
کمالوندی
Shahed-129, Drone Canggih dan Serbaguna Buatan Iran
Kemajuan Republik Islam Iran dalam pertahanan dan persenjataan, terutama dalam pengembangan pesawat tanpa awak tak dapat dipungkiri.
Iran sekarang adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang memiliki tren yang berkembang dalam desain, pengembangan dan konstruksi berbagai jenis drone.
Perkembangan tersebut sangat penting mengingat meningkatnya peran drone di berbagai wilayah pertempuran darat, udara dan laut, serta di banyak wilayah sipil.
Drone Shahed-129 (saksi) dapat dianggap sebagai salah satu model terpenting dan pencapaian pertahanan Angkatan Bersenjata Iran dalam beberapa tahun terakhir.
Shahed-129 adalah pesawat tanpa awak dan bersenjata (UCAV) bermesin tunggal ketinggian menengah bermesin tunggal Iran yang dirancang oleh Shahed Aviation Industries untuk Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).
Drone ini telah membuktikan posisi Iran di antara negara-negara yang memiliki teknologi ini lebih dari sebelumnya. Pesawat tanpa awak modern tersebut adalah hasil dari upaya bertahun-tahun oleh semua elit muda dari perusahaan berbasis pengetahuan di negara tersebut dan Angkatan Udara IRGC.
Shahed-129 adalah salah satu drone terbaik yang pernah dibuat di Iran. Drone ini mirip dengan drone WK450 buatan Prancis dan model awalnya diterbangkan pada Maret 2012 di Bandara Badr di Isfahan.
Prototipe berikutnya, yang tidak seperti model pertama, dilengkapi dengan Retractable Landing Gear, terbang pada Juni 2012. Prototipe pertama Shahed-129, dilengkapi dengan roda pendaratan tetap dan tidak mampu membawa senjata, melakukan penerbangan operasional pertamanya pada 3 Juli 2012, selama manuver Payambar-e Azam (Nabi Agung) SAW) ke-7.
Drone terbang di atas area latihan dan lokasi peluncuran rudal di Kavir Lut dan mengirim video langsung peluncuran rudal balistik ke pusat komando.
Pada Pekan Pertahanan Suci tahun itu, sebuah program televisi menyiarkan pencapaian militer Iran dengan klip pendek penerbangan Shahed-129 namun tidak menyebutkan nama drone dan detailnya.
Setahun kemudian, pada Oktober 2013, Mayor Jenderal Jafari, Komandan IRGC saat itu, secara resmi meluncurkan Drone Shahed-129 UAV dan memesan produksi massal.
Beberapa waktu kemudian, Brigjen Amir Ali Hajizadeh, Komandan Pasukan Dirgantara IRGC, mengumumkan spesifikasi drone tersebut dalam sebuah program televisi.
Shahed-129 merupakan drone pengintai dan tempur yang memiliki panjang 8 meter, tinggi 3,1 meter, dan lebar sayap 16 meter. Drone terbuat dari bahan komposit dan struktur aluminium.
Mesin Shahed 129 yang disebut Rotax 914 (adalah turbo bermuatan turbo, empat langkah, empat silinder, mesin pesawat berlawanan horizontal dengan silinder berpendingin udara dan kepala silinder berpendingin air) dan mampu membawa empat rudal pintar Sadid-345 seberat total 400 kg.
Pakar industri penerbangan Shahed telah merancang dan membangun prototipe rudal Sadid-361 yang dapat digunakan melawan target darat. Bom pintar tanpa roket bermesin ini diberi nama Sadid-341.
Setelah stabilisator sirip dipasang di sisinya, Sadid-345 menjadi senjata utama Shahed-129. Mesin drone dirancang dengan tiga bilah dan kemudinya dirancang dalam bentuk V.
Retractable Landing Gear Shahed-129 dibuat oleh Iran Electronics Industries dan kamera pengintai serta penargetannya dibuat oleh industri optik Iran yang disebut Eagle-6.
Model baru Shahed-129 diluncurkan setelah model awal, dengan satu perbedaan utama adalah bahwa sistem navigasi satelit telah ditambahkan. Menurut Hajizadeh, kemampuan ini ditambahkan pada awal 2015. Model ini sepenuhnya dapat dikenali dengan paruh berbentuk kubah dan memiliki ukuran, bentuk, dan peran yang mirip dengan MQ-1 Predator Amerika.
Penambahan kemampuan navigasi satelit memungkinkan peningkatan jangkauan operasional drone tanpa perlu menambah jumlah stasiun darat. Pada 7 Desember 2019, model Angkatan Laut Shahed-129 bernama Simorgh diresmikan di hadapan Wakil Kepala Angkatan Darat untuk Koordinasi, Laksamana Muda Habibollah Sayyari, dan Panglima Angkatan Laut Laksamana Hossein Khanzadi di Konarak.
Fitur lain dari Shahed-129 termasuk penargetan akurat dengan radius 1700 km, penerbangan 25.000 kaki (7620 m), durasi penerbangan 24 jam dengan pengisian bahan bakar dan biaya misi yang sangat rendah, serta kemampuan untuk mendarat di semua bandara.
Tipe ini dirancang sedemikian rupa sehingga semua jenis peralatan dapat dipasang di atasnya dan juga dapat digunakan secara efektif dalam mengendalikan lalu lintas jalan raya, dan sumber daya alam. Drone Shahed-129 dapat diterbangkan dari jalan dan pada saat yang sama dapat dikendalikan dari pusat kendali sebesar kabin trailer.
Kontrol dan panduan Shahed-129 dilakukan dari jarak jauh oleh pusat kendali darat. Sistem optik drone memiliki kemampuan untuk mendeteksi sekitar 211 km target pada malam, siang, dan semua kondisi cuaca dan mengirim foto yang jelas ke pusat.
Misi yang ditentukan untuk drone Shahed-129 termasuk pengintaian operasional, penghancuran posisi musuh dan memotret posisi dan mengirimnya ke pusat komando untuk keputusan akhir.
Shahed-129 juga dapat digunakan untuk melawan teroris dan penyelundup, pengintaian di perbatasan darat dan laut, urusan lingkungan, pemetaan, dan foto udara.
Salami: Musuh tidak mentolerir melihat kemajuan Iran
Komandan pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) mengatakan, musuh tidak mentolerir kemajuan bangsa Iran.
Mayjen. Hossein Salami Kamis (4/2/2021) menambahkan, musuh khawatir munculnya harapan di hati rakyat dan ingin membuat rakyat kita lelah serta putus asa.
"Musuh Iran tidak menghendaki Iran yang kuat, maju, makmur dan Iran beriman, tapi mereka menghendaki Iran yang bergantung dan tunduk. Namun kita akan terusmelawan dan membangun negara kita sendiri," papar Salami.
Komandan IRGC seraya mengisyaratkan bahwa kemajuan Iran paling menakjubkan diraih di era sanksi, mengatakan, pencabutan sanksi dan membangun negara yang makmur lebih penting dari perang melawan musuh, dan oleh karena itu, pembangunan di negara ini tidak boleh terhenti.
Apakah Biden akan Mengubah Kebijakan Luar Negeri AS?
Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pidato perdananya di gedung kementerian luar negeri baru-baru ini berbicara mengenai kebijakan luar negeri negaranya. Dia mengabarkan kembalinya AS kepada jalur diplomasi.
Biden mengatakan, AS kembali lagi dan kami akan melawan sistem otoriter. Dia kemudian membahas berbagai masalah kebijakan luar negeri, dari perubahan iklim dan perang Yaman hingga kudeta di Myanmar serta hubungan dengan Rusia, China, dan Eropa.
Karena pemerintahan Biden baru berjalan kurang lebih dua minggu, maka tidak mungkin untuk menilai dan menghakimi kebijakan luar negeri pemerintahannya. Namun, dengan melihat sejarah diplomasi AS selama setidaknya setengah abad terakhir, jelas bahwa kebijakan luar negeri negara ini mengikuti seperangkat prinsip dan kerangka kerja tetap yang tidak berubah meski pemerintahannya berubah.
Di antara prinsip-prinsip yang dimaksud adalah mempertahankan hegemoni atas sistem internasional, mengamankan kepentingan ekonomi perusahaan-perusahan AS, mempromosikan nilai-nilai Amerika, mendukung pemerintah-pemerintah sekutu, bersaing dengan negara-negara rival, dan berperang melawan pemerintahan-pemerintahan yang tidak sejalan dengan AS.
Penggunaan diplomasi dan perang secara bersamaan adalah prinsip lain dari kebijakan luar negeri pemerintah AS. Perbandingan dua pemerintahan Barack Obama dari Partai Demoktrat dan Donald Trump dari Partai Republik menunjukkan bahwa selama pemerintahan Obama, metode perang tidak ditinggalkan, dan selama kehadiran Trump di Gedung Putih, diplomasi juga tidak terpinggirkan. Oleh karena itu, pernyataan Biden bahwa "Amerika telah kembali ke diplomasi" tidak berarti bahwa pemerintahan AS saat ini telah meninggalkan metode perang.
Pengalaman masa lalu telah menunjukkan bahwa presiden-presiden AS membuat janji yang menarik pada hari-hari pertama pemerintahan mereka, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka melupakannya atau sistem dan struktural mencegah mereka untuk memenuhi janji-janji itu.
Contoh utama adalah janji Obama pada hari pertama dia menjabat sebagai Presiden AS untuk menutup penjara Guantanamo dalam waktu satu tahun. Tetapi ketika Obama meninggalkan Gedung Putih setelah delapan tahun berkuasa, penjara itu masih terbuka. Trump juga telah berulang kali berjanji untuk mengakhiri perang AS yang tak ada habisnya dan bahkan menandatangani dekrit untuk menarik pasukan AS dari Suriah dan Afghanistan. Namun janji tersebut belum dipenuhi hingga pemerintahannya berakhir.
Sekarang giliran Biden membuat janji dalam kebijakan luar negerinya, di mana di antara janji itu adalah janji untuk memperkuat kerja sama diplomatik dengan sekutu, keras terhadap rival dan musuh, dan mengupayakan perubahan di berbagai bidang seperti kebijakan terkait Arab Saudi dan Yaman. Namun, karena kompleksitas sistem internasional dan berkurangnya kemampuan nasional AS untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain, pencapaian tujuan-tujuan tersebut selama empat tahun kepresidenan AS, jauh dari harapan.
Bonnie Kristian dalam The Washington Examiner menulis, Menteri Luar Negeri Anthony Blinken yakin AS harus mempertahankan peran kepemimpinannya dalam berbagai masalah internasional. Ini, lanjutnya, adalah kesalahan strategis mendasar yang telah menyebabkan kegagalan kebijakan luar negeri selama beberapa dekade. Pandangan ini bermula dari kesombongan atas kemampuan dan keterbatasan kekuatan AS. (
Israel Klaim akan Serang Iran Jika AS Bergabung dengan JCPOA
Harian rezim Zionis, Hayom mengklaim dalam artikelnya pada hari Kamis, 14 Januari 2021 bahwa militer Israel sedang menyusun rencana untuk menyerang program nuklir Iran jika Amerika Serikat bergabung kembali ke perjanjian nuklir JCPOA.
Seorang sekutu perdana menteri rezim Zionis Benjamin Netanyahu telah mengancam bahwa Israel dapat menyerang program nuklir Iran jika AS bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir internasional JCPOA.
Menteri Kerja Sama Regional rezim Zionis Tzachi Hanegbi baru-baru ini mengatakan, pemerintahan Presiden terpilih AS Joe Biden tidak boleh "memenuhi tuntutan" Iran dan memperingatkan bahwa Israel tidak akan mentolerir program rudal nuklir dan balistik Iran.
"Jika pemerintah AS bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir -dan itu tampaknya menjadi kebijakan yang dinyatakan saat ini- hasil praktisnya adalah bahwa Israel akan kembali sendirian melawan Iran, yang pada akhir kesepakatan akan menerima lampu hijau dari dunia, termasuk AS, untuk melanjutkan program senjata nuklirnya," kata Hanegbi dalam wawancara dengan jaringan berita Israel, Kan, seperti dilansir Press TV.
Ini, lanjutnya, tentu saja kami tidak akan mengizinkan; kami sudah dua kali melakukan apa yang perlu dilakukan, pada tahun 1981 melawan program nuklir Irak dan pada tahun 2007 melawan program nuklir Suriah.
Hanegbi lebih lanjut memperingatkan pemerintahan Biden yang akan datang agar tidak mengizinkan Iran melanjutkan program rudal nuklir dan balistiknya.
Dia mengatakan, yang paling penting adalah meyakinkan pemerintahan Amerika yang akan datang untuk tidak mengulangi kesalahan pemerintahan Obama.
Selama beberapa tahun terakhir, Israel telah berulang kali mengancam untuk melancarkan serangan militer terhadap fasilitas nuklir dan militer di Iran guna menghambat pertahanan dan pencapaian ilmiah negara ini.
Iran menyebut ancaman itu sebagai gertakan, namun juga memperingatkan bahwa setiap serangan akan menjadi yang pertama dan terakhir bagi Israel.
Qatar Desak Negara Teluk Persia Berunding dengan Iran
Menteri Luar Negeri Qatar meminta negara-negara Arab kawasan Teluk Persia untuk berunding dengan Republik Islam Iran.
"Pemerintah Doha sejak lama menghendaki digelarnya perundingan antar pemimpin negara-negara Arab Teluk Persia dan Republik Islam Iran, dan Qatar ingin menyaksikan kesepakatan ini," papar Sheikh Mohammad bin Abdulrahman Al Thani seperti dilaporkan IRNA Selasa (19/1/2021).
Menlu Qatar terkait tensi Doha dan Abu Dhabi mengatakan, sampai saat ini masih ada solusi untuk menyelesaikan friksi dengan Uni Emirat Arab (UEA).
Qatar baru-baru ini menyelesaikan friksi diplomatiknya dengan Arab Saudi, Bahrain, UEA dan Mesir yang berlangsung selama tiga tahun.
Permukiman Ilegal Zionis, Kejahatan Perang Baru Israel
Seorang anggota dewan legislatif Palestina menyebut rencana baru rezim Zionis untuk membangun permukiman ilegal di wilayah pendudukan sebagai kejahatan perang baru Israel.
Kantor berita Wafa hari Selasa (19/1/2021) melaporkan, Mohammad Shahab mengatakan bahwa perluasan permukiman Zionis bertentangan dengan resolusi internasional dan menunjukkan lebih banyak penjarahan atas tanah Palestina.
Rezim Zionis baru-baru ini menyiapkan rencana baru untuk perluasan pemukiman Zionis di Tepi Barat dan Baitul Maqdis.
Rencananya, lebih dari 8.000 unit permukiman baru Zionis akan dibangun di Tepi Barat. Rezim Zionis juga berencana untuk membangun apartemen, kawasan industri dan komersial, serta fasilitas rekreasi di Baitul Maqdis yang didudukinya.
Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB no.2334, aktivitas pemukiman Israel dinyatakan ilegal. Tapi, Israel mengabaikannya dengan tetap melanjutkan penghancuran rumah-rumah Palestina dan membangun pemukiman baru Zionis.
Sengkarut Politik Apa Lagi ? Pemilu Irak Ditangguhkan
Komisi Pemilihan Umum Irak meminta penyelenggaraan pemilu parlemen negara itu ditangguhkan hingga empat bulan dari waktu yang sudah disepakati.
Rencananya pemilu parlemen Irak akan digelar pada 6 Juni 2021, dan sampai saat ini pemerintah Baghdad masih belum mengeluarkan keputusan final terkait rencana penundaan pemilu parlemen oleh KPU negara itu.
Sementara kelompok-kelompok politik di Irak juga belum mencapai kata sepakat soal penundaan atau pelaksanaan pemilu parlemen pada 6 Juni 2021. Akan tetapi aliansi Al Fath menolak usul penangguhan pemilu parlemen hingga Oktober 2021.
Alasannya, penundaan pemilu parlemen bertentangan dengan kesepakatan yang sudah dicapai pemerintah Irak dengan fraksi-fraksi parlemen yaitu penyelenggaraan pemilu parlemen dini setahun setelah pembentukan kabinet. Kenyataannya, salah satu syarat yang diterima oleh Mustafa Al Kadhimi saat sidang tanya-jawab di Parlemen adalah menyelenggarakan pemilu parlemen dini setahun pasca terbentuknya kabinet.
Ketua aliansi Al Hal poros Ahlu Sunnah Irak, Mohammed Al Hablousi yang juga Ketua Parlemen menentang penangguhan pemilu parlemen. Aliansi Al Hal beralasan pemerintah mengabaikan kesepakatan yang dicapai dengan fraksi-fraksi politik, ia khawatir pemilu tidak akan terlaksana sekalipun diundur hingga Oktober 2021.
Pada kenyataannya, aliansi pimpinan Mohammed Al Hablousi secara implisit mengatakan bahwa pemerintah sama sekali tidak punya itikad untuk menyelenggarakan pemilu parlemen dini.
Di sisi lain Gerakan Sadr Irak tidak menunjukkan sikap yang jelas terkait isu penundaan pemilu parlemen ini, dan Gerakan Hikmah pimpinan Ammar Hakim menyetujui penangguhan pemilu parlemen Irak.
Ada dua alasan mengapa Gerakan Hikmah menyetujui penangguhan pemilu parlemen Irak. Pertama, sepertinya Ammar Hakim dan kelompoknya akan berkoalisi dengan Mustafa Al Kadhimi dan sekutunya di pemilu parlemen mendatang.
Maka dari itu sekarang ia menyetujui usul penangguhan yang disampaikan KPU Irak. Alasan kedua, Gerakan Hikmah percaya dalam setahun terakhir terbentuk sejumlah kelompok politik baru. Tidak banyak waktu untuk mengenal kelompok-kelompok baru tersebut, maka dari itu penundaan pemilu parlemen dapat menjadi peluang untuk mengenal mereka.
Poin yang sangat penting adalah kelompok-kelompok politik Irak sampai saat ini tidak menunjukkan sikap transparan terkait penundaan pemilu parlemen. Beberapa kelompok politik asli Ahlu Sunnah tidak berkomentar soal ini.
Oleh karena itu meski KPU Irak meminta penundaan pemilu parlemen hingga 4 bulan dari waktu yang disepakati, namun belum juga dicapai kata sepakat. Pertanyaannya mengapa arus transformasi yang ada menunjukkan kemungkinan pemerintah Irak menerima usul KPU tersebut ?
Pertama, dari sisi finansial dan teknis, penyelenggaraan pemilu parlemen Irak pada Juni 2021 sulit, pasalnya Irak sedang berhadapan dengan banyak masalah keuangan, masalah-masalah itu dalam beberapa hari terakhir kembali memicu demonstrasi anti-pemerintah.
Kedua, KPU Irak mengatakan, dengan memperhatikan berakhirnya batas waktu yang sudah ditetapkan untuk pendaftaran aliansi politik, hanya sedikit dari mereka yang mendaftar. Perpanjangan batas waktu pendaftaran bagi koalisi politik Irak yang akan berpartisipasi dalam pemilu parlemen mempengaruhi proses lain.
Berpijak pada alasan ini beberapa tokoh politik Irak percaya pemerintah Baghdad tidak punya itikad untuk menyelenggarakan pemilu parlemen. Salah satu anggota koalisi Al Fath, Mohammed Al Baldawi mengatakan pemerintah sama sekali tidak mengambil langkah supaya KPU Irak bisa menyelenggarakan pemilu parlemen pada Juni 2021.
Di dalam Parlemen Irak sendiri, ada beberapa kelompok yang menentang pembubaran parlemen dan penyelenggaraan pemilu pada Juni 2021 mendatang.
Angkatan Darat Iran Gelar Manuver Eghtedar-e 99
Manuver Eghtedar-e 99 (the power-99) angkatan darat Republik Islam Iran digelar di pantai Makran.
Menurut laporan Iran Press, manuver eghtedar-e 99 angkatan darat militer Iran digelar Selasa (19/1/2021) dengan partisipasi unit airborne, pasukan khusus, pasukan gerak cepat dan dengan dukungan unit udara khususnya unit penerbangan angkatan darat (IRIAA) di pantai Makran.
Manuver ini digelar untuk memahami tingkat kesiapan tempur unit angkatan darat militer Republik Islam Iran dalam menghadapi berbagai ancaman serta menerapkan operasi relokasi unit dari satu wilayah ke wilayah operasi sesuai yang diprediksikan.
Di manuver ini akan diterapkan taktik dalam negeri untuk mengkaji kemampuan terpisah setiap unit angkatan darat.
Sebelumnya juga digelar manuver laut eghtedar-e 99 oleh angkatan laut militer Iran Rabu pekan lalu di pantai Makran dan utara Samudra Hindia.
Jihad Islam Tegaskan Muqawama hingga tercapainya Tujuan Palestina
Sekjen Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan, "Kami akan melanjutkan muqawama hingga terealisasinya tujuan bangsa Palestina terkait pemulangan dan pembebasan Quds."
Seperti dilaporkan IRNA, Ziyad al-Nakhalah Senin (18/1/2021) di sidang virtual ketua komisi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri parlemen negara-negara pendukung Palestina mengatakan, pasukan muqawama dengan segenap kekuatan dan fasilitas minim yang saat itu dimilikinya, gigih membela rakyat Palestina dan memaksa musuh mundur tanpa syarat.
Sekjen Jihad Islam Palestina menambahkan, sejak saat itu hingga kini, Zionis tidak pernah berhenti melancarkan agresinya dalam bentuk apapun baik blokade ekonomi, pemboman dan perusakan serta di tahun 2012 rezim ini melancarkan serangan lain ke Jalur Gaza dan saat itu pun pasukan muqawama dengan senjata yang dimilikinya kian gigih melawan dan mampu menyerang berbagai distrik Zionis, khususnya Tel Aviv.
"Meski ada perang besar dan berbagai perang lainnya antara Kami dan musuh (Zionis), Israel tidak mampu memaksakan syaratnya kepada muqawama dan para pejuang muqawama melanjutkan kemajuan peralatan mereka sehingga hari ini mereka mampu menciptakan ketakutan di tengah musuh," tambah al-Nakhalah.
Lebih lanjut sekjen Jihad Islam Palestina menambahkan, "Meski ada perjuangan dan perlawanan heroik rakyat Palestina, Amerika mampu mengganggu barisan negara-negara Arab serta melancarkan program normalisasi hubungan di mana mayoritas negara-negara Arab berpartisipasi untuk memblokade muqawama di kawasan, dan dengan perilakunya ini, mereka membuka tangan AS dan Israel untuk mengubah geografi serta merancang masa depan kawasan."
Dituduh Terlibat Kudeta, Polisi Turki Tangkap Ratusan Orang
Sebanyak 238 orang warga Turki ditangkap otoritas keamanan negara ini dengan tuduhan terlibat dalam gerakan Gulen dan aksi kudeta yang gagal lima tahun lalu.
Kantor Berita Anadolu melaporkan, operasi yang dilancarkan di 60 provinsi Turki ini dilakukan untuk memutus jaringan Gulen yang dianggap terlibat dalam kudeta tahun 2016. Tetapi Fethullah Gulen yang saat ini berada di Amerika Serikat membantah tuduhan tersebut.
Dilaporkan, lebih dari 250 orang tewas dalam kudeta yang gagal di Turki pada tahun 2016.
Selain itu, 160 orang telah ditangkap dalam operasi yang dilancarkan pihak kepolisian baru-baru ini atas perintah jaksa Izmir.
Operasi ini juga menyasar para tentara di Siprus utara, tempat basis militer Turki. Dari 238 orang yang ditangkap terdapat 218 personel angkatan darat, termasuk enam kolonel, tiga letnan kolonel, dan sembilan mayor.
Sekitar 80.000 orang telah ditahan sejak terjadi kudeta yang gagal di Turki, dan sekitar 150.000 orang pegawai negeri sipil, dan kepolisian serta militer dipecat dari jabatannya.
Lebih dari 20.000 lainnya juga telah diberhentikan dari angkatan bersenjata Turki.(