Revolusi Islam dan Degradasi Hubungan Iran dan Barat

Rate this item
(0 votes)
Revolusi Islam dan Degradasi Hubungan Iran dan Barat

 

Iran di masa pemerintahan Shah Pahlavi adalah gendarmeri kawasan dan bersama Arab Saudi merupakan sekutu utama Barat, khususnya Amerika Serikat di Asia Barat.

Tapi setelah kemenangan Revolusi Islam di Iran, Tehran dianggap sebagai musuh utama Barat.

Iran senantiasa sangat penting bagi Barat. Urgensitas ini sampai pada tahap di mana Inggris di awal abad-14 Hs membantu Reza Khan Mir Panj (Reza Shah Pahlevi) berkuasa di Iran. Berkuasanya Mohammad Reza Pahlevi juga atas pengaturan dan dukungan Barat. Barat senantiasa berusaha Iran dari sisi budaya mengalami perubahan dan menerima identitas budaya Barat.

Kebijakan Mohammad Reza Pahlevi memisahkan agama dan mazhab di Iran juga sesuai dengan resep kekuatan Barat khususnya Amerika Serikat bagi Iran. Abdullah Ganji, aktivis politik menyatakan, "Pengaruh Barat di Iran di masa Pahlevi sampai pada batas seluruh perdana menteri Iran setelah kudeta 28 Mordad 1332 Hs (19 Agustus 1953) ditunjuk melalui koordinasi dengan Amerika."

Mantan Presiden AS Nixon dan Donald Trump
Iran di masa Pahlevi adalah salah satu dari dua pilar Amerika di kawasan Asia Barat. Di strategi dua pilar Presiden Nixon, Iran dan Arab Saudi adalah dua gendarmeri kawasan yang menindaklanjuti dan melaksanakan kebijakan Amerika Serikat.

Selama strategi "independensi nasional" dari pertengahan 1960-an hingga Revolusi Islam Iran pada 1979, Amerika Serikat menjadi sekutu besar Iran. Dengan demikian, berbagai perjanjian dibuat antara kedua negara, di mana kesepakatan senjata senilai 70 juta dolar dengan Amerika Serikat dan perjanjian bantuan teknis tahunan senilai 23,5 juta dolar dengan Amerika Serikat hanyalah beberapa contoh.

Alireza Azghandi, dosen universitas di mukadimah bukunya "Hubungan Luar Negeri Iran 1320-1357 (1941-1978)" menulis, "Mohammad Reza Pahlevi menjalin hubungan baik dan dekat dengan Amerika Serikat karena takut atas ekspansi Uni Soviet. Bahkan di tahun 1345-1355 (1966-1976), yakni tahun-tahun de-eskalasi di mana ancaman Soviet terhadap Iran telah menghilang, minat Reza Pahlevi untuk memperluas hubungan ekonomi dan keamanan dengan Washington tidak menurun. Sebaliknya selama tahun-tahun peningkatan kekuatan finansial Iran, akibat penjualan minyak, sentimen untuk lebih dekat dengan AS semakin kuat, jatuhnya Shah sebenarnya merupakan demonstrasi ketakutannya terhadap komunisme di satu sisi dan ketergantungan sepihaknya pada Amerika Serikat...di sisi lain, di dalam negeri, visi Shah didasarkan pada konsolidasi lebih lanjut fondasi monarki, dan di front asing, itu mengarah pada solidaritas sepihak dengan Amerika Serikat."

Lima bulan setelah kemenangan Revolusi pada 13 Juli 1979, Nick Brown, staf muda Timur Tengah di Kantor Luar Negeri Inggris yang kemudian menjadi sekretarisnya sendiri dan kemudian duta besar untuk Teheran, mengutip 10 alasan jatuhnya Mohammad Reza Shah mengatakan: "Hubungan dan ketergantungan penuh pemerintah Shah pada kekuatan Barat tidak disetujui oleh rakyat."

Setelah Revolusi Islam, terjadi perubahan dramatis dalam kebijakan luar negeri Republik Islam, sehingga Amerika Serikat, mitra terbesar Iran, menjadi musuh terbesarnya. Alasan utamanya adalah konflik identitas antara Iran dan Barat, terutama Amerika Serikat. Sebelum revolusi, Iran adalah aktor pro-Barat, tidak memiliki permusuhan dengan rezim Zionis, agama bukan penanda utama kebijakannya, tidak hanya tidak menantang kehadiran Barat di kawasan itu, tetapi juga merupakan gendarmeri Barat di kawasan, tetapi Tehran memiliki identitas yang sama sekali berbeda setelah revolusi.

Setelah revolusi, Iran adalah aktor independen yang kekuasaannya dipilih oleh rakyat, tidak tergantung pada Barat dan bahkan menentang dan melawan campur tangan Barat dalam urusan regional, tidak mengakui rezim Zionis dan menganggapnya sebagai rezim pendudukan. Agama juga merupakan penanda sentral, yang terdiri dari kebijakan dalam dan luar negeri.

Bendera Republik Islam Iran
Dengan identitas baru ini, Revolusi Islam di Iran mengubah pengaturan keamanan regional yang merugikan Amerika Serikat dan Barat. Setelah revolusi, Iran menjadi kekuatan independen di kawasan Asia Barat tanpa ketergantungan pada kekuatan asing, dan Barat, terutama Amerika Serikat, khawatir Iran akan menjadi model bagi negara-negara lain di kawasan itu. Untuk alasan ini, ia tidak menahan diri dari metode atau taktik apa pun untuk menyerang Iran dan bahkan menargetkan rakyat Iran.

Gary Sick, Penasihat Keamanan Nasional AS di era presiden Jimmy Carter beberapa tahun setelah kemenangan Revolusi Iran mengatakan, "Menurut Saya, peristiwa yang benar-benar mengubah hubungan Iran dan Amerika terjadi tahun 1972, yakni ketika Presiden AS saat itu, Nixon dan Henry Kissinger datang ke Iran dan menandatangani sejumlah perjanjian dengan negara ini, di mana ini adalah perjanjian yang sangat luar biasa. Mereka meminta Iran bertanggung jawab sebagai penjaga kepentingan AS di kawasan, dan Shah pun langsung menerimanya...Meski hal ini bagi rakyat Iran sangat sulit untuk diterima, tapi untuk selanjutnya, Amerika semakin menemukan ketergantungan lebih besar kepada Iran, dari pada Iran kepada Amerika...."

Lebih lanjut ia menambahkan, ".... Saya pikir aspek hubungan Iran-AS ini belum diperhitungkan sama sekali. Fakatanya adalah Amerika Serikat untuk membela kepentingannya di kawasan sangat bergantung pada Iran, dan karena itu Iran lebih seperti mitra dominan dalam banyak hal...Hubungan Iran dan Amerika sangat dekat dan sepenuhnya sisi pribadi. Sejatinya hubungan tersebut sekedar bergantung pada pribadi Shah. Seiring dengan meletusnya revolusi, seluruh sisi ini rusak dan tidak ada penggantinya. Amerika Serikat menghabiskan waktu hampir 10 tahun untuk menyusun strategi untuk mempertahankan kepentingannya di Teluk Persia. Strategi ini hanya mengandalkan Iran dan sosok Shah, oleh karena itu, ketika Shah pergi, semua pihak tercengang. Untuk menggantikan strategi sebelumnya, tidak ada strategi baru, dan ini sebuah bencana menurut Amerika Serikat."

Di Iran sejumlah pemerintah meyakini bahwa ada peluang berdamai dengan Amerika dan menyelesaikan tensi dan konflik antara kedua negara. Pemerintah kubu reformis mengambil kebijakan mengindari konflik dengan dunia, termasuk dengan Amerika serta dialog kritis Barat dengan Iran dalam pemerintahan konstruktif digantikan oleh dialog konstruktif dalam pemerintahan reformis. Tapi prediksi pendekatan ini bukan saja gagal berujung pada pemulihan hubungan Iran dan Barat, tapi George W Bush junior, putra presiden AS saat itu, tahun 2002 menyebut Iran bersama Irak dan Korea Utara sebagai poros kejahatan.

Jack Straw, mantan menlu Inggris seraya mengisyaratkan memorinya atas sikap Barat membelakangi Iran menyatakan, " Pada satu titik selama kepresidenan Iran (Mohammad Khatami), Iran datang ke Barat, tetapi Presiden Bush saat itu menarik permadani dari bawah kakinya." Seraya menilai dungu menyebut Iran sebagai poros kejahatan oleh Bush, Straw mengatakan, akhir Januari 2002, Bush menyebut Iran bersama Irak dan Korea Utara sebagai poros kejahatan. Ini sebuah kesalahan dan kedunguan.

Image Caption
Permusuhan Amerika dengan Iran sampai pada batas Mantan presiden AS Donald Trump melanggar secara sepihak sebuah kesepakatan yang mendapat dukungan resolusi Dewan Keamanan PBB, dan seraya keluar dari JCPOA, ia mengambil pendekatan represi maksimum terhadap Tehran dan selain memulihkan sanksi sebelumnya, juga menambah sanksi baru terhadap Iran. Tujuan pemerintah Trump adalah menerapkan tekanan kehidupan terhadap rakyat Iran dan menciptakan konfrontasi antara rakyat dan pemerintah Tehran, tapi muqawama aktif Iran berhasil mengalahkan pendekatan represi maksimum.

Faktanya adalah akar dari permusuhan Amerika dengan Iran bukan sekedar gesekan politik yang dalam, tapi konfrontasi kedua negara yang mendalam dalam wacana dan berpangkal dari dua pandangan dunia dan dua wacana dengan pendekatan ideologis. Amerika Serikat adalah pelopor dari demokrasi liberal dan sekularisme, dan Iran adalah pembara bendera ideologi Islam.

Isu lain adalah hubungan Iran dengan negara-negara Eropa juga dipengaruhi hubungan Tehran dan Washington. Amerika Serikat tidak melihat hubungan dekat Iran dengan negara-negara Eropa sesuai dengan kepentingannya. Oleh karena itu, selama 43 tahun lalu, hubungan Iran dan negara-negara Eropa tidak mengalami peningkatan.

Read 451 times