Kevakuman Presiden di Lebanon

Rate this item
(0 votes)

Sabtu 24 Mei 2014 merupakan hari terakhir periode enam tahun kepresidenan Michel Sleiman di Lebanon. Mulai hari Sabtu negara ini dihadapkan pada kevakuman politik dengan kosongnya kursi presiden.

 

Di periode lalu, pemilihan presiden Lebanon senantiasa diwarnai kendala politik dan terkadang berujung pada perpanjangan masa jabatan presiden sebelumnya. Namun kali ini, mengingat transformasi dan instabilitas di kawasan, kekosongan kursi presiden di Lebanon akan menjadi pukulan serius bagi struktur pemerintahan di negara ini.

 

Mengingat struktur kesukuan di Lebanon, presiden di negara ini dipilih dari etnis Kristen Maronit dan penunjukannya pun dilakukan oleh parlemen dengan komposisi suara 50+1 persen. Parlemen Lebanon memiliki 129 kursi dan kandidat presiden dapat lolos ke Istana Presiden Baabda ketika meraih 65 suara mendukung parlemen. Dalam periode kali ini, parlemen Lebanon meski telah menggelar lima kali sidang, namun mereka tetap gagal menunjuk presiden baru menggantikan Sleiman.

 

Seiring dengan berakhirnya masa jabatan Michel Sleiman, Lebanon memasuki kevakuman politik di badan eksekutif, namun menurut undang-undang, pemerintah saat ini yang dipimpin Perdana Menteri Tammam Salam akan memenuhi untuk sementara kevakuman ini. Masih menurut butir UUD, tugas-tugas presiden akan dilaksanakan dalam koridor wewenang yang telah ditentukan.

 

Politikus Lebanon menilai kevakuman ini terjadi akibat desakan dan sikap keras kepala kubu 14 Maret yang memaksakan kandidat Samir Geagea sebagai presiden. Pencalonan terencana Geagea sejak awal telah memperkeruh kondisi dan iklim di parlemen. Berbagai kubu politik menyebut tindakan gerakan 14 Maret pimpinan Saad Hariri sebagai langkah provokatif dan membangkitkan sensitifitas.

 

Samir Geagea didakwa meneror sejumlah petinggi Lebanon di dekade 1980 dan menghabiskan satu dekade umurnya di penjara. Meski ia divonis penjara seumur hidup, namun ia menghirup udara bebas setelah mendapat pengampunan dari pemerintah. Geagea, ketua Partai Kekuatan Lebanon terlibat dalam pembantaian massal warga Lebanon dan Palestina di kamp pengunsui Sabra-Shatila.

 

Oleh karena itu, ketika diambil voting di sidang pertama parlemen Lebanon di bulan April lalu, lima anggota parlemen secara simbolis memberikan suara menolak dari keluarga korban keganasan ketua partai Kekuatan Lebanon ini kepada Geagea. Kini dakwaan penyebab kevakuman kursi presiden di Lebanon dialamatkan kepada Gerakan 14 Maret, di mana kubu ini kembali berupaya membawa Beirut ke krisis baru dengan mengusung Samir Geagea sebagai kandidat presiden.

 

Apalagi kubu 8 Maret dengan kesadarannya atas prinsip kesepakatan sampai saat ini menolak untuk mengajukan calonnya, dengan harapan Michel Aoun dengan berbagai lobi politik baik di dalam maupun luar negeri mampu menjadi kandidat presiden yang disepakati semua kubu.

 

Struktur tribal, mazhab dan politik Lebanon mendorong proses politik termasuk penunjukan presiden menjadi tertahan dan berlarut-larut. Sebelumnya pembentukan kabinet pimpinan Tammam Salam mengalami hal serupa dan molor hingga 10 bulan. Lagi-lagi kubu 14 Maret dengan pelanggaran dan sikapnya menjegal setiap penunjukan perdana menteri secara praktis membuat kondisi Lebanon semakin sulit.

 

Risiko kevakuman di lembaga eksekutif Lebanon akan memunculkan dampak keamanan, sosial, politik dan ekonomi. Sementara friksi politik di Lebanon akan lebih berbahaya bagi negara ini ketimbang kondisi masa lalu. Solusi tungga untuk keluar dari krisis ini adalah kesepakatan terhadap satu kandidat yang berhasil meraih suara mayoritas di parlemen. Sementara tidak adanya kesepakatan terhadap satu kandidat tertentu, yang saat ini dialami Lebanon juga disebabkan oleh faktor-faktor regional dan internasional yang ikut campur dalam urusan internal negara ini.

Read 1686 times