
کمالوندی
Bahas kondisi Kawasan, Zarif Kontak Sejawatnya dari Rusia, Irak dan Suriah
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif Kamis (17/10/2019) sore dalam kontak telepon terpisah dengan sejawatnya dari Irak, Rusia dan Suriah membahas transformasi terbaru kawasan khususnya utara Suriah.
Menurut laporan IRNA, di kontak terpisah menlu Iran Kamis sore dengan sejawatnya dari Rusia, Irak dan Suriah, kedua pihak menilai penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Suriah sebagai keharusan untuk meraih stabilitas berkesinambungan dan jangka panjang kondisi di tepi timur Furat.
Di kontak telepon ini juga ditekankan untuk membentuk dialog antara Damaskus dan Ankara serta antara petinggi Suriah dan perwakilan Kurdi.
Menurut laporan Deplu Iran, dialog antara Zarif dengan petinggi berbagai negara kawasan untuk menghentikan total invasi Turki ke utara Suriah masih terus berlanjut.
Turki pekan lalu memulai invasi militernya ke utara Suriah dan Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa tujuan operasi ini untuk menghancurkan Partai Buruh Kurdistan (PKK) dan Unit Pertahanan Rakyat (YPG).
Agresi militer Turki ke utara Suriah meski mendapat penentangan luas regional dan internasional tetap dilaksanakan.
Militer Suriah Dikerahkan ke Perbatasan Turki
Angkatan Bersenjata Suriah setelah berhasil menguasai kota Ayn Al Arab (Kobane) terus bergerak ke wilayah Souq Al Hal di utara Kobane, yang berjarak 100 meter dari perbatasan Turki.
IRNA (17/10/2019) mengutip surat kabar Al Watan melaporkan, pemerintah Suriah setelah 7 tahun, berhasil merebut kembali kontrol bagian utara negara itu di dekat garis perbatasan Turki.
Sebagaimana diberitakan Al Watan, saat ini bendera Suriah sudah berkibar di seluruh wilayah perbatasan Turki.
Militer Suriah, Rabu (16/10) masuk ke kota Ayn Al Arab di perbatasan Turki, dan sebelumnya menguasai penuh kota Manbij dan distrik-distrik di sekitarnya.
Assad: Suriah akan Lawan Agresi Turki Sekuat Tenaga
Presiden Suriah saat bertemu Penasihat Keamanan Nasional Irak, memperingatkan Turki dan agresi militer negara itu ke wilayah-wilayah di timur Sungai Eufrat.
Fars News (17/10/2019) melaporkan, Bashar Assad mengatakan, Suriah akan melawan agresi militer Turki di utara negara ini.
Presiden Suriah dalam pertemuan dengan Penasihat Keamanan Nasional Irak, Falih Al Fayyadh di Damaskus, memprotes keras langkah militer Turki di utara Suriah.
Menurutnya, kerakusan sebagian negara asing di kawasan sepanjang sejarah tidak pernah berhenti, dan serangan Turki ke Suriah dilakukan dalam kerangka kebijakan ini, meskipun Ankara meneriakkan slogan-slogan bohong.
Assad menilai operasi militer Turki di utara Suriah sebagai agresi nyata dan menjelaskan, Suriah di berbagai wilayah sudah membalas dengan menyerang para teroris dukungan Turki, dan di wilayah Suriah manapun, Damaskus akan melawan serangan Turki dengan cara-cara konstitusional dan mungkin.
Reaksi Assad atas Serangan Militer Turki
Presiden Suriah Bashar al-Asssad dalam mereaksi serangan militer Turki ke wilayah utara negaranya, mengatakan Damaskus akan membalas serangan tersebut.
Dalam pertemuan dengan Penasihat Keamanan Nasional Irak, Falih al-Fayyad di Damaskus, Kamis (17/10/2019), Assad menegaskan Damaskus akan menghadapinya di wilayah mana pun di Suriah melalui semua cara yang sah.
Dia menganggap serangan militer Turki ke Suriah Utara sebagai agresi terang-terangan.
Militer Turki menggempur Suriah Utara dengan tujuan memerangi milisi Kurdi dan mengatasi gangguan keamanan di perbatasan kedua negara. Operasi Mata Air Perdamaian ini dilakukan atas perintah Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Pemerintah Ankara percaya bahwa perbatasan Turki-Suriah tidak aman dan masalah ini perlu diatasi dengan menggelar sebuah operasi baru. Ankara menghadapi dua persoalan utama yaitu kehadiran milisi Kurdi di daerah perbatasan dan hilir-mudik teroris antara perbatasan Turki-Suriah.
Turki dan Suriah sebenarnya memiliki Perjanjian Adana 1998 untuk memerangi kehadiran teroris di perbatasan. Kerja sama kedua pihak untuk menumpas teroris ini juga didukung oleh Republik Islam Iran dan Rusia. Pelaksanaan perjanjian itu dianggap sebagai cara terbaik untuk mengatasi kekhawatiran Turki.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam pembicaraan telepon dengan mitranya dari Rusia, mengatakan Damaskus dan Ankara harus melakukan dialog, demikian juga dengan pemerintah Suriah dan perwakilan Kurdi.
"Tehran dan Moskow siap memfasilitasi pembicaraan ini," tambahnya.
Tindakan sepihak di negara lain, tidak akan membantu mengakhiri kekhawatiran Turki, tetapi justru menambah kekacauan di kawasan. Memerangi terorisme adalah tuntutan semua negara dan dalam hal ini, pemerintah Suriah membutuhkan dukungan internasional, dan Turki harus melakukan perang ini bersama dengan militer Suriah.
Kerja sama konstruktif ini menuntut semua pihak untuk menghormati kedaulatan dan integritas teritorial negara lain, namun Turki mengabaikan prinsip mendasar ini. Oleh sebab itu, Presiden Assad mereaksi keras tindakan sepihak Turki.
Keamanan yang berkelanjutan di perbatasan Turki dan Suriah akan tercipta dengan melibatkan pemerintah Damaskus dan melaksanakan langkah-langkah yang disepakati oleh kedua pihak.
Ditambah lagi, Turki, Iran, dan Rusia yang terlibat dalam perundingan Astana, berulang kali menekankan pentingnya menghormati kedaulatan nasional dan integritas teritorial Suriah.
Buntut Unjuk Rasa Lebanon, Dua Kedubes Ditutup
Kedutaan Besar Kanada dan Australia di Beirut ditutup sebagai dampak dari aksi unjuk rasa warga Lebanon, Kamis (17/10/2019) malam.
Mehr News (18/10) melaporkan, menyikapi aksi unjuk rasa warga Lebanon yang semakin meluas, Kedubes Kanada di Beirut, Jumat (18/10) mengumumkan penutupan kedubes hingga waktu yang belum ditentukan.
Dubes Australia untuk Lebanon, Rebekah Grindlay mengatakan, Canberra memutuskan untuk menutup kedubesnya di Beirut sampai situasi benar-benar pulih kembali.
Sementara itu Kedubes Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di Beirut menghimbau warganya untuk berhati-hati dan mengikuti perkembangan situasi di Lebanon.
Sejumlah kota Lebanon dilanda aksi unjuk rasa pada hari Kamis (17/10) untuk memprotes penerapan pajak pada panggilan telepon berbasis internet. (
Setelah Irak, Kini Protes Anti-Pemerintah Pecah di Lebanon
Sejumlah warga Lebanon memprotes kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah menerapkan pajak baru, dengan turun ke jalan.
Fars News (18/10/2019) melaporkan, ribuan warga Lebanon, Kamis (17/10) malam turun ke jalan memprotes kebijakan pemerintah menerapkan pajak baru.
Surat kabar Lebanon, Daily Star menulis, ribuan pengunjuk rasa dari kota Tripoli hingga Tirus, Baalbek dan Beirut, memprotes penerapan pajak baru atas panggilan telepon berbasis internet melalui layanan media sosial seperti Whatsapp.
Aksi demonstrasi terbesar terjadi di kota Beirut, ribuan orang berkumpul di bundaran Riad El Solh dekat pusat pemerintahan Lebanon, Grand Serail. Demonstran membakar ban, tempat sampah dan kayu di tengah jalan dan terlibat bentrok dengan aparat keamanan.
Pihak kepolisian Lebanon mengumumkan, 40 orang terluka dalam bentrokan tersebut. Polisi meminta para pengunjuk rasa untuk menghindari tindakan kekerasan dan kerusuhan.
Menlu AS: Saya Bahas Pengaruh Iran dengan PM Israel
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat mengabarkan pertemuan dirinya dengan Perdana Menteri rezim Zionis Israel, dan pembicaraan seputar perkembangan terbaru kawasan termasuk pengaruh Iran.
Fars News (18/10/2019) melaporkan, Mike Pompeo yang baru-baru ini berkunjung ke Israel menuturkan, saya sudah membicarakan upaya menghadapi Iran dengan Benjamin Netanyahu.
Sementara itu di laman Twitternya, Pompeo menulis, Netanyahu dan saya melakukan pertemuan konstruktif membahas upaya menghadapi pengaruh buruk rezim Iran dan perkembangan kawasan, serta masalah keamanan lain.
Pompeo yang bertolak ke Israel setelah mengunjungi Turki, membahas sejumlah isu regional termasuk krisis Suriah, operasi militer Turki di utara Suriah dan peningkatan kekuatan Iran di kawasan.
Sebelumnya Menlu Amerika mengungkapkan kekhawatiran terkait habisnya masa berlaku sanksi senjata Iran tahun depan, dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk memperpanjang sanksi tersebut.
Ini Reaksi Rusia Soal Kesepakatan Turki-AS di Suriah
Pemerintah Rusia menunggu detail kesepakatan antara Turki dan Amerika Serikat terkait pemberlakuan gencatan senjata di utara Suriah.
Fars News (18/10/2019) melaporkan, Rusia, Jumat (17/10) dinihari mereaksi kesepakatan Amerika dan Turki seputar gencatan senjata di utara Suriah.
Kremlin mengumumkan, kami meminta Turki memberikan detail kesepakatan Ankara-Washington terkait situasi di utara Suriah.
Wakil Presiden Amerika, Mike Pence, Kamis (16/10) mengatakan, Turki dan Amerika mencapai sebuah kesepakatan tekait pemberlakuan gencatan senjata lima hari di utara Suriah.
Pence yang bersama Menteri Luar Negeri Amerika, Mike Pompeo berkunjung ke Turki menuturkan, penghentian operasi militer Turki akan berlangsung selama 12 jam, dan pada saat yang sama Amerika akan membantu mengevakuasi pasukan Unit Proteksi Rakyat, YPG ke wilayah aman. Setelah tahap ini selesai, Turki sepakat untuk memberlakukan gencatan senjata permanen.
Namun Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu secara terpisah mengatakan bahwa ini bukanlah gencatan senjata tapi penundaan operasi militer, dan Turki akan melanjutkan operasinya untuk mengontrol wilayah perbatasan Suriah.
Protes Kehadiran Militer, Mahasiswa Korsel Panjat Rumah Dubes AS
Sekelompok mahasiswa Korea Selatan memprotes penempatan pasukan Amerika Serikat di negara mereka dengan memanjat dan memasuki halaman rumah duta besar Amerika di Seoul.
Fars News (18/10/2019) melaporkan, hari Jumat (18/10) 19 orang mahasiswa Korea Selatan ditangkap aparat keamanan karena memanjat tembok dan memasuki rumah dubes Amerika di kota Seoul.
Sebagaimana dilaporkan Reuters, kelompok mahasiswa yang menamakan diri 'koalisi mahasiswa progresif' itu memajang foto-foto mereka saat memanjat rumah dubes Amerika, Harry Harris di laman Facebook.
Mereka memprotes penambahan 500 persen biaya penempatan 28.500 pasukan Amerika di Korea Selatan.
Para mahasiswa Korsel meneriakkan kata-kata 'stop intervensi urusan dalam negeri kami, dan 'pergi kalian, kami tak butuh pasukan Amerika'.
Erdogan: Pasukan Turki tak akan Tinggalkan Utara Suriah
Presiden Turki meski menerima gencatan senjata, namun mengatakan bahwa pasukan negara itu tidak akan meninggalkan kota Raqqa dan Hasakah, utara Suriah.
IRNA (18/10/2019) melaporkan, Recep Tayyip Erdogan, Jumat (18/10) membantah laporan terkait pelanggaran gencatan senjata dan penembakan yang dilakukan militer Turki di tenggara Suriah. Ia mengaku laporan tersebut adalah berita yang direkayasa.
Presiden Turki menegaskan, berdasarkan kesepakatan gencatan senjata sementara antara Turki dan Amerika Serikat, pasukan Turki tidak akan keluar dari wilayah-wilayah yang dikuasainya di tenggara Suriah.
Ia menambahkan, zona yang akan diumumkan Turki sebagai zona aman berjarak 32 kilometer, bukan 22 kilometer.