Perjalanan Spiritual Haji Ibrahimi (3)

Rate this item
(0 votes)
Perjalanan Spiritual Haji Ibrahimi (3)

Salah satu safar spiritual yang paling nyata menuju Tuhan adalah perjalanan haji. Benar, ibadah bisa dilakukan di setiap tempat, tetapi Allah Swt telah memilih beberapa tempat dan waktu khusus untuk menerima dan menjamu hamba-Nya seperti haji.

Kota Makkah dan Masjidil Haram menerima puluhan ribu jamaah dari berbagai negara Muslim termasuk jamaah Iran selama musim haji. Jumlah Tamu Allah (Dhuyufur Rahman) ini semakin bertambah dari tahun ke tahun.

Sebutan Dhuyufur Rahman untuk jamaah haji mengandung banyak makna. Mereka adalah para peziarah Baitullah di mana pemilik rumah ini dipuji dengan berbagai sifat-sifat luhur seperti Rahim, Ghafur, Karim, Fattah, dan sejenisnya. Jadi, jamaah haji adalah tamu dari Dzat pemilik semua sifat yang agung ini.

Rahmat Tuhan meliputi seluruh makhluk dan umat manusia, baik Muslim maupun kafir, bahkan rahmat ini dinikmati oleh orang-orang yang mengingkari keberadaan Tuhan.

Sekarang para tamu Allah telah tiba di Tanah Suci. Puluhan ribu orang dari berbagai negara mengikat ikrar dengan-Nya di samping Ka'bah. Mereka tidak membawa sesuatu kecuali kain putih baju ihram, karena pemilik Baitullah tidak menyukai sesuatu yang berlebihan dan kemewahan. Para jamaah datang untuk menjawab panggilan langit dan berharap memperoleh rahmat dan ampunan-Nya.

Allah Swt telah menjelaskan nikmat-nikmat penting dalam al-Quran dan meminta manusia untuk selalu mengingat anugerah itu. Dalam sebuah ayat tentang Bani Israil, Allah berfirman, "Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu…" (Q.S. Al-Baqarah: 40)

Dia juga meminta manusia untuk mengingat nikmat keberadaan Ka'bah. "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman…" (Q.S. Al-Baqarah: 125)

Nikmat agung haji dapat ditelusuri dari muatan doa-doa yang dibacakan pada bulan Ramadhan. Allah Swt tampaknya menjadikan bulan Ramadhan sebagai pembuka perjamuan langit dan Dzulhijjah sebagai penutup perjamuan ini.

Salah satu permintaan terbesar dalam doa-doa Ramadhan adalah pergi haji ke Baitullah. "Ya Allah, berikan aku anugerah berziarah ke Rumah Suci-Mu di tahun ini dan setiap tahun."


Di bulan Ramadhan, Allah mengajari orang-orang saleh agar meminta kepada-Nya anugerah menunaikan haji. Ketika tiba di Baitullah, Tuhan akan mengabulkan permintaan-permintaan lain yang diutarakan oleh hamba-Nya dan bahkan memberikan apa yang tidak diminta.

Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad dalam sebuah doanya berkata, "Jangan jauhi aku dari tempat-tempat singgah yang mulia itu dan tempat-tempat suci dan menziarahi makam Nabi-Mu…"

Seorang mufasir besar Iran, Ayatullah Javadi Amoli mengatakan, "Jamaah haji disebut Dhuyufur Rahman karena Allah secara langsung menerima dan menjamu para tamunya itu…"

Di perjamuan biasa, para tamu hanya mencicipi menu yang disajikan oleh tuan rumah dan mereka memakan apa yang ada. Namun, di perjamuan Ilahi dan maknawi, rahmat pemilik rumah sangat luas sehingga Dia memberikan apapun yang diminta oleh tamunya. Di Tanah Suci, rahmat ini melimpah ruah dan pemberian Allah tidak terbatas.

Rahman adalah sebuah kata mulia yang berulang kali disebutkan dalam al-Quran. 113 kali di awal setiap surat dalam kalimat Bismillah dan 57 kali di berbagai ayat al-Quran. Kata ini juga dipakai sebagai nama surat ke-55 al-Quran.

Menurut para ulama tafsir, pilihan kata Rahman adalah karena adanya para hamba yang memperoleh rahmat Ilahi yang tak terbatas ini. Orang-orang yang melangkah di bawah pancaran rahmat Tuhan, mereka memperoleh rahmat umum di dunia dan juga rahmat khusus di akhirat kelak. Rahmat ini seperti hujan yang membasahi semua tempat yang ia lintasi.

Meski hamba-Nya memiliki amalan yang sedikit, Tuhan tetap memberinya derajat dan kedudukan yang tinggi. Allah Swt berfirman, "Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya," (Q.S. Al-Furqan: 75)

Jamaah haji sedang bergerak menuju Allah dan di samping Ka'bah mereka akan mencapai kedekatan yang intim dengan-Nya. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa jamaah haji kembali ke kampung halamannya dengan sebuah kondisi spiritual khusus, seakan ia baru dilahirkan dari rahim ibunya.

Oleh karena itu, masyarakat harus menyambut dan mengunjungi jamaah haji yang baru kembali serta menghormati mereka. Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Seorang haji akan tetap membawa cahaya dan spiritual haji selama ia belum melakukan dosa."

Tidak diragukan lagi, tamu-tamu penting ini (jamaah haji) harus diperlakukan secara hormat oleh panitia pelaksanaan ibadah haji. Ibadah haji adalah manifestasi dari kemuliaan, spiritualitas, persatuan, dan kebesaran kaum Muslim, dan para pelakunya harus mendapatkan pelayanan yang layak.

Ritual sa'i antara bukit Shafa dan Marwa.
Nabi Ibrahim as dalam doanya meminta keamanan, kedamaian, dan kenyamanan untuk para peziarah Baitullah dan Allah juga mengabulkan permintaan ini.

Posisi mulia jemaah haji tentu saja menuntut tanggung jawab tertentu yang harus dipenuhi oleh negara tuan rumah Baitullah. Otoritas setempat berkewiban memuliakan jamaah haji serta memastikan keamanan dan kenyamanan mereka dari negara manapun.

Keamanan akan menyebabkan hati jamaah haji menjadi tenang dan mereka bisa fokus total untuk melaksanakan manasik haji. Oleh karena itu, posisi Dhuyufur Rahman harus dipisahkan dari hubungan politik suatu negara. Jamaah haji meninggalkan dunianya untuk mencari keridhaan Tuhan dan menunaikan kewajiban Ilahi. Mereka meninggalkan tanah airnya dengan menanggung segala beban.

Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka ia harus memuliakan tamunya."

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam pertemuan dengan panitia penyelenggara ibadah haji Iran pada 3 Juni 2019, mengingatkan bahwa negara yang mengelola situs-situs haji, memikul tanggung jawab berat, salah satunya adalah menjaga keselamatan jamaah haji.

"Otoritas setempat harus menjaga kemuliaan jamaah haji karena martabat mereka itu penting. Mereka adalah tamu-tamu Allah Swt, karena itu mereka harus dihormati. Tindakan yang merusak martabat dan bisa ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap jamaah harus dihilangkan. Tentu saja, mereka seharusnya tidak meningkatkan keamanan. Memastikan keamanan jamaah adalah sebuah keharusan, tetapi mereka tidak harus menciptakan lingkungan dengan keamanan maksimum," ujarnya.

Ayatullah Khamenei menerangkan bahwa haji adalah ranah persaudaraan, moralitas, dan sarana meminta ampunan. Ini bukan tempat untuk bertengkar dan berdebat dengan orang lain. Seperti yang Anda saksikan, semua elemen menakjubkan, konstruktif, dan instruktif ini ada dalam haji. Seperti itulah kewajiban haji.

Ayatullah Khamenei juga mengingatkan jamaah haji Iran agar bersikap sedemikian rupa sehingga atribut sosial dan kualitas bangsa ini akan menonjol, termasuk cara mereka bersikap dengan teman-temannya, mereka harus berperilaku dengan cara yang bermartabat, bijak, dan cerdas. Dalam berinteraksi dengan etnis dan bangsa lain, mereka harus menunjukkan kasih sayang dan perilaku hormat. Ini benar-benar poin penting.

Read 797 times