
کمالوندی
Iran, Tuan Rumah Konferensi Internasional 17.000 Syuhada
Hassan Rouhani, Presiden Republik Islam Iran mengkritik kebijakan Barat dalam memerangi kelompok-kelompok teroris. "Mengapa dalam memerangi terorisme tidak diambil langkah serius?" kata Rouhani dalam acara pembukaan Konferensi Internasional Kedua 17.000 Syuhada Korban Terorisme di Tehran, ibukota Iran, Senin (31/8/2015).
Ia menambahkan, bagaimana menjustifikasi paradoks ini bahwa negara-negara seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa mengklaim memerangi terorisme, namun pada saat yang sama, mereka membiarkan para teroris yang selama bertahun-tahun di Iran membantai ribuan orang tak berdosa di negara ini, bebas beraktivitas di negara-negara itu?
Negara-negara itu, kata Rouhani, membiarkan para teroris tersebut bebas mempropagandakan aktifitas politik, dan bahkan hingga hari ini, mereka melakukan kegiatan terorisme. Mujahidin Khalk (MKO) telah menggugurkan lebih dari 12.000 warga dan pejabat Iran. Jika kejahatan itu bukan bentuk terorisme, lalu sebutan apa yang pantas untuk kejahatan tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan lainnya adalah dari mana kelompok-kelompok teroris yang ada sekarang ini muncul? Bagaimana bisa terbentuk dan bagaimana mereka bisa dengan mudah mendapat sumber-sumber finansialnya? Yang pasti, perang memberantas terorisme tidak cukup dengan membentuk koalisi, bahkan aliansi palsu, namun memerlukan tekad dan transparansi dari semua pihak.
AS tampaknya menegaskan perang memberantas terorisme dan menganggap kerjasama dengan negara-negara dunia untuk mencapai tujuan ini sebagai penting. Namun ada kontradiksi serius dalam hal ini. Negara adidaya itu dari satu sisi mengklaim memerangi terorisme namun dari sisi lain, menjadi pendukung utama teroris.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk memberantas terorisme dan ekstremisme. Pertama, setiap langkah untuk memberantas terorisme dan ekstremisme dan penggunaan tindakan militer terhadap fenomena buruk ini, harus sejalan dan sesuai dengan hukum internasional dan Piagam PBB.
Kedua, memerangi kelompok teroris seperti ISIS harus dilakukan melalui penguatan persatuan nasional, intergritas wilayah dan proses politik luas di negara-negara tujuan seperti Suriah dan Irak. Dan ketiga, kemampuan dan upaya semua negara regional untuk memerangi terorisme dan ekstremisme harus didukung.
Perang untuk memberantas terorisme yang diklaim Amerika, alih-alih memperhatikan dari tiga hal penting itu, bahkan AS yang membawa bendera anti-terorisme bersama dengan sejumlah sekutunya di kawasan, justru menjadi pendukung utama kelompok-kelompok teroris.
Pendukung-pendukung palsu perang melawan terorisme berpikir bahwa keberadaan teroris di kawasan sebagai sebuah peluang yang menguntungkan mereka. Namun mereka mungkin tidak berpikir bahwa suatu saat nanti, para teroris dan wujud yang menjijikkan ini akan mengancam mereka.
Iran sebagai sebuah negara korban terorisme, telah berulang kali memperingatkan tentang konsekuensi dari kebijakan standar ganda dalam memerangi terorisme. Tehran menegaskan bahwa salah satu cara efektif untuk memerangi terorisme adalah mengidentifikasi akar terorisme dan menegaskan pentingnya perang terhadap fenomena buruk ini.
Presiden Iran dalam pidatonya juga menegaskan pentingnya untuk memperhatikan akar terorisme itu. Menurutnya, kebodohan, fanatik, kemiskinan, keterbelakangan, tirani dan kolonialisme termasuk dari akar terorisme.
Rouhani mengatakan, keinginan kami dari semua negara regional adalah mari kita bersatu, bersama-sama dan saling membantu dengan sebuah agenda komprehensif dari sisi informasi, politik dan hukum. Kita harus memahami bahwa teror dan terorisme tidak menguntungkan bagi siapapun.
Tak diragukan lagi, teror dan terorisme akan musnah ketika semua dalam satu barisan untuk memberantasnya, dan mereka membuktikan tekad kuat untuk melenyapkan fenomena buruk ini dengan tindakan nyata.
Konferensi Internasional 17.000 Syuhada Korban Terorisme, dihadiri oleh Presiden Iran, sejumlah pejabat tinggi negara, para tamu asing dari Suriah, Lebanon, Irak, Palestina, India, Pakistan dan beberapa duta besar yang bermukim di Tehran. Event ini diselenggarakan di Tehran's Summit Conference Hall.
Jenderal Afghanistan Sebut Pakistan Sebagai Musuh
Wakil Pertama Presiden Afghanistan Jenderal Abdul Rashid Dostum, pada Senin (31/8/2015) kembali ke Kabul setelah berpartisipasi dalam operasi militer di wilayah utara Afghanistan, khususnya di Provinsi Faryab.
Dalam jumpa pers di Kablu, Jenderal Dostum menuduh Pakistan, khususnya militer negara itu dan Dinas Intelijen Pakistan (ISI), terlibat dalam pembunuhan warga sipil tak berdosa dan para pemimpin Afghanistan. Demikian dilaporkan IRNA mengututip Khaama Press.
Dia menyebut Pakistan sebagai musuh Afghanistan dan meminta masyarakat internasional untuk menekan negara itu.
“Pakistan mengirim empat pembom bunuh diri untuk membunuh saya. Negara itu juga membantu anasir-anasir teroris untuk membunuh para pemimpin dan rakyat tak berdosa Afghanistan,” ujarnya.
Jenderal Dostum juga mengatakan bahwa ISI terlibat langsung dalam perkembangan kepemimpinan Taliban, merujuk pada penunjukan Mullah Akhtar Mansoor.
Dalam hal upaya perdamaian untuk mengakhiri kekerasan di Afghanistan, ia bersikeras bahwa Kabul harus siap tempur dan juga bergerak menuju perundingan damai.
Jenderal Dostum bergabung dengan pasukan keamanan Afghanistan di garis depan di Provinsi Faryab awal bulan ini.
Iran Desak Negara Muslim Bersatu Melawan Ekstremisme
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, mendesak negara-negara Muslim untuk bersatu dalam memerangi ekstremisme.
"Hari ini pertempuran utama antara ekstremisme dan moderasi. Semua negara Muslim harus bersatu melawan ekstremisme di satu front," kata Zarif dalam pertemuan dengan mitranya dari Tunisia, Taieb Baccouche di Tunis, Senin (31/8/2015), seperti dikutip IRNA.
Dia menegaskan bahwa ekstremisme dan terorisme sebagai ancaman besar terhadap negara-negara Muslim.
Zarif juga menyerukan diakhirinya intervensi asing dalam krisis regional dan menambahkan, dialog harus menjadi strategi dasar untuk mengakhiri krisis di kawasan dan setiap kontribusi dalam hal ini harus ditujukan untuk memfasilitasi dialog.
Dia juga menolak penetapan syarat untuk pembicaraan dan proses politik di Suriah, Yaman dan wilayah lain yang dilanda krisis.
Zarif juga melakukan diskusi dengan Perdana Menteri Tunisia Habib Essid dan menekankan bahwa pencegahan ekstremisme dan kekerasan harus menjadi isu utama kerjasama antara negara-negara Muslim.
PBB Tolak Kritikan Jepang atas Rencana Kunjungan Ban ke Cina
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (31/8/2015), menolak kritikan Jepang atas rencana kunjungan Sekjen Ban Ki-moon untuk menghadiri parade militer di Beijing.
Seperti dilansir AFP, Ban dijadwalkan menghadiri sebuah parade militer bertepatan dengan perayaan kekalahan Jelang dalam Perang Dunia II. Pemerintah Tokyo meminta PBB untuk bersikap netral.
Menanggapi protes Jepang, juru bicara PBB Stephane Dujarric menekankan bahwa Ban telah menghadiri beberapa acara serupa sepanjang tahun ini, terutama di Polandia, Ukraina dan Rusia.
Dia menambahkan perayaan kemenangan sekutu dalam Pedang Dunia II memiliki bentuk yang berbeda di setiap negara.
“Sekjen PBB berharap bahwa semua negara akan menggunakan momen ini untuk merenungkan masa lalu dan menatap masa depan," tegas Dujarric.
Pada parade militer Cina di Lapangan Tiananmen, sekitar 20 presiden dan perdana menteri akan menghadiri acara tersebut.
Uni Eropa Cari Cara untuk Atasi Krisis Imigran
Uni Eropa mengusulkan pembangunan fasilitas baru untuk menampung para pencari suaka di Hungaria.
Seperti dilansir Reuters, Komisioner Migrasi Uni Eropa Dimitris Avramopoulos pada Senin (31/8/2015) mengatakan, Eropa bisa segera mendanai dan mengatur fasilitas penerimaan baru untuk pencari suaka di Hungaria seperti yang sudah mereka lakukan di Italia dan Yunani.
Avramopoulos menuturkan bahwa ia akan segera terbang ke Budapest untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat Hungaria.
“Eropa siap untuk menawarkan bantuan lebih lanjut untuk menangani imigran yang melintasi Balkan untuk mencapai Eropa dan jika perlu akan mendirikan fasilitas penampungan di Hungaria,” tambahnya.
Uni Eropa sebelumnya sudah membangun tempat penampungan di Yunani dan Italia untuk lebih dari 300 ribu imigran yang tiba tahun ini melalui jalur laut.
Merkel Menyambut Partisipasi Iran dalam Pembicaraan Suriah
Kanselir Angela Merkel pada Senin (31/8/2015) mengatakan bahwa Jerman akan menyambut partisipasi Iran dalam perundingan yang bertujuan mengakhiri perang sipil di Suriah.
Dalam konferensi pers di Berlin, Merkel menjelaskan pandangannya soal kapasitas Iran untuk memainkan peran konstruktif dalam penyelesaian krisis di Suriah.
“Saya pikir Iran memiliki banyak pengaruh atas apa yang terjadi di Suriah dan semua orang dipersilahkan untuk berpartisipasi secara konstruktif dalam negosiasi," tegasnya seperti dilansir Reuters.
Komentar tersebut mencerminkan perubahan sikap Eropa terhadap Iran setelah dicapainya kesepakatan nuklir bulan lalu. Sebelumnya, sebagian besar negara Barat enggan melihat Iran memainkan peran diplomasinya atas krisis Suriah.
Iran dan Rusia mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang ditentang oleh sebagian besar negara Barat.
Lagi, Aparat Polisi Mesir Jadi Target Teror
Sedikitnya dua petugas polisi Mesir tewas dan 24 lainnya terluka ketika sebuah bom pinggir jalan meledak menghantam kendaraan mereka di provinsi Delta Nil Beheira.
Ledakan itu menghantam bus yang mengangkut personil polisi yang bertugas di kota pesisir Rosetta, 160 kilometer (99 mil) utara ibukota, Kairo, pada Senin pagi (24/8/2015).
"Dua polisi tewas dan 24 lainnya terluka, dua di antaranya kritis," kata juru bicara Kementerian Kesehatan Mesir Hossam Abdel Ghaffar.
Beluam ada individu atau kelompok telah mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Mesir dalam beberapa waktu terakhir menyaksikan eskalasi serangan terhadap aparat polisi dan militer, terutama di wilayah bergolak Sinai.
Pada tanggal 20 Agustus, sebuah mobil bermuatan bahan peledak meledak dekat sebuah bangunan keamanan negara di wilayah penduduk Kairo melukai 29 orang, termasuk enam polisi.
Permintaan Erdogan untuk Bertemu Obama Ditolak
Surat kabar Cumhuriyet, Turki membocorkan berita penolakan Barack Obama, Presiden Amerika Serikat untuk bertemu dengan Recep Tayyip Erdogan sejawatnya dari Turki.
Situs surat kabar Cumhuriyet, Senin (24/8) menulis, Erdogan dalam kerangka kerja sama Ankara-Washington untuk memerangi kelompok teroris ISIS, mengajukan permintaan untuk bertemu Obama pada bulan Agustus 2015, namun ditolak oleh pihak Gedung Putih.
Koran Turki itu menegaskan berlanjutnya perundingan Washington-Ankara dalam masalah-masalah khusus transformasi Suriah, akan tetapi tidak menyebutkan alasan penolakan Obama tersebut.
Surat kabar Cumhuriyet adalah milik Partai Republik Rakyat Turki (CHP), partai oposisi pemerintah terbesar di negara itu.
Teroris Serang Kantor Al-Alam di Damaskus
Kelompok teroris menembakkan mortir ke kantor televisi Al-Alam di Damskus, ibu kota Suriah.
Televisi al-Alam dilaporannya menyebutkan, anasir bersenjata Ahad (23/8) menyerang sejumlah kawasan di Damaskus termasuk gedung kantor televisi ini. Akibat serangan mortir tersebut gedung yang ditempati kantor al-Alam mengalami kerugian besar. Sementara itu, tembakan mortir kelompok teroris tidak melukai staf dan pegawai al-Alam.
Sementara itu, Hossein Morteza, kepala kantor televisi al-Alam di Damaskus hari Sabtu ketika meliput bentrokan dengan teroris di Provinsi Daraa, selatan Suriah menjadi target tembakan teroris dan menderita luka-luka.
Departemen Dalam Negeri Suriah mengumumkan, serangan mortir hari Ahad ke penjara di kota Damaskus menewaskan sepuluh warga sipil dan menciderai 53 lainnya. Sejumlah korban cidera dilaporkan dalam kondisi kritis.
ISIS Hancurkan Kuil di Palmyra
Kelompok teroris Takfiri ISIS meledakkan sebuah kuil kuno di situs bersejarah yang terdaftar di UNESCO, di kota Palmyra, kata pejabat lembaga peninggalan sejarah negara.
"ISIS menempatkan bahan peledak dalam jumlahbesar di kuil Baal Shamin dan kemudian meledakkannya yang menyebabkan banyak kerusakan pada kuil tersebut," demikian dilaporkan AFP mengutip Maamoun Abdulkarim, Ahad (23/8/2015).
ISIS yang mengontrol sebagian wilayah di Suriah dan Irak, menyerbu kota bersejarah di provinsi Homs pada 21 Mei.
"Area cella (area belakang di rumah itu) telah dihancurkan dan pilar-pilar sekitarnya runtuh," kata Abdulkarim.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia juga mengkonfirmasi penghancuran kuil Baal Shamin.
Kuil tersebut dibangun di 17 AD dan berlanjut hingga kekuasaan Kaisar Romawi Hadrian pada 130 AD.