Perundingan Nuklir Wina dalam Perspektif Rahbar

Rate this item
(0 votes)
Perundingan Nuklir Wina dalam Perspektif Rahbar

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menekankan bahwa kebijakan Iran dalam masalah JCPOA sudah jelas, dan para pejabat negara Iran harus berhati-hati dalam negosiasi supaya tidak merugikan kepentingan nasional.

Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei dalam pidato yang disampaikan pada tadarus Al Quran menyinggung masalah yang berkaitan dengan JCPOA, sanksi dan pembicaraan Wina, dengan menyatakan bahwa tujuan Amerika untuk menekankan dan bersikeras dalam negosiasi demi memaksakan kata-katanya yang keliru.

Putaran baru pembicaraan nuklir yang bertujuan untuk menghidupkan kembali JCPOA antara Iran dan kelompok 4+1 dimulai sekitar 10 hari yang lalu di Wina untuk menemukan cara efektif dalam pencabutan sanksi AS terhadap Iran dan kemudian Tehran memverifikasinya.

Logika dan kebijakan Iran dalam putaran pembicaraan Wina kali ini menekankan agar Amerika Serikat mencabut sanksi terlebih dahulu, karena pengalaman menunjukkan bahwa Tehran tidak mempercayai Amerika Serikat yang telah melanggar kesepakatan dengan meninggalkan JCPOA.

Menyusul keluarnya Amerika Serikat dari JCPOA, pihak Eropa juga gagal memenuhi komitmennya dan secara praktis mengamini langkah mantan Presiden AS Donald Trump. Pihak Eropa mengakui bahwa Washington melanggar kesepakatan bersama yang telah dicapai, tetapi sebagaimana disampaikan Rahbar, pihak Eropa berada dalam posisi untuk menyerah kepada Amerika dan tidak memiliki independensi.

Dengan pergantian pemerintahan dan kekuasaan di AS yang saat ini dipimpin Biden saat ini, upaya untuk menghidupkan kembali JCPOA melalui dialog dan diplomasi dilanjutkan, dan akhirnya pembicaraan nuklir di Wina menjadi kunci.

Kebijakan definitif Iran untuk menghidupkan kembali JCPOA adalah pencabutan sanksi AS secara efektif dan kemudian Tehran memverifikasinya. Selain itu, setiap proposal di luar pendekatan ini tidak disetujui oleh Iran, dan Republik Islam tidak hadir di Wina hanya untuk bernegosiasi tanpa kejelasan hasilnya. Perilaku pemerintahan Biden terhadap JCPOA sejauh ini sama dengan pemerintahan Trump, dan untuk alasan ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Islam telah memperingatkan akan terkikisnya negosiasi. 

Mahmoud Vaezi, Kepala kantor Presiden Republik Islam Iran, hari Rabu mengatakan bahwa semakin lama perundingan, semakin besar tekanan sanksi terhadap rakyat Iran. Sementara pemerintahan baru AS mengumumkan bahwa kebijakan tekanan maksimal telah gagal dan tidak menerima kebijakan ini. tapi di sisi lain mempertahankan sanksi dengan mengambil jalan yang sama dengan pemerintahan Trump.

Kegagalan kebijakan tekanan maksimum membuktikan bahwa "tekanan, ancaman, dan sabotase" bukanlah cara untuk mendapatkan konsesi dari Iran di meja perundingan. Sebab satu-satunya cara untuk menghidupkan kembali JCPOA adalah pencabutan sanksi secara efektif.

Iran telah mencapai tahap kepastian dalam industri nuklir, dan dimulainya proses pengayaan uranium 60 persen di fasilitas nuklir Natanz sebagai tanggapan terhadap terorisme nuklir dan sabotase di fasilitas tersebut. 

Sebagaimana ditekankan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif bahwa siklus berbahaya terorisme nuklir di Natanz hanya dapat dihentikan dengan mengakhiri terorisme ekonomi pemerintahan Trump. Dalam keadaan seperti itu, pemerintahan Biden hanya dapat kembali ke JCPOA dengan secara efektif mencabut sanksi terhadap Iran, Jika tidak, maka tidak ada lagi kesempatan untuk pembicaraan Wina.

Read 535 times