
کمالوندی
Asa'ib Ahl al-Haq Desak Pengusiran Pasukan AS dari Irak
Biro Politik Asa'ib Ahl al-Haq Irak menyatakan satu-satunya cara mempertahankan kedaulatan negara ini adalah mengusir pasukan asing.
Seperti dilaporkan televisi al-Alam, Rabu (15/7/2020), juru bicara Biro Politik Asa'ib Ahl al-Haq, Mahmoud al-Rubaie mengatakan pasukan Amerika harus diusir dari Irak.
"Resolusi pengusiran pasukan teroris AS sudah lama disahkan, tetapi Washington dengan memanfaatkan pengaruh para politisi pro-mereka, telah menghalangi pelaksanaan undang-undang ini," ujarnya.
Al-Rubaie menegaskan bahwa kemerdekaan penuh Irak akan terwujud dengan mengusir semua pasukan asing dan memegang kendali di seluruh negeri, zona udara, serta jalur maritim dan darat.
Parlemen Irak meloloskan resolusi pengusiran pasukan AS pada 5 Januari 2020 setelah militer AS secara pengecut membunuh Komandan Pasukan Quds Iran, Letnan Jenderal Qasem Soleimani dan Wakil Ketua Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis di Baghdad.
Sadiqun Irak: Lebih Baik Mati daripada Hidup Dijajah AS
Juru bicara aliansi Sadiqun kembali menekankan pentingnya pengusiran pasukan Amerika Serikat dari Irak. Menurutnya, jangan sampai kasus teror Syahid Qassem Soleimani dan Abu Mahdi Al Muhandis, ditutup.
Fars News (16/7/2020) melaporkan, Naim Al Aboudi menuturkan, sejumlah aliansi politik di parlemen Irak menyampaikan usulan kepada Perdana Menteri Mustafa Al Kadhimi supaya masalah-masalah penting seperti pengusiran pasukan Amerika, dan pemilu dini, segera diselesaikan.
Naim Al Aboudi menjelaskan, tidak ada alasan apapun yang mendasari kehadiran pasukan Amerika di Irak, dan kami menolak justifikasi apapun dari pemerintah untuk mempertahankan keberadaaan bahkan satu tentara Amerika di Irak.
Ia juga memperingatkan segala bentuk keterlambatan pemerintah Irak dalam penarikan mundur pasukan Amerika.
"Kami lebih memilih mati daripada hidup di bawah bayang-bayang kehadiran pasukan Amerika," tegas Al Aboudi.
Situs berita Al Iraq News menulis, Jubir aliansi Sadiqun mengatakan, kasus teror Syahid Qassem Soleimani dan Abu Mahdi Al Muhandis harus ditindaklanjuti. (
Jihad Islam dan Hizbullah Bersatu Lawan AS-Israel
Wakil gerakan Jihad Islam Palestina, dan Hizbullah Lebanon menekankan urgensi persatuan dalam menghadapi konspirasi Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel di kawasan Asia Barat.
Wakil Jihad Islam Palestina, Ihsan Ataya, saat bertemu Hassan Hoballah, wakil Hizbullah di Beirut, (15/7/2020) membicarakan perkembangan terbaru Palestina, dan kamp pengunsi Palestina.
Dalam pertemuan itu kedua pihak mengecam diamnya sebagian negara Arab terkait rencana penggabungan Tepi Barat ke wilayah pendudukan Israel, dan menegaskan opsi perlawanan untuk membebaskan Palestina, dan Masjid Al Aqsa.
Di sisi lain, wakil Hamas, Ahmed Abdul Hadi, dan Ketua Gerakan Marada Lebanon, Suleiman Frangieh bertemu di Lebanon dan menyebut proyek penggabungan Tepi Barat, dan Kesepakatan Abad, harus dilawan, dan dukungan terhadap bangsa Palestina merupakan keharusan. (
Assad: Suriah tak akan Tinggalkan Palestina Meski Seujung Jari
Presiden Suriah dalam suratnya untuk Pemimpin Otorita Ramallah Palestina mengatakan, Suriah akan berdiri bersama rakyat Palestina untuk melawan proyek Amerika Serikat, Kesepakatan Abad dan penggabungan Tepi Barat ke wilayah pendudukan.
Wafa News, Kamis (16/7/2020) melaporkan, Bashar Assad dalam surat balasannya untuk Mahmoud Abbas menegaskan, Suriah tidak akan melepaskan dukungan terhadap rakyat Palestina, walau seujung jari.
Assad juga mengharapkan keberhasilan, dan perlawanan lebih besar dalam menghadapi proyek Amerika-Israel.
Sebelumnya, Mahmoud Abbas mengirim surat kepada Assad berisi laporan perkembangan terbaru Palestina, dan keputusasaan Otorita Ramallah Palestina atas negara-negara Arab pesisir Teluk Persia, dan menegaskan perjuangan Suriah dalam menghadapi proyek Amerika-Israel.
Tahun ini, Saudi Batasi Jamaah Haji Hanya 1000 Orang
Virus Corona telah menyebar ke berbagai negara dunia termasuk Arab Saudi dan menimbulkan berbagai persoalan. Untuk mencegah penyebaran virus ini, Arab Saudi telah menerapkan pembatasan-pembatasan ketat.
Arab Saudi rencananya hanya akan mengizinkan sekitar 1000 jemaah yang sudah bertempat tinggal di negara tersebut, untuk menunaikan haji 1441 H (2020).
Sebelumnya, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Muhammad Saleh bin Taher Benten pada Juni 2020 mengatakan bahwa jumlah jemaah akan sekitar 1000 orang, mungkin kurang dan mungkin juga lebih sedikit. Jumlahnya tidak akan mencapai sepuluh atau ratusan ribu.
Menurut Menteri Kesehatan Arab Saudi Tawfiq al-Rabiah, selain warga yang sudah tinggal di Arab Saudi, ada syarat lain untuk jemaah yang akan menunaikan haji 1441 H. Syarat tersebut berkaitan dengan usia dan kesehatan calon jamaah.
Dia mengatakan bahwa jamaah haji dibatasi untuk yang berusia kurang dari 65 tahun. Calon jamaah juga tidak boleh memiliki riwayat penyakit kronis.
Calon jamaah haji akan melalui uji virus corona sebelum tiba di Makkah dan harus melakukan karantina di rumah setelah melakukan ibadah.
Keputusan tersebut merupakan kali pertama Arab Saudi membatasi pelaksanaan haji. Setiap tahun, sekitar 2,5 juta jamaah haji menunaikan Rukun Islam kelima ini.
Keputusan pelaksanaan ibadah haji 1441 H terbatas diambil setelah Arab Saudi mengalami lonjakan total kasus COVID-19.
Jumlah warga Arab Saudi yang terinfeksi COVID-19 hingga hari Kamis (16/7/2020) telah mencapai 240.474 orang, di mana 2.325 dari mereka meninggal dunia.
Liga Arab Desak Penyidikan Internasional Kondisi Tawanan Palestina
Sekretariat jenderal Liga Arab menyatakan, harus dikirim tim penyidik internasional untuk menyelidiki kejahatan sistematis dan berkesinambungan rezim Zionis Israel terhadap tawanan Palestina.
Menurut laporan Kantor Berita Wafa,, Said Abu Ali, wakil sekjen Liga Arab untuk Palestina dan bumi pendudukan terkait hal ini mengatakan, "Jika kondisi tawanan Palestina tidak segera ditangani, bisa jadi penjara-penjara ini berubah menjadi kuburan massal."
Abu Ali menilai petinggi Israel bertanggung jawab penuh atas kehidupan dan nyawa tawanan Palestina serta menambahkan, kebijakan dan langkah sengaja rezim ini membuat puluhan tawanan gugur dan yang terakhir adalah Sa'di al-Gharabli.
Seraya menjelaskan bahwa di penjara-penjara Israel terdapat sekitar 700 tawanan berusia lanjut dan menderita penyakit di mana berdasarkan hukum serta piagam internasional mereka harus dibebaskan, Abu Ali mengisyaratkan Kamal Abu Amr, tawanan Palestina lainnya yang terinfeksi Corona dan kanker tenggorokan. Ia juga memperingatkan dampak kelalaian dokter di penjara Israel di tengah-tengah wabah Corona.
Sekitar 4800 tawanan Palestina mendekam di penjara-penjara rezim Zionis Israel.
Ratusan Petinggi Israel Terancam Ditangkap ICC
Rezim Zionis Israel menyusun list 200 hingga 300 petinggi politik dan militer rezim ini yang berpotensi ditangkap di luar negeri atas permintaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Koran Haaretz Kamis (16/7/2020) menilai alasan list ini sangat rahasia adalah penguakan nama-nama mereka akan membahayakan individu tersebut dan sebuah bentuk pengakuan Tel Aviv akan keterlibatan petinggi tersebut di kejahatan perang yang dijatuhkan ICC.
Pengamah hukum internasional meyakini bahwa petinggi dan pengambil keputusan di perang Gaza tahun 2014 dan selanjutnya terlibat di perang ini termasuk individu yang diselidiki ICC.
Haarezt mengungkapkan sebagian nama petinggi saat ini dan mantan petinggi rezim Zionis di list tersebut dan menulis, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Peperangan Benny Gantz, Moshe Yaalon, Nafteli Bennit, Avigdor Lieberman, Mantan ketua Shin Bet Yoram Cohen, Direktur Shin Bet saat ini Nadav Argaman, Mantan kepala staf gabungan militer Israel Gadi Eizenkot dan kepala staf militer Israel saat ini, Aviv Kochavi termasuk individu yang tercantum di list ini.
Sebelumnya Netanyahu meminta Amerika Serikat dan negara lain untuk menjatuhkan sanksi kepada hakim dan anggota ICC.
Motif Pembubaran Ikhwanul Muslimin di Yordania
Pengadilan Banding Yordania baru-baru ini memutuskan pembubaran Ikhwanul Muslimin di negaranya.
Gerakan Ikhwanul Muslimin berdiri di Yordania pada tahun 1945 dan memulai aktivitasnya di ranah politik secara terbuka sejak tahun 1952, ketika konstitusi Yordania dirancang dan disahkan. Ikhwanul Muslimin termasuk salah satu gerakan Islam paling penting di Yordania. Jabhah Amal Islami Yordania adalah sayap politik Ikhwanul Muslimin di negara Arab ini.
Jabhah Amal Islami adalah spektrum oposisi terbesar terhadap pemerintah Yordania. Gerakan ini memboikot dua pemilu parlemen pada tahun 2010 dan 2013 sebagai bentuk protes terhadap undang-undang pemilu lama yang berpijak pada prinsip "pilihan tunggal", yang diklaim sebagai penipuan pemilu, dan menyerukan reformasi aturannya. Kemudian, Jabhah Amal Islami berpartisipasi dalam pemilu parlemen 2016, dan berhasil meraih 12 persen dari kursi di parlemen.
Alasan keputusan Pengadilan Banding Yordania membubarkan Ikhwanul Muslimin berpijak dari gugatan gerakan politik ini melawan kementerian pertanahan nasional. Kementerian pertanahan nasional Yordania menghapus hak milik tanah dan perumahan sebuah asosiasi yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin. Sebab izin yang diperoleh dari pemerintah Amman pada tahun 2015, secara hukum sudah tidak lagi dimiliki oleh kelompok tersebut. Tentu saja keputusan ini memicu protes dari Ikhwanul Muslimin Yordania.
Masalah lainnya, Pengadilan Banding Yordania memutuskan pembubaran Ikhwanul Muslimin karena ketidakjelasan status hukum dan ketidakpatuhan gerakan ini terhadap ketentuan hukum Yordania. Oleh karena itu, Ikhawanul Muslimin dinyatakan sebagai kelompok yang tidak diakui secara hukum oleh pemerintah Yordania. Ketidakpastian status hukum dan ketidakpatuhan Ikhwanul Muslimin di Yordania, karena termasuk gerakan transnasional yang bersifat lintas batas dari pemikiran ideologinya. Pemerintah Yordania percaya bahwa pola perilaku Ikhwanul Muslimin ini bertentangan dengan kepentingan nasional negara ini.
Selain itu, pemerintah Yordania, sebagaimana Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain, mengklaim bahwa Ikhwanul Muslimin memiliki kecenderungan teroris. Keputusan ini tidak bisa dipisahkan dari dinamika kawasan, terutama hubungan antara Mesir dan Yordania.
Dalam hal ini, keputusan pembubaran Ikhwanul Muslimin Yordania bertepatan dengan putusan Pengadilan Banding Mesir terhadap Mohammed Badie, pemimpin Ikhwanul Muslimin Mesir, dan sejumlah anggota gerakan lainnya. Pengadilan banding Mesir Selasa lalu menjatuhkan hukuman mati terhadap Mohamed Badie dan 87 terdakwa lainnya. Sedangkan 161 orang anggota Ikhawanul Muslimin lainnya dijatuhi hukuman dua hingga 15 tahun penjara.
Tampaknya, pembubaran Ikhwanul Muslimin, yang memiliki sikap kritis terhadap pemerintah Yordania akan mengarah pada suasana politik yang lebih tertutup di negara Arab ini. Label teroris yang disematkan terhadap Ikhawanul Muslimin oleh pemerintah Yordania akan menciptakan situasi yang tidak jauh berbeda dengan Mesir dengan tingkat represi yang lebih besar melebihi sebelumnya.
Ansarullah: Operasi Strategis akan Ditergetkan ke pusat Saudi
Anggota Biro Politik Ansarullah Yaman mengkonfirmasi berlanjutnya operasi strategis pasukan Yaman ke wilayah terdalam Arab Saudi.
Hezam al-Asad saat diwawancarai laman al-Maalomah mengatakan balasan rudal dan drone militer serta pasukan relawan rakyat Yaman merupakan langkah paling minim yang dapat dilakukan untuk membalas darah para syuhada.
Seraya mengisyaratkan berlanjutnya serangan koalisi Arab Saudi terhadap perempuan dan anak-anak Yaman, Hezam al-Asad menambahkan, selama koalisi agresor tetap menarget anak-anak, perempuan dan warga sipil tak berdosa, maka operasi strategis di kedalaman wilayah Saudi akan terus berlanjut dan tidak akan dihentikan.
Jet tempur koalisi Arab Saudi Rabu (15/7/2020) menyerang sebuah warga yang tengah menggelar acara pernikahan di Provinsi al-Jawf serta menewaskan dan menciderai 31 orang yang mayoritasnya perempuan dan anak-anak.
Departemen HAM Yaman di statemennya menyatakan, sejak PBB mencoret nama Arab Saudi dari list hitam pelanggar hak anak, serangan koalisi Saudi ke Yaman telah menewaskan lebih dari 32 anak-anak dan 22 perempuan. (
Kembali Ribuan Zionis Demo Tuntut Netanyahu Mundur
Ribuan warga Palestina pendudukan Kamis (16/7/2020) menggelar aksi demo memprotes skandal korupsi Perdana Menteri Benjamin Nentayahu.
Seperti dilaporkan IRNA, warga Zionis di bumi Palestina pendudukan di aksinya ini meneriakkan yel-yel menuntut pengunduran diri Netanyahu.
Para demonstran juga memprotes kondisi ekonomi akibat pandemi Corona. Ini aksi demo akbar ketiga memprotes Netanyahu kurang dari 72 jam lalu.
Bumi Palestina pendudukan (Israel) selama beberapa bulan terakhir berulang kali dilanda aksi demo anti Benjamin Netanyahu.
Netanyahu selama empat bulan terakhir dililit empat berkas skandal korupsi, skandal yang disebut media skandal 1000, skandal 2000, skandal 3000 dan skandal 4000.
Skandal pertama yakni skandal 1000 mengenai penerimaan suap senilai satu juta dolar dari Arnaud Mimran yang dipergunakan untuk membiayai kampanye pemilu perdana menteri rezim Zionis.
Skandal 2000 berkaitan dengan kasus suap yang diberikannya kepada pemilik koran Yedioth Ahronoth supaya mendukung kinerjanya selama menjabat.
Skandal 3.000 berkaitan dengan pembelian tiga kapal selam dari Jerman senilai lebih dari satu miliar dolar.
Sementara skandal 4000 melibatkan perusahaan telekomunikasi rezim Zionis, Bezeq Telecom.
Mahkamah Agung Israel akhir Februari menetapkan Netanyahu bersalah di skandal 1000, 2000 dan 4000 dengan dakwaan menerima suap, penipuan dan mengkhianati amanah.
Netanyahu bukan petinggi pertama Israel yang dililit penyidikan dan interogasi pidana. Skandal moral dan korupsi marak di antara petinggi rezim Zionis.