
کمالوندی
Iran dan Ekonomi Politik Islam: Bagian Pertama
Revolusi Islam dan Ilmu Sosial
Tiga puluh tiga tahun yang lalu sebuah revolusi berbasis agama meletus di kawasan Timur Tengah. Para ilmuwan sosial terperangah. Heran. Tidak percaya. Terlalu sulit memercayai adanya seorang sosok ulama tua memimpin gerakan rakyat menggulingkan sebuah rezim kuat dukungan Barat. Ketika itu, bahkan hingga kini, teramat sedikit pemikir sosial yang percaya bahwa kekuatan sosial berbasis agama bisa menumbangkan kekuasaan monarki berusia ribuan tahun. Dari yang sedikit itu, Foucault tampil nyaring berbicara berbeda dari mainstream pemikir sosial era itu.
Pemikir Perancis ini menyinggung adanya sebuah sistem sosial baru yang mampu resisten menghadapi derasnya modernisme Iran yang digagas secara belum tuntas oleh Reza Shah. Tokoh posmoderisme ini, memotret kedekatan erat antara rakyat dan seorang agamawan kharismatik sebagai bangunan ikatan sosial model baru di Iran pasca Revolusi Islam. "Keperibadian Khomeini mampu meruntuhkan legenda Dinasti Pahlevi. Tidak ada pemimpin negara dan politik, meski mereka mendapat dukungan penuh media, yang berani mengklaim bahwa rakyatnya memiliki hubungan emosional yang begitu tinggi seperti ikatan yang terjalin antara Khomeini dengan rakyat Iran," tutur Foucault lebih dari tiga dekade silam.
Kini, setelah berlalu lebih dari tiga dekade, ilmu sosial mainstream tetap saja masih begitu sulit menerima eksistensi sistem sosial baru yang berjalan dan diterapkan di Iran selama ini.
Tampaknya, ilmu sosial mainstream masih gamang mengakui Islam sebagai sistem alternatif. Misalnya, dalam disiplin ilmu ekonomi, para pemikir masih saja meletakkan frame dualisme Kapitalisme-Sosialisme ketika membaca sistem ekonomi politik sebuah negara Islam semacam Iran. Mereka melihat model perekonomian Islam di Iran sebagai penerapan sistem ekonomi campuran antara dua mainstream besar dunia itu. "Sebuah kombinasi antara sistem Kapitalisme (Liberalisme ekonomi) dan Sosialisme yang mencoba diharmoniskan dengan aturan syariah Islam," tutur seorang alumnus sebuah universitas terkemuka di negara Barat, yang saya temui di Tehran.
Quo Vadis Ilmu Sosial Modern
Lalu mengapa bisa terjadi demikian. Pertama, keberadaan Iran sebagai negara berbasis agama masih belum bisa diterima sebagai sebuah sistem sosial, ekonomi dan politik yang bisa dipertanggungjawabkan secara intelektual. Kedua, minimnya literatur yang menjelaskan masalah yang terjadi di Iran dari pendekatan ilmu sosial modern.
Ketiga, adanya vested interest yang sangat besar di dalam ilmu sosial sendiri. Benar kata Foucault, kekuasaan dan pengetahuan itu seperti dua gambar dalam sebuah mata uang. Selalu ada efek kuasa dan pengetahuan. Dan begitu sebaliknya. Teori sosial yang berlawanan dengan arus besar sulit untuk bisa berkembang dan mengemuka.
Tampaknya, terjadi apa yang disebut oleh Foucault sebagai klaim kebenaran pengetahuan, yang tidak memberikan ruang bagi yang lain. Mazhab ekonomi politik mainstream, terutama Merkantilisme dan Liberalisme ekonomi di ranah filsafat pengetahuan merupakan bagian dari era modern yang mendorong munculnya peradababan baru dengan dua basis; rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme Rene Descartes dan Empirisisme Francois Bacon menjadi landasan ide yang berkembang pada masa renaisance, dan inilah pendorong munculnya peradababan baru bernama modernisme.
Bagi Foucault, pengetahuan moderen telah menciptakan kebenaran melalui produksi pengetahuan ilmiah yang disebarkan melalui institusi-institusi seperti Universitas, angkatan bersenjata, dan media.
Faktanya, di level disiplin ilmu ekonomi politik (dan ekonomi politik Internasional) hanya berpijak pada tiga pendekatan utama yaitu: Markantilisme, Liberalisme dan Sosialisme. Padahal dalam kasus Iran, (dan mungkin juga negara lain) ketiga pendekatan itu tidak memadai untuk menjelaskan basis ekonomi politik Republik Islam itu.
Di level teori sosial terjadi terjadi reduksi metodologis terhadap realitas sosial, jika memaksakan harus menjelaskan fenomena sistem ekonomi politik Iran dengan tiga pendekatan itu.
Menggunakan salah satu atau campuran dari tiga pendekatan itu jelas akan mereduksi sistem ekonomi politik Islam yang diterapkan di Iran. Sebab, Merkantilisme, Liberalisme ekonomi, dan Marxisme tidak memberikan ruang bagi kebijakan ekonomi politik sebuah negara yang mengambil prinsip nilai-nilai yang yang dianut bangsa Iran, termasuk nilai-nilai agama.
Dalam konsepsi filsafat sosial, ekonomi politik Merkantilisme dan Liberalisme yang dijadikan pijakan hingga saat ini mengadopsi prinsip Unilitarianisme yang menilai manusia ditimbang berdasarkan ukuran kebahagiaan yang diperolehnya. Sebuah tindakan seseorang dikatakan baik, jika mampu meningkatkan kepuasan bagi dirinya. Namun jika tidak, maka harus ditinggalkan. Berdasarkan pandangan ini, kepuasaan berbanding lurus dengan utilitas yang diperolehnya.
Pondasi pemikiran utilitarianisme hanya mempertimbangkan tujuan materil saja. Untuk memenuhi kepuasan puncak, dibentuklah lingkaran sistemik mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi produk dengan pelayanan yang sebaik-baiknya. Pandangan ini, menempatkan ekonomi sebagai tujuan final.
Tidak seperti Merkantilisme, ekonomi politik Islam menilai kekayaan alam seperti logam mulia, minyak hanyalah alat, dan bukan ukuran kesejahteraan maupun kekuasaan sebuah negara tersebut. Mazhab ekonomi politik Islam juga tidak sependapat dengan Merkantilisme yang memandang perekonomian internasional sebagai ajang konflik dari pada kerjasama yang saling menguntungkan.
Menurut Jackson dan Sorensen, dalam bukunya Introduction to International Relations: Theories And Approaches,(2005: 232)Merkantilisme melihat perekonomian internasional sebagai arena zero-sum game. Keuntungan sebuah negara dianggap sebagai kerugian bagi negara lainnya. Teori ini tidak berlaku dalam kebijakan negara yang mengadopsi nilai-nilai Islam seperti Iran. Sebab, keuntungan selain punya sisi nilai kuantitatif, juga mengandung aspek kualitatif. Kedua, keuntungan di satu pihak bisa jadi keuntungan di pihak lain. Ketiga, di sini terjadi pembatasan pada definisi keuatungan hanya pada material saja.
Ketika Benign Mercantilism atau Merkantilisme ramah memandang negara berupaya untuk memelihara kepentingan nasional yang dianggap sebagai unsur penting bagi keamanan dan ketahanan negara. Mazhab ekonomi politik Islam memasukan kepentingan universal kemanusiaan yang berdampingan dengan kepentingan nasional. Ada kepentingan religiusitas maupun keumatan, selain kepentingan nasional belaka.
Bantuan luar negeri Iran terhadap gerakan perlawanan Islam Palestina semacam Hamas dalam kacamata Merkantilisme sebagai upaya Iran meningkatkan pengaruhnya di Palestina. Tentu saja penjelasan dengan kacamata Merkantilisme Ramah itu jelas tidak memadai. Karena ada faktor lain dari tujuan Iran membantu Palestina yaitu dimensi religiusitas dan kemanusian. Bagi Republik Islam membantu Palestina merupakan kepentingan nasional mendukungan terhadap bangsa yang tertindas di dunia yang dijiwai spirit religiusitas.
Merkantilisme yang menggunakan pondasi pemikiran utilitarianisme hanya mempertimbangkan tujuan materil saja. Untuk memenuhi kepuasan puncak, dibentuklah lingkaran sistemik mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi produk dengan pelayanan yang sebaik-baiknya. Pandangan ini, menempatkan ekonomi sebagai tujuan final. Maka, pembangunan ekonomi dijadikan acuan bagi seluruh bidang lainnya.
Melampaui pandangan utilitarianisme, manusia menurut Imam Khomeini adalah makhluk yang memiliki dua dimensi. Di satu sisi, sebagai materi yang memiliki karakter hewani. Sedangkan di lain sisi, merupakan dimensi non materi, spiritual, rasional dan ilahi. Kedua dimensi ini bergradasi; bisa terus tumbuh dan berkembang atau mengalami penurunan. Bersambung (IRIB Indonesia/PH)
Perempuan dan Kebangkitan Islam dalam Perspektif Rahbar
Perempuan merupakan simbol kasih sayang dan pengabdian. Seorang ibu menyirami keluarga dengan segenap kecintaan. Berkat perempuanlah, terbangun keluarga yang tentram, sehat dan selamat. Selain berperan signifikan dalam keluarga, perempuan juga tampil bersama pria di arena sosial. Salah satu contoh riilnya adalah partisipasi aktif muslimah dalam gerakan kebangkitan Islam di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, yang berhasil menumbangkan rezim despotik. Inilah yang menjadi perhatian lebih dari 1200 orang aktivis perempuan dari berbagai negara dunia. Mereka datang ke Iran untuk berpartisipasi dalam Konferensi Perempuan dan Kebangkitan Islam yang digelar pada 10-11 Juli lalu. Sekitar 70 persen dari mereka dari kalangan ahlusunnah, sedangkan 30 persennya dari Syiah.
Para aktivis muslimah itu bertemu dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamanei pada hari Rabu (11/7). Dalam pertemuan tersebut Rahbar menyebut Muslimah sebagai komunitas yang memainkan peran yang tak tergantikan dalam kebangkitan Islam. Seraya menyinggung peran wanita Islam dalam perjuangan, kemenangan dan kelestarian gerakan revolusi Islam di Iran, beliau mengatakan, "Kelestarian gerakan kebangkitan Islam yang penuh berkah ini akan membuahkan kemenangan besar bagi bangsa-bangsa Muslim."
Mengenai konferensi 'Perempuan dan Kebangkitan Islam' di Tehran yang mempertemukan para Muslimah cendekia dan pejuang dari 85 negara, Rahbar menegaskan, pertemuan ini merupakan momentum penting bagi muslimah Dunia Islam untuk saling mengenal. Beliau menambahkan, "Saling kenal dan kerjasama yang sudah terjalin dalam konferensi ini adalah awal bagi upaya untuk menggalang gerakan yang konstruktif demi menghidupkan kembali identitas dan kepribadian Muslimah."
Seraya menyinggung upaya Barat selama seratus tahun terakhir untuk menjauhkan Muslimah dari jati diri keislaman mereka, Pemimpin Besar Revolusi Islam menandaskan, kerja keras kaum Muslimah untuk menghidupkan kembali identitas keislaman ini adalah pengabdian yang terbesar kepada umat Islam. Sebab, merasakan kembali identitas Islam serta kearifan Muslimah akan meninggalkan pengaruh yang sangat besar dalam gerakan kebangkitan Islam dan kemuliaan umat Islam.
Ayatullah Udzma Khamenei menjelaskan pandangan Barat yang cenderung melecehkan wanita, seraya mengatakan, "Orang-orang Barat sesuai budaya mereka, memandang perempuan tak lebih dari sarana dan alat pemuas nafsu bagi kaum pria. Barat mengerahkan semua sarana yang ada untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan mereka. Semua itu dilakukan dengan membungkusnya dalam kemasan isu kebebasan. Sama halnya dengan aksi pembantaian dan penjarahan kekayaan negara-negara lain, pengerahan tentara dan pemaksaan perang yang mereka lakukan dengan mengangkat slogan yang menarik seperti gerakan menuntut kebebasan, hak asasi manusia dan demokrasi."
Mengenai pandangan Islam yang berseberangan dengan pandangan Barat dalam masalah perempuan, Rahbar menjelaskan, Islam memandang wanita dengan pandangan penuh hormat dan kemuliaan. Islam memandang wanita sebagai faktor kemajuan dan mengakui keutamaan jati diri perempuan.
Beliau menerangkan kondisi Muslimah Iran yang aktif di berbagai ranah keilmuan, politik dan pengelolaan negara. Wanita yang hidup di lingkungan Islami akan mampu mengembangkan potensi diri dan memainkan peran penting di tengah masyarakat dengan tetap mempertahankan identitasnya sebagai perempuan, dan ini adalah satu kebanggaan. Sementara, cara pandang Barat dalam memperlakukan perempuan justeru akan merugikan mereka sendiri.
Islam memandang laki-laki dan perempuan sebagai dua entitas dengan banyak kesamaan karakter insani di antara mereka. Masing-masing memikul beban dan tanggung jawab yang sesuai dengan kondisi fisik mereka demi kelangsungan hidup dan meniti kesempurnaan insani. Perempuan bahkan memiliki peran yang lebih besar dari kaum pria dalam hal keberlanjutan generasi manusia. Rahbar mengungkapkan, "Aturan yang ditentukan Islam dalam masalah keluarga dan pembatasan masalah hubungan seksual harus ditinjau dari kacamata ini."
Ayatullah Udzma Khamenei menyatakan bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab Muslimah cendekia di Dunia Islam adalah mengenalkan peran wanita dan pandangan Islam dalam masalah perempuan. Di Iran, dalam sejarah revolusi dan 33 tahun pemerintahan Islam, kaum perempuan memainkan peran yang sangat besar. Beliau menegaskan, "Kaum perempuan memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan sosial, serta gerakan revolusi dan kebangkitan Islam. Sebab, di mana saja kaum perempuan ikut terlibat dalam sebuah gerakan sosial maka dijamin gerakan itu akan berhasil. Hal inilah yang mesti dilaksanakan dan diperkuat dalam perkembangan di Mesir, Libya, Bahrain, Yaman dan negeri-negeri lain di Dunia Islam."
Kebangkitan Islam menurut Pemimpin Besar Revolusi Islam adalah fenomena menakjubkan yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Dengan menelaah sisi patologinya dan bersikap arif dalam menghadapi ancaman yang bisa mengganjalnya, gerakan ini akan bisa mengubah perjalanan sejarah," imbuh beliau.
Seraya memuji gerakan kebangkitan bangsa-bangsa Muslim di wilayah utara Afrika dan kawasan lainnya, Rahbar menandaskan, "Kubu arogan terutama Amerika Serikat (AS) dan Zionis yang terkejut menyaksikan transformasi ini berusaha keras melumpuhkan atau menunggangi gerakan ini."
Beliau mengingatkan modus kubu arogansi dalam melumpuhkan gerakan kebangkitan Islam ini yang diantaranya dilakukan dengan menyibukkan bangsa-bangsa Muslim dengan isu-isu parsial atau menebar isu perselisihan di antara mereka. Ditekankannya, "Jika bangsa-bangsa Muslim dengan tegas melawan tipudaya ini dan tetap berada di tengah medan, mereka pasti akan berhasil mengalahkan kubu arogansi. Karena, kekuatan pedang kaum arogan akan tumpul di hadapan partisipasi dan keimanan bangsa-bangsa ini."
Menyinggung tipu daya musuh terhadap Republik Islam yang tidak pernah berhenti dalam 33 tahun ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, "Saat ini Barat terus mengumbar kata-kata tentang sanksi terhadap Iran. Mereka tak menyadari bahwa bangsa Iran sudah mengimunisasi diri menghadapi segala bentuk sanksi setelah diembargo selama 30 tahun." Beliau menambahkan, "Selama tiga dekade ini, bangsa Iran sudah mengorbankan jiwa, harta dan orang-orang yang dikasihi untuk melawan konspirasi dan embargo-embargo ini, sehingga hari ini dibanding 30 tahun yang lalu, kami sudah lebih kuat 100 kali lipat."
Ayatollah al-Udzma Khamenei kembali menyinggung kemajuan Iran dan mengatakan, "Hari ini, kaum Muslimah Iran yang terhormat hadir di semua medan kemajuan dan pembangunan. Kalangan wanita terpelajar Iran menjelma sebagai komunitas yang paling mukmin dan revolusioner di negeri ini di tengah propaganda gencar corong media Barat yang berusaha memutarbalikkan fakta."
Seraya mengingatkan upaya Barat yang berusaha membuat Republik Islam Iran mencabut dukungannya kepada bangsa Palestina, beliau menekankan, "Tanpa mempersoalkan masalah Syiah dan Sunni, kami berdiri berdampingan dengan saudara-saudara Muslim yang lain." Ditambahkannya, "Dengan inayah Allah, bangsa Iran dan Republik Islam Iran akan terus mendampingi rakyat Palestina, bangsa-bangsa yang sudah bangkit, dan siapa saja yang melawan AS dan zionisme. Bangsa Iran akan membela mereka tanpa pernah cemas menghadapi kekuatan manapun." (IRIB Indonesia)
Mengenal Situs Islam Bersejarah Iran
Di antara 73 warisan budaya Republik Islam Iran yang tercatat di UNESCO tercatat 15 tempat bersejarah. Tempat-tempat bersejarah tersebut adalah Ziggurats, Chogha Zanbil, Persepolis (Takht-e Jamshid), Lapangan Naqsh-e Jehaan (Meidan Emam), Takht-e Soleyman, Pasargadae, Arg-é Bam, Gonbad-e Soltaniyeh, Bisotun, Kara Kilise (The Saint Thaddeus Monastery), the Shushtar Historical Hydraulic System (Pol-e Kaisar), Bāzār-e Tabriz (The Bazaar of Tabriz), Aramgah Sheikh Safiuddin Ardebili (Sheikh Safi al-Din Khānegāh and Shrine Ensemble), Nuh Bagh-e Iran, Masjid Jame Isfahan dan Gonbad-e Qābus.
Pekan lalu dua warisan budaya Republik Islam Iran, Gonbad-e Qabus dan Masjid Jame Isfahan dicatat sebagai warisan budaya dunia oleh UNISCO di sidang ke 36 yang digelar di kota St Petersburg, Rusia. Dengan dibukukannya dua warisan budaya Iran ini oleh UNISCO maka jumlah tempat bersejarah Iran yang dicatat organisasi dunia tersebut mencapai 15 buah.
Laman resmi UNISCO menyebut bahwa arsitek bangunan Masjid Jame Isfahan sangat menakjubkan dan menggambarkan perkembangan bangunan masjid selama 12 abad. Adapun dua gonbad (kubah) yang berada di belakang masjid menjadi bukti dari kemajuan arsitek bangunan. Masjid Jame Isfahan termasuk bangunan Islam paling tertua di Iran. Para arkeolog mengatakan bahwa kemungkinan masjid ini sebelum Islam merupakan pusat keagamaan terpenting di kota Isfahan. Hal yang menakjubkan adalah sejumlah bangunan masjid ini memiliki usia ribuan tahun dan berulang kali direnovasi.
Arthur Pope, arkeolog asal Amerika Serikat saat menyaksikan bangunan masjid ini mengatakan,"Ketika menyaksikan Masjid Jame Isfahan dan berdiri di bawah kubahnya, saya baru menyadari bahwa seluruh jiwaku telah tersedot oleh keindahan bangunan ini. Karena di bawah kubah inilah keahlian arsitek Iran dapat dipahami dan orang akan tunduk mengakui keagungan masjid ini. Selanjutnya saya sering berkunjung ke Masjid Jame Isfahan dan dengan menyaksikan bangunan ini tak terasa mulutku langsung memberikan pujian. Uniknya lagi kecintaanku terhadap Isfahan dan Iran semakin tebal."
Masjid Jame Isfahan merupakan gabungan dari keindahan seni dan arsitek Iran sepanjang sejarah. Masjid ini memiliki delapan pintu masuk yang menghubungkan setiap ruangan. Kedelapan pintu tersebut tidak dibangun dalam satu waktu. Setiap pintu masuk dibangun di zaman tertentu dan berkaitan dengan sejarah ruang setelahnya. Lorong-lorong yang ada di sekitar masjid mencerminkan interaksi kuat antara masjid dan demografi kuno kota.
Masjid Jame Isfahan dibangun dengan empat ruang utama yang menjadi ciri utama pembangunan masjid di Iran. Ruang tersebut dihiasi dengan kerajinan keramik khas Iran. Pemandangan di dalam masjid dan dinding keramiknya merupakan peninggalan abad ke 9 H (15 M), namun demikian tiang di sebelah selatan masjid dan kubahnya dibangun di abad ke lima Hijriah. Nizam al-Mulk, menteri di zaman pemerintahan Malek Shah Seljuq yang memerintahkan pembangunan ruang besar di Masjid Jame Isfahan pada tahun 479 H (1086 M). Ruangan ini berdiameter 30 kali 60 meter, dengan ketinggian 100 meter. Di ruangan ini terdapat kubah yang dikenal dengan nama Kubah Nizam al-Mulk. Kubah ini dihiasi dengan beragam hiasan mulai dari prasasti, lukisan bunga hingga lukisan geometris.
Mihrab dengan hiasan ukiran kapur terindah di dunia berada di kota Isfahan, tepatnya Masjid Jame. Di mihrab ini terhias nama Sultan Muhammad Khodabandeh yang sebelum masuk Islam bernama Oljaitu dan setalah memeluk agama Islam ia menamakan dirinya dengan Khodabandeh. Mihrab Oljaitu dengan dua garis melengkung menjadi bukti dari keindahan mihrab ukiran kapur di masjid Iran. Masih ada lagi, mihrab ini juga dihiasi berbagai kaligrafi indah, lukisan bercorak bunga dan geometris. Bangunan indah ini dibangun tahun 710 H (1310 M) di tangan arsitek kenamaan, Haidar.
Kubah yang terletak di sebelah utara Masjid Jame Isfahan saat ini dikenal dengan nama Kubah Tajul Muluk atau Kubah Tanah. Bangunan ini dibangun di atas lahan persegi empat dengan ketinggian 60 meter serta memiliki nilai seni Iran yang kental. Ruang di bawah kubah dibangung dengan seni tersendiri mulai dari pintu masuk, ruang kecil serta tiang-tiang bangunan dengan berbagai hiasan yang tampak mulai dari dinding hingga ruang kubah. Sejumlah prasasti dan kaligrafi serta lukisan memiliki peran penting di kubah Tajul Muluk.
Kota bersejarah Gorgan termasuk salah satu kota besar Dunia Islam yang sejajar dengan kota bersejarah lain seperti Ray, Merv dan Gundeshapur (Jund-e Shapur). Gorgan memiliki tata kota modern dan seni arsitek tinggi. Hal ini bisa dibuktikan setelah diadakan penggalian dan penelitian peninggalan bersejarah di kota ini. Kota ini telah memiliki sistem pengairan modern sejak seribu tahun silam dan jalan-jalan di kota kuno Gorgan pun dibangun dengan batu-batuan yang tertata rapi.
Barang-barang antik seperti gelas, kristal dan barang kerajinan graba yang ditemukan menunjukkan bahwa kota Gorgan termasuk pusat industri kerajinan gelas dan graba di abad-abad setelah Islam. Meski kota Gorgan musnah akibat serangan tentara Mongol, namun puing-puing yang tersisa dari kota ini masih tetap menyisakan keagungan Gorgan dan salah satu saksi sejarah yang masih tersisa adalah Gonbad-e Qabus.
Gonbad-e Qabus adalah bangunan bersejarah abad keempat hijriah dan saat ini terletak di kota Gonbad-e Kāvus, utara Iran. Gonbad ini memiliki ketinggian 70 meter dan termasuk bangunan tanah liat tertinggi di dunia. Berdasarkan penjelasan yang tertulis di prasasti Gonbad-e Qabus, bangunan ini dibangun oleh Amir Shams al-Ma'ali tahun 397 H (1006 M) dan pembangunannya memerlukan waktu selama lima tahun. Ketinggian Gonbad-e Qabus hingga di bawah kerucut mencapai 37 meter dan ketinggian kubahnya mencapai 18 meter. Total ketinggian bangungan ini mencapai 55 meter. Jika kita tambahkan dengan tanah yang dijadikan landasannya maka ketinggian Gonbad-e Qabus bisa mencapai 70 meter.
Sejumlah ornamen yang menghiasi Gonbad-e Qabus meski terlihat sederhana, namun indah dan menjadi contoh seni Islam. Seni kaligrafi berbentuk sabuk yang melingkari bangunan menggunakan tulisan Kufi. Bahan utama bangunan Gonbad-e Qabus adalah tanah liat dan akibat faktor iklim warna kapur serta tanah liat yang semula merah menjadi perunggu. Saat proses pembangunan karena tidak adanya teknologi modern, digunakanlah tanah liat yang dibangun seperti tangga melingkar dan ketika selesai proses pembangunan masih tersisa jelas tanah di sekitar bangunan yang menyerupai bukit.
Gonbad-e Qabus dibangun untuk dijadikan kuburan dan hal ini dijelaskan oleh prasasti yang ada. Arthur Pope dalam hal ini mengatakan,"Di sisi timur jajaran gunung al-Borz dan di samping hamparan padang pasir luas di Asia terdapat peninggalan bersejarah yang menunjukkan keagungan arsitektur Iran. Bangunan tersebut adalah Gonbad-e Qabus yang menjadi makam Qabus bin Voshmgir. Sebuah makam yang indah meski tidak memiliki hiasan dan ornamen."(IRIB Indonesia)
Perempuan dan Pembangunan Sosial dalam Perspektif Islam
"Dalam memandang perempuan, terkadang kita melihat mereka sebagai manusia yang memiliki peran signifikan dalam proses pembangunan, dan terkadang kita juga harus fokus pada karakteristik unik yang mereka miliki sebagai seorang ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan istri."
Allah swt berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. an-Nahl: 97)
Jika kita ingin mendefinisikan perkembangan sosial dengan sebuah definisi umum, maka kita dapat mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah pergerakan sosial yang penuh kesadaran, terorganisasi dan terkoordinasi di berbagai tingkatan materil dan immateril ke arah yang lebih baik bagi kemanusiaan.
Definisi ini mencakup unsur-unsur seperti:
1. Tujuan kemanusiaan, sebuah tujuan yang berbeda dengan tujuan naluri hewaniah yang buta, gerakan ini hanya akan mengupayakan tujuan yang sesuai dengan aspirasi dan indikator fitrah manusia.
2. Aktifitas yang merdeka menuju target kemanusiaan, berbeda dengan aktifitas hewan. Ia adalah gerakan kesadaran, kebebasan dan intelektual.
3. Adanya keharmonisan, proporsionalitas, pengorganisasian semua aspek fisik dan moral, melalui gerakan ini.
Ini adalah syarat mutlak, pembangunan yang mengabaikan unsur proporsionalitas akan mewujudkan pertumbuhan alami di satu sisi atau beberapa sisi, sementara aspek-aspek lain mengalami kemacetan dan tidak berkembang, sehingga menyebabkan lahirnya ketimpangan dalam perjalanan pembangunan sosial dan berujung pada perpecahan dan kesenjangan.
4. Aksi sosial, dalam arti bahwa setiap bagian dari komponen masyarakat harus memberikan kontribusi untuk pembangunan ini dan tumbuh melaluinya, dan efek dari gerakan ini harus dapat dirasakan berbagai elemen dan komponen sosial.
Setelah pendahuluan ini, saya mencoba untuk menjadikan pembahasan ini dalam dua tema:
Pertama: Menyinggung peran perempuan dalam pembangunan sosial.
Kedua: Menyinggung beberapa seminar dan konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam hal ini, dan sikap kita mengenainya.
Tema pertama: Peran perempuan dalam proses pembangunan sosial
Dalam memandang perempuan, terkadang kita melihat mereka sebagai manusia yang memiliki peran signifikan dalam proses pembangunan, dan terkadang kita juga harus fokus pada karakteristik unik yang mereka miliki sebagai seorang ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan istri. Dengan demikian, mereka memiliki karakter yang berbeda dengan laki-laki dalam ketajaman emosional, potensi pengaruh, dan kemudian apa yang bisa mereka lakukan dalam fungsi-fungsi sosial yang khas.
Jika kita melihatnya sebagai elemen yang signifikan dalam proses pembangunan, dan memperhitungkan fakta bahwa "manusia adalah poros pembangunan" dan postulat yang menyatakan bahwa "pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi unsur keseimbangan peran semua elemen pembangunan dan keseimbangan fondasi-fondasi budaya immaterilnya", kemudian kita pahami bahwa komponen fitrah manusia adalah fondasi yang paling penting dan berpengaruh dalam eksistensi manusia, bahkan, tanpa adanya hal ini, manusia berubah menjadi "sesuatu" yang tidak bisa kita diskusikan tentang "hak-haknya" atau "pertumbuhan sosialnya" , atau "keadilannya", atau "moralitasnya", atau bahkan "eksistensi peradabannya".
Dan kami tambahkan sebuah hakikat lain, yaitu bahwa agama -yang ajaran pokoknya bersumber dari sumber-sumber fitrah- adalah serangkaian formula sempurna yang diciptakan Allah Sang Pencipta agar manusia mencapai kemajuan baik fisik dan moralnya secara integral, dan bahwa agama adalah satu-satunya aturan yang dapat memberikan ketetapan -dalam proses ini- identitas pribadi, ketenangan dalam hati dan harapan untuk masa depan. Sebagaimana ia mampu memecahkan persoalan-persoalan sosial dasar, dengan memecahkan kontradiksi antara egoisme dan berkarya untuk kemaslahatan sosial, melupakan sejenak kepentingan pribadi dalam proyek sosial, memecahkan problematika kontradiksi antara atheisme dan keimanan yang berlebihan terhadap sesuatu yang relatif (kelak disebut syirik).
Jika kita mencermati semua fakta tersebut, maka kita akan memahami bahwa perempuan adalah poros pembangunan dan perkembangan sosial. Tidak akan ada satupun proses perkembangan sosial yang akan terwujud sesuai dengan jati diri dan motifnya, kecuali jika sensitifitas dan fitrah manusia berkembang dalam eksistensi perempuan dan memberikannya kedudukan kemanusiaan yang alami, menghilangkan semua perbedaan –dari segi kemanusiaan- antara laki-laki dan perempuan dengan memberikannya peran yang sama dalam pembangunan, kemudian berupaya mengambil faidah dari potensi kemanusiaan yang baik ini untuk kemaslahatan komunitas sosial dengan metode terbaik.
Dan tidak lupa pula kami isyaratkan, bahwa jika perempuan sudah memiliki keteguhan dalam karakternya, ketenangan dalam hatinya, optimisme dalam eksistensinya, maka ia akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sosial dan memantapkan fondasi yang kokoh.
Peran Perempuan Sesuai Karakternya
Jika kita menelaah dan memfokuskan diri terhadap karakter dan ciri khas yang membedakan perempuan dengan laki-laki, kita akan menemukan bahwa karakternya sama sekali tidak mengurangi kadar kemanusiaannya, bahkan memberikan nilai tambah, meskipun kita menemukan sedikit perbedaan, dalam arti ada pembagian secara alami potensi rahmat ilahiyah antara tugas laki-laki dengan tugas perempuan dalam proses pembangunan sosial, bahkan secara individu.
Wanita sebagai istri dan wanita sebagai ibu memiliki peran yang berbeda dari semua peran laki-laki sebagai suami atau laki-laki sebagai ayah, hanya saja, dua fungsi ini –meskipun berbeda- berjalan saling melengkapi, dimana salah satunya tidak mungkin melepaskan diri dari peran yang lainnya, satu peran tidak bisa menggantikan peran pihak lainnya.
Setelah pemaparan di atas, bisa kita simpulkan, bahwa perempuan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menyokong pertumbuhan sosial, meskipun faktor pertumbuhan sangat beragam, mencakup berbagai aspek; efektifitas, tujuan akhir, konsep dan materi, namun mengesampingkan peran perempuan hanya akan membuat dampak negatif yang sangat besar, karena bagaimanapun, perempuan memiliki peran yang sangat krusial, di antaranya:
1. Mempersiapan lingkungan keluarga yang sehat dan mengkondisikannya. Dengan demikian, ia telah meletakkan batu fondasi masyarakat yang sehat, memiliki keteguhan dan karakter serta masa depan yang cerah.
Tanpa adanya ini, masyarakat akan tetap terkoyak secara emosional, bermoral lemah, rawan kejahatan, mendatangkan kemalasan dan menghilangkan sifat kreatif sedikit demi sedikit.
Wanita yang menjadi ibu yang benar dan istri yang salehah adalah kekuatan keluarga yang saleh, dan keluarga inilah yang menjadi fondasi dari masyarakat yang saleh (sebagaimana yang ditegaskan teks-teks Islam).
2. Memberikan suasana yang tepat untuk membina generasi yang kuat.
Sebagaimana yang telah kami katakan: bahwa manusia yang saleh adalah poros pembangunan yang memerlukan sebuah proses pendidikan berkelanjutan agar bisa mengoptimalkan energi yang dimilikinya dan memancarkan semua potensi dirinya, karena, semua potensi tidak bisa muncul secara instan atau otomatis, tetapi memererlukan proses pendidikan dan kondisi yang mendukung berlangsungnya pendidikan tersebut.
Tidak diragukan lagi, bahwa perempuan memiliki dampak terbesar dalam pendidikan kemanusiaan, dan di belakang setiap tokoh besar terdapat peran wanita yang agung -seperti yang mereka katakan- bahkan, dalam sejarah kita, tidak terhitung banyaknya pahlawan agung dari kaum wanita.
3. Mempersiapkan suasana dan lingkungan yang penuh semangat dan kasih sayang sesuai dengan sifat alamiah wanita, sehingga bisa mengatasi hambatan di satu sisi dan menciptakan pembangunan sosial yang berkelanjutan di sisi lain.
Masyarakat yang tidak memiliki sensitifitas emosi dan semangat adalah masyarakat yang kaku dan lingkungan yang beku. Mungkin saja mereka mengalami kemajuan dalam beberapa bidang materil, akan tetapi mereka kehilangan kesucian kemanusiaan yang diinginkan, dengan demikian mereka akan kehilangan kemampuan untuk menciptakan perkembangan yang seimbang.
Oleh karena itu, tampak jelas bahwa perempuan memiliki peran dalam memberikan suasana kekeluargaan yang bersih. Dan keluarga, dengan berbagai formulanya dalam konsep klasik, seperti yang dikenal oleh semua masyarakat dan agama, adalah landasan pokok dalam proses pembangunan.
Jelas pula, bahwa serangan apapun yang diarahkan kepada peran wanita dalam membangun keluarga yang telah disebutkan, upaya apapun untuk meminimalisir pentingnya ikatan keluarga yang suci, atau upaya untuk menanamkan konsep-konsep baru yang selaras dengan motif kontemporer, melemahkan ikatannya, atau menciptakan konsep semu, semua itu hanya akan mengakibatkan efek negatif yang sangat besar, mengancam kelangsungan masa depan manusia secara keseluruhan dan menjauhkan mereka dari pergerakan pembangunan yang diinginkan. Bahkan, ini jelas-jelas sebuah konspirasi untuk menuntaskan eksistensi manusia, meskiupun konspirasi ini dikemas dibalik tirai pelayanan negara untuk proses pembangunan.
Tema kedua: Upaya Negara dalam Pembangunan Masyarakat
Tidak diragukan lagi, bahwa proses pembangunan banyak dipengaruhi oleh kegiatan PBB, terutama pada tahun-tahun terakhir, mengadakan berbagai seminar internasional dalam berbagai level, seperti Konferensi Bucharest, 1974, Konferensi Mexico City tahun 1984, Muktamar Kairo tahun 1994, Konferensi Kopenhagen tahun 1995 dan konferensi internasional lainnya, terutama Konferensi yang khusus membahas mengenai hak-hak wanita, seperti Konferensi Nairobi dan Konferensi Beijing. Konferensi tersebut memfokuskan diri pada peran keluarga dalam proses pembangunan dengan meneliti berbagai komunitas internasional. Hanya saja, para peneliti tidak berlaku seimbang, mereka tidak memperhatikan peran agama dalam kehidupan dan melupakan pengaruh unsur spiritual dalam pembangunan.
Nota Kairo yang diusulkan pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan merupakan gelombang besar yang mengguncang situasi. Para pejuang keikhlasan melihat adanya konspirasi untuk menghapus semua nilai-nilai dan kesucian kemanusiaan, karena terciumnya upaya untuk membongkar ikatan keluarga, menempatkan konsep pluralisme untuk keluarga dan membuka peluang untuk hubungan di luar ikatan keluarga. Saya menghadiri konferensi ini sebagai kepala delegasi Iran Islam dengan harapan bahwa kita bisa meninggalkan dampak positif pada nota ini dan demikianlah apa yang terjadi.
Meskipun kurangnya koordinasi antara sikap negara-negara Islam -yang beberapa dari mereka tidak bisa menghadiri konferensi tersebut-, meskipun kuatnya tekanan yang dilakukan Barat anti-Islam, akan tetapi kami mampu membentuk benteng Islam yang kuat berkolaborasi dengan kelompok agama Kristen sehingga mampu mengubah puluhan istilah dan posisi dalam nota Konferensi tersebut, seperti penghapusan istilah "hak seksual", dan "ikatan lain" selain pernikahan serta meretifikasi materi yang mengizinkan adanya aborsi dan lain-lain. Dalam sebuah pertemuan internasional, Saya telah menyampaikan beberapa hal dalam sebuah pidato:
Pertama: Ketika kita mencoba untuk mengorganisir pergerakan penduduk dalam rangka pembangunan yang diinginkan, maka sebelumnya, kita harus melihat manusia dari semua aspeknya; materi dan moral, sehingga menjadi perencanaan yang integral dengan fitrah kemanusiaannya dan posisinya di alam semesta. Dalam hal ini, kami percaya bahwa masalah sosial tidak terletak pada kurangnya sumber daya alam untuk merespon tingkat pertumbuhan penduduk, akan tetapi berasal dari tidak adanya optimalisasi dalam mengolah potensi dan adanya pola ketidakadilan dalam distribusi. Al-Quran mengatakan setelah menyebutkan berbagai karunia Ilahi:
"Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur."(QS. Ibrahim: 37)
Kedua,sesungguhnya dengan memperhatikan realitas manusia sepanjang sejarah dan apa yang telah ditentukan oleh hukum-hukum Allah dalam teori-teori sosial, menegaskan bahwa entitas keluarga adalah landasan dalam pembangunan sosial. Setiap upaya untuk melemahkan atau menempatkan pengganti peran keluarga berarti pukulan dahsyat bagi perjalanan kemanusiaan yang otentik, namun hal ini tidak berarti bahwa kita tidak perlu mengorganisir entitas ini dengan cara-cara yang disyariatkan, karena hal ini merupakan bagian dari pengaturan dan pengarahan pembangunan.
Ketiga: perempuan sebagai bagian dari komunitas manusia memilikki peran yang penting dalam membangun dan memberikan warna dalam sosial, politik. Dan dalam menjalani perannya, perempuan diwajibkan untuk tidak melanggar kehormatan atau melecehkan nilai-nilai kemanusiannya.
Keempat: semua langkah strategis untuk menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan tidak mungkin melupakan peran nilai-nilai moral dan akidah keagamaan dalam membentuk fondasi pertumbuhan dan pemenuhan tuntutan manusia –sebagai poros pembangunan- secara seimbang. Dengan demikian, wajib menegaskan nilai-nilai moral ini dan berupaya untuk menegakkannya dan melenyapkan semua nilai yang bertentangan dengannya.
Kelima: sesungguhnya prinsip keseteraan dalam hal memanfaatkan kekayaan alam, yang merupakan hibah Allah, memanggil kita semua untuk menciptakan pemerataan tingkat kehidupan dan dalam level yang lebih luas. Hal ini menjadikan negara-negara besar memiliki beban yang sangat besar, dimana ia tidak mampu melepaskan diri dari kewajiban ini jika ia menginginkan terciptanya integrasi manusia yang diinginkan.
Keenam: Hak asasi manusia, sebagaimana ditentukan oleh piagam-piagam internasional dan piagam lain, seperti Piagam Islami harus dijaga secara serius. Akan tetapi, secara alami, negara atau komunitas manapun tidak berhak memaksakan konsepnya kepada negara lain atau mencoba untuk mengabaikan unsur-unsur budaya dan keagamaan yang dimiliki negara lain melalui pemahamannya sendiri, akan tetapi, semua negara bisa mencapai definisi umum yang dapat diterima semua pihak, sehingga memungkinkan untuk merealisasikan hakikat ini tanpa adanya semacam serangan. Dan piagam-piagam ini hendaknya menjadi suatu hal yang bisa dijadikan pegangan melalui ketelitian dan kecermatan, sehingga tidak dapat dieksploitasi dengan mudah.
Peran Organisasi masyarakat dalam merealisasikan tujuan negara
Umat manusia telah jauh berkembang melalui pembentukan berbagai lembaga negara yang universal untuk memecehkan semua problematikanya, merealisasikan kesepahaman antara anggota-anggotanya, berupaya untuk sampai kepada wacana global dan meninggalkan pengaruh positif dalam level internasional.
Maka terbentuklah PBB sebagai organisasi terbesar berskala internasional dengan berbagai sub organisasi yang bernaung di bawahnya, meliputi masalah budaya, ekonomi, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain.
Selain itu, didirikan pula Gerakan Non -Blok dalam cakupan yang lebih sempit dan OKI dalam tataran dunia Islam.
Selain itu, muncul pula berbagai organisasi dan lembaga-lembaga internasional yang memiliki efek yang besar dalam perjalanan pembangunan. Hanya saja, mayoritas organisasi internasional masih mengalami berbagai kendala yang menyulitkan mereka untuk mencapai tujuan kemanusiaan, di antaranya adalah hal-hal di bawah ini:
1. Keputusan-keputusan organisasi ini hanya mampu merealisasikan kemaslahatan bagi pemerintahan dan tidak begitu terlihat pengaruhnya pada level masyarakat, bahkan, pada kenyataannya, keputusan itu hanya menguntungkan poros yang sedang berkuasa saat itu, jika kita tidak ingin mengatakan: keputusan itu hanya menguntungkan satu blok yang berkuasa saja pada masa itu.
2. Pada kenyataannya, pada beberapa kasus, organisasi ini justeru bergerak di bawah tekanan kekuatan yang memerangi Islam, seperti zionisme, gerakan atheis kapitalis dan gerakan-gerakan lain yang justeru memberikan sumbangan terbesar atas kerugian bagi perjalanan kemanusiaan.
3. Jika kita menganalisa keputusan-keputusannya, terkadang kita mendapati bahwa organisasi ini hanya memberikan penyelesaian semu terhadap berbagai tuntutan masyarakat, bersifat formal tanpa ada pengaruh yang sigifikan. Seperti dalam ketetapan tentang hak-hak asasi manusia, memerangi rasialisme, membela hak-hak perempuan, mengorganisir proses pertumbuhan kemasyarakatan dan lain-lain. Kita temukan bahwa keputusan diambil dengan mempertimbangkan kepentingan sempit, sementara keputusan hakikinya tetap berada di atas kertas, selagi tidak sesuai dengan kepentingan pihak yang berkuasa.
Seperti halnya kelemahan yang kita lihat dalam resolusi-resolusi Organisasi Konferensi Islam dalam menangani berbagai isu-isu Islam, meskipun kuatnya syiar-syiar dalam masalah Palestina -misalnya- atau masalah lain, tetapi mereka tetap tidak mampu mengeksekusinya.
4. Kemudian keputusan yang diambil banyak menggunakan cara wait and see, kompromi, moderat, metode di balik layar dan lain-lain sehingga memperlambat solusi yang diperlukan dan menimbulkan efek-efek negatif lainnya.
Dari fakta-fakta di atas, kita menemukan adanya ruang yang leluasa untuk organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan internasional dan berusaha menekan pihak berwenang untuk mengambil keputusan yang lebih sesuai dengan target yang hendak dicapai.
Partisipasi organisasi-organisasi ini dapat meninggalkan efek positif dari berbagai segi, di antaranya:
1. Karena organisasi-organisasi akar rumput lebih dekat dengan realitas masalah-masalah sosial, maka mereka lebih memahami solusi yang diperlukan masyarakat, dan karenanya, mereka dapat membuat resolusi yang lebih tepat untuk tujuan ini.
2. Karena organisasi non-pemerintah mampu menganalisis secara bebas, tidak terikat oleh formalitas, maka mereka dapat mencapai solusi yang realistis dan menyuarakannya dengan tegas di depan forum internasional.
3. Bahwa kehadiran organisasi-organisasi ini menjadi penyambung lidah antara masyarakat dengan penguasa dan bisa menjadi opini publik internasional yang baik, sehingga otoritas resmi tidak memiliki pilihan lain, kecuali merespon opini publik ini. Dengan demikian, pemerintah akan memiliki semangat publik dan langkah-langkah agresif menuju sesuatu yang lebih realistis.
Kesimpulan
Dari apa yang telah dipaparkan di atas, kita dapat menentukan fakta-fakta berikut:
1. Proses pembangunan sosial adalah proses kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh batas-batas kebangsaan, geografis atau materi, dan bahwa wanita dalam konsep Islam merupakan sebuah elemen penting dalam proses ini, dan tanpa mereka, proses ini akan stagnan dan tidak efektif.
2. Dunia baru menyadari fakta ini setelah Islam mencetuskannya lebih dari sepuluh abad sebelumnya, ketika Islam mempersamakan wanita dan pria dalam proses kemasyarakatan dan memberikan hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan politik, ekonomi dan sosial.
3. Pemerintah dan badan-badan resmi memiliki peran penting dalam mencapai pola-pola emansipasi ini, akan tetapi, itu tidak akan mencapai hasil yang diinginkan kecuali dengan adanya organisasi akar rumput yang bergerak untuk mendorong maju proses ini.
4. Organisasi Konferensi Islam belum mencapai harapan yang diinginkan dalam hal ingetralisasi emansipasi perempuan dengan pandangan Islam tentang perempuan serta belum memberikan peran dasar yang diinginkan, sehingga tetap tertinggal dari karakter Islam yang sejati. Mulai saat ini, OKI harus berpacu dengan waktu untuk menjamin tercapainya keselarasan ini.
Sebenarnya, keputusan KTT Kedelapan yang diadakan di Teheran merupakan preseden yang baik dalam bidang ini, akan tetapi, menurut hemat saya masih tetap terbelakang untuk mengikuti perkembangan internasional yang begitu pesat dalam hal ini.
Di sini, saya ingin mengatakan bahwa kita tidak boleh melupakan tantangan-tantangan yang kita hadapi dalam abad kedua puluh satu ini; baik pengembangan politik, ekonomi, sosial, tantangan globalisasi, tantangan dominasi budaya, revolusi media massa dan tantangan dalam bentuk slogan-slogan yang gemerlap, padahal di baliknya tersembunyi permusuhan akan hubungan kemanusiaan.
Hal ini mendorong kita untuk lebih kreatif dalam semua bidang. Sebut saja misalnya dalam bidang olahraga, kita tidak dapat membiarkan perempuan menjadi pemalas dan berbadan lemah, akan tetapi, kita juga harus merancang metode yang bisa menjaga harga diri perempuan dan sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagai metode alternatif untuk metode yang selama ini digunakan dan bertentangan dengan semua nilai dan kebiasaan Islam. Ini hanyalah salah satu contoh perlunya melakukan pengembangan dan perubahan di berbagai bidang. Seperti halnya bidang politik, tidak ada alasan untuk mengabaikan peran aktif perempuan dalam perumusan keputusan politik, dan justru inilah yang hilang dalam beberapa wilayah Islam. Bahkan, kami menemukan beberapa kelompok yang mewajibkan perempuan untuk menjadi pesakitan dalam rumahnya, jauh dari pendidikan, alih-alih berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sebagai hasil dari ijtihad yang keras dan jauh dari ruh Islam. Langkah ini, selain mendistorsi pencitraan Islam juga akan menghambat perjalanan bangsa untuk menghadapi tantangan yang telah disebutkan.
Pada saat ini, kita tidak perlu menuliskan strategi budaya kita dalam berbagai bidang, atau menyetujui daftar hak asasi manusia dalam perspektif Islam, bahkan tidak perlu merumuskan strategi informasi atau sosial dunia Islam, semuanya itu telah dikodifikasi sejak lama, semua sudah begitu jelas dalam benak orang-orang yang sadar akan ajaran Islam, akan tetapi, yang diperlukan adalah bekerja secara terstruktur dan terpadu –pada level dunia Islam– untuk mengeksekusi strategi yang disepakati baik dalam konferensi Islam internasional seperti KTT Keenam di Dakar (Senegal) atau konferensi ke 18 Menteri Luar Negeri di Kairo atau Konferensi lainnya.
Sayangnya, harus saya katakan bahwa dunia Islam pada tingkat Organisasi Konferensi Islam belum sepakat akan formula praktis untuk mengimplementasikan strategi ini meskipun sudah banyak contoh konsep operasional di berbagai tempat.
Pada akhir pembahasan ini, saya tegaskan bahwa ummat Islam memiliki karakteristik tertentu yang menunjukkan identitasnya dan menggambarkan nilai-nilai al-Qur'an, seperti: karakteristik ilahiyah dan menggantungkan semua doktrin dan undang-undang kepada Allah. Selain itu ada juga karakteristik etis, yang mencerminkan semua nilai-nilai moral Islam, membuang semua kecacatan dan konsep tidak bermoral, dimana naluri seksual memainkan peranannya dalam mendistorsi konsep yang benar. Tidak mungkin umat bisa membanggakan diri, kecuali jika menerapkan ajaran Islam yang luhur, menciptakan interaksi antara mereka atas dasar standar Islam, membentengi masyarakat dengan wawasan yang diperlukan, serta menciptakan -termasuk komponen perempuan yang memegang peranan besar- berbagai solusi untuk menghadapi berbagai tantangan.
Kebangkitan Islam adalah takdir kita, jika tidak, maka tantangan yang datang akan menghancurkan jati diri kita.
Di sini terlihat jelas besarnya peran ulama, laki-laki dan perempuan, untuk bertindak sebagai ahli waris para nabi. Semoga Allah Swt membimbing kita menuju ridha-Nya dan mewujudkan harapan kita. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
Mekanisme Pembelanjaan Harta dalam Perspektif Al-Quran
Pendahuluan
Al-Quran bagi kaum Muslimin diyakini bukan hanya kitab suci 'ansich' yang bersifat pasif, tapi dijadikan sebagai pedoman hidup dalam melakukan ibadah, muamalah dan pembinaan akhlak.
Aspek yang menarik untuk dikaji lebih mendalam ialah bagaimana nilai-nilai Islami (syariah) dilaksanakan dalam berbagai sendi kehidupan, salah satunya ialah mengenai pembelanjaan harta.
Harta sebagai salah satu amanah yang diberikan oleh Allah kepada ummat manusia harus disyukuri dalam parameter nilai-nilai Islami. Pertanyaan yang segera muncul ialah jika berkaitan dengan masalah pembagian harta, bagaimana mekanismenya? Kalau sasarannya ialah 'optimalisasi pembelanjaan harta' sementara secara realitas timbul kesenjangan sosial; salah satunya di Indonesia dengan kondisi masyarakat mayoritas Islam.
Fenomena distribusi harta merupakan suatu makna yang sangat menarik untuk dikaji sebagai upaya untuk mengarahkan pada solusi dari permasalahan kesenjangan sosial terutama dalam struktur sosial masyarakat Indonesia.
Prinsip dalam Distribusi Harta
Prinsip utama yang menentukan dalam distribusi harta ialah keadilan dan kasih sayang. Tujuan pendistribusian meliputi: Pertama, agar kekayaan tidak menumpuk pada sebagian kecil masyartakat, tetapi selalu beredar dalam masyarakat. Kedua, pelbagai faktor produksi yang perlu mempunyai pembagian yang adil dalam kemakmuran negara. Pengertian dari pembersihan jiwa dalam dataran doktrin diimbangi dengan pertimbangan keadilan untuk mewujudkan suatu sistem kehidupan yang sejahtera. Islam menghendaki kesamaan di kalangan manusia di dalam perjuangannya untuk mendapatkan harta tanpa memandang perbedaan kelas, kepercayaan atau warna kulit.(Rahman:1995:83)
Tujuan utama Islam ialah memberikan peluang yang sama kepada semua orang dalam perjuangan ekonomi tanpa membedakan status sosialnya, di samping itu Islam tidak membenarkan perbedaan kehidupan lahiriah yang melampaui batas dan berusaha mempertahankannya dalam batasan-batasan yang wajar dan seksama. Dalam rangka mengontrol pertumbuhhan dan penimbunan harta kekayaan, Islam mencegah terjadinya penimbunan dan menolong setiap orang untuk membelanjakannya demi kebaikan masyarakat.
Pesan al-Quran di dalam surat al-Isra ayat 16, "Dan jika Kami hendaki membinasakan suatu negeri, Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (Qs.17:16)
Firman Allah di atas merupakan hukum Allah terhadap orang-orang yang bermewah-mewahan tanpa memberikan kewajiban kepada yang berhak menerimanya. Pola hidup yang dijalankan atas dasar bermewah-mewahan dalam dataran mencapai tujuannya tidak segan-segan menindas golongan miskin dan lemah untuk maksudnya yang individualistis, oleh karena itu orang hanya kaya bertambah kaya dan orang miskin akan semakin miskin, alur dari problematika tersebut akan memporak-porandakan keutuhan masyarakat.
Perintah Allah dalam Pembelanjaan Harta
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ialah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Qs.2:161)
Pesan yang sangat indah dari ayat di atas seharusnya merupakan dorongan bagi ummat Islam untuk menafkahkan hartanya. Dalam dataran sosial, refleksi ayat ini apabila diimplementasikan pada kehidupan masyarakat akan membawa ketenangan dan ketentraman bermasyarakat.
Kontribusi menafkahkan sebahagian harta di jalan Allah mencakup banyak aspek meliputi perhatian terhadap pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas pendidikan, pembangunan rumah sakit dan sarana sosial lainnya. (Selanjutnya lihat al-Quran 16:71, 24:22, 25:67, 57:7, 59:9, 64:16, 74:6, 92:17-21, 2:273-274, 2:177, 17:26, 70:19-27, 90:12-16).
Infak dan shadaqah sebagai suatu anjuran mencakup aspek ubudiyah dalam upaya untuk taqarub illallah (mendekatkan diri kepada Allah) dan aspek sosial untuk meningkatkan kerukunan hidup bermasyarakat. Dalam dataran realitas, menafkahkan harta mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia apabila diimbangi dengan kesadaran dan pengelolaan yang baik. Selain menafkahkan harta (infak, shadaqah) hal yang terpenting dalam Islam ialah adanya kewajiban zakat yang telah diatur mekanismenya dalam syariah. Kesadaran untuk menunaikan zakat serta pengelolaan yang baik merupakan sarana jitu untuk membangun bangsa dalam proses mengentaskan kemiskinan.
Islam menyuruh semua orang yang mampu bekerja dan berusaha untuk mencari rezeki dan menutupi kebutuhan diri dan keluarganya. Hal itu dilakukan dengan niat fi sabilillah. Namun, tidak semua orang mampu bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bagaimana dengan orang-orang yang lemah seperti anak kecil, anak yatim, wanita janda, dan yang sudah uzur? Apa yang dapat dilakukan oleh orang yang mampu bekerja dan berusaha tetapi tidak memperoleh kesempatan? Apa pula yang akan diperbuat oleh orang yang sudah bekerja tetapi penghasilannya tidak memadai? Apakah mereka dibiarkan dalam kemiskinan dan dihimpit kemelaratan? Sementara di sisi lain, di antara masyarakat ada yang berkecukupan bahkan berlebih-lebihan.
Islam menjawab permasalahan tersebut dengan adanya suatu aturan yang sangat teratur, serasi dan seimbang. Salah satu mekanisme pengentasan kemiskinan ialah realisasi zakat dalam pengelolaan yang benar. Secara sangat sistematis al-Quran memberikan gambaran dalam surat at-Taubah ayat 60, "Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Qs.9:60)
Dalam pembahasan ayat di atas, zakat diberikan pada orang-orang yang berhak mendapatkannya meliputi fakir, miskin, amil, muallaf, gharim, ibnu sabil dan fisabilillah. Apabila dikelola secara amanah dan profesional memberikan kontribusi yang tidak sedikit (Selanjutnya lihat al-Quran 9:103, 2:26, 6:141-142, 9:34-35, 17:26).
Larangan dalam Pembelanjaan Harta
"Maka terbenamlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi, maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)." (Qs.28:81)
Ayat di atas merupakan salah satu bukti keserakahan akibat dari terlalu cinta terhadap harta sehingga lupa bahwa harta merupakan amanat Allah dan dari sebagian harta tersebut terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Fenomena Karun, apabila dicermati lebih mendalam merupakan salah satu contoh riil dari kecintaan secara berlebihan terhadap harta yang mengarahkan pada suatu keyakinan bahwa hartanya dapat mengekalkan kehidupannya.
Secara bijaksana al-Quran telah menginformasikan suatu larangan berdimensi sosial untuk kesejahteraan manusia agar harta tidak hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Larangan dalam pembelanjaan harta melingkupi tiga (3) macam, antara lain: Pertama, larangan bersikap kikir dan menumpuk harta. Kesadaran untuk membantu penderitaan yang dialami orang-orang yang kekurangan sangat mendapatkan porsi yang besar di dalam Islam. Keseimbangan yang diciptakan Allah dalam bentuk aturan-aturan yang bersifat komprehensif dan universal yaitu al-Quran dalam konteks hubungan sosial, apabila diimplementasikan dengan mengambil suri teladan para Nabi dan Rasul dan orang-orang beriman masa lalu membawa dampak terhadap distribusi pemerataan tingkat kesejahteraan.
Sikap kikir sebagai salah satu sifat-sifat buruk manusia (lihat Qs.70:19) harus dikikis dengan menumbuhkan kesadaran bahwa harta adalah amanah Allah swt yang harus dibelanjakan sebahagian dari harta tersebut kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya.
Larangan kikir terhadap harta membuktikan kurangnya nilai kepekaan sosial, padahal manusia sebagai makhluk sosial (homo_homini_lupus) tidak hanya hidup sendiri tetapi membutuhkan pertolongan orang lain walaupun tidak secara langsung terjadi interaksi.
Sikap kikir akan mengarahkan manusia pada kategori orang-orang yang sombong dan membanggakan diri, dengan menganggap harta yang dimiliki hasil dari jerih payah sendiri tanpa sedikitpun bantuan pihak lain, padahal Allah swt sebagai Pemilik semesta alam beserta isinya termasuk harta yang dimiliki manusia. Firman Allah swt di dalam surat al-Hadiid ayat 23-24: "....Dan Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir...." (Qs.57:23-24).
Label sombong yang diberikan oleh Allah swt kepada orang-orang yang kikir, kalau ditelaah lebih jauh lagi membawa paradigma baru (pelaksanaan nilai-nilai Islami) menuju pemerataan kesejahteraan dengan meninggalkan paradigma lama (sikap kikir). Selanjutnya lihat Qs. 4:36-37, 3:180, 9:34-35, 70:15-18, 92:8-11, dan 47:36-38).
Sikap kikir tumbuh dari perilaku menumpuk-numpuk harta dan menghitung-hitung harta tersebut serta mempunyai anggapan bahwa harta tersebut dapat mengekalkan hidupnya. Ada sebuah peringatan dalam al-Quran yang berbunyi: "Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam huthanah." (Qs.104:1-4).
Kedua, larangan berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan. "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) mesjid, makan, minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Qs.7:31). "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur." (Qs.102:1-2)
Kedua ayat di atas secara tegas memberikan arahan untuk menghindari sikap berlebih-lebihan dan bermegah-megahan dalam hidup.
Fenomena zaman di tengah badai krisis yang melanda bangsa Indonesia sangat tepat untuk mengimplementasikan larangan berlebih-lebihan dan bermegah-megahan. Paradigma sikap hidup berlebih-lebihan dan bermegah-megahan di tengah kondisi sosial masyarakat yang serba kekurangan, membawa dampak kecemburuan sosial dan terbentuknya pengkotak-kotakan struktur sosial masyarakat.
Tanpa landasan akidah yang kuat pada struktur sosial masyarakat, menimbulkan dampak timbulnya kriminalitas disebabkan adanya kesenjangan sosial yang kian menguat. Terjadinya pemborosan-pemborosan di satu sisi sebagai salah satu pengaruh 'pola hidup konsumtif' dan di sisi lain tingkat kemiskinan semakin bertambah besar. Secara realistis fenomena tersebut menimbulkan dua struktur sosial yang saling kontradiktif, apabila tidak dilakukan upaya-upaya penyelesaian akan mengarah pada kekecewaan sosial yang merupakan bentuk lebih jauh dari kecemburuan sosial. Problematika tersebut kian meruncing karena semakin menipisnya tingkat 'kepercayaan' pada pemerintahan dan semua lini kehidupan akan terakumulasi menjadi 'revolusi sosial' yang membawa dampak terhadap kestabilan bangsa dan negara.
Secara tidak langsung al-Quran telah mengajak berdialog dalam sebuah ayat antara lain: "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan dan syaithan itu ialah sangat ingkar kepada Tuhannya." (Qs.17:27)
Nasehat tersebut apabila direfleksikan dalam kehidupan modern dewasa ini memberikan kontribusi yang sangat besar dalam upaya menciptakan ketentraman dan keamanan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya lihat Qs. 46:20, 3:14, 18:28, 28:77-78, 34:34-37, 57:20, 89:20, 3:10.
Pembahasan mengenai berlebih-lebihan dan bermewahan-mewahan dalam penggunaan harta sangat terkait dengan konsumsi hidup yang mencakup kebutuhan sandang, pangan, papan, secara spesifik al-Quran telah memberikan suatu nasehat yang sangat berharga yaitu: "Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika hanya kepada-Nya saja kamu menyembah." (Qs.16:114)
Cakupan pembahasan di atas merupakan larangan mengkonsumsi makanan-makanan yang diharamkan termasuk di dalamnya khamr (lihat Qs.5:90-93), larangan mengkonsumsi bangkai, darah, babi, binatang yang disembelih disebut selain nama Allah, hewan yang dicekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan jenis makanan lainnya yang telah ditetapkan syari'ah (selanjutnya lihat Qs.5:3-4, 5:96, 2:168, 2:173, 7:32, 5:90).
Ketiga, larangan riba. "Orang yang makan (mengambil riba) tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Qs.al-Baqarah:275)
Penegasan yang sangat jelas dari ayat di atas memberikan penjelasan mengenai larangan riba dalam realisasi sistem perekonomian. Riba patut mendapatkan porsi pembelanjaan harta karena sangat berkaitan dengan praktek-praktek yang telah berjalan pada penggunaan harta dalam masyarakat. Riba terdiri dari 2 (dua) macam yaitu nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan sedangkan riba fadhl adalah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini adalah riba nasiah yang berlipat ganda dan umum terjadi dalam masyarakat Arab jahiliyah.5 (Selanjutnya lihat Qs.2:276-279, 3:130-131, 30:39, 4:161).
Keempat, yaitu larangan riya. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (Qs.2:264)
Ayat di atas merupakan peringatan dari al-Quran agar dalam beramal tidak diiringi dengan riya. Riya merupakan penyakit yang harus segera diobati dengan menghilangkan sikap riya tersebut. Amal orang-orang yang riya akan membawa kerugian karena amalan-amalan tersebut tidak mendapatkan pahala di sisi Allah.
Riya ialah melakukan suatu amalan perbuatan bukan untuk mencari keridhaan Allah tetapi untuk mencari pujian dan kemashuran dalam masyarakat. Dalam dataran pembelanjaan harta, riya sangat merusak keharmonisan hubungan antar manusia (human relation) karena akan menyebabkan dua kerugian yaitu kerugian terhadap penerima harta tersebut dan pemberi itu sendiri. Bagi penerima kerugian yang diterima ialah perasaan 'sakit', sedangkan bagi pemberi akan menyebabkan kerugian berupa hampanya amal dari pemberian harta tersebut. (Selanjutnya lihat Qs.8:47, 4:38, 3:18, 107:6).
Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan antara lain:
1) Perintah Allah melalui al-Quran, yang disampaikan oleh para Nabi dan rasul-rasul-Nya memerintahkan untuk menafkahkan sebahagian harta yang dimiliki.
2) Zakat sebagai sistem ubudiyah yang berdimensi sosial memberikan kontribusi terhadap pemerataan kesejahteraan masyarakat.
3) Kisah tentang Karun di dalam al-Quran memberikan pengajaran (ibroh) mengenai orang-orang yang menumpuk-numpuk hartanya dan berlaku kikir akan diberikan adzab oleh Allah.
4) Larangan-larangan Allah terhadap orang-orang yang menimbun harta dan berlaku kikir.
5) Larangan-larangan Allah terhadap sikap pola hidup berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan dalam pembelanjaan harta.
6) Larangan mengadopsi riba.
7) Larangan bersikap riya dalam beramal. (IRIB Indonesia)
Lembaga Mahasiswa Iran Kumpulkan Bantuan untuk Muslim Myanmar
Digelar Pameran Internasional Al-Quran ke-20 di Tehran. Khusus untuk pameran tahun ini, Lembaga Internasional Satu Umat, membuka stan tersendiri untuk menampung bantuan pengunjung untuk disalurkan kepada warga dan anak-anak Muslim Myanmar.
IRNA (27/7) melaporkan, Lembaga Internasional Satu Umat adalah sebuah lembaga mahasiswa yang dalam pameran al-Quran tahun ini hadir dalam misi khusus mengumpulkan bantuan warga pengunjung pameran. Prioritas aktivitas lembaga ini adalah dalam rangka kepedulian kepada sesama dan mengupayakan persatuan antara Syiah dan Sunni, serta membantu warga tertindas Palestina.
Stan Lembaga Internasional Satu Umat, selain menerima bantuan warga dan pengunjung pameran al-Quran, juga bisa mendapat informasi mengenai aktivitas lembaga ini dan juga informasi mengenai warga Muslim tertindas Myanmar. Tidak hanya itu, pengunjung juga dapat berpartisipasi dalam program "Sufrah Iftar" di Gaza dan program "Adopsi Anak-Anak Yatim Gaza."
Jika berminat, pengunjung juga dapat mendaftarkan diri dalam lembaga ini untuk bekerjasama dalam berbagai aktivitasnya.
Pameran Internasional Al-Quran ke-20 Tehran digelar mulai tanggal 15 Juli dengan tema "Al-Quran, Budaya Revolusi" di Mushalla Imam Khomeini Tehran dan akan dibuka hingga tanggal 14 Agustus.(IRIB Indonesia/MZ)
Lagi, Ribuan Warga Iran Kecam Genosida di Myanmar
Ribuan warga Iran turun ke jalan setelah menunaikan shalat Jumat di Tehran dan kota-kota lainnya untuk mengecam genosida terhadap umat Islam etnis Rohingya di Myanmar.
Jamaah shalat Jumat di berbagai kota di Iran usai shalat menggelar demonstrasi mengutuk pembunuhan massal Muslim Rohingya dan meneriakkan slogan-slogan mendukung Muslim di Myanmar.
Mereka juga mendesak pemerintah Myanmar segera menghentikan aksi kejahatan terhadap Muslim negara itu. Demikian Press TV melaporkan, Jumat (27/7).
Pengunjuk rasa juga mengkritik kelambanan organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) internasional dalam menangani masalah Myanmar dan menyerukan kepada umat Islam di seluruh dunia untuk bersatu guna mengakhiri pembantaian tersebut.
Pemerintah Myanmar menolak mengakui Muslim Rohingya sebagai warga dengan alasan mereka dianggap sebagai imigran ilegal. (IRIB Indonesia/RA/NA)
Media AS Sikapi Pertemuan Ismail Haniyah dan Muhammad Mursi
Sebuah harian Amerika Serikat menilai pertemuan antara Presiden Mesir, Muhammad Mursi dan Perdana Menteri Palestina pilihan rakyat, Ismail Haniyah sebagai perubahan sikap Kairo terhadap Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas).
Menurut laporan Koran Chicago Tribune, pertemuan Mursi dan Haniyah di Kairo mengindikasikan bahwa sikap Mesir terhadap Hamas pasca terpilihnya presiden dari kubu Ikhwanul Muslimin mengalami perubahan.
Koran ini menulis, di era rezim terguling Mesir, hubungan antara pemerintahan Hosni Mubarak dengan Hamas senantiasa diwarnai ketegangan dan permusuhan.
Seperti dilaporkan Chicago Tribune, Ismail Haniyah yang melawat Kairo bertemu dengan Mursi dan membicarakan upaya Mesir untuk mengakhiri blokade di Jalur Gaza.
Murad Muwafi, kepala dinas intelijen Mesir juga menjanjikan bahwa petinggi Mesir akan memikirkan langkah-langkah guna mengirim bantuan bahan bakar kepada warga Gaza melalui Mesir. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penderitaan warga Gaza yang kekurangan pasokan listrik. (IRIB Indonesia/MF)
Mursi Menolak Intervensi Militer ke Suriah
Presiden Mesir, Muhammad Mursi menyatakan penentangannya atas segala bentuk intervensi militer di Suriah.
Fars News (26/7) melaporkan, Wakil Jubir Kantor Presiden Mesir, Ali Yaser mengatakan, "Bantuan Mesir kepada rakyat Suriah adalah dengan tidak mencampuri urusan negara itu dan Kementerian Luar Negeri Mesir berupaya keras untuk mencapai solusi diplomatik dari krisis di Suriah."
Presiden Mesir mendukung tuntutan, tekad, dan keinginan rakyat Suriah dan menentang segala bentuk intervensi militer.
Sebelumnya, Presiden Mesir juga menekankan penolakannya terhadap intervensi militer dari negara-negara Barat di Suriah dan mengharapkan solusi diplomatik untuk krisis di negara itu. (IRIB Indonesia/MZ)
Perbedaan Antara Penegakan dan Penunaian Shalat
Ayatullah Javadi Amoli dalam tafsir ayat;
الَّذِینَ یُؤْمِنُونَ بِالْغَیْبِ وَیُقِیمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْناهُمْ یُنْفِقُونَ
Beliau mengatakan bahwa penunaian shalat adalah salah satu di antara sifat orang-orang yang bertakwa. Orang yang bertakwa adalah yang selain beriman pada alam ghaib, juga menegakkan shalat. Penegakan shalat berbeda dengan sekedar penunaian shalat, meski dalam al-Quran shalat sebagai salah satu rukun agama dan kewajiban mukminin; mereka adalah orang-orang yang shalat;
(عَلَی صَلَوَاتِهِمْ یُحَافِظُونَ)
Namun masalah yang terpenting adalah penegakan shalat.
Penegakan shalat yang banyak ditekankan dalam al-Quran tidak lain adalah yang mencegah kefasadan dan kemunkaran.
(إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَی عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنکَرِ)
Lalu shalat seperti apa yang mencegah kefasadan dan kemunkaran? Yaitu shalat yang tidak menyimpang atau lemah. Yaitu shalat yang memenuhi seluruh syarat-syaratnya dan maqbul.
Lalu bagaimana kita mengetahui shalat kita diterima (maqbul)?
Ayatullah Javadi Amoli menjelaskan, "Jika kita ingin mengetahui apakah shalat kita diterima atau tidak, kita harus melihat apakah kita terjerumus dalam kemunkaran dan keburukan atau tidak? Jika setelah menunaikan shalat, kita masih melakukan kefasadan, maka ketahuilah bahwa shalat kita tidak diterima meski secara hukum fiqih shalat kita sah dan benar."
"Ini adalah bentuk dari koreksi. Disebutkan;
«حاسبوا انفسکم قبل ان تحاسبوا»
Hisablah diri kalian sebelum kalian akan dihisab. Salah satu caranya adalah dengan mencari tahu apakah shalat kita telah menjauhkan kita dari kefasadan dan kemunkaran atau tidak? Apakah shalat kita diterima atau tidak?"(IRIB Indonesia/MZ)