
کمالوندی
Haddad Adel Akan Fokuskan Sektor Keuangan dan Ekonomi Jika Terpilih
Bakal calon presiden dari kubu konservatif Iran, Gholam-Ali Haddad Adel, menyatakan dirinya akan memfokuskan upayanya di keuangan untuk mengantar sektor ekonomi ke kondisi yang lebih baik.
"Hari ini, memenuhi tuntutan merupakan masalah yang paling penting yang dihadapi warga di Iran. Siapa pun yang menjadi presiden harus bekerja keras mengatasi lonjakan inflasi dan meningkatkan kondisi ekonomi sebagai prioritas utama kerjanya," demikian kata Haddad Adel pada konferensi persnya Jumat (10/5) setelah mendaftar untuk ikut dalam pemilu presiden Iran pada tanggal 14 Juni.
Haddad Adel, yang saat ini menjabat sebagai anggota parlemen menyatakan akan memfasilitasi pembangunan negara, memanfaatkan kekuatan pemerintahan sebelumnya, dan menegaskan bahwa jika terpilih, dia akan menekankan kebijakan luar negeri pada asas martabat, kebijaksanaan dan kepentingan nasional Iran.
Dia juga menyatakan memiliki progra menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda.
Ledakan Boston Alasan Buat Menumpas Gerakan Occupy Wall Street
FBI sejak bulan-bulan pertama melakukan penyidikan terhadap orang-orang yang tertangkap dalam aksi demo anti Kapitalisme yang dikenal dengan gerakan Occupy Wall Street menemukan fakta bahwa urat nadi gerakan ini di kota Boston. Sejak waktu itu mereka telah menyusun program terukur untuk menumpas para aktivis yang berada di kota ini. Situs-situs rakyat Amerika di bulan Oktober 2012 mengungkap bagaimana FBI yang bekerjasama dengan polisi kota Boston untuk mengidentifikasi dan mengejar para penentang Wall Street.
Sebuah website anti Israel dan pendukung gerakan Occupy Wall Street dalam sebuah laporan pada 19 Oktober 2012 mengabarkan dokumen resmi dan rahasia yang diungkap oleh Asosiasi Kebebasan Sipil di Amerika yang berada di Massachusetts yang menunjukkan sudah cukup lama FBI menerapkan program dengan tema "Perang Melawan Terorisme". Dalam operasi intelijen ini, ternyata FBI juga mengejar warga Amerika pendukung Palestina dan menolak perang dengan Iran. Setiap informasi terkait aktivitas dan acara kampanye para aktivis politik ini dikategorikan dalam dokumen kriminal agar undang-undang kriminal di Amerika seperti penangkapan, penyidikan dan hukuman dapat diterapkan kepada mereka.
Dengan tersebarnya dokumen ini, terungkap pula bahwa polisi Boston merekam setiap program yang diselenggarakan untuk mendukung Palestina atau menentang Kapitalisme, sehingga FBI dapat dengan mudah menangkap warga yang ikut.
FBI mengetahui dengan baik bahwa urat nadi gerakan Occupy Wall Street berada di Boston. Pada 30 September 2011, sejumlah aktivis anti Kapitalisme berkumpul di kota Boston yang berada di bawah organisasi rakyat "Occupy Boston" dan mendeklarasikan keberadaannya. Artinya, kurang dari dua pekan sebelum dimulainya gerakan Occupy Wall Street dan hingga kini masih terus melanjutkan aksi protesnya, tidak seperti di daerah lain.
Berdasarkan data yang diberikan dalam situs organisasi warga ini occupybostong.org, sejak bulan Juni 2012 hingga kini secara berkala mereka melaksanakan program anti pemerintah dan Kapitalisme di kota Boston, sekalipun berita aksi demo mereka disensor oleh media-media kapitalis. Para aktivis dari kalangan mahasiswa penentang Kapitalisme di kota Boston tidak tinggal diam dan berhasil menjadikan Universitas Harvard menjadi benteng kuat bagi aksi protes mereka. Organisasi warga-mahasiswa Occupy Boston inilah yang mengacaukan pidato Newt Gingrich, zionis dan kandidat pemilu presiden pada 18 November 2011 di Harvard.
Sejak saat itu hingga kini telah diselenggarakan banyak seminar yang mengritik kebijakan luar negeri pemerintah Amerika di universitas ini. Begitu juga organisasi warga ini tahun lalu melakukan aksi protes menentang keinginan para pejabat Amerika menyerang Iran. Organisasi yang pada awalnya substansinya anti Kapitalisme perlahan-lahan memiliki kecenderungan anti Zionis dan dalam banyak seminar mereka menyatakan sikap protesnya terhadap Israel dan pemikiran zionis.
Gelombang pemikiran protes organisasi ini menyebabkan tahun lalu lembaga-lembaga anti Zionis menyelenggarakan seminar di Harvard yang menyerang kebijakan luar neger Amerika terkait pembentukan dua negara di kawasan Palestina pendudukan. Para peserta membahas rencana menghapus Israel dan pembentukan negara di perbatasan historis Palestina sebelum tahun 1948 dengan partisipasi seluruh warga asli Palestina. Yakni, sebuah rencana yang mirip dengan usulan Iran untuk menentukan nasib Palestina dengan suara warga hakiki Palestina.
Tapi poin yang perlu ditekankan mengenai kekuatan Occupy Boston dan bahaya organisasi ini bagi pemerintah Amerika yang pada gilirannya penumpasan mereka berada dalam prioritas FBI adalah mencetak koran dengan tiras 25 ribu dan disebarkan di seluruh kota Boston, sekaligus situsnya dengan alamat bostonoccupier.com. Surat kabar independen ini dikelola dengan anggaran warga dan disebut Boston Occupier. Makalah-makalahnya biasanya menyebut pemerintah Amerika sebagai Negara Imperialis Amerika.
Surat kabar anti Kapitalisme Boston Occupier di saat-saat pertama terjadi ledakan di Boston segera mengeluarkan kecaman dan berusaha membantu para korban dan menilainya sebuah peristiwa lokal. Berita tentang ledakan Boston tetap berada di bagian "berita lokal", sementara pada bagian "berita nasional" mereka tetap melanjutkan kebijakan anti Kapitalis. Dengan kata lain, ketika seluruh media Amerika menyebut peristiwa ledakan Boston sebagai masalah nasional dan merupakan aksi serangan terhadap keamanan nasional AS, para aktivis anti Kapitalis meyakini ledakan bom itu hanya masalah lokal Boston dan masyarakat tidak boleh lupa masalah nasional dan fokus untuk tetap melawan para kapitalis yang menguasai Wall Street.
Dapat dibayangkan bahwa "think tank" untuk menumpas gerakan Occupy Wall Street setelah mengetahui struktur politik dan tokoh utama gerakan ini di kota Boston, kini mereka mencari kesempatan untuk menghabisi tokoh utama gerakan ini. Mereka melihat kesempatan itu ada pada sebuah perlombaan lari maraton yang memiliki sejarah pelaksanaan yang panjang. Sejak tahun 1897 hingga sekarang setiap hari Senin ketiga bulan April, kota Boston menyelenggarakan lomba lari maraton dan di tanggalan Amerika sendiri hari itu disebut Hari Patriot (Patriots' Day).
Oleh karenanya, ledakan di Boston pekan lalu sudah pasti perasaan rakyat Amerika di tingkat nasional, khususnya warga Boston terluka dan para pejabat Amerika mendapat alasan untuk bermain dengan emosi rakyat guna mengarahkan opini umum terkait sejumlah masalah yang mereka inginkan.
FBI selama ini berusaha mencari alasan untuk mengontrol gerakan anti pemerintah, Kapitalis dan Israel di kota Boston dan memotong urat nadi gerakan ini baik di universitas maupun di lembaga-lembaga non pemerintah Boston. FBI membutuhkan kondisi keamanan khusus dan itu mereka dapatkan pasca ledakan bom di perlombaan maraton Boston. Tentu saja, dengan meminggirkan terlebih dahulu kemungkinan keterlibatan FBI dalam ledakan itu, untuk memunculkan kesempatan ini.
Mengapa Nuklir Israel Berbahaya ?
Richard Falk, investigator khusus HAM PBB di wilayah Palestina Pendudukan menyatakan program nuklir militer Israel mengancam keamanan seluruh kawasan Timur Tengah. Investigator HAM PBB itu menyebut Israel sebagai satu-satunya rezim yang memiliki senjata nuklir di Timur Tengah. Menurut Falk, eksistensi Israel sendiri sebagai ancaman, apalagi dengan program nuklir militernya. Bagi Falk, program nuklir militer Israel sangat berbahaya, karena Tel Aviv kapanpun bisa menggunakan senjata nuklirnya untuk menyerang pihak lain.
Sejak awal pendiriannya, proyek nuklir Israel bertujuan militer. Pada tahun 1952, rezim Zionis mendirikan Komisi Energi Nuklir. Lima tahun kemudian komisi tersebut mencapai kesepakatan dengan Prancis mengenai pembangunan reaktor riset Dimona, Negev. Reaktor riset berkekuatan 24 megawat air berat itu dioperasikan pada tahun 1964. Di reaktor ini pula Prancis melakukan pengolahan bahan bakar nuklir, sekaligus menyiapkan plutonium untuk memenuhi kepentingan militer Israel.
Sejak itu Israel semakin agresif meningkatkan kemampuan nuklir militernya. Pada tahun 1964, CIA melaporkan bahwa Israel berhasil memproduksi bom atom plutonium.
Hingga dekade 1990-an, rezim Zionis meningkatkan jumlah hulu ledak nuklirnya dari 75 hingga 130 buah. Pada tahun 2006, dengan dukungan AS dan negara Barat lainnya, Israel terang-terangan mengumumkan program nuklir militernya. Bulletin of The Atomic Scientist mengumumkan bahwa jumlah hulu ledak nuklir Israel menempati urutan kelima di dunia.
Rezim Zionis meningkatkan kekuatan nuklir militernya dengan bantuan negara-negara Barat terutama AS. Meskipun negeri Paman Sam itu didera krisis ekonomi, Washington justru berniat meningkatkan bantuan militernya bagi Tel Aviv. Baru-baru ini, Presiden Amerika, Barack Obama dalam rancangan anggaran belanja negara yang dikirimnya ke Kongres menambah usulan bantuan militer bagi Israel hingga $3,4 miliar.
Dukungan besar-besar negara-negara Barat terhadap Israel menyebabkan Tel Aviv semakin arogan mengembangkan program nuklir militernya yang membahayakan perdamaian kawasan. Saat ini, Israel memiliki setidaknya 300 hulu ledak nuklir, tapi selalu "kebal" sanksi dan hukuman dari organisasi internasional semacam PBB.
Padahal, selama ini Israel-lah yang jelas-jelas memiliki senjata nuklir di kawasan Timur Tengah yang mengancam perdamaian dan keamanan regional. Tapi, sanksi internasional justru dijatuhkan kepada negara lain semacam Iran yang mengembangkan program energi nuklir untuk tujuan damai yang berada di bawah Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Ketika organisasi internasional semacam Dewan Keamanan PBB gencar mempersoalkan program nuklir sipil Iran, yang hingga kini tidak terbukti menyimpang ke arah program senjata nuklir. Tapi, sikap yang sama tidak berlaku bagi Tel Aviv, yang tidak pernah mengakui NPT dan menutup pintu bagi investigator IAEA untuk menyelidiki instalasi nuklir militernya.
Berbagai pelanggaran Israel terhadap ketentuan internasional, terutama terkait program nuklir militernya mengancam keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia. Untuk itu, sejumlah negara regional dan dunia mendesak sikap tegas PBB terhadap Israel, terutama institusi terkait seperti IAEA terhadap program nuklir militer Israel. Tapi, karena dukungan segelintir negara Barat terutama AS di Dewan Keamanan PBB, hingga kini tidak ada keputusan serius untuk menindak kejahatan Israel yang semakin merajalela.
Dukungan Washington dan sekutunya terhadap Tel Aviv, membuat Israel semakin agresif meningkatkan produksi senjata nuklir dan menggunakannya untuk mengobarkan perang di kawasan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa rezim Zionis menggunakan senjata nuklir dalam sejumlah perang seperti perang delapan hari di Jalur Gaza, pada November 2012 lalu. Sejatinya, sikap pasif PBB dan publik dunia hanya akan membuat rezim Zionis semakin arogan untuk melanjutkan kebijakan haus perangnya di kawasan.
Pyongyang Segera Adili Warga AS yang dituduh Teroris
Seorang warga Amerika Serikat akan disidang di pengadilan tinggi Korea Utara karena dituduh telah melawan pemerintahan Pyongyang.
Kantor berita China, Xinhua sebagaimana dikutip Fars News (27/4) melaporkan, menurut berita yang dilansir kantor berita resmi Korut, Pae Jun-Ho warga Amerika keturuan Korea akan segera diseret ke pengadilan tinggi rakyat Korea.
Pada tanggal 3 November tahun lalu, Pae Jun-Ho memasuki Korea Utara untuk melakukan sejumlah aksi teror, namun aparat keamanan berhasil menangkapnya.
Kantor berita resmi Korut mengatakan, tersangka mengakui semua perbuatannya yang bermaksud untuk menggulingkan pemerintahan berkuasa negara itu.
Menurut keterangan sumber pemerintah Korut, Pae Jun-Ho dinyatakan bersalah berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Sebelumnya Bill Richardson, mantan Walikota Negara Bagian New Mexico dan Eric Smith, Direktur Operasional Google berkunjung ke Korut pada tanggal 7 sampai 10 Juni untuk membebaskan warga AS itu, namun gagal.
Taliban Bertanggung Jawab atas Ledakan di Kantor Partai Rakyat Pakistan
Ledakan bom terjadi di salah satu kantor Partai Rakyat Pakistan yang tengah disibukkan dengan aktifitas persiapan pemilu. Dalam insiden tersebut setidaknya 10 orang tewas.
BBC sebagaimana dikutip Mehr News (27/4) melaporkan, ledakan terjadi kemarin malam di salah satu kantor Partai Rakyat Pakistan di kota Karachi. Ledakan terjadi beberapa saat menjelang digelarnya orasi politik di kantor tersebut, akibatnya 10 orang tewas dan 25 orang lainnya luka-luka.
Kelompok teroris Taliban mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut. Ini adalah ledakan ketiga dalam beberapa hari terakhir yang dilakukan Taliban di Karachi.
Pada tanggal 11 Mei mendatang Pakistan akan menyelenggarakan pesta demokrasi, namun karena beberapa kelompok anti-Taliban direncanakan akan ikut serta dalam pemilu, milisi bersenjata itu berusaha untuk merusak citra kelompok-kelompok tersebut.
Akhirnya, Uni Eropa Kecam Israel
Gelombang kecaman terhadap rezim Zionis Israel terus mengalir. Kali ini Uni Eropa berani mengkritik Israel karena menghancurkan beberapa bangunan milik rakyat Palestina di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur (al-Quds), dan menggusur puluhan orang dari tempat tinggalnya.
Dalam sebuah pernyataan Jumat (26/4), utusan Uni Eropa di Yerusalem dan Ramallah menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas langkah rezim Tel Aviv menghancurkan 22 bangunan di Tepi Barat pada tanggal 23 dan 24 April lalu. Utusan Uni Eropa itu mengatakan bahwa beberapa bangunan yang dihancurkan dibiayai oleh negara-negara anggota organisasi Eropa tersebut.
"Sejak tahun 2008 lebih dari 2.400 rumah Palestina dan infrastruktur lainnya telah dihancurkan di Tepi Barat dan Yerusalem timur, yang menyebabkan lebih dari 4.400 orang terlantar," kata pernyataan itu.
Pada 14 Mei 2012, Uni Eropa telah meminta Tel Aviv supaya memenuhi kewajibannya terkait kondisi kehidupan rakyat Palestina, termasuk menangguhkan pengusiran paksa serta pembongkaran perumahan Palestina dan infrastruktur penting lainnya.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis Philippe Lalliot mengecam langkah pasukan Israel yang menghancurkan sebuah kamp Palestina di utara Tepi Barat sungai Jordan dan menyebutnya sebagai pelanggaran HAM internasional. Kamp tersebut didanai oleh Perancis.
Pada hari Jumat, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan sekitar 60 orang, termasuk 36 anak-anak, mengungsi menyusul pembongkaran dua peternakan dan restoran Palestina oleh militer Israel
Mesir di Tengah Gelombang Krisis Baru
Demonstrasi-demonstrasi anti-pemerintah di sejumlah kota di Mesir, begitu juga upaya-upaya para demonstran untuk menduduki kantor-kantor Ikhwanul Muslimin dan bahkan kediaman Presiden Muhammad Mursi, menunjukkan bahwa ada perubahan signifikan dalam krisis yang tak kunjung usai di negara Piramida itu.
Jumat, 26 April 2013 lalu massa berkonsentrasi di depan istana kepresidenan. Sekalipun aksi unjuk rasa itu berakhir dengan bentrok fisik antara demonstran dan polisi, namun para pengunjuk rasa tidak mempedulikannya dan terus meneriakkan slogan-slogan anti-Ikhwanul Muslimin. Bersamaan dengan itu, rumor tersebar di tengah masyarakat bahwa Kementerian Dalam Negeri tengah membentuk pasukan pendukung Presiden Mursi. Namun Kemendagri membantah rumor tersebut dan menegaskan bahwa militer Mesir akan menjalankan tugasnya tanpa intervensi politik dari pihak manapun.
Banyak pengamat politik percaya, tidak menutup kemungkinan memang ada sejumlah kelompok yang sedang berusaha memperkeruh situasi dan menyibukkan pemerintah dengan masalah-masalah tidak urgen untuk memancing di air keruh. Kelompok liberal, kiri dan kelompok yang masih loyal terhadap rezim terguling terbukti tidak senang dengan kondisi Mesir sekarang. Mereka sedang berusaha memperburuk kondisi dan menggunakannya sebagai alat untuk menekan Kairo agar mau memenuhi keinginannya.
Front Penyelamat Nasional yang menghimpun kaum liberal dan politikus-politikus era Mubarak, saat ini dikenal sebagai ikon arus pergerakan tersebut. Mereka berperan dalam aksi-aksi pembangkangan sosial di Mesir dalam beberapa bulan terakhir. Mereka bahkan ditengarai berada di balik kerusuhan-kerusuhan berdarah yang terjadi di negara itu dan mereka jugalah yang melemparkan isu cacatnya pemilu yang akan digelar akhir tahun ini sehingga masyarakat pesimis dengan hasilnya. Pasalnya, mereka khawatir Ikhwanul Muslimin akan kembali memenangkan pemilu parlemen kali ini.
Disamping Front Penyelamat Nasional, terdapat beberapa kelompok yang tidak jelas identitasnya di Mesir seperti kelompok Black Bloc yang mendalangi sejumlah aksi kerusuhan. Demonstrasi yang terjadi kemarin juga dipelopori oleh kelompok Black Bloc, kelompok yang terang-terangan memproklamasikan diri sebagai oposan pemerintah Mursi dan mendapat suntikan dana dari luar Mesir.
Dengan memperhatikan kondisi yang ada, jelas bahwa arah politik baru Mesir menghadapi ancaman serius dari dalam dan luar. Pada kondisi seperti ini, satu-satunya jalan adalah sikap petinggi Mesir untuk duduk bersama menyelesaikan masalah tanpa intervensi asing. (IRIB Indonesia)
AS Ulangi Skenario Invasi Irak di Suriah
Menteri Informasi Suriah mengatakan Amerika Serikat hendak mengulang skenario invasi Irak di Suriah dengan menuding pemerintah Damaskus menggunakan senjata kimia terhadap milisi oposisi bersenjata yang didukung asing.
Dalam sebuah wawancara dengan TV Rusia, Omran Al-Zoubi membantah tuduhan para pejabat AS bahwa senjata kimia telah digunakan oleh militer Suriah dalam skala kecil.
"Ini tak berdasar, dan itu hanya taktik baru untuk memberikan tekanan politik dan ekonomi terhadap Suriah," kata Al-Zoubi, Jumat (26/4).
"Amerika ingin memanipulasi masalah ini dan mengulangi skenario [invasi] Irak, " tegasnya.
Sebelumnya, pada hari Kamis, Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengklaim bahwa dinas intelijen Amerika telah membuat penilaian "dengan berbagai tingkat kepercayaan" bahwa pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia dalam skala kecil.
Pernyataan itu menyusul klaim sebelumnya oleh rezim Israel, Inggris dan Perancis bahwa senjata kimia telah digunakan di Suriah, tapi tidak memberikan penjelasan spesifik tentang bagaimana dan oleh siapa.
Sementara itu, seorang pejabat pemerintah Suriah pada Jumat (26/4) balik menuduh milisi oposisi anti-Damaskus menggunakan senjata kimia. Pejabat itu menyatakan bahwa ada dokumen yang kuat membuktikan penggunaan senjata kimia oleh milisi oposisi bersenjata dalam serangan terhadap desa Khan al-Assal di luar kota utara Aleppo pada bulan Maret lalu.
Mantan Presiden AS George W. Bush menggunakan alasan senjata kimia untuk membenarkan invasi Irak.(
Mencermati Pemilu Dewan Provinsi di Irak
Irak menggelar pemilu dewan provinsi di 12 provinsi dari 18 provinsi negara ini pada hari Sabtu (20/4). Berdasarkan keterangan sumber-sumber pemerintah, di pemilu dewan provinsi Irak, sebanyak 3.592.000 mereka yang berhak memiliki menyalurkan suaranya di tempat pemungutan suara (TPS). Di pemilu ini tercatat 265 kubu politik dan lima koalisi serta 8302 kandidat turut meramaikan ajang demokrasi ini.
Para kandidat ini bersaing untuk memperebutkan 378 kursi di 12 provinsi. Sementara itu, pemilu dewan provinsi belum digelar wilayah otonomi Kurdistan dan tiga provinsi di Irak barat. Perdana Menteri Nouri al-Maliki mengumumkan pemilu di tiga provinsi barat ditangguhkan enam bulan mendatang mengingat kondisi tak aman di wilayah tersebut.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah provinsi Irak khususnya provinsi yang berpenduduk mayoritas Sunni seperti al-Anbar, Nainawa dan Mosul serta kota-kota seperti Baquba dan Fallujah menjadi ajang aksi demo anti pemerintah. Di kerusuhan dan instabilitas di wilayah-wilayah tersebut sejumlah kubu ekstrim dalam negeri juga terlibat.
Pada hari Jumat (19/4) sejumlah wilayah di Irak seperti Baghdad dan Kirkuk diguncang serangan teroris. Insiden tersebut menewaskan lebih dari 70 orang dan menciderai sejumlah warga lainnya. Bersamaan dengan aksi teroris tersebut dengan pemilu dewan provinsi merupakan langkah yang terorganisir dan dipersiapkan sebelumnya.
Pengamat politik meyakini bahwa teroris dan pendukung mereka berusaha mempengaruhi proses pemilu dewan provinsi di Irak dengan menebar instabilitas dan kerusuhan. Khususnya hasil sementara pemilu dewan provinsi menunjukkan keunggulan aliansi Ammar Hakim "Al-Mawatin".
Oleh karena itu, sepertinya kubu politik internal Irak yang menjadi antek asing berusaha menggoyang stabilitas negara dengan memanfaatkan kelompok Salafi khususnya al-Qaeda dan Partai Baath. Hal ini mereka lakukan untuk mencegah kemenangan kubu Syiah di perolehan kursi dewan.
Sejumlah kubu politik yang merasa terisolasi berusaha menekan Nouri al-Maliki dengan mempertanyakan kemampuan pemerintah dalam mengontrol keamanan negara dan dengan demikian mereka berharap mampu mencegah Koalisi Negara Hukum mendapat kursi besar di dewan.
Tak diragukan lagi bahwa upaya untuk mempengaruhi pemilu dewan provinsi hanya sebagian dari motif para teroris di aksi yang mereka kobarkan. Dewasa ini berbagai kubu yang berafiliasi dengan Barat dan sejumlah pejabat Arab Saudi tengah membentuk front anti Maliki dengan tujuan untuk menolak mosi percaya terhadap pemerintahan sang perdana menteri Irak ini.
Mengingat hal ini, sejumlah elit politik menilai pemilu dewan provinsi Irak yang digelar dengan dipantau oleh wakil partai politik negara ini dan 300 pengamat internasional merupakan ujian serius untuk mengkaji tingkat popularitas berbagai kubu politik serta kubu yang membentuk pemerintahan di Baghdad.
Sementara itu, pendapat lainnya menyatakan, pemilu dewan provinsi Irak dapat menjadi babak baru terbentuknya kekuatan dan kubu politik yang seirama dengan proses politik saat ini demi mempercepat program pembangunan dan kemajuan bangsa.
Libya dan Rekonsiliasi Nasional
Perdana Menteri pemerintahan sementara Libya, Ali Zeidan saat berbicara di konferensi perdamaian antar kabilah yang digelar di kota Tripoli menekankan perealisasian rekonsiliasi nasional di negara ini. Ia menyebut berdamai dan solidaritas sebagai kebutuhan mendesak Libya saat ini untuk tetap eksis. Ali Zeidan juga mengharapkan berbagai kabilah khususnya suku-suku yang berada di wilayah selatan untuk tidak saling berperang.
Harapan Zeidan digulirkan di saat Libya meski telah satu setengah tahun dari tergulingnya diktator Muammar Gaddafi, sampai saat ini belum mengecap ketenangan dan stabilitas. Hingga kini berbagai kabilah di negara ini cendung menggunakan kekerasan dan senjata untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka. Senjata kini menjadi sarana bagi mereka untuk memaksakan tuntutannya.
Di era pemerintahan Gaddafi, tidak ada kabilah yang berani unjuk kekuatan. Hal ini disebabkan peraturan keras yang diterapkan oleh sang diktator dan sistem keamanan yang ketat. Namun pasca tergulingnya Gaddafi kondisi di negara ini berubah seratus persen. Kubu revolusioner dan para pemimpin kabilah saling berlomba merebut jatah mereka di pemerintahan.
Dalam beberapa bulan lalu, berbagai wilayah di Libya menjadi ajang bentrokan bersenjata antara milisi bersenjata dari kabilah yang ada dengan pasukan pemerintah semenara. Kabilah di Timur, Barat dan Selatan saling berbangga dengan jumlah mereka di masyarakat Libya serta menentang pemerintah. Untuk menunjukkan kekuatannya, kabilah-kabilah ini saling berperang di antara mereka. Sampai saat ini tercatat beberapa kali bentrokan berdarah terjadi di Libya.
Bahkan di wilayah Timur muncul ide pemisahan diri dari pemerintah pusat dan saat ini sejumlah wilayah negara ini lepas dari kontrol pemerintah pusat. Pasukan dari kabilah di Timur yang sebagiannya bekerja di sektor industri perminyakan berulang kali menggelar aksi mogok kerja menuntut penambahan jatah kekuasaan terhadap industri penting dan pemanfaatan hasil dari minyak bagi kepentingan daerahnya tersebut. Aksi mogok kerja menjadi bagian terpenting dari isu yang ada. Namun ketika anggota kabilah ini mengangkat senjata dan menentang pasukan pemerintah, maka bentrokan berdarah pun tak terelakkan.
Dalam satu tahun lalu, Libya mengalami masa-masa kemunduran pesat akibat tidak adanya stabilitas dan keamanan. Kondisi ini ditambah dengan tidak tercapainya kesepakatan nasional di struktur politik dan sosial negara ini. Meski Libya di antara negara-negara Afrika memiliki cadangan minyak dan gas terbesar, namun Tripoli masih belum mampu memanfaatkan hasil dari nikmat besar Tuhan ini untuk memajukan perekonomian dan mensejahterakan kehidupan rakyatnya.
Hal ini didorong oleh minimnya tingkat keamanan negara ini dan dari sisi lain, permusuhan antar kabilah menjadi faktor utama yang mencegah jalannya stabilitas politik dan kemajuan ekonomi di Libya. Sampai kini pun belum ada kepercayaan kepada pemerintah. Pasukan revolusioner pun hingga kini belum menyerahkan senjata mereka kepada pemerintah. Komite rakyat yang dibentuk di era revolusi pun belum sepenuhnya bubar dan masih terpecah-pecah. Komite ini belum terkumpul dalam satu wadah.
Secara praktisnya setiap wilayah di Libya berada dalam kekuasaan satu kabilah tertentu. Kondisi ini sama halnya dengan memunculkan gejolak dan kekacauan politik di Libya. Jika gejolak ini terus berlanjut, proses pembentukan pemerintahan di negara ini akan terhambat. Dengan demikian maka tak diragukan lagi kondisi tersebut menjadi era terburuk bagi Libya baru.