کمالوندی

کمالوندی

Sabtu, 18 Agustus 2012 18:08

Idul Fitri dan Nilai Ekonomi

Lebaran Idul Fitri bukan sekedar perayaan hari suci keagamaan. Perayaan umat Islam sedunia itu menciptakan tradisi turun temurun di Indonesia. Yakni tradisi mudik atau pulang kampung, yang menggulirkan dampak ekonomi luar biasa.

Ya, tradisi mudik bukan saja sekadar migrasi massal giga komunal, yang melibatkan sekitar 10% penduduk dalam rentang waktu 2 minggu. Tidak juga sekadar ritual sibuk semata atau menjalankan amanah agama dalam menjalankan silaturahmi dan merekatkan kekerabatan. Mudik membawa dampak redistribusi ekonomi kota ke desa, yang luar biasa besar.

Dikatakan oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh, pada saat musim mudik, terjadi perputaran uang yang sangat besar. "Orang-orang punya uang, transportasi menjadi laku, konsumsi BBM meningkat, serta harga barang naik, tetapi orang tidak berebut," ungkapnya.

Politisi Partai Golkar ini berpendapat, kalau mudik dikelola secara baik, berpotensi menyerap tenaga kerja, bahkab dimulai dari persiapan mudik. "Contohnya, dulu pengusaha parcel ramai pada saat lebaran. Orang-orang itu bekerja untuk satu tahun penuh," katanya kepada Iwan Setiawan dari Gatranews.

Contoh lain, lanjut Poempida, pengusaha konveksi baju muslim di Tanah Abang kerja 1 tahun penuh hanya untuk memenuhi kebutuhan lebaran. "Intinya, peluang ekonomi sesaat yang luar biasa. Ini harus dapat dikelola agar menjadi potensi penyerapan tenaga kerja, tentunya penyerapan tenaga kerja yang permanen," tutur Poempida.

Menurut prakiraan berbagai pihak, lebaran menciptakan redistribusi ekonomi ke kampung halaman dalam porsi yang amat besar. Data ad interm Bank Indonesia, misalnya, jumlah penukaran uang tunai-receh untuk keperluan tahunan ini saja sekitar Rp77 trilliun.

Belum lagi "capital expenditure" dan biaya ‘show room' lainnya atas displai keberhasilan di kampung. Perkiraan redistribusi income saat mudik lebaran mencapai sekitar 10% dari APBN atau sekitar Rp100 trillun.

Nah, redistribusi ekonomi itu berjalan setiap tahun, hanya dalam rentang 2 minggu. Sepanjang jeda waktu itu, kita menyaksikan kekuatan dan parade adidaya spirit rohani berpadu dengan semangat ekonomi dan gaya hidup.

Spirit itu, bisa jadi, akan menggetarkan siapapun. Arus kontainer dan truk akan berhenti memberikan tanda hormat. Armada kapal perang pun bisa dikerahkan sebagai tanda salut untuk mengangkut sebuah kehendak yang tidak mengenal kompromi.

Kalau satu aspek mental dalam hiruk pikuk mudik saat lebaran Idul Fitri bisa diterapkan setiap saat di negeri ini, maka Indonesia tidak pernah kekurangan perwira wirausaha.

 

Kisah Para Pembantu Infal

Lebaran tidak hanya menjadi eforia pulang kampung. Tapi juga membuka kesempatan bagi sebagian orang untuk mengais rejeki ke kota metropolitan. Mereka justru sengaja datang dari kampung ke kota di saat sebagian besar warga kota mudik ke kampung. Beberapa orang itu memilih untuk mendapatkan pemasukan lebih, sebagai pembantu rumah musiman (infal).

Sebut saja Ati, perempuan asal Lampung yang sehari-hari menjadi pekerja kebun. Menjelang lebaran kali ini, Ia memilih untuk pergi ke Jakarta untuk menjadi pembantu rumah tangga infal karena ingin mendapat pemasukan lebih.

"Saya memilih kerja begini (pembantu infal) karena pendapatannya lebih tinggi, lumayan untuk kebutuhan keluarga di kampung," kata wanita umur 30 tahun itu.

Ati, yang sudah tiga kali bekerja sebagai pembantu infal itu bisa mengantongi pendapatan lebih dari Rp 1 juta untuk dibawa pulang usai Lebaran. "Alhamdulillah bisa buat anak-anak saya sekolah dan bantu suami yang bertani," ujarnya.

Sementara Sumarsih, perempuan berusia 35 tahun asal Sragen, Jawa Tengah, rela meninggalkan keluarga saat Lebaran untuk menjadi pembantu infal karena ingin mendapatkan pemasukan lebih. "Saya memang lagi butuh uang untuk keluarga di rumah," ujarnya saat ditemui di Yayasan Ibu Hadi, Depok.

Asih, demikian ia akrab disapa, mengaku baru kali ini menjajal sebagai pembantu infal. Ia diajak temannya yang sudah berkali-kali menjadi asisten Rumah Tangga musiman ini. Ditanya mengenai anaknya yang baru berusia 4 tahun, Asih tidak merasa khawatir meninggalkannya di kampung, karena sudah menitipkan kepada suami dan orangtuanya. "Kerja ginian kan nggak lama. Cuma dua minggu kok mas," katanya.

Gaji yang ditawarkan bagi pembantu infal memang cukup besar, dengan waktu kerja yang singkat, tidak sampai satu bulan. Jika di hari biasa mereka mendapat Rp 25 ribu-Rp 30 ribu sehari, saat Lebaran, pemasukan mereka naik hingga tiga kali lipat, yaitu antara Rp 80 ribu-Rp 100 ribu per hari.

Dani, pemilik Yayasan Dwi Asih mengaku, pada musim lebaran kali ini, pihaknya masih kekurangan pembantu infal untuk pelanggan di Jakarta. Sebab, kebanyakan pembantu infal yang berasal dari Lampung, kali ini memang memilih untuk menjadi buruh kebun. Ini karena Lampung sedang musim panen lada dan merica.

"Tidak heran, kalau tahun ini mengalami penurunan tenaga, karena di daerah asal mereka banyak yang memilih jadi buruh kebun," kata Dani.

Permintaan pembantu infal atau pembantu rumah tangga (PRT) musiman pada lebaran tahun ini masih membludak. Namun, penyedia jasa ini mengaku mulai kekurangan tenaga kerja. "Memang untuk tahun ini terjadi peningkatan permintaan tenaga pembantu rumah tangga, hampir di atas 50%. Hanya sayangnya, tenaga kerja yang dibutuhkan kurang," kata Dani.

Untuk mengantisipasi tingginya permintaan, Yayasan Dwi Asih pun terpaksa bekerja sama mencari suplai tenaga kerja dari yayasan lain. "Kalau di sini tidak ada (pembantu infal) dan masih ada majikan yang membutuhkan jasa PRT, ya kita upayakan dengan tempat (yayasan) lain untuk mensuplai tenaga kerja," ujarnya.

Ruminah, pemilik Yayasan Cendana Raya di Cipete, Jakarta Selatan, juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan tenaga PRT infal. Menurutnya, untuk Lebaran kali ini, ketersediaan pembantu infalnya berkurang. "Mereka memilih untuk mudik," ujarnya.

Padahal, ia menargetkan tahun ini bisa menyalurkan lebih dari 600 pembantu infal. Untuk tahun ini kita menargetkan lebih dari 600 orang. Tapi rasanya hal itu agak sulit karena kebanyakan tenaga pembantu infalnya juga memilih untuk mudik dibandingkan bekerja saat Lebaran," ujarnya.

Adapun asisten rumah tangga infal Ruminah kebanyakan berasal dari daerah-daerah yang dekat dengan Jakarta. "Tenaga pembantu infal saya kebanyakan berasal dari daerah Bandung dan Pandeglang. Jarang dari yang Jawa Timur atau Jawa Tengah," katanya.

Ketua Asosiasi Pelatihan dan Penempatan Pekerja Rumah Tangga Seluruh Indonesia (APPSI), Farikin mengatakan, sebenarnya jumlah pembantu infal dan permintaan, saat ini relatif stabil. Meski Ia mengakui, ada kebutuhan di daerah asal atau keperluan pribadi para tenaga kerja tersebut. Menurutnya, pembantu rumah tangga musiman ini terkesan berkurang karena penyebaran penyalur atau yayasan pembantu rumah tangga di kawasan Jakarta.

"Dulu, sekitar empat tahun lalu, tempat penyalur pembantu rumah tangga itu terpusat di Selatan Jakarta saja. Kini, seiring orang mengerti akan peluang tenaga musiman, penyalur-penyalur itu mulai menyebar ke pusat, utara dan barat Jakarta," katanya Farikin, yang juga memimpin Lembaga Jasa Penyalur pembantu rumah tangga Jasa Gria di Jatipadang, Jaksel.

Tentu kalau dilihat dari penyebaran ini, jumlah tenaga dan permintaan atau kebutuhan itu stabil, karena orang-orang yang membutuhkan jasa PRT musiman tersebut bisa menjumpai tidak hanya di Jakarta Selatan.

"Tenaga dan kebutuhan permintaan bisa dikatakan stabil, apalagi seiring dari menyebarnya orang kelas menengah ke atas ke pusat kota dan pengangguran yang ingin mencari kerja," jelas Farikin. Siklus seperti ini menurutnya akan terjadi setiap tahun di musim lebaran sesuai hukum permintaan. (IRIB Indonesia/Gatra)

Sabtu, 18 Agustus 2012 05:49

Masjid Al-Aqsa

Masjid Al-Aqsa, juga ditulis Al-Aqsha (bahasa Arab:المسجد الاقصى, Tentang suara ini Al-Masjid Al-Aqsha, arti harfiah: "masjid terjauh") adalah salah satu tempat suci agama Islam yang menjadi bagian dari kompleks bangunan suci di Kota Lama Yerusalem (Yerusalem Timur). Kompleks tempat masjid ini (di dalamnya juga termasuk Kubah Batu) dikenal oleh umat Islam dengan sebutan Al-Haram Asy-Syarif atau "tanah suci yang mulia". Tempat ini oleh umat Yahudi dan Kristen dikenal pula dengan sebutan Bait Suci (bahasa Ibrani: הַר הַבַּיִת, Har haBáyit, bahasa Inggris: Temple Mount), suatu tempat paling suci dalam agama Yahudi yang umumnya dipercaya merupakan tempat Bait Pertama dan Bait Kedua dahulu pernah berdiri.

Masjid Al-Aqsa secara luas dianggap sebagai tempat suci ketiga oleh umat Islam. Muslim percaya bahwa Muhammad diangkat ke Sidratul Muntaha dari tempat ini setelah sebelumnya dibawa dari Masjid Al-Haram di Mekkah ke Al-Aqsa dalam peristiwa Isra' Mi'raj. Kitab-kitab hadist menjelaskan bahwa Muhammad mengajarkan umat Islam berkiblat ke arah Masjid Al-Aqsa (Baitul Maqdis) hingga 17 bulan setelah hijrah ke Madinah. Setelah itu kiblat salat adalah Ka'bah di dalam Masjidil Haram, Mekkah, hingga sekarang. Pengertian Masjid Al-Aqsa pada peristiwa Isra' Mi'raj dalam Al-Qur'an (Surah Al-Isra' ayat 1) meliputi seluruh kawasan Al-Haram Asy-Syarif.

Masjid Al-Aqsa pada awalnya adalah rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin, tetapi telah diperbaiki dan dibangun kembali oleh khalifah Umayyah Abdul Malik dan diselesaikan oleh putranya Al-Walid pada tahun 705 Masehi. Setelah gempa bumi tahun 746, masjid ini hancur seluruhnya dan dibangun kembali oleh khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada tahun 754, dan dikembangkan lagi oleh penggantinya Al-Mahdi pada tahun 780. Gempa berikutnya menghancurkan sebahagian besar Al-Aqsa pada tahun 1033, namun dua tahun kemudian khalifah Fatimiyyah Ali Azh-Zhahir membangun kembali masjid ini yang masih tetap berdiri hingga kini. Dalam berbagai renovasi berkala yang dilakukan, berbagai dinasti kekhalifahan Islam telah melakukan penambahan terhadap masjid dan kawasan sekitarnya, antara lain pada bagian kubah, fasad, mimbar, menara, dan interior bangunan. Ketika Tentara Salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099, mereka menggunakan masjid ini sebagai istana dan gereja, namun fungsi masjid dikembalikan seperti semula setelah Shalahuddin merebut kembali kota itu. Renovasi, perbaikan, dan penambahan lebih lanjut dilakukan pada abad-abad kemudian oleh para penguasa Ayyubiyah, Mamluk, Utsmaniyah, Majelis Tinggi Islam, dan Yordania. Saat ini, Kota Lama Yerusalem berada di bawah pengawasan Israel, tetapi masjid ini tetap berada di bawah perwalian lembaga wakaf Islam pimpinan orang Palestina.

Pembakaran Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969 telah mendorong berdirinya Organisasi Konferensi Islam yang saat ini beranggotakan 57 negara. Pembakaran tersebut juga menyebabkan mimbar kuno Shalahuddin Al-Ayyubi terbakar habis. Dinasti Bani Hasyim penguasa Kerajaan Yordania telah menggantinya dengan mimbar baru yang dikerjakan di Yordania, meskipun ada pula yang menyatakan bahwa mimbar buatan Jepara digunakan di masjid ini.

 

Etimologi :

Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka ia berarti "masjid terjauh". Nama ini berasal dari keterangan dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Isra' ayat 1 mengenai Isra Mi'raj. Isra Mi'raj adalah perjalanan yang dilakukan Muhammad dari Masjid Al-Haram menuju Masjid Al-Aqsa, dan kemudian naik ke surga. Dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Muhammad dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq.[12] Istilah "terjauh" dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti "terjauh dari Mekkah".

Selama berabad-abad yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsa sesungguhnya tidak hanya masjid saja, melainkan juga area di sekitar bangunan itu yang dianggap sebagai suatu tempat yang suci. Perubahan penyebutan kemudian terjadi pada masa pemerintahan kesultanan Utsmaniyah (kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918), dimana area kompleks di sekitar masjid disebut sebagai Al-Haram Asy-Syarif, sedangkan bangunan masjid yang didirikan oleh Umar bin Khattab disebut sebagai Jami' Al-Aqsa atau Masjid Al-Aqsa.

 

Sejarah :

Pra konstruksi:

Area masjid ini dahulu adalah bagian perluasan pembangunan bukit oleh Raja Herodes Agung, yang dimulai pada tahun 20 SM. Herodes memerintahkan tukang batu untuk memotong permukaan batu di sisi timur dan selatan bukit, dan melapisinya. Sisa-sisa pembangunan tersebut saat ini masih dapat ditemukan di beberapa lokasi. Ketika Bait Kedua masih berdiri, situs tempat masjid saat ini berdiri disebut dengan nama Serambi Salomo, dan pada tiap sisinya terdapat gudang kuil yang dinamakan chanuyot, yang memanjang sampai ke sisi selatan bukit. Konstruksi tiang-tiang kolom besar persegi di bagian utara masjid serta tembok-temboknya, baru-baru ini ditetapkan memiliki usia jauh lebih tua daripada yang diperkirakan sebelumnya oleh peneliti-peneliti terdahulu (berdasarkan tulisan para saksi mata dari masa itu), yaitu bahwa konstruksi tersebut berasal dari masa kekuasaan Romawi. Tembok-tembok tersebut dibangun kembali atau diperkuat tidak lama setelah penghancuran Yerusalem pada tahun 70 Masehi. Struktur bawah tanah bangunan ini berasal dari masa kembalinya orang Yahudi dari pembuangan Babilonia mereka, yaitu 2.300 tahun yang lalu. Situasi politik telah menyebabkan penggalian lebih lanjut di area tersebut tidak memungkinkan. Pada saat gempa bumi tahun 1930-an merusak masjid ini, penanggalan atas beberapa bagian yang terbuat dari kayu sempat dilakukan, yang menunjukkan kurun 900 SM. Kayu-kayu tersebut adalah cypress (sejenis cemara) dan akasia. Jenis yang disebut terakhir menurut Alkitab digunakan oleh Raja Salomo dalam konstruksi bangunan-bangunannya di bukit tersebut pada sekitar 900 SM. Bersama dengan Bait Suci, chanuyot yang ada ikut hancur oleh serangan Kaisar Romawi Titus (saat itu masih jenderal) pada tahun 70. Kaisar Yustinianus membangun sebuah gereja Kristen di situs ini pada tahun 530-an, yang dipersembahkan bagi Perawan Maria dan dinamakan "Gereja Bunda Kita". Gereja ini belakangan dihancurkan oleh Kaisar Sassania Khosrau II pada awal abad ke-7, hingga tersisa sebagai reruntuhan.

 

Konstruksi Umayyah :

Tidak diketahui secara tepat kapan Masjid Al-Aqsa pertama kali dibangun dan siapa yang memerintahkan pembangunannya, namun dapat dipastikan bahwa pembangunannya dilakukan pada masa awal pemerintahan Umayyah di Palestina. Berdasarkan kesaksian Arculf, seorang biarawan Galia yang berziarah ke Palestina pada 679-82, sejarawan arsitektur Sir Archibal Creswell berpendapat bahwa Umar bin Khattab mungkin adalah orang yang pertama kali mendirikan bangunan persegi empat primitif berkapasitas 3.000 jamaah di suatu tempat di Al-Haram Asy-Syarif (Bukit Bait Suci). Bagaimanapun juga, Arculf mengunjungi Palestina pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Dengan demikian, adalah mungkin bahwa Muawiyah lah yang memerintahkan pembangunan dan bukan Umar. Pendapat terakhir ini didukung oleh tulisan dari ulama Yerusalem awal Al-Mutahhar bin Tahir Al-Maqdisi. Analisis atas panel dan balok kayu yang diambil dari bangunan ini selama renovasi pada tahun 1930-an menunjukkan bahwa kayu-kayu tersebut adalah cedar Libanon dan cypress. Penanggalan radiokarbon menunjukkan berbagai macam usia, beberapa bahkan setua abad ke-9 SM, yang menunjukkan bahwa beberapa dari kayu tersebut sebelumnya telah digunakan pada bangunan-bangunan yang lebih tua.

Menurut beberapa ulama Islam, antara lain Mujiruddin Al-Ulaimi, Jalaluddin As-Suyuthi, dan Syamsuddin Al-Maqdisi, masjid ini dibangun kembali dan diperluas oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada 690 bersama dengan Kubah Batu. Guy le Strange mengklaim bahwa Abdul Malik menggunakan bahan-bahan dari Gereja Bunda Kita yang hancur untuk membangun masjid dan menunjukkan bukti bahwa kemungkinan substruktur di sudut tenggara masjid adalah sisa-sisa gereja tersebut. Dalam merencanakan proyek megahnya di Bukit Bait Suci, yang pada akhirnya akan mengubah keseluruhan kompleks itu menjadi Al-Haram Asy-Syarif ("tanah suci yang mulia"), Abdul Malik ingin mengubah bangunan primitif sebagaimana digambarkan oleh Arculf menjadi struktur yang lebih terlindung yang melingkupi kiblat, suatu faktor penting dalam skema lengkap rancangannya. Namun demikian, seluruh Al-Haram Asy-Syarif itu dimaksudkan untuk melambangkan masjid. Seberapa banyak perubahan yang ia lakukan pada aspek bangunan sebelumnya tidak diketahui, tetapi panjang bangunan baru ditunjukkan dengan adanya bekas jembatan yang mengarah ke istana Umayyah, yang terletak di sebelah selatan dari bagian barat kompleks. Jembatan kemungkinan dahulunya membentang dari jalan di luar tembok selatan Al-Haram Asy-Syarif, sebagai akses langsung menuju masjid. Adanya akses langsung dari istana ke masjid adalah sebuah ciri khas yang terkenal pada masa Umayyah, sebagaimana terdapat pada situs-situs awal lainnya. Abdul Malik menggeser poros tengah masjid sekitar 40 meter ke arah barat, sesuai dengan rencana lengkapnya atas Al-Haram Asy-Syarif. Poros bangunan sebelumnya yang berbentuk sebuah ceruk, saat ini masih dikenal dengan sebutan "Mihrab Umar". Karena memperhatikan benar posisi Kubah Batu, Abdul Malik meminta arsiteknya menyejajarkan Masjid Al-Aqsa yang baru dengan posisi batu Ash-Shakhrah, sehingga sumbu utama utara-selatan Bukit Bait Suci yang sebelumnya, yaitu garis yang melalui Kubah Silsilah dan Mihrab Umar, menjadi bergeser.

Creswell, yang merujuk pada Papyri Aphrodito, sebaliknya mengklaim bahwa Al-Walid bin Abdul Malik adalah yang membangun kembali Masjid Al-Aqsa selama periode enam bulan sampai satu tahun, dengan para pekerja dari Damaskus. Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa rekonstruksi masjid dimulai oleh Abdul Malik, namun Al-Walid lah yang mengawasinya hingga selesai. Dalam tahun 713-714, serangkaian gempa bumi telah merusak Yerusalem dan menghancurkan bagian timur masjid, yang akhirnya dibangun kembali pada masa pemerintahan Al-Walid tersebut. Untuk membiayai rekonstruksi ini, Al-Walid memerintahkan emas dari Kubah Ash-Shakhrah dicetak sebagai sebagai uang logam untuk membeli bahan-bahan bangunan. Masjid Al-Aqsa yang dibangun Umayyah kemungkinan besar berukuran 112 x 39 meter.

 

Gempa Bumi dan Pembangunan Kembali :

Pada tahun 746, Masjid Al-Aqsa rusak akibat gempa bumi, yaitu empat tahun sebelum Abul Abbas As-Saffah menggulingkan Ummayah dan mendirikan kekhalifahan Abbasiyah. Khalifah Abbasiyah yang kedua Abu Jafar Al-Mansur pada tahun 753 menyatakan niatnya untuk memperbaiki masjid itu. Ia memerintahkan agar lempengan emas dan perak yang menutupi gerbang masjid dilepaskan dan dicetak menjadi uang dinar dan dirham untuk membiayai kegiatan rekonstruksi, yang diselesaikan pada tahun 771. Gempa kedua yang terjadi pada tahun 774 kemudian merusak sebagian besar perbaikan Al-Mansur itu, kecuali perbaikan pada bagian selatan masjid. Pada tahun 780, khalifah selanjutnya Muhammad Al-Mahdi membangunnya kembali, tapi ia mengurangi panjangnya serta memperbesar lebarnya. Renovasi Al-Mahdi adalah renovasi pertama yang diketahui memiliki catatan tertulis yang menjelaskan hal itu. Pada tahun 985, seorang ahli geografi Arab kelahiran Yerusalem bernama Al-Maqdisi mencatat bahwa masjid hasil renovasi memiliki "lima belas lengkungan dan lima belas gerbang".

Pada tahun 1033 terjadi lagi sebuah gempa bumi, yang sangat merusak masjid. Antara tahun 1034 dan 1036, khalifah Fatimiyah Ali Azh-Zhahir membangun kembali dan merenovasi masjid secara menyeluruh. Jumlah lengkungan secara drastis dikurangi dari lima belas menjadi tujuh. Azh-Zhahir membangun empat buah arkade untuk aula tengah dan lorong, yang saat ini berfungsi sebagai fondasi masjid. Aula tengah diperbesar dua kali lipat dari lebar lorong lainnya, dan memiliki ujung atap besar yang di atasnya dibangun sebuah kubah dari kayu.

Yerusalem direbut oleh Tentara Salib pada tahun 1099, selama Perang Salib Pertama. Alih-alih menghancurkan masjid, yang mereka sebut "Bait Salomo", Tentara Salib menggunakannya sebagai istana kerajaan dan kandang kuda. Pada tahun 1119, tempat ini berubah menjadi markas para Ksatria Templar. Selama periode ini, mesjid mengalami beberapa perubahan struktural, termasuk perluasan serambi utara, penambahan apse, dan sebuah dinding pembatas. Sebuah kloster baru dan sebuah gereja juga dibangun di situs tersebut, bersama dengan beberapa struktur bangunan lainnya. Para Ksatria Templar membangun pavilyun berkubah di sisi barat dan timur bangunan. Pavilyun barat saat ini berfungsi sebagai masjid untuk kaum wanita dan pavilyun timur berfungsi sebagai Museum Islam.

Setelah Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil memimpin Ayyubiyah merebut kembali Yerusalem melalui pengepungan pada tahun 1187, beberapa perbaikan dilakukan atas Masjid Al-Aqsa. Nuruddin Zengi yang menjadi sultan sebelum Shalahuddin, sebelumnya telah menugaskan pembangunan mimbar baru yang terbuat dari gading dan kayu pada tahun 1168-1169, namun mimbar itu baru selesai setelah ia wafat. Mimbar Nuruddin telah ditambahkan oleh Shalahuddin ke masjid pada bulan November 1187. Penguasa Ayyubiyah di Damaskus, Sultan Al-Muazzam, pada tahun 1218 membangun serambi utara masjid dengan tiga buah gerbang. Pada tahun 1345, penguasa Mamluk di bawah pemerintahan Al-Kamil Shaban menambahkan dua lengkungan dan dua gerbang pada bagian timur masjid.

Setelah Utsmaniyah merebut kekuasaan pada 1517, mereka tidak melakukan renovasi atau perbaikan besar atas masjid itu, namun mereka melakukan perbaikan pada Al-Haram Asy-Syarif (Bukit Bait Suci) secara keseluruhan. Hal ini termasuk antara lain pembangunan Air Mancur Qasim Pasha (1527), perbaikan kembali Kolam Raranj, serta pembangunan tiga kubah yang berdiri bebas. Kubah yang paling terkenal ialah Kubah Nabi, dibangun pada tahun 1538. Semua pembangunan adalah atas perintah para gubernur Utsmaniyah di Yerusalem dan bukan atas perintah para sultan. Walaupun demikian, para sultan melakukan penambahan pada menara-menara yang telah ada.

Masa Modern:

Renovasi pertama pada abad ke-20 dilakukan pada tahun 1922, yaitu setelah Majelis Tinggi Islam Yerusalem di bawah pimpinan Amin Al-Husseini mempekerjakan Ahmet Kemalettin Bey, seorang arsitek berkebangsaan Turki, untuk merestorasi Masjid al-Aqsa dan monumen-monumen di sekitarnya. Dewan tersebut juga menugaskan arsitek-arsitek Inggris, ahli-ahli Mesir, dan para pejabat lokal untuk ikut berpartisipasi dan mengawasi perbaikan yang dilakukan pada tahun 1924–25 di bawah pengawasan Kemalettin. Renovasi meliputi penguatan fondasi kuno masjid Umayyah, perbaikan tiang-tiang kolom interior, penggantian balok-balok, pendirian perancah, perawatan lengkungan dan bagian dalam kubah, pendirian kembali dinding selatan, serta penggantian tiang kayu di ruangan tengah dengan tiang beton. Renovasi tersebut juga menampilkan kembali mosaik era Fatimiyah dan kaligrafi di lengkungan-lengkungan interior yang sebelumnya tertutupi oleh lapisan pelapis. Lengkungan-lengkungan dihiasi dengan gipsum berwarna hijau dan emas dan balok kayu landasannya digantikan dengan tembaga. Seperempat dari jendela kaca patri juga diperbaharui dengan hati-hati agar dapat melestarikan desain asli Abbasiyah dan Fatimiyahnya. Kerusakan hebat telah terjadi karena gempa bumi tahun 1927 dan 1937, namun masjid itu diperbaiki kembali pada tahun 1938 dan 1942.

Pada tanggal 21 Agustus 1969, terjadi kebakaran di dalam Masjid Al-Aqsa, yang memusnahkan bangunan bagian tenggara masjid. Mimbar Salahuddin adalah termasuk di antara barang-barang yang rusak terbakar. Orang-orang Palestina awalnya menyalahkan otoritas Israel atas kebakaran tersebut, dan beberapa orang Israel menyalahkan Fatah dan menganggap bahwa mereka yang menyulut sendiri apinya, agar dapat menyalahkan Israel dan memancing permusuhan. Namun kemudian terbukti bahwa kebakaran itu bukan disebabkan oleh Fatah maupun Israel, melainkan oleh seorang turis Australia bernama Denis Michael Rohan. Rohan adalah anggota dari sekte evangelis Kristen Worldwide Church of God. Ia berharap bahwa dengan membakar Masjid Al-Aqsa, ia dapat mempercepat Kedatangan Kedua Yesus, dengan cara mempermudah dibangunnya kembali Bait Suci Yahudi di Bukit Bait Suci. Rohan dirawat di lembaga perawatan mental, didiagnosa mengalami gangguan kejiwaan, dan akhirnya dideportasi. Serangan terhadap Al-Aqsa disebut-sebut sebagai salah satu penyebab dibentuknya Organisasi Konferensi Islam pada tahun 1971, yang merupakan organisasi dari 57 negara yang banyak berpenduduk Islam.

 

Pada tahun 1980-an, Ben Shoshan dan Yehuda Etzion, keduanya anggota kelompok bawah tanah Gush Emunim, merencanakan untuk meledakkan Masjid Al-Aqsa dan Kubah Batu. Etzion berpendapat bahwa meledakkan dua bangunan tersebut akan menyebabkan kebangkitan spiritual Israel, dan menyelesaikan semua permasalahan orang Yahudi. Mereka juga berharap bahwa Bait Suci Ketiga di Yerusalem dapat didirikan di atas lokasi tersebut. Rencana mereka mengalami kegagalan karena lebih dahulu diketahui pihak kepolisian. Pada tanggal 15 Januari 1988, yaitu saat berlangsungnya Intifadah Pertama, pasukan Israel menembakkan peluru karet dan gas air mata kepada para demonstran di luar masjid, mengakibatkan 40 orang jemaah luka-luka. Pada tanggal 8 Oktober 1990, dalam suatu kerusuhan 22 orang warga Palestina terbunuh dan lebih dari 100 lainnya luka-luka karena tindakan keras Polisi Perbatasan Israel. Kerusuhan dipicu oleh pengumuman dari Gerakan Setia Bait Suci, suatu kelompok Yahudi Ortodoks, yang menyatakan bahwa mereka akan meletakkan batu pertama untuk pembangunan Bait Suci Ketiga.

 

Arsitektur:

Bangunan Masjid Al-Aqsa berbentuk persegi, dan luasnya beserta area di sekitarnya adalah 144.000 m2, sehingga dapat menampung sampai dengan 400.000 jamaah. Panjang bangunan masjid adalah 272 kaki (83 m), dan lebarnya 184 kaki (56 m), dan dapat menampung sampai 5.000 jamaah.

 

Kubah:

Kubah berwarna perak yang tersusun dari lapisan timah.Berbeda dengan Kubah Batu yang mencerminkan arsitektur Byzantium klasik, kubah Masjid Al-Aqsa menunjukkan ciri arsitektur Islam awal. Kubah yang asli dibangun oleh Abdul Malik bin Marwan, namun sekarang sudah tidak ada lagi sisanya. Bentuk kubah seperti yang ada saat ini awalnya dibangun oleh Ali Azh-Zhahir dan terbuat dari kayu yang disepuh dengan lapisan enamel timah. Pada tahun 1969, kubah dibangun kembali dengan menggunakan beton dan dilapisi dengan aluminium yang dianodisasi sebagai ganti dari bentuk aslinya yaitu lapisan enamel timah yang berusuk. Pada tahun 1983, aluminium yang menutupi bagian luar diganti lagi dengan timah untuk menyesuaikan dengan desain asli Azh-Zhahir.

Kubah Al-Aqsa adalah salah satu dari sedikit masjid dengan kubah yang dibangun di depan mihrab selama periode Umayyah dan Abbasiyah, contoh lainnya adalah Masjid Umayyah di Damaskus (715) dan Masjid Besar Sousse (850). Interior kubah dicat menurut dekorasi era abad ke-14. Pada kabakaran tahun 1969, cat dekoratif itu rusak dan sempat dianggap sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Namun dengan menggunakan teknik trateggio, yaitu sebuah metode yang menggunakan garis-garis vertikal halus untuk membedakan daerah yang direkonstruksi dengan daerah yang asli, akhirnya dapat diperbaiki kembali dengan sempurna.

 

Menara masjid

Masjid ini memiliki empat menara di sisi selatan, utara, dan barat. Menara pertama, dikenal sebagai Al-Fakhariyyah, dibangun pada tahun 1278 di bagian barat daya masjid atas perintah sultan Mamluk, Lajin. Menara ini dibangun dalam gaya tradisional Suriah, dengan landasan dan poros bangunan berbentuk persegi, serta dibagi menjadi tiga lantai dengan cetakan hias. Pada bagian atasnya terdapat dua deret muqarnas (ceruk hias) sebagai dekorasi untuk balkon muazzin. Ceruk hias ini dilingkupi oleh suatu bilik persegi, yang pada bagian atasnya terdapat kubah batu berlapis timah

Menara kedua, yang dikenal dengan nama Al-Ghawanimah, dibangun di sisi barat laut Al-Haram Asy-Syarif (Bukit Bait Suci) pada tahun 1297–98 oleh arsitek Qadi Sharafuddin Al-Khalili, atas perintah Sultan Lajin. Menara ini memiliki tinggi 37 meter dan hampir seluruhnya terbuat dari batu, selain dari kanopi kayu yang terletak di atas balkon muazzin. Karena struktur bangunannya yang kokoh, menara Al-Ghawanimah hampir tidak terpengaruh oleh berbagai gempa bumi yang terjadi. Menara ini dibagi menjadi beberapa tingkat oleh cetakan batu dan galeri-galeri dengan bentuk hiasan menyerupai stalaktit. Dua tingkat pertama berukuran lebih luas dan menjadi landasan menara. Keempat tingkat selanjutnya dilingkupi oleh ruangan berbentuk silinder dan sebuah kubah bulat. Tangga untuk dua lantai pertama terletak di luar bangunan, tetapi kemundian menjadi tangga dalam berbentuk spiral sejak dari lantai tiga sampai mencapai balkon muazzin.

Tankiz, gubernur Mamluk di Suriah, pada tahun 1329 memerintahkan pembangunan menara ketiga yang dikenal sebagai Bab Al-Silsilah. Menara ini terletak di sisi barat Masjid Al-Aqsa. Menara ini, yang mungkin dibangun untuk menggantikan menara Umayyah sebelumnya, dibangun berbentuk persegi menurut gaya tradisional Suriah dan seluruhnya terbuat dari batu. Berdasarkan tradisi lama Muslim setempat muazzin terbaik melakukan azan dari menara ini, karena seruan azan pertama untuk setiap awal salat lima waktu selalu dikumandangkan dari sini.

Menara terakhir dan yang paling terkenal adalah Bab Al-Asbat. Menara ini dibangun pada tahun 1367. Menara ini berupa poros batu silinder (dibangun kemudian pada masa Utsmaniyah), yang berdiri di atas landasan berbentuk persegi panjang dari masa Mamluk, dan di terdapat formasi transisi yang berbentuk segitiga. Poros bangunan menyempit pada bagian balkon muazzin, dilengkapi beberapa jendela melingkar, serta pada bagian atasnya terdapat kubah berbentuk bulat. Kubah ini dibangun kembali setelah terjadinya gempa bumi Lembah Yordan 1927.

Di bagian timur masjid tidak terdapat menara karena dalam sejarah dahulu sangat sedikit penduduk di sisi tersebut, sehingga tidak diperlukan menara tambahan untuk menyerukan azan.[39] Namun, Raja Abdullah II dari Yordania pada tahun 2006 mengumumkan keinginannya untuk membangun menara kelima yang menghadap ke Bukit Zaitun. Menara Raja Hussein ini nantinya direncanakan menjadi struktur bangunan tertinggi di Kota Tua Yerusalem.

 

Fasad dan Serambi

Bagian depan (fasad) masjid ini dibangun pada 1065 Masehi atas perintah khalifah Fatimiyah Al-Mustanshir. Di bagian muka terdapat bangunan pagar langkan (balustrade) berupa lorong-lorong beratap (arkade) dengan tiang-tiang kolom kecil. Tentara Salib merusak fasad ini ketika mereka memerintah Palestina, namun Ayyubiyah memperbaiki dan membangunnya kembali. Fasad juga mengalami penambahan berupa penempelan ubin pada dindingnya. Bahan bekas pakai yang digunakan untuk membangun lengkungan fasad antara lain termasuk bahan hias pahatan yang diambil dari bangunan-bangunan Tentara Salib di Yerusalem. Terdapat empat belas lengkungan batu di sepanjang fasad, sebagian besar bergaya Romantik. Mamluk menambahkan lengkungan-lengkungan terluar, yang dibangun dengan mengikuti desain yang sama. Pintu masuk ke masjid adalah dengan melalui lengkungan tengah pada fasad tersebut.

Sebuah bangunan serambi (bilik) terletak di bagian atas fasad ini. Bagian tengah serambi dibangun oleh Ksatria Templar pada masa Perang Salib Pertama, namun Al-Muazzam kemenakan Shalahuddin adalah yang memerintahkan dibangunnya bangunan serambi itu sendiri pada tahun 1217.

 

Interior:

Masjid Al-Aqsa memiliki tujuh buah lorong dengan ruang yang ditunjang oleh tiang-tiang melengkung (hypostyle nave), serta beberapa ruang kecil tambahan di sisi sebelah barat dan timur pada bangunan masjid bagian selatan. Terdapat pula 121 jendela kaca patri dari era Abbasiyah dan Fatimiyah, dimana seperempatnya telah selesai direstorasi pada tahun 1924.

Ruangan dalam masjid memiliki 45 tiang kolom, 33 diantaranya terbuat dari marmer putih dan 12 lainnya dari batu. Barisan tiang kolom pada lorong-lorong tengah berbentuk kokoh dan kerdil, dengan ukuran lingkar 30,6 cm dan tinggi 54 cm, akan tetapi empat barisan tiang kolom lainnya memiliki ukuran yang lebih lebih proporsional. Terdapat empat jenis desain yang berbeda untuk bagian kepala tiang kolom. Kepala tiang di lorong tengah berbentuk kokoh dan berdesain primitif, sedangkan kepala tiang yang di bawah kubah berdesain gaya Korintus dan terbuat dari marmer putih Italia. Kepala tiang di lorong timur memiliki desain berbentuk keranjang yang besar, sementara kepala tiang di sebelah timur dan barat kubah juga berbentuk keranjang tetapi berukuran lebih kecil dan lebih proporsional. Terdapat palang penghubung antara tiang kolom dan tembok penyangga yang satu dengan yang lainnya, yang terbuat dari balok kayu yang dipotong sederhana dan berlapis selubung kayu dengan ukiran seadanya.

Banyak bagian masjid yang hanya dilabur kapur putih, tetapi bagian dalam kubah dan dinding-dinding yang tepat di bawahnya penuh dengan dekorasi mozaik dan marmer. Beberapa karya lukisan yang tidak begitu baik dari seorang seniman Italia pernah diletakkan di sana ketika perbaikan sedang dilakukan pada masjid, setelah gempa bumi tahun 1927. Bagian langit-langit masjid juga dicat dengan pendanaan dari Raja Farouk dari Mesir.

Mimbar masjid dibuat oleh seorang pengrajin bernama Akhtarini yang berasal dari Aleppo atas perintah Sultan Nuruddin Zengi. Mimbar tersebut dimaksudkan sebagai hadiah untuk masjid ketika Nuruddin membebaskan Yerusalem, dan pengerjaannya memakan waktu selama enam tahun (1168-1174). Ternyata Nuruddin meninggal ketika Tentara Salib masih memegang kendali atas Yerusalem, namun ketika Shalahuddin berhasil merebut kota itu pada tahun 1187, mimbar tersebut lalu dipasang. Struktur mimbar terbuat dari gading dan kayu yang dipahat secara hati-hati. Kaligrafi Arab dan desain-desain berbentuk geometris dan bunga terukir pada bagian-bagian kayu mimbar tersebut. Setelah hancur karena perbuatan Rohan pada tahun 1969, mimbar itu digantikan oleh mimbar lain yang dekorasinya jauh lebih sederhana. Adnan Al-Hussaini, kepala lembaga wakaf Islam yang bertanggung jawab atas Al-Aqsa, pada bulan Januari 2007 menyatakan bahwa akan dibuat sebuah mimbar baru, dan pada bulan Februari 2007 mimbar baru tersebut telah selesai dipasang. Desain mimbar baru ini dibuat oleh Jamil Badran berdasarkan replika yang seksama dari mimbar Shalahuddin, dan pengerjaannya diselesaikan oleh Badran dalam waktu lima tahun. Mimbar itu dikerjakan di Yordania selama empat tahun, dan para pengrajin menggunakan "metode kuno dalam pengukiran kayu, menggabungkan potongan-potongan dengan pasak dan bukan paku, namun menggunakan pencitraan komputer untuk desain mimbarnya."


Air mancur tempat wudhu:

Air mancur tempat wudhu utama, yang bernama al-Kas ("mangkuk"), terletak di bagian utara yaitu antara masjid dan Kubah Batu. Para jamaah menggunakannya untuk wudhu, yaitu ritual pencucian wajah, lengan, rambut, telinga, dan kaki yang dilakukan umat Islam sebelum beribadah, termasuk di masjid. Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 709 pada masa pemerintahan Umayyah, tetapi antara tahun 1327-1328 Gubernur Tankiz memperbesarnya untuk dapat melayani lebih banyak jamaah. Meskipun pada awalnya air berasal dari Kolam Salomo yang ada di dekat Betlehem, saat ini air berasal dari pipa yang terhubung ke sumber air kota Yerusalem. Renovasi al-Kas pada abad ke-20 telah menambahkannya dengan keran air dan tempat duduk batu.

Air Mancur Qasim Pasha dibangun pada masa pemerintahan Utsmaniyah tahun 1526 dan terletak di sebelah utara masjid, yaitu pada serambi Kubah Batu. Air mancur ini sebelumnya juga pernah digunakan oleh para jamaah untuk wudhu dan minum sampai dengan tahun 1940-an, namun saat ini hanya berfungsi sebagai monumen saja.

 

Arti penting dalam agama Islam:

Istilah "Masjid al-Aqsa" dalam Islam tidaklah terbatas pada masjid saja, melainkan meliputi seluruh Al-Haram Asy-Syarif (Bukit Bait Suci).[56] Masjid ini dikenal sebagai rumah ibadah kedua yang dibangun setelah Masjid Al-Haram di Mekkah. Imam Muslim menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari:

Saya bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai masjid yang mula-mula dibangun di atas bumi ini. Rasulullah saw. menjawab: "Masjid Al-Haram". Saya bertanya: "Kemudian masjid mana?" Rasulullah saw. menjawab: "Masjid Al-Aqsa". Saya bertanya: "Berapa jarak waktu antara keduanya?" Rasulullah saw. menjawab: "Empat puluh tahun. Kemudian seluruh bumi Allah adalah tempat sujud bagimu. Maka di manapun kamu mendapati waktu salat, maka salatlah".

Selama perjalanan malamnya menuju Baitul Maqdis (Yerusalem), Muhammad mengendarai Al-Buraq dan setibanya di sana ia salat dua rakaat di Bukit Bait Suci. Setelah selesai salat, malaikat Jibril membawanya naik ke surga, di mana ia bertemu dengan beberapa nabi lainnya, dan kemudian menerima perintah dari Allah yang menetapkan kewajiban bagi umat Islam agar menjalankan salat lima waktu setiap harinya. Ia kemudian kembali ke Mekkah.

Masjid Al-Aqsa dikenal sebagai "masjid terjauh" dalam Surah Al-Isra pada Al-Qur'an. Lokasinya menurut tradisi umat Islam ditafsirkan sebagai situs Al-Haram Asy-Syarif di Yerusalem, di mana masjid dengan nama ini sekarang telah berdiri. Berdasarkan tradisi ini, istilah masjid yang dalam bahasa Arab secara harfiah berarti "tempat sujud", juga dapat merujuk kepada tempat-tempat ibadah monoteistik lainnya seperti Haikal Sulaiman, yang dalam Al-Qur'an juga disebut dengan istilah "masjid". Para sejarawan Barat Heribert Busse dan Neal Robinson berpendapat bahwa itulah penafsiran yang diinginkan.

Maimunah binti Sa’ad dalam hadits tentang berziarah ke Masjid Al-Aqsa menyebutkan: "Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitul Maqdis". Nabi berkata, "Tempat dikumpulkannya dan disebarkannya (manusia). Maka datangilah ia dan salat di dalamnya. Karena salat di dalamnya seperti salat 1.000 rakaat di selainnya". Maimunah berkata lagi: "Bagaimana jika aku tidak bisa". "Maka berikanlah minyak untuk penerangannya. Barang siapa yang memberikannya maka seolah ia telah mendatanginya."

 

Kiblat pertama

Sejarah penting Masjid Al-Aqsa dalam Islam juga mendapatkan penekanan lebih lanjut, karena umat Islam ketika salat pernah berkiblat ke arah Al-Aqsa selama empat belas atau tujuh belas bulan setelah peristiwa hijrah mereka ke Madinah tahun 624. Menurut Allamah Thabathaba'i, Allah menyiapkan umat Islam untuk perpindahan kiblat tersebut, pertama-tama dengan mengungkapkan kisah tentang Ibrahim dan anaknya Ismail, doa-doa mereka untuk Ka'bah dan Mekkah, upaya mereka membangun Baitullah (Ka'bah), serta perintah membersihkannya untuk digunakan sebagai tempat beribadah kepada Allah. Kemudian diturunkanlah ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke arah Masjid Al-Haram dalam salat mereka.

Perubahan arah kiblat adalah alasan mengapa Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin, tidak salat menghadap batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci ataupun membangun bangunan di sekitarnya; meskipun ketika Umar tiba di sana pada tahun 638, ia mengenali batu tersebut yang diyakini sebagai tempat Muhammad memulai perjalanannya naik ke surga. Hal ini karena berdasarkan yurisprudensi Islam, setelah arah kiblat berpindah, maka Kab'ah di Mekkah telah menjadi lebih penting daripada tempat batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci tersebut.

Berdasarkan riwayat-riwayat yang umum dikenal dalam tradisi Islam, Umar memasuki Yerusalem setelah penaklukannya pada tahun 638. Ia diceritakan bercakap-cakap dengan Ka'ab Al-Ahbar, seorang Yahudi yang telah masuk Islam dan ikut datang bersamanya dari Madinah, mengenai tempat terbaik untuk membangun sebuah masjid. Al-Ahbar menyarankan agar masjid dibangun di belakang batu Ash-Shakhrah "... maka seluruh Al-Quds (berada) di depan Anda". Umar menjawab, "Ka'ab, Anda sudah meniru ajaran Yahudi". Namun demikian, segera setelah percakapan ini Umar dengan jubahnya mulai membersihkan tempat yang telah dipenuhi dengan sampah dan puing-puing tersebut. Demikian pula kaum Muslim pengikutnya turut serta membersihkan tempat itu. Umar kemudian mendirikan salat di tempat yang diyakini sebagai tempat salat Muhammad pada saat Isra Mi'raj, dan Umar di tempat itu membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dari Surah Sad. Oleh karenanya, berdasarkan riwayat tersebut maka Umar dianggap telah menyucikan kembali situs tersebut sebagai masjid.

Mengingat kesucian Bukit Bait Suci, sebagai tempat yang dipercayai pernah digunakan untuk berdoa oleh Ibrahim, Daud, dan Sulaiman, maka Umar mendirikan sebuah rumah ibadah kecil di sudut sebelah selatan area tersebut. Ia secara berhati-hati menghindarkan agar batu Ash-Shakhrah tidak terletak di antara masjid itu dan Ka'bah, sehingga umat Islam hanya akan menghadap ke arah Mekkah saja ketika mereka salat.

 

Status Religius:

Yerusalem oleh banyak kalangan umat Islam dianggap sebagai tempat yang suci, sesuai penafsiran mereka atas ayat-ayat suci Al-Qur'an dan berbagai hadist. Abdallah El-Khatib berpendapat bahwa kira-kira terdapat tujuh puluh tempat di dalam Al-Qur'an di mana Yerusalem disebutkan secara tersirat. Yerusalem juga sering disebut-sebut di dalam kitab-kitab hadist. Beberapa akademisi berpendapat bahwa status kesucian Yerusalem mungkin dipengaruhi oleh meningkatnya penyebarnya sejenis genre sastra tertentu, yaitu Al-Fadhail (sejarah kota-kota); sehingga kaum Muslim yang terinspirasi, khususnya selama periode Umayyah, mengangkat status kesucian kota itu melebihi statusnya menurut kitab suci. Akademisi-akademisi lainnya mempertanyakan keberadaan motif-motif politik Dinasti Umayyah, sehingga Yerusalem kemudian dianggap suci bagi umat Islam.

Naskah-naskah abad pertengahan, sebagaimana pula tulisan-tulisan politis era moderen ini, cenderung menempatkan Masjid Al-Aqsa sebagai tempat suci ketiga bagi umat Islam. Sebagai contoh, kitab Sahih Bukhari mengutip Abu Hurairah dari Nabi Muhammad SAW, yang mengatakan: "Janganlah perjalanan itu memberatkan (kamu) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjid Al-Haram, Masjid Rasulullah SAW, dan Masjid Al-Aqsa". Selain itu, Organisasi Konferensi Islam (yang alasan pendiriannya adalah "untuk membebaskan Al-Aqsa dari pendudukan Zionis [Israel]") menyebut Masjid Al-Aqsa dalam sebuah resolusi yang mengutuk tindakan-tindakan Israel pada kota itu, sebagai tempat tersuci ketiga bagi umat Islam

 

Sabtu, 18 Agustus 2012 05:45

Rahbar dan Hari Quds Sedunia

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyebut al-Quds sebagai masalah utama Dunia Islam dewasa ini. Rahbar menilai pendudukan Palestina dan penempatan warga Yahudi di bumi Islam ini merupakan akar dari seluruh kesulitan dan masalah regional.

Rabu sore (15/8) saat bertatap muka dengan ratusan veteran perang Irak-Iran di Tehran, Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa partisipasi luas di Hari Quds Sedunia akan memberikan jawaban yang menghancurkan terhadap musuh-musuh Islam dan Palestina. Rahbar menggambarkan pendudukan di wilayah Palestina dan pembentukan rezim Zionis Israel sebagai akar kejahatan di Timur Tengah.

Rahbar juga menyerukan partisipasi luas warga dalam demonstrasi menandai Hari Quds Sedunia. Di pertemuan tersebut Rahbar mengingatkan bahwa Israel dan pendukungnya berusaha keras menghapus isu Palestina dari opini publik. Oleh karena itu, masyarakat dunia harus melawan konspirasi busuk ini.

Sejak terbentuknya rezim ilegal Israel di Timur Tengah, perampasan wilayah dan pengusiran rakyat Palestina, Tel Aviv beserta pendukungnya senantiasa mencegah opini publik internasional khususnya Dunia Islam untuk fokus terhadap isu Palestina. Namun dengan kemenangan Revolusi Islam Iran dan atas prakarsa pendiri Republik Islam, Ayatullah Khomeini, hari Jum'at terakhir di bulan Ramadhan ditetapkan sebagai hari Quds sedunia sehingga Palestina selalu dikenang dan dijadikan agenda utama Dunia Islam. Isu ini pun kemudian berkembang skalanya dan menjadi isu internasional. Ini terbukti dengan peringatan hari Quds sedunia yang tahun akan dirayakan oleh lebih dari 70 negara Islam dan non Islam.

Partisipasi luas rakyat Iran di pawai akbar hari Quds sedunia dan dukungan kuat mereka terhadap rakyat yang terzalimi khususnya bangsa Palestina menjadi pemicu bagi bangsa-bangsa lain di dunia untuk aktif di pawai akbar hari Quds sedunia. Dengan demikian dukungan bagi rakyat Palestina semakin besar. Tahun ini suasana peringatan hari Quds sedunia lain dari biasanya, karena bertepatan dengan gelombang Kebangkitan Islam di Timur Tengah.

Seperti yang ditekankan Rahbar, kemenangan Revolusi Islam Iran telah mengganjal upaya imperialis dunia untuk membuat masyarakat internasional melupakan isu Palestina. Saat ini Rezim Zionis Israel semakin terkucil dari sebelumnya. Hari Quds sedunia adalah mobilisasi umum bangsa-bangsa khususnya Dunia Islam untuk mendukung Palestina. Hari Quds sedunia mengingatkan sejarah bahwa tempat yang diduduki Israel saat ini adalah milik bangsa Palestina. Tidak ada konspirasi musuh yang akan mampu menghapus isu Palestina dari opini publik karena rakyat kawasan telah waspada penuh.

Rahbar mengecam skema musuh untuk menciptakan konflik sektarian antara Syiah dan Sunni. Menurutnya, langkah itu sebagai bagian dari siasat musuh agar publik tidak menaruh perhatian terhadap kebungkaman Barat atas pendudukan Palestina selama puluhan tahun.

Ayatullah Khamenei mencatat bahwa membebaskan Palestina dari cengkraman Israel dan sekutunya adalah kewajiban agama bagi semua umat Islam di seluruh dunia. (IRIB Indonesia/MF)

Sabtu, 18 Agustus 2012 05:43

Mengenang Enam Dekade Pendudukan Al-Quds

Kota Yerusalem (Selanjutnya disebut dengan kota Al-Quds) termasuk kota paling tua di dunia. Para sejarahwan tidak bisa memastikan kapan kota tersebut dibangun. Namun awal keberadaan kota ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan Masjid Al-Aqsha yang dibangun 40 tahun setelah pembangunan Ka'bah. Beberapa sumber historis menyebutkan bahwa sejak awal pembangunannya, kota ini adalah gurun tidak berlembah dan tidak tampak bebukitan.

Periode Islam di Al-Quds dimulai saat Rasulullah SAW melakukan Isra' dan Mi'raj dari Mekkah ke Palestina. Kemudian diteruskan oleh Khalifah Umar bin Khatab, saat masuk ke Al-Quds tahun 15 H/ 636 M (638 M menurut beberapa sumber lainnya). Masuknya Umar ini, setelah pasukan Islam dibawah komandan Abu Ubaedah bin Jarrah menang melawan pasukan Romawi. Namun penguasa Al-Quds saat itu, Patriarch Sophronius, meminta agar Umar sendiri yang menerima kunci kota secara langsung. Kemudian Umar membuat aturan yang disebut dengan " Konvensi Umar (al-Uhdah al-Omariah)". Nama kota saat itu masih bernama Elia, hingga akhirnya dirubah di masa Khilafah Abbasiah dengan nama Al-Quds.

Pada 9/12/1917-1918, Al-Quds jatuh ke tangan militer Inggris setelah jendral Edmund Allenby mengumumkan bahwa Palestina dibawah mandat Inggris dari Liga Bangsa-Bangsa. Al-Quds kemudian menjadi ibukota Palestina dibawah mandat Inggris (1920-1948). Inggris mengumumkan menarik mundur dari Palestina pada tanggal 14/5/1948, dan pada tanggal itu juga dideklarasikan entitas negara Israel.

Setelah deklarasi itu, pasukan Arab membantu rakyat Palestina memerangi Israel di barat Al-Quds. Namun Arab dan Palestina kalah, sehingga kota-kota lain di Palestina, diluar barat Al-Quds, jatuh ke tangan Israel. 7/6/1967 semua wilayah Al-Quds, barat dan timur, jatuh ke tangan militer Israel. Setelah perjanjian Oslo (1994) mandul, Al-Quds dan Al-Aqsha menjadi simbul perlawanan rakyat Palestina. Saat mantan PM Israel, Ariel Sharon, masuk ke pelataran Masjid Al-Aqsha pada 28/9/2000, rakyat Palestina marah, dan meletuslah Intifadah Al-Aqsha.

 

Penjajahan Israel atas al-Quds Dimulai

Seperti dijelaskan di atas bahwa di tahun 1948 setelah Inggris mundur dari Palestina, wilayah ini kemudian diserahkan kepada kepada rezim ilegal Israel. Sejak saat itulah pengusiran warga Palestina dari tanah air mereka dimulai. Perang tahun1967 membuat rezim ilegal ini kian buas dan mereka semakin gencar mengusir warga Palestina. Di tahun ini pula, al-Quds jatuh ke tangan rezim Zionis ini.

Dari tahun 1967 hingga kini Israel berusaha keras mengubah demografi al-Quds dan menjadikannya kota Yahudi. Pengusiran dan perusakan rumah warga Palestina serta pembangunan distrik Zionis pun terus digalakkan. Mulai dari tahun 1967 ini pulalah Israel aktif melakukan penggalian di sekitar Masjid al-Aqsha dengan alasan mencari barang-barang peninggalan kuno. Untuk melaksanaan ambisinya ini, rumah-rumah warga Palestina banyak dihancurkan dan mereka di usir dari tempat tinggalnya.

Menyaksikan kebuasan rezim Zionis bangkitlah warga Palestina melawan rezim penjajah ini dan perjuangan mereka hingga kini telah menyumbangkan ribuan syuhada. Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyaksikan perseteruan antara warga Palestina dan Israel akhirnya menetapkan al-Quds sebagai kawasan internasional dan dikelola oleh dewan mandataris PBB. Dewan ini juga bertanggung jawab menjaga peninggalan bersejarah di Baitul Maqdis.

Sementara itu, Israel sendiri tidak mengindahkan keputusan PBB yang menjadikan al-Quds sebagai kawasan internasional. Rezim ilegal ini selama enam dekade terus melakukan penyerbuan, pengusiran dan pembantaian warga Palestina, pembangunan distrik Zionis, penggalian terowongan di sekitar dan di bawah Masjid al-Aqsa.

Menyaksikan brutalitas Israel, negara-negara Islam bangkit memberikan dukungannya terhadap perjuangan bangsa Palestina. Republik Islam Iran pun tak ketinggalan dalam hal ini. Pendiri Republik Islam, Ayatullah Khomeini memberikan terobosan besar dengan menjadikan hari Jum'at terakhir di bulan suci Ramadhan sebagai Hari Quds Sedunia. Keputusan Imam Khomeini ini memberi sumbangsih besar bagi hidupnya isu Palestina dan al-Quds sepanjang sejarah.

Israel sendiri bukannya tak sadar akan hal ini. Rezim penjajah ini telah melakukan usaha besar-besaran untuk menghapus isu Palestina dari opini publik internasional. Karena saat ini, masalah Palestina bukan sekedar isu bagi umat Islam, namun telah menyebar menjadi isu dunia internasional. Para pecinta kebebasan pun ramai-ramai mengecam Israel sehingga Tel Aviv saat ini semakin terkucil.

 

Transformasi al-Quds Pasca Pendudukan Israel

22 Juli 1946

Hotel King David di Yerusalem dibom oleh kelompok teroris Zionis Irgun. Kelompok teroris Zionis ini meletakkan sekitar 350 kg bahan peledak di hotel dan membunuh sekitar 200 orang.

 

29 November 1947

PBB meratifikasi pembangian wilayah Palestina menjadi dua bagian, wilayah bagi Israel dan Palestina. Adapun al-Quds ditetapkan sebagai zona internasional. Keputusan PBB ini telah membangkitkan kemarahan umat Islam sedunia.

 

9 April tahun 1948

Israel melakukan pembantaian besar-besaran di kawasan pedesaan Deir Yasin, yang terletak di barat Baitul Maqdis. Saat itu, lebih dari 270 warga sipil Palestina yang tinggal di desa itu dibantai secara sadis oleh organisasi teroris Irgun. Organisasi Irgun adalah sebuah milisi di bawah pimpinan Menachem Begin, seorang tokoh fundamentalis Zionis yang kelak menjadi Perdana Menteri Israel. Akibat aksi teror menakutkan terus-menerus yang dilakukan tentara Zionis, sejumlah besar warga Palestina mengungsi ke kawasan-kawasan sekitar Palestina.

 

13 Mei 1948

Inggris menarik diri dari al-Quds dan Palestina serta menyerahkan negara ini kepada Israel sehingga terbentuklah rezim ilegal Israel.

 

28 Oktober 1948

Pada era Perang Arab-Israel Pertama, tentara Zionis membunuh massal warga desa Ad-Dawaimah di kawasan pendudukan Palestina. Tentara Zionis menyerang masjid di desa ini dan membunuh 75 kaum muslim Palestina yang sedang sholat di sana. Kemudian, mereka membunuh 35 keluarga yang tengah bersembunyi di sebuah gua di luar desa. Setelah membunuh seluruh warga desa itu, tentara Zionis kemudian meratakan desa tersebut dengan tanah. Pada tahun 1984, ketika para pejabat PBB meminta penjelasan dari wakil Israel di PBB mengenai pembunuhan massal di desa itu, para wakil Israel tersebut mengingkari keberadaan desa dengan nama Ad-Dawaimah untuk menutup-nutupi kekejaman yang telah mereka lakukan.

 

23 Januari 1950

Parlemen Israel (Knesset) untuk pertama kalinya menyatakan al-Quds sebagai ibukota Israel. Keputusan ini telah membangkitkan kemarahan umat Islam. Namun usaha keras Israel untuk menarik simpati berbagai negara guna mengakui al-Quds sebagai ibukotanya tidak membuahkan hasil.

 

14 Oktober 1953

Pembantaian Qibya, yang terjadi pada 13 Oktober 1953, meliputi penghancuran 40 rumah dan pembunuhan 96 orang sipil, sebagian besar di antara mereka wanita dan anak-anak. Unit "101" ini dipimpin oleh Ariel Sharon, yang kelak menjadi Perdana Menteri Israel. Sekitar 600 tentaranya mengepung desa itu dan memutuskan hubungannya dengan seluruh desa Arab lainnya. Begitu memasukinya pada pukul 4 pagi, para teroris Zionis mulai secara terencana memusnahkan rumah-rumah dan membunuh penduduk-penduduknya. Sharon yang kalem namun sadis ini dan yang langsung memimpin serangan tersebut, mengumumkan pernyataan berikut setelah pembantaian: "Perintah telah dilaksanakan dengan sempurna: Qibya akan menjadi contoh untuk semua orang."

 

29 Oktober 1956

Zionis melakukan pembunuhan massal terhadap penduduk desa Kafar Ghasem, Palestina. Pada hari itu, bersamaan dengan serangan Israel ke Mesir, sebagian tentara rezim penjajah ini mengumumkan pemerintahan militer di desa Kafar Ghasem, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Minimalnya 49 warga, laki-laki, perempuan, dan anak-anak dibunuh dan puluhan lainnya luka-luka. Beberapa bulan kemudian, rakyat Palestina melakukan demonstrasi atas pembunuhan massal ini. Akibatnya, rezim ini terpaksa mengadili beberapa pelaku pembunuhan tersebut di depan umum. Namun, pada tahun 1960, para pelaku pembunuhan tersebut diampuni.

 

5 Juni1967

Perang besar ketiga antara tentara Zionis yang dibantu oleh AS dan Inggris melawan negara-negara Arab dimulai. Pada hari itu, angkatan udara Israel melakukan serangan tiba-tiba terhadap posisi-posisi tentara Arab. Pesawat-pesawat tempur Isarel mampu melintasi kawasan Mesir, Jordania, dan Suriah. Selama dua jam, posisi-posisi angkatan udara ketiga negara Arab itu diserang habis-habisan hingga bisa dikatakan hancur lebur. Setelah kawasan udara dikuasai, tentara Israel menyerang kawasan darat ketiga negara selama enam hari. Akibat serangan tersebut, sejumlah kawasan penting Arab seperti Gurun Sinai dan pinggiran timur Terusan Suez di Mesir serta Dataran Tinggi Golan di Suriah, direbut tentara Israel. Kemudian, setelah Sungai Jordan dan Baitul Maqdis berhasil diduduki, tentara Israel menyetujui gencatan senjata.

Enam tahun berikutnya, yaitu Tahun 1973, tentara Suriah dan Mesir secara bersamaan melakukan operasi serangan balasan terhadap posisi-posisi tentara Israel. Dalam serangan yang dikenal dengan nama "Perang Oktober" itu, tentara Suriah dan Mesir berhasil melintasi Terusen Suez dan menewaskan sejumlah besar tentara Israel.

 

7 Juni 1967

Tentara Zionis menutup pintu masuk Bab al-Magharibah dan melarang lalu lalang umat Islam ke Masjid al-Aqsa. Kemudian rezim ini menguasai kota Baitul Maqdis.

 

21 Agustus 1969

Masjid Al-Aqsa yang merupakan kiblat pertama kaum muslimin, dibakar oleh rezim Zionis. Akibat kebakaran ini, Masjid Al-Aqsa mengalami kerusakan berat. Rezim Zionis menyatakan bahwa pelaku pembakaran itu seorang turis asal Autralia yang kemudian ditangkap dan diadili. Namun, pengadilan sandiwara yang dilaksanakan di Tel Aviv memutuskan bahwa turis tersebut mengalami gangguan jiwa dan karena itu dia dibebaskan. Menanggapi kejadian pembakaran ini, rakyat muslim di berbagai penjuru dunia melakukan demonstrasi. Selain itu, pembakaran masjid Al-Aqsa ini mendorong pemerintah negara-negara muslim mendirikan Organisasi Konferensi Islam dengan tujuan untuk mengadapi bahaya yang mengancam dunia dan kesucian Islam. (IRIB Indonesia/MF)

Bersamaan dengan tibanya Hari Quds Sedunia, masyarakat internasional di pelbagai negara memperingati hari ini dengan melakukan pawai akbar menuntut kemerdekaan Palestina dan kehancuran rezim penjajah Israel. Dalam kerangka ini, jutaan orang di seluruh dunia pada hari Jumat (17/8) turun ke jalan-jalan memperingati hari yang ditetapkan oleh Imam Khomeini ra.

Penyelenggaraan Hari Quds Sedunia di segala penjuru dunia semakin membuktikan inovasi Imam Khomeini ra mampu meniupkan harapan di hati bangsa Palestina dan praktis telah mengakhiri tahun-tahun terisolasinya Palestina dari masyarakat internasional. Pernyataan Imam Khomeini menyebut hari Jumat terakhir dari bulan Ramadhan sebagai Hari Quds Sedunia di awal bulan Agustus 1979, mampu mengajak seluruh rakyat dari pelbagai lapisan masyarakat di penjuru dunia untuk membebaskan tanah Palestina dari penjajahan rezim Zionis.

Seruan lembaga-lembaga non pemerintah dan sipil di seluruh penjuru dunia agar rakyat mengikuti peringatan Hari Quds Sedunia ternyata diikuti dengan animo luar biasa. Hal ini menjadikan peringatan Hari Quds Sedunia tahun ini diselenggarakan lebih semarak dan ramai ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Proses penyelenggaraan Hari Quds Sedunia membuktikan setiap tahunnya lebih semarak ketimbang tahun sebelumnya.

Menurut data yang telah dipublikasikan, lebih dari 700 lembaga di lebih dari 70 negara menyelenggarakan peringatan Hari Quds Sedunia dalam rangka mendukung bangsa Palestina. Sementara lebih dari 400 tokoh internasional ikut dalam pawai akbar ini. Setiap tahun di Hari Quds Sedunia, masyarakat internasional menyaksikan pawai akbar tidak hanya di pelbagai negara Islam, tapi di kota-kota besar Eropa dan Amerika. Semua turun ke jalan melakukan pawai menunjukkan solidaritasnya terhadap nasib rakyat Palestina.

Hari Quds Sedunia kini telah berubah menjadi pemersatu pemeluk agama di dunia untuk meneriakkan dukungannya terhadap rakyat Palestina dan perjuangannya melawan rezim penjajah Zionis Israel dan para pendukungnya. Inovasi yang dilakukan oleh Imam Khomeini ra menyebabkan seluruh dunia semakin memahami kebejatan dan kejahatan rezim Zionis Israel. Lebih penting dari itu adalah bahaya Zionis bagi masyarakat dunia.

Sekali lagi, inisiatif Imam Khomeini ra menamakan hari Jumat terakhir bulan Ramadhan sebagai Hari Quds Sedunia praktis menjadi pemicu dimulainya Intifada Global mendukung rakyat Palestina. Masalah ini dengan sendirinya membuat rezim Zionis Israel semakin terisolasi di kancah internasional dan di opini publik.

Di sisi lain, Hari Quds Sedunia telah membangkitan kembali semangat perjuangan bangsa Palestina menghadapi rezim Zionis Israel. Dimulainya Intifada rakyat Palestina pada 1987 dan Intifada Quds pada 2000 menunjukkan bertambahnya semangat rakyat palestina setelah pernyataan solidaritas masyarakat internasional dalam mendukung rakyat Palestina di Hari Quds Sedunia.

Hari Quds Sedunia menjadi titik tolak sejarah penolakan global terhadap rezim Zionis Israel dan upaya dunia internasional mendukung rakyat Palestina. Bangsa Palestina dan umat Islam sedunia menilai peringatan Hari Quds Sedunia sebagai peringatan paling berpengaruh dalam hubungan internasional terkait dukungan terhadap rakyat Palestina. (IRIB Indonesia / SL)

LEBARAN – PEPERANGAN

 

Inilah lebaran diwaktu perang yang kedua, sejak pecahnya peperangan saat ini.

Insyafkah kita benar-benar akan arti lebaran yang sekarang ini?

Peperangan makin memuncak! Kita menghadapi klimaksnya (memuncaknya) peperangan sekarang ini!

Insyafkah kita akan arti lebaran kita itu?

Di dalam pidato radio saya pada tanggal 15 September, saya anjurkan supaya kita semua tahan menderita di dalam peperangan ini. Saya katakan, bahwa tiada satu bangsa yang tidak menderita dimasa perang, dan bahwa tiada bangsa dapat mencapai kemenangan, kalau tiada tahan menderita. "Inna maal usri yusro" – kebahagiaan sesudah kesusahan!

Kita harus merayakan lebaran sekarang ini di dalam semangat tahan menderita itulah!

Satu bulan lamanya kita berpuasa! Melatih diri tahan menderita!

Marilah kita hadapi ‘tahun yang baru' ini sebagai satu bangsa, yang benar-benar telah terlatih tahan menderita di dalam bulan ramadan.

Latihan telah kita kerjakan, marilah kita pakai hasil latihan itu seterusnya!

Maka kemenangan akhir pasti di pihak kita!

Jakarta, Lebaran 1362 H

Soekarno

 

 

Seruan Lebaran dari Bung Karno di Majalah M.I.A.I/ Madjalah Islam 01 Oktober 1943. (IRIB Indonesia)

Rezim Zionis Israel menuntut Mesir untuk menarik senjata-senjata beratnya dari wilayah gurun Sinai.

Radio-radio rezim Zionis mengutip sumber-sumber yang dekat dengan para pejabat senior Tel Aviv melaporkan bahwa Israel terus memantau tindakan Mesir di wilayah Sinai dengan penuh kekhawatiran. Demikian televisi al-Alam melaporkan, Jumat (17/8).

Redio Zionis juga menyinggung tentang tetap terbukanya kanal-kanal hubungan antara Mesir dan rezim Zionis di tingkat militer dan politik.

Menurut radio Israel, berbagai pertemuan antara pejabat senior Departemen Luar Negeri Mesir dan diplomat rezim Zionis telah digelar di Kairo.

Koran Zionis Haarezt pada Jumat menulis, sekelompok pasukan militer Mesir masuk ke wilayah Sinai dengan persetujuan Israel, namun pengerahan sejumlah pasukan lainnya ke wilayah tersebut tanpa kesepakatan dengan Tel Aviv.

Koran itu menambahkan, berdasarkan perjanjian damai Camp David, Kairo tidak diperbolehkan mengirim tank ke sejumlah wilayah Sinai dan el-Arish, namun pada prakteknya beberapa hari lalu, Mesir telah mengerahkan puluhan tank ke wilayah itu. Bahkan Kairo menuntut untuk tetap menempatkan pasukannya di Sinai hingga operasi militer di wilayah tersebut selesai.

Pasca tewasnya 16 pasukan penjaga perbatasan Mesir di Sinai, Kairo mengerahkan pasukannya ke wilayah itu untuk menumpas milisi bersenjata.

Banyak pakar politik Mesir menilai Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyerangan di perbatasan itu dan menegaskan bahwa Tel Aviv dengan langkah tersebut tengah berupaya mencegah berlanjutnya hubungan antar Mesir dan Palestina. Dengan demikian, Israel dapat melanjutkan blokadenya atas Jalur Gaza. (IRIB Indonesia/RA)

Masalah pembebasan Baitul Maqdis dan Palestina, menjadi topik kolektif para khatib shalat Jumat Lebanon. Mereka juga menekankan upaya musuh menciptakan permusuhan di antara umat Islam untuk mengalihkan perhatian mereka dari masalah Palestina.

Dikatakannya, "Jika proses ini terus berlanjut, maka negara-negara Arab dan Islam di kawasan akan menjadi pihak yang kalah."

IRNA (16/80 melaporkan, Syeikh Muhammad Yazbik, Ketua Dewan Agama Hizbullah dalam khutbah Jumatnya di wilayah Baalbak, Lebanon timur mengatakan bahwa dengan tibanya peringatan Hari Quds Sedunia, dia mengatakan, "Di Hari Quds Sedunia, kita semua telah memperbarui janji dan komimen kita dengan masalah utama umat Islam yakni Palestina dan Baitul Maqdis."

Ditambahkannya, "Musuh umat Islam berniat menghapus nama Palestina dan Baitul Maqdis dari benak dan ingatan masyarakat dunia, akan tetapi munculnya peringatan Hari Quds Sedunia yang ditetapkan oleh Imam Khomeini ra telah membuyarkan seluruh rencana mereka, dan saat ini masalah Baitul Maqdis dan Palestina telah memiliki tempat dalam benak dan hati masyarakat dunia."

Lebih lanjut dijelaskannya, "Selama kita tidak bersatu dan menepikan perselisihan, kita tidak akan mampu mengembalikan Baitul Maqdis dan Palestina ke pangkuan dunia Islam."(IRIB Indonesia/MZ)

Militer Amerika Serikat melatih pasukan khusus Yordania untuk dikirim ke Suriah.

Koran Financial Times menulis, Yordania menentang intervensi militer di Suriah. Meski demikian, para diplomat Yordania dan para pakar Barat meyakini bahwa angkatan bersenjata Yordania siap untuk masuk ke Suriah. Demikian televisi al-Alam melaporkan, Jumat (17/8).

Koran tersebut menegaskan, sikap Yordania anti-Suriah meningkat, bahkan baru-baru ini terjadi baku tembak antara pasukan kedua negara di wilayah perbatasan.

Financial Times mengutip seorang diplomat penting Barat di Amman, ibukota Yordania, menulis, saat ini ada kekhawatiran bahwa bentrokan di perbatasan akan lepas kontrol.

Koran itu menambahkan, hubungan antara Yordania dan Suriah hingga kini tidak putus sepenuhnya dan kedutaan besar kedua negara masih aktif.

Suriah tetap dianggap menjadi jalur perdagangan penting bagi perusahaan-perusahaanYordaniadan sebagai timbal baliknya, Amman mencegah penyelundupan senjata bagi teroris di Suriah. (IRIB Indonesia/RA)

Sabtu, 18 Agustus 2012 05:31

17 Agustus: Merdeka Tapi Tidak Independen

Oleh: Dina Y. Sulaeman*

 

Tepat tanggal 17 Agustus, 67 tahun yang lalu, Ir. Sukarno memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejak itu pula, Indonesia menjadi sebuah negara merdeka, yang tidak lagi berada di bawah penjajahan negara manapun. Sepuluh tahun kemudian, saat membuka Konferensi Asia Afrika di Bandung (tahun 1955), Presiden Sukarno mengingatkan bangsa-bangsa Asia Afrika yang saat itu baru lepas dari penjajahan, bahwa penjajahan kini telah berubah bentuk.

"Saya harap Anda tidak memikirkan kolonialisma dalam bentuk klasik sebagaimana yang diketahui baik oleh kami bangsa Indonesia, maupun oleh saudara-saudara kami dari berbagai bagian Asia dan Afrika. Kolonialisme juga memiliki penampilan yang modern, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, dan juga kontrol fisik yang dilakukan sekelompok kecil orang asing dalam sebuah bangsa. Kolonialisme adalah musuh yang sangat pintar dan ambisius, dan dia muncul dalam berbagai kedok. Kolonialisme tidak menyerahkan (bangsa) jarahannya dengan begitu saja. Kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun kolonialisme itu menampilkan dirinya, dia tetaplah sesuatu yang jahat, dan dia harus dimusnahkan dari muka bumi ini."

Kini, setelah 57 tahun berlalu sejak Sukarno menyampaikan pidato yang heroik itu, bangsa Indonesia tak kunjung lepas, bahkan semakin dalam berada dalam cengkeraman, dari kolonialisme modern. Kolonialisme modern itu kini muncul dengan istilah-istilah yang terasa keren, seperti Structural Adjustment Programme, soft loan, foreign investment, atau liberalisme pasar.

Kolonialisme modern itu muncul dalam bentuk ratifikasi UU yang tunduk pada penjajahan organisasi internasional. Misalnya, Indonesia sejak tahun 1994 telah menjadi anggota WTO dan diratifikasi dengan UU no. 7 tahun 1994. Namun, meskipun WTO mengklaim bahwa tujuan organisasi ini adalah "to improve the welfare of the peoples of the member countries" (untuk meningkatkan kemakmuran bangsa-bangsa negara anggota), kenyataannya, 18 tahun setelah begabung dengan WTO, Indonesia semakin lama justru semakin bergantung pada produk pangan impor. Negeri yang subur serta memiliki curah hujan tinggi dan banyak sumber daya manusia ini, setiap tahunnya harus menganggarkan dana sebesar 50 trilyun rupiah untuk mengimpor kedelai, gandum, daging sapi, susu, gula, bahkan garam. Indonesia, negara dengan garis pantai terpanjang di dunia; negara yang seharusnya kaya garam, justru per tahunnya mengimpor garam senilai 900 milyar rupiah.

Lalu, kemana para petani kita? Mengapa negeri yang subur ini harus mengimpor bahan pangan? Sebabnya, karena Indonesia tunduk pada Perjanjian Pertanian (AOA, Agreement on Agriculture). Melalui AOA, WTO mewajibkan negara-negara anggotanya untuk membuka pasar domestik untuk barang-barang impor dan sebaliknya, negara-negara anggota juga berhak melakukan ekspor ke negara manapun. Secara garis besar, ada tiga bidang yang diatur oleh AOA, yaitu:

market acces(mewajibkan negara-negara menurunkan tarif dasar impor pertanian), domestic support (mewajibkan dibatasinya subsidi dan proteksi pemerintah terhadap sektor pertanian dalam negeri), dan export subsidy (mewajibkan dibatasi atau bahkan dihapuskannya subsidi ekspor produk pertanian).

Dua eksportir utama pertanian dunia, yakni AS dan Uni Eropa sangat diuntungkan oleh perjanjian seperti ini. Karena tarif dasar impor diturunkan, mereka bisa menjual produk mereka dengan harga murah di negara-negara berkembang. Sebelum adanya aturan AOA, umumnya produk impor dikenai pajak tinggi, sehingga harganya lebih tinggi dari produk dalam negeri. Dengan demikian, konsumen harus memilih: membeli produk impor yang berharga mahal namun berkualitas tinggi, atau produk lokal dengan harga murah meski kualitasnya tak sebagus produk impor. Namun, adanya penurunan tarif impor membuat harga barang impor seringkali malah lebih murah dari produk lokal. Akibatnya, produsen pertanian dalam negeri mengalami kerugian dan kemunduran.

Selain itu, larangan subsidi dan proteksi terhadap pertanian membuat para petani menjadi rentan. Harga produk mereka fluktuatif, ketersediaan benih dan pupuk juga tidak terjamin dan harganya tidak stabil. Petani Indonesia juga tidak mendapatkan subsidi ekspor sehingga jika mereka mengekspor produk, harganya akan mahal sehingga sulit bersaing dengan produk dari AS atau Uni Eropa. Apalagi, petani-petani Indonesia umumnya miskin, memiliki lahan yang sempit, tidak terorganisasi, dan lemah. Sebaliknya, AS dan Uni Eropa justru melakukan pelanggaran terhadap AOA dengan tetap mensubsidi petani. Selain itu, mereka juga memiliki teknologi pertanian yang maju, modal yang besar, dan struktur organisasi yang kuat. Karena itulah mereka berhasil membanjiri negara-negara berkembang dengan produk-produk pertanian mereka, yang harganya lebih murah dari produk lokal.

Dalam persaingan pasar bebas seperti ini, jelas petani Indonesia semakin tersingkir. Pemerintah yang seharusnya melindungi mereka, malah lebih tunduk kepada penjajah yang berkedok organisasi internasional.

Kolonialisme modern hari ini juga muncul dalam kedok pakar-pakar ekonomi yang telah dididik puluhan tahun di negara-negara Barat, lalu mereka mendidik ekonom-ekonom di Indonesia dengan tesis-tesis yang menyesatkan. Mereka menjadi pejabat, peneliti, dan dosen, yang berkoar-koar bahwa kemajuan ekonomi akan bisa dicapai bila para pelaku pasar dibiarkan bebas tanpa intervensi pemerintah. Faktanya, para pelaku ekonomi yang kuat, melakukan berbagai intervensi kepada pemerintah Indonesia bahkan sejak pembuatan undang-undang. Mereka membiayai pembuatan UU di Indonesia, dengan imbalan hutang. Dalam posisi bargaining yang lemah ini, kalaupun pemerintah berniat intervensi demi membela rakyatnya sendiri, juga tetap akan kalah.

Rizal Ramli (2012) menuliskan contoh-contoh kasus pembuatan UU yang dibiayai oleh hutang luar negeri. Asian Development Bank menawarkan pinjaman U$300.000.000,00 dengan syarat Pemerintah Indonesia membuat Undang- Undang Privatisasi BUMN. Bank Dunia memberikan pinjaman U$400.000.000 dengan syarat Indonesia membuat Undang-Undang Privatisasi Air. Melalui UU ini, air yang seharusnya dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat (berdasarkan UUD 1945) malah diswastanisasi. Begitu pula Undang-Undang Migas. Ketika undang-undang dalam negeri dibiayai asing (itupun dalam bentuk hutang yang harus dibayar berikut bunganya), hampir pasti isinya akan berpihak kepada asing, bukan kepada rakyat. Sungguh ini sebuah penjajahan yang terang-terangan, namun entah mengapa tak disadari oleh para pakar ekonomi itu.

Ketika UU persaingan bisnis sudah ‘diatur', dimanakah letak keadilan dalam ‘kebebasan pasar'? Tak heran bila Stiglitz (2002) mengumpamakan kebebasan pasar ini sebagai berikut, "Negara-negara berkembang dan miskin bagaikan kapal layar kecil yang langsung disuruh berlayar di lautan buas, padahal lubang-lubang di kapal itu belum ditambal, kaptennya belum di-training, dan pelampung/alat pengaman belum dipasang di kapal kecil itu."

Penjajahan hari ini, tidak lagi dilakukan oleh tentara asing, melainkan muncul dalam bentuk perusahaan multinasional. Mereka merangsek pasar Indonesia. Pengusaha domestik tersingkir karena tak kuat bersaing. Mulai dari penghapus pensil dan serutan pensil, hingga air mineral, teh, gula, rokok, sabun, pasta gigi, komputer, dan handphone, semua disediakan oleh perusahaan-perusahaan asing (atau perusahaan lokal yang dimiliki asing). Indonesia hanya menjadi pasar dan penyedia sumber daya murah bagi perusahaan multinasional itu.

Yang lebih jahatnya, perusahaan-perusahaan multinasional itu lebih suka menguasai modal, bukan properti. Dengan cara ini, mereka lebih leluasa memindahkan modalnya kemanapun yang lebih menguntungkan. Ngaire Woods (2001) menyebutnya, footloose modern bussiness, dimana pemodal dengan mudah keluar dari sebuah negara bila pemerintah negara itu tidak memberlakukan kebijakan liberal yang menguntungkan mereka. Hari ini pemodal bisa buka pabrik di negara A, namun bila esok hari negara B yang menawarkan upah buruh lebih rendah, dia akan menutup pabrik di A dan buka pabrik di negara B. Sama sekali tidak dipedulikan bagaimana nasib para buruh yang secara mendadak menjadi penganggur.

Bahkan, untuk menghindarkan diri dari kewajiban UU Tenaga Kerja, para pemilik modal memberlakukan sistem outsourcing dan sistem kontrak. Misalnya, untuk tenaga kebersihan, perusahaan A tidak langsung mempekerjakan pegawai, melainkan memakai jasa perusahaan kebersihan. Perusahaan kebersihan ini yang merekrut pegawai untuk kemudian bekerja di perusahaan A. Para pegawai itu mendapat gaji dari perusahaan kebersihan, bukan dari perusahaan A. Perusahaan kebersihan pun umumnya menggunakan sistem kontrak, per-3 bulan, atau bahkan per bulan, sehingga si pegawai sewaktu-waktu bisa kehilangan pekerjaan tanpa mendapat pesangon. Sistem ini tak lebih dari perbudakan abad modern.

Bila uraian ini dilanjutkan lagi, saya rasa, saya tak sanggup menahan air mata. Jadi, mari kita kembali kepada pidato Sukarno di depan Konferensi Asia Afrika. Lima puluh dua tahun yang lalu, Sukarno telah memperingatkan bahwa kekuatan kolonial tidak akan begitu saja melepaskan bangsa jarahannya. Mereka sepakat untuk menarik mundur pasukan bersenjata mereka. Namun, penjajahan puluhan tahun telah berhasil menginternalisasi nilai-nilai penjajahan kepada kaum pribumi. Inilah yang dianalisis Fanon dalam bukunya "Black Skin, White Mask". Kolonialisme justru diinternalisasi oleh bangsa terjajah sehingga mereka justru punya mentalitas penjajah, dan bahkan ingin untuk menjadi mirip (menyamai) penjajah. Mereka silau dan kagum pada penjajah dan memandang apa-apa yang datang dari penjajah (=Barat) adalah sesuatu yang hebat dan benar.

Pada perayaan 17 Agustus di tahun 2012 ini, kita perlu menyadari, bahwa kita sudah merdeka dari penjajahan bersenjata, tapi belum independen. Kita masih bergantung kepada para penjajah, masih mengagumi mereka, dan bahkan masih menjadi budak mereka. Lalu apa yang harus kita lakukan? Agaknya, kesadaran diri, kebangkitan harga diri, dan kemauan untuk melepaskan diri dari hegemoni pemikiran kaum penjajah adalah kuncinya. Ingatlah kata Sukarno, "Kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun kolonialisme itu menampilkan dirinya, dia tetaplah sesuatu yang jahat, dan dia harus dimusnahkan dari muka bumi ini." (IRIB Indonesia)

*magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, research associate Global Future Institute