surat al-Mulk ayat 10, para penghuni neraka jahannam menjelaskan alasan dimasukkannya mereka ke dalam neraka. Menurut mereka, apabila kami membuka telinga dan menggunakan akal, maka pastilah kami tidak dimasukkan kedalam api neraka.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Meski dengan memiliki telinga, mata dan lisan, namun selama organ-organ yang berharga tersebut tidak dimanfaatkan di jalan mencari dan menerima hakikat, maka tidak akan ada gunanya.
2. Manusia yang bernilai adalah mereka yang pandai menggunakan akal mereka, sehingga dapat menggali ajaran Ilahi dengan benar, dan inilah sebenarnya yang disebut dengan kecerdikan.
Ayat ke 23
Artinya:
Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (8: 23)
Dalam ayat sebelumnya telah dijelaskan pernyataan orang-orang yang tidak memiliki telinga yakni mereka tidak mau menggunakan telinganya dengan baik, seperti mau mendengarkan pernyataan dan seruan kebenaran. Mereka memiliki lisan, akan tetapi sewaktu mereka harus menyatakan dan menetapkan kebenaran, mereka malah mengingkarinya. Ayat ini mengatakan, sekalipun Allah Swt Maha Kuasa dan bisa berbuat sesuatu sehingga seruan kebenaran dapat berkesan dan mempengaruhi hati mereka, namun mereka selalu berbuat sesuatu yang tidak layak, dan jalan untuk diterimanya kebenaran itu menjadi lenyap, sehingga tidak ada kebaikan bagi mereka. Selain itu mereka selalu keras kepala, bahkan apabila hati mereka disirami kebenaran ayat-ayat Allah, yang bisa menyebabkan keyakinan, namun sudah pasti mereka akan memperotesnya, bahkan mereka tidak segan-segan dan tidak siap untuk menyatakan kebenaran itu.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sunnatullah berjalan sebagai berikut, yakni setiap orang dengan kadar dan kepatutan mereka dapat menyiapkan lahan kondusif, untuk bisa menerima taufik.
2. Sunnatullah senantiasa transparan dengan ikhtiyar manusia. Meski Allah Swt mampu membuat manusia terpaksa menerima kebenaran, namun Allah memberikan kemungkinan bagi manusia itu untuk menolak.
Ayat ke 24
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan. (8: 24)
Ayat ini menyeru manusia agar dapat melaksanakan kehidupan yang lebih jauh dari sekedar kehidupan binatang. Yaitu, suatu kehidupan yang menjadi dasar berkembangnya pemikiran, akal dan spiritual manusia. Sedang untuk bisa mencapai kehidupan ini manusia hendaknya dengan lapang dada menerima seruan Allah Swt dan Rasul-Nya. Sekalipun dalam ayat 97 surat an-Nahl disebutkan, "Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang baik (shaleh) baik laki-laki maupun perempuan, bila mereka mu'min maka Kami akan memberikan kehidupan yang bersih dan sejahtera."
Lanjutan dari ayat ini mengatakan, apa yang terlintas di hati kalian, meski belum terucapkan oleh lisan kalian, maka Allah Swt telah mengetahuinya. Sehingga dengan demikian seakan Allah telah menjadi pemisah dan penghalang antara manusia dan hatinya, selain itu kalian semua manusia kelak pada Hari Kiamat akan dikumpulkan di sisi Allah Swt dan siap diajukan di muka pengadilan-Nya. Sehingga dalam setiap perkara kita umat manusia tidak bisa lepas dari kekuasaan-Nya baik di dunia maupun di akhirat. Apa lagi pada ayat-ayat yang lain Allah Swt berfirman, "Kami dekat dengan kalian bahkan lebih dekat dengan urat leher kalian."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kehidupan manusia yang sebenarnya hendaknya mengikuti gerak langkah ajaran-ajaran para nabi, karena tanpa melalui jalan tersebut manusia telah mati, sekalipun mereka minum air dan makan nasi bahkan bergerak ke sana dan ke mari.
2. Sebelumnya Allah Swt menjadikan penghalang di antara kami dan hati kami, sedang kematian kami telah tiba dan kamipun telah menerima kebenaran, karena kami senantiasa memikirkan kehidupan abadi.
Ayat ke 25
Artinya:
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (8: 25)
Dalam melakukan perbuatan dosa, terkadang manusia melakukannya sendiri dan secara sembunyi-sembunyi. Balasan atas dosa ini ditanggung sendiri oleh pelakunya. Tapi terkadang dosa yang dilakukan tidak bersifat individu, tapi sosial dan skala dosa atau kerusakan yang ditimbulkan juga luas. Ayat ini mengatakan, apabila kemungkaran telah tersebar terang-terangan di kalangan masyarakat, sedang orang-orang alim yang mampu mengantisipasi menjalarnya kemungkaran tersebut diam tutup mulut, maka azab dan siksaan Allah akan diturunkan kepada semua lapisan masyarakat. Karena itu yang dimaksud dengan menjauhkan diri dari berbagai fitnah dalam ayat ini ialah tidak beruzlah dan menjauhkan diri dari karamaian masyarakat. Akan tetapi hendaknya memberi peringatan dan tetap bergaul dengan baik agar masyarakat dapat terhindar dari segala fitnah.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jauh dari ajaran-ajaran Ilahi dapat menyebabkan kehancuran manusia dan masyarakat serta menjadi unsur utama timbulnya fitnah dan fasad.
2. Kita jangan menjadi unsur timbulnya fitnah dan jangan bergandengan tangan dengan para peniup fitnah serta jangan pula kita diam dalam menghadapi fitnah.
3. Nahi mungkar merupakan tugas setiap orang mukmin, apabila aksi pencegahan terhadap mungkar sudah tidak berguna lagi, maka pencegahan terhadap azab dan siksaan Allah pasti masih bisa berpengaruh.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 15-21
Ayat ke 15-16
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). (8: 15)
Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (8: 16)
Sebelumnya telah dijelaskan tentang peristiwa perang Badr dan kemenangan pasukan Islam atas pasukan Kafir Quraisy. Pada dua ayat ini ditegaskan bahwa jumlah besarnya jumlah musuh tidak bisa menjadi alasan untuk mundur dari medan dan melarikan diri. Islam melarang para pengikutnya untuk mundur dari medan perang kecuali untuk tujuan mengatur strategi baru, memperbaharui kekuatan, menyiapkan peralatan tempur atau untuk bergabung pada barisan Muslimin yang lainnya, untuk kemudian menyerang kembali musuh.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Melarikan diri dari medan pertempuran dan jihad merupakan dosa besar, dan perbuatan semacam ini bisa mendatangkan murka Allah.
2. Di medan perang, kita diperbolehkan menggunakan taktik mundur dan tipuan untuk mengelabuhi musuh.
3. Lari diri dari medan pertempuran selain menyebabkan kehinaan di dunia, juga mendatangkan azab di akhirat.
Ayat ke 17-18
Artinya:
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (8: 17)
Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan sesungguhnya Allah melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir. (8: 18)
Masih melanjutkan pembahasan ayat-ayat sebelumnya, ayat ini mengingatkan orang-orang Mukmin agar mereka tidak tertimpa rasa congkak dan jangan beranggapan bahwa kondisi medan tempur adalah faktor penentu dalam peperangan. Karena itu ayat ini menyatakan bahwa dengan bantuan Allah pasukan musuh dapat dikalahkan. Mereka kalah bukan karena bidikan anak panah dan tebasan pedang kalian. Siapakah yang mengarahkan anak panah kalian mengenai musuh, tidak lain adalah Allah. Medan perang ini merupakan medan untuk menguji kaum Mukminin. Percobaan atau ujian terbesar apakah yang lebih tinggi dari mengorbankan darah dan jiwa di jalan Allah dan disaksikan langsung oleh-Nya? Terkadang ujian dan cobaan Allah berupa kemenangan yang disebut sebagai bala hasan atau ujian yang baik, namun terkadang juga berupa kesulitan dan musibah yang dinamakan bala sayyi atau ujian yang buruk.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perang dan jihad merupakan salah satu sarana uji dan cobaan, sehingga dapat diketahui siapa gerangan orang-orang Mukmin yang sebenarnya dan siapa pula orang-orang yang imannya lemah.
2. Apa yang dilakukan oleh manusia dan atas kehendaknya, bisa disebut sebagai perbuatannya. Akan tetapi dari sisi itu bahwa kekuatan yang dimilikinya untuk melakukan pekerjaan berasal dari Allah, maka perbuatan itu bisa disandarkan kepda Allah. Karenanya, dalam semua pekerjaan, manusia tidak bisa lepas dari kehendak Allah
3. Allah Swt telah selalu membantu kaum Mukmin yang sebenarnya, dan menggagalkan semua makar dan taktik musuh.
Ayat ke 19
Artinya:
Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepadamu; dan jika kamu berhenti; maka itulah yang lehih baik bagimu; dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahayapun, biarpun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman. (8: 19)
Menurut sebagian mufassir, kaum Muslimin berselisih mengenai ghanimah atau harta rampasan perang, bahkan mereka berdebat dengan Rasulullah setelah memperoleh kemenangan. Itulah sebabnya ayat ini ditujukan kepada mereka. Namun kebanyakan mufassir menyebutkan ayat yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah orang-orang Kafir dan Musyrik. Ayat ini mengatakan bahwa Allah menghendaki kemenangan di pihak kaum Mukminin untuk menunjukkan kebenaran.
Siapapun yang dimaksud, kelompok Muslimin atau kaum Kafir, yang jelas ayat ini menegaskan bahwa memprotes ketentuan Rasul dapat mendatangkan kemurkaan Allah dan tidak ada satu kelompok pun yang mampu melindungi seseorang dari siksaan dan balasan Allah.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebaikan manusia terletak pada kepatuhan dan keikhlasannya kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.
2. Syarat kemenangan dan pertolongan Allah Swt adalah iman dan komitmen pada keimanan. Demikian pula, besarnya jumlah pasukan musuh tidak ada pengaruhnya pada kemurkaan Allah.
Ayat ke 20-21
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). (8: 20)
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) vang berkata "Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan. (8: 21)
Dua ayat ini mengajak kaum Mukminin untuk secara total tunduk dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi sikap penentangan dan pembangkangan terhadap ajaran ilahi. Ayat ini mengatakan, "Kalian yang mendengar kata-kata Nabi dan beriman kepadanya, seyogianya kalian tidak menentang perintah dan keputusannya. Syarat keimanan kepada Allah adalah ketaatan kepada nabi dan utusan-Nya. Jika tidak, berarti kalian sama dengan orang-orang yang mengatakan bahwa mereka mendengar kata-kata Nabi dan beriman kepadanya akan tetapi tindakan dan perilaku mereka tidak mencerminkan pengakuan itu.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaum Mukminin selalu berada dalam bahaya pelanggaran terhadap ajaran agama. Karena itu mereka dituntut untuk selalu mawas diri.
2. Setelah mendengar dan menerima kebenaran, kita memikul beban tanggung jawab untuk mengikutinya.
3. Keimanan tidak cukup dengan pengakuan belaka tetapi memerlukan pembuktian dalam perilaku dan perbuatan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 10-14
Ayat ke 10
Artinya:
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (8: 10)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Allah Swt telah mengirimkan ribuan malaikatnya untuk membantu kaum Muslimin di perang Badr. Al-Quran menerangkan bahwa malaikat berkali-kali turun membantu kaum Mukminin. Ketika seorang mukmin tengah menghadapi sakaratul maut, malaikat turun untuk menghibur dan memberikan ketenangan kepada kaum Mukminin sekaligus melindungi mereka dari godaan setan. Turunnya para malaikat ke bumi untuk membantu kaum Mukminin di perang Badr bukan berarti bahwa mereka juga terlibat duel fisik dengan kaum Kafir. Sebab sejarah menceritakan dengan jelas tentang korban tewas dan yang membunuhnya pada perang itu. Semua itu adalah untuk memberikan ketenangan kepada kaum Mukminin.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pejuang Muslim harus memiliki mental dan hati yang kuat bagai baja. Sebab dengan mental yang kuat, kemenangan akan dapat diraih.
2. Selama kita masih berada di jalan agama dan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, Allah pasti akan memberikan bantuan dan menghilangkan ketakutan dan kekalutan dari hati kita.
3. Taktik perang, perlengkapan militer yang kuat, banyaknya personil bahkan bantuan malaikat, bukanlah faktor utama untuk meraih kemenangan di medan pertempuran. Tetapi semua itu bergantung pada kehendak dan iradah Allah Swt. Betapa banyak kelompok kecil yang berhasil mengalahkan musuhnya yang kuat dan besar, karena anugerah dari Allah?
Ayat ke 11
Artinya:
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu). (8: 11)
Dalam ayat sebelum ini, disebutkan bahwa untuk menenangkan hati kaum Mukminin Allah menurunkan ribuan malaikat. Selain itu, Allah juga mengirimkan rasa kantuk kepada kaum Muslimin. Rasa kantuk ini, bukan berarti tidur pulas sehingga memungkinkan pasukan musuh melakukan serangan dadakan.
Di sisi lain medan, pasukan Kafir Quraisy telah menyiapkan segala sesuatunya untuk berperang termasuk perlengkapan militer, perbekalan dan bahkan wanita-wanita yang menyanyikan lagu-lagu perang untuk memberikan semangat kepada pasukan ini. Mereka juga menguasai sumur-sumur air di Badr. Kondisi yang berbeda di barisan kaum Muslimin. Mereka umumnya tidak siap untuk berperang karena perlengkapan militer yang terbatas, perbekalan yang tidak mencukupi ditambah lagi dengan tertutupnya pintu bagi mereka untuk mendapatkan air.
Di saat seperti itu, Allah memberikan kabar gembira akan datangnya bantuan yang berupa ribuan para malaikat. Untuk persiapan perang, Allah juga mengirimkan rasa kantuk sehingga pasukan muslim malam itu dapat beristirahat. Lebih dari itu, Allah menurunkan hujan agar pasukan Muslimin dapat memanfaatkannya untuk bersuci dan meredakan dahaga.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dengan kehendak dan bantuan Allah, dalam menghadapi pasukan musuh yang bersenjata lengkap dan berjumlah besar, kita bisa memperoleh ketenangan hati dan dapat tidur dengan nyaman.
2. Terkadang tidur ringan di medan perang merupakan anugerah dan nikmat dari Allah.
3. Dengan bersabar dan bertawakal, Allah akan mencurahkan nikmat-Nya kepada kita dan menjadikan fenomena alam untuk membantu kita dalam segala hal.
4. Seorang pejuang muslim dituntut untuk memiliki jiwa yang besar dan tangguh di medan perang.
Ayat ke 12
Artinya:
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (8: 12)
Seperti yang disinggung dalam beberapa ayat sebelum ini, dalam perang Badr Allah menurunkan bantuannya dalam berbagai bentuk kepada pasukan Muslimin. Dalam ayat ini disebutkan bahawa Allah memerintahkan kepada para malaikat-Nya untuk menenteramkan jiwa kaum Mukminin, sementara untuk kaum Kafir, Allah akan menciptakan rasa takut di hati mereka.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw mengirim seseorang untuk memata-matai gerak gerik pasukan Kafir dan ia melaporkan rasa takut berlebihan yang dirasakan pasukan Quraisy. Padahal jumlah mereka besar dan peralatan militer mereka lengkap. Mereka semua dicekam rasa takut. Sementara di perkemahan pasukan Muslim, ketenangan dan keceriaan tampak memancar dari raut muka mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terkadang, Allah menurunkan bantuan kepada para hamba-Nya melalui malaikat.
2. Salah satu bantuan ilahi adalah menebar ketakutan di hati kaum Kafir dan memberikan kemantapan dan ketenangan di hati kaum Mukminin. Rasa takut yang dialami oleh pasukan kafir Quraisy merupakan salah satu faktor kekalahan mereka dalam perang Badr.
3. Kekuatan lahiriah, besarnya jumlah pasukan dan lengkapnya peralatan perang tidak menjamin kemenangan dan ketenangan. Sebab semua itu terpulang kepada Allah dan kehendak-Nya.
Ayat ke 13-14
Artinya:
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (8: 13)
Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka. (8: 14)
Dua ayat ini menyebut serangan dan pukulan yang di dapat pasukan Kafir dari kaum Muslimin sebagai sebuah azab dari Allah. Kedua ayat ini menjelaskan bahwa kaum Kafir telah mengingkari dan menentang agama ilahi dan seruan para nabi, bahkan mereka tidak bersedia mendengar kebenaran. Untuk itu Allah menurunkan bantuan-Nya kepada kaum Muslimin dan memenangkan mereka atas kaum Kafir. Kekalahan pasukan Kafir di perang Badr adalah siksa Allah terhadap mereka di dunia. Dan kelak di akhirat Allah akan mengazab mereka dengan siksaan yang pedih.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemurkaan Allah atas suatu kaum bukan tanpa alasan, tetapi dikarenakan mereka telah menentang kebenaran dan berlaku congkak di muka bumi.
2. Sesuai dengan Sunnah Allah, semua yang menentang kebenaran akan dihancurkan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 5-9
Ayat ke 5-6
Artinya:
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. (8: 5)
Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (8: 6)
Dua ayat ini berhubungan dengan ketidakpuasan orang-orang Muslim dengan pembagian rampasan perang Badr. Pada tahun ke 2 Hijriah, Nabi Muhammad Saw mendapat wahyu bahwa sebuah rombongan dagang besar yang dipimpin oleh Abu Sufyan sedang menuju ke Mekah dari arah Syam. Nabi Muhammad Saw menyuruh para sahabat beliau untuk segera menuju kafilah tersebut guna memberi pukulan telak terhadap perekonomian musuh dan merebut kembali harta kaum Muhajirin yang ada di tangan orang-orang Quraisy Mekah. Akan tetapi langkah kaum Muslimin ini didengar oleh Abu Sufyan yang lantas menempuh jalur lain menuju ke Mekah.
Saat itu pasukan Mekah pimpinan Abu Jahal dengan jumlah personil 1.000 orang bergerak untuk menghadapi pasukan kaum Muslimin. Kedua pasukan bertemu di sekitar sumber air di kawasan Badr, antara Mekah dan Madinah. Nabi Muhammad Saw lantas berunding dengan para sahabatnya, apakah pasukan Muslimin sebaliknya mengejar rombongan dagang tersebut itu atau menghadapi pasukan Quraisy. Mengingat bahwa tujuan awal adalah untuk menghalang kafilah dagang dan jumlah pasukan Kafir tiga kali lipat dari jumlah pasukan Muslim, sebagian sahabat Nabi menyatakan keengganan mereka untuk berperang menghadapi pasukan Mekah.
Akan tetapi dengan adanya pernyataan siap dari kebanyakan sahabat membuat Nabi memutuskan untuk menghadapi pasukan musuh. Dalam pertempuran ini kaum Muslimin mendapat bantuan pasukan gaib dari Allah Swt, sehingga memperoleh kemenangan. Abu Jahl dan 70 orang dari pasukan musuh terbunuh, selain itu sebanyak 70 orang dari pasukan Mekah tertawan. Adapun di pihak kaum Muslimin 14 orang gugur syahid.
Dua ayat ini menceritakan tentang adanya sekelompok umat Islam yang meski telah beriman kepada Allah dan Nabi-Nya, akan tetapi sewaktu tiba saatnya mereka harus mempertaruhkan jiwa dalam membela Islam, keimanan mereka menjadi lemah dan mereka bahkan memprotes keputusan Nabi Saw.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jihad melawan musuh merupakan salah satu kewajiban agama, meski secara tabiat, manusia membenci perang dan pemusuhan.
2. Orang-orang Mukmin yang tidak memiliki nyali dan penakut, bukan saja enggan maju ke medan jihad, tetapi juga tidak segan mendebat utusan Allah ini mengenai kewajiban ini.
Ayat ke 7-8
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir. (8: 7)
Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya. (8: 8)
Kedua ayat ini menyatakan bahwa sekalipun langkah kalian adalah untuk dapat merampas harta musuh yang disebut ghanimah dan sama sekali tidak menduga akan terlibat bentrokan dengan pasukan musuh yang bersenjata, akan tetapi Allah Swt memiliki maksud lain saat mendorong kalian untuk bergerak. Allah menghendaki agar posisi kalian kuat dalam terlibat dalam perang melawan pasukan Kafir. Dengan demikian, kebenaran akan bertambah kuat dan kebatilan akan melemah, sehingga Sunnatullah bahwa kebenaran pasti menang akan terwujud.
Memang, sampai saat ini, ketentuan ini belum terealisasi secara sempurna. Kaum Mukminin meski sering memperoleh kemenangan juga tak jarang menderita kekalahan. Berdasarkan al-Quran dan Hadis bahwa pada akhir zaman ketika Imam Mahdi af datang, Sunnatullah ini akan terealisasi, sehingga keadilan dan kebenaran tegak, sedangkan kebatilan dan kezaliman di muka bumi akan sirna.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemenangan tidak selalu ditentukan oleh banyaknya jumlah tentara dan atau kecanggihan peralatan perang, tetapi ada juga unsur-unsur lain seperti semangat juang dan bantuan gaib dari Allah yang ikut andil dalam sebuah kemenangan.
2. Tujuan perang dalam Islam adalah untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan, bukan untuk tujuan ekspansi teritorial atau untuk mengumpulkan rampasan perang.
3. Jangan sampai kita melakukan sesuatu yang bisa menyenangkan hati musuh kita. Sebab, perjuangan menegakkan kebenaran pasti akan berbuntut pada ketidaksenangan kaum Kafir.
Ayat ke 9
Artinya:
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". (8: 9)
Ayat ini dengan terang dan jelas menceritakan tentang turunnya pertolongan Allah Swt dalam perang Badr. Bantuan Allah ini adalah melalui turunnya Malaikat. Dalam ayat ini telah disebutkan jumlah 1000 Malaikat. Sementara pada ayat 124 dan 125 surat Ali Imran disebutkan bahwa Malaikat yang turun membantu kaum muslimin berjumlah 3000 dan 5000 malaikat. Perbedaan ini menunjukkan tahapan turunnya Malaikat yang membantu kaum muslimin dalam peperangan.
Tentunya para malaikat itu tidak terlibat langsung dalam berperang melawan pasukan musuh. Akan tetapi kehadiran mereka di sisi pasukan Muslimin memberikan semangat dan keimanan kaum Muslimin. Sebaliknya, bagi pasukan musuh, hadirnya malaikat itu telah menimbulkan ketakutan yang luar biasa. Ayat ini juga menyinggung soal doa dan munajat di dalam perang. Ayat ini menyatakan bahwa doa adalah simbol kemenangan kaum Mukminin.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sekalipun tanpa doa dan munajat, Allah Swt dapat memberikan sesuatu akan tetapi doa membuat manusia lebih siap untuk menerima anugerah Allah.
2. Malaikat memiliki peranan dalam kehidupan manusia, sedang keimanan adalah unsur penarik mereka kepada manusia.
3. Bantuan dan pertolongan gaib Allah akan diturunkan kepada manusia, ketika manusia itu berusaha dan memohon dengan kerendahan kepada-Nya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 1-4
Surat al-Anfal memiliki 75 ayat dan diturunkan di kota Madinah. Surat ini disebut al-Anfal yang berarti kelebihan dikarenakan adanya kata al-Anfal di ayat pertama surat ini. Selain itu, asurat ini juga menjelaskan hukum al-Anfal dan kekayaan milik umum secara terperinci. Tapi surat ini punya nama lain yaitu Badr. Karena kebanyakan ayat-ayat dalam surat ini membicarakan tentang perang Badr. Dalam sejarah Islam, perang Badr merupakan perang pertama umat Islam dengan kalangan Musyrikin. Dalam ayat ini juga dijelaskan panjang lebar mengenai bantuan Allah kepada umat Islam dalam perang ini.
Selain berbicara tentang perang Badr, ayat-ayat surat al-Anfal secara terperinci juga menjelaskan ciri khas pasukan hak dan pasukan batil. Surat ini juga memberikan pelajaran tentang sejarah Nabi Muhammad Saw dan bagaimana beliau berlaku dengan umat Islam terkait masalah seperti harta rampasan perang, Baitul Mal, hukum jihad, tawanan perang dan bagaimana membagi harta rampasan perang.
Ayat ke 1
Artinya:
Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (8: 1)
Dalam al-Quran ada sekitar 130 kali pertanyaan dan turunan katanya dan ungkapan "Yasaluunaka" disebutkan dalam al-Quran sebanyak 15 kali. Kata al-Anfal sendiri berarti banyak dan pemberian. Ketika seseorang melakukan shalat lebih dari shalat wajib maka shalat itu disebut nafilah atau kelebihan, maka al-Anfal merupakan kelebihan dari harta. Sementara dalam buku-buku hadis dan fiqih disebutkan bahwa sumber alam, kekayaan milik umum, harta rampasan perang, harta yang tidak ada pemiliknya, harta orang meninggal yang tidak ada pewarisnya, hutan, tambang dan lain-lainnya disebut Anfal.
Sebelum datangnya Islam cara pembagian harta rampasan perang dilakukan secara diskriminatif. Pasca perang Badr, umat Islam yang memenangkan perang dihadapkan pada harta rampasan perang yang banyak. Apa yang harus dilakukan dengan ini semua dan siapa yang mendapat prioritas untuk memilikinya. Akhirnya mereka menanyakan masalah ini kepada Rasulullah Saw dan beliau sendiri yang turun tangan membagi harta rampasan perang itu. Beliau membaginya secara adil kepada seluruh orang yang ikut dalam perang. Perlu diketahui bahwa sekalipun ayat ini diturunkan di masa perang Badr, tapi tidak ada pengkhususan di masa itu saja, tapi berlaku juga ketika ada peperangan yang terjadi antara umat Islam dan kaum Kafir.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pertanyaan masyarakat tentang harta rampasan perang dan jawaban Rasulullah menunjukkan Islam juga mengurusi masalah ekonomi.
2. Tujuan jihad dalam Islam adalah memenangkan kebenaran di atas kebatilan.
3. Islam punya aturan mengenai sumber daya alam.
Ayat ke 2-3
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (8: 2)
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (8: 3)
Allah Swt dalam ayat kedua surat al-Anfal menyebutkan bahwa hati orang mukmin akan bergetar ketika mengingat Allah Swt, tapi dalam ayat yang lain, surat ar-Ra'd ayat 28 Allah Swt berfirman, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." Kedua ayat ini tidak saling kontradiksi. Karena yang pertama hati bergetar akibat takut akan keagungan Allah Swt sementara yang kedua tenang dan percaya kepada Allah Swt.
Mengingat azab ilahi pasti membuat hati orang-orang Mukmin bergetar, tapi pada saat yang sama, ketika mengingat kasih sayang Allah, membuat hati menjadi tenang. Kondisi ini sama seperti sikap seorang anak yang takut kepada orang tuanya, tapi pada saat yang sama percaya dan tenang berada di sisi mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hanya orang mukmin yang hatinya bergetar ketika mengingat Allah Swt dan begitu mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, maka iman mereka akan bertambah.
2. Orang-orang Mukmin yang melakukan shalat dan mendapat rezeki dari Allah akan membagi rezekinya dengan orang-orang yang membutuhkan.
Ayat ke 4
Artinya:
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia. (8: 4)
Rizqun Karim yang disebutkan dalam ayat ini berarti rezeki abadi, murni dan tanpa ada maksud apa-apa. Ayat ini menyebutkan orang-orang Mukmin yang benar-benar berada di jalan kebenaran memiliki banyak derajat di sisi Allah. Orang-orang seperti ini akan mendapat ampunan dan rezeki yang tidak ada habis-habisnya. Dan satu-satunya iman yang hakiki yang mampu menyampaikan manusia ke derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman akan menjadi sempurna bila diserta takut kepada Allah dan perbuatan baik.
2. Rahasia mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah adalah shalat dan berinfak.
3. Ketika iman manusia bisa bertambah dan berkurang, maka derajat ilahi juga bisa bertambah dan berkurang.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 203-206
Ayat ke 203
Artinya:
Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman". (7: 203)
Sebagaimana yang kita ketahui, al-Quran diturunkan secara bertahap dan memakan waktu 23 Tahun. Oleh karena itu, selama masa risalah kenabian Nabi Muhammad Saw, ada waktu-waktu tertentu ketika tidak ada sebuah ayat pun yang turun kepada beliau selama beberapa bulan. Hal ini digunakan oleh para penentang Islam dan kaum Musyrikin untuk mencari-cari kelemahan Nabi Muhammad Saw. Ketika selama beberapa saat tidak turun wahyu kepada Rasulullah, mereka langsung bertanya-tanya, " Mengapa ayat-ayat al-Quran itu tidak diturunkan lagi, apakah Tuhan Muhammad telah murka kepada Nabi-Nya? Bahkan, mereka menyuruh Nabi Muhammad untuk membuat sendiri ayat al-Quran.
Dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan kaum Musyrikin ini, Allah Swt berfirman kepada Nabi-Nya, "Katakanlah kepada kaum Musyrikin yang mencari-cari alasan itu bahwa engkau tidak menyampaikan suatu ayat pun kecuali yang datang dari Allah. Katakanlah kepada mereka bahwa al-Quran adalah bukti nyata dari Allah dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang beriman."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam upaya untuk menyebarkan ajaran agama, kita harus terus-menerus memberi nasihat dan teladan kepada masyarakat tanpa kenal lelah. Namun demikian, kadang-kadang diperlukan pula sikap diam dan ketika tiba kondisi yang tepat,barulah kita berbicara.
2. Kita tidak boleh terpengaruh dan kecil hati akibat berbagai alasan yang dicari-cari atau permintaan tidak logis yang dijauhkan oleh para penentang Islam dan kaum Musyrikin. Kita harus tetap teguh berjalan di jalan lurus yang kita yakini kebenarannya.
Ayat ke 204
Artinya:
Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (7: 204)
Setelah sebelumnya telah dijelaskan bahwa al-Quran adalah petunjuk dan rahmat bagi orang-orang Mukmin, ayat ke 204 ini menyatakan, "Wahai kaum Mukminin, sewaktu Nabi atau orang-orang Mukmin lainnya membaca al-Quran, hendaknya kalian mendengarkan bacaan itu dengan baik dan dan jangan berbicara sendiri-sendiri. Dengarkan dan renungilah ayat-ayat Allah itu, semoga rahmat Allah akan tercurah kepada kalian." Dalam shalat berjamaah, sewaktu Imam shalat membaca surat al-Fatihah dan sebuah surat pendek al-Quran, kita juga harus diam dan secara khusyuk mendengarkan bacaan tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran adalah firman Allah dan petuah samawi. Karena itu, firman suci ini dibacakan, kita harus mendengarkannya dengan sikap diam, khusyu, dan penuh khidmat.
2. Menjaga kehormatan dan kemuliaan al-Quran dapat menyebabkan turunnya rahmat Allah. Sebaliknya, tidak menghormati dan acuh tak acuh terhadap ayat-ayat Ilahi dapat mengakibatkan kemurkaan Allah Swt.
Ayat ke 205
Artinya:
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (7: 205)
Dalam ayat sebelumnya telah dijelaskan tata cara dan sopan santun dalam mambaca al-Quran. Dalam ayat ini, dijelaskan tentang adab dan sopan santun dalam berzikir, berdoa, dan bermunajat kepada Allah. Kita harus menyebut nama Allah dengan sepenuh jiwa, dengan merendahkan diri dan disertai rasa takut. Selain itu, zikir juga tidak boleh dilakukan dengan suara keras sehingga mengganggu ketentraman orang sekitarnya, melainkan dengan suara yang lembut dan pelan yang memanifestasikan kekusyukan dan ketawadhuan seorang hamba di hadapan Allah Sang Maha Pencipta. Sekalipun ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw, namun jelas sekali bahwa seluruh orang-orang mukmin pengikut beliau termasuk ke dalam cakupan ayat ini. Selain itu, dalam ayat ini juga disebutkan bahwa kaum mukminin harus senantiasa mengingat Allah dalam hati sanubarinya sepanjang pagi dan petang.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Zikir kepada Allah akan bernilai bila manusia mengucapkan nama-nama Allah dengan sepenuh hati dan meresap ke dalam jiwa sanubari, serta teraplikasikan ke dalam seluruh aktifitas hidup manusia.
2. Zikrullah harus dilakukan dengan suara pelan dan bukan dengan berteriak-teriak. Bahkan, zikir harus diiringi dengan ketenangan jiwa, berserah diri, dan lebih baik lagi bila kita sampai menangis meneteskan air mata karena cinta kepada Allah.
3. Zikir juga harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kali kita akan memulai sebuah pekerjaan, kita harus memulainya dengan menyebut nama Allah dan meniatkan pekerjaan itu sebagai ibadah kepada Allah. Selain itu, segala aktifitas harus diakhiri pula dengan nama Allah. Atas berbagai nikmat dan keuntungan yang kita raih, kita harus berterima kasih dan bersyukur kepada Allah. Terhadap segala dosa dan kekhilafan, kita pun harus memohon ampunan kepada Allah.
Ayat ke 206
Artinya:
Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud. (7: 206)
Setelah ayat sebelumnya menyuruh kita agar selalu berzikir kepada Allah, ayat terakhir dari surat al-A'raf ini mengatakan, " Orang-orang yang dekat di sisi Allah itu, baik malaikat, para wali dan orang-orang saleh sedikitpun tidak pernah takabur dan bebangga diri. Mereka selalu bertasbih dengan lisan dan hatinya dan mereka bersujud di hadapan Allah dengan meletakkan dahi mereka di atas tanah. Mereka tidak pernah merasa enggan untuk menyembah Allah, malah selalu rindu untuk bermunajat kepada Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di hadapan Allah Yang Maha Besar, sikap takabur dan berbangga diri tidak akan ada artinya sama sekali. Sikap rendah hati, merasa kecil, dan menghamba kepada Sang Penguasa jagat raya justru merupakan jalan untuk memuliakan diri manusia dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
2. Kita tidak boleh berbangga diri atas ibadah-ibadah yang kita lakukan. Kita harus mengikut orang-orang yang dekat di sisi Allah, yang senantiasa bersujud, tawadhu, dan khusyu di hadapan-Nya, sehingga mereka terjauhkan dari sikap berbangga diri dan takabur.