Nabi Muhammad Saw Dalam Pandangan Orientalis (10)

Rate this item
(0 votes)
Nabi Muhammad Saw Dalam Pandangan Orientalis (10)

 

Di abad ke-20, dalam penelitian Barat modern, al-Quran dipelajari sebagai teks agama yang penting, dan Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh ilahi.

Pada saat dunia diliputi oleh ketidaktahuan, kegelapan dan kemunduran intelektual, seorang manusia besar muncul dan membawa agama baru untuk umat manusia. Nabi Muhammad Saw menyampaikan ajaran yang didasarkan pada akal dan kebijaksanaan dan menghadapi ketidaktahuan dan takhayul. Nabi sendiri adalah manusia yang tak tergantikan dalam hal bicara, perilaku dan karakter. Setiap orang yang mendengar kata-katanya menemukan cintanya di dalam hatinya dan cenderung kepadanya. Muhammad Saw di kegelapan mutlak tampil bak mentari yang bersinar.

Al-Quran dalam memperkenalkan beliau mengatakan, "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Jumu'ah: 2)

Kami telah mengatakan bahwa permusuhan dan kesalahan pandangan Islam dan arsitek besarnya, Nabi Muhammad Saw , yang lahir dari kefanatikan dan ketidaktahuan, selalu membayangi buaian peradaban Eropa dan terus berlanjut dengan intensitas. Sedemikian rupa sehingga hantu tak menyenangkan dari propaganda buruk yang telah dilakukan sejak lama tidak memberi peneliti kesempatan untuk berkenalan dengan budaya Islam yang kaya dan cara hidup umat Islam.

Karenanya, kedengkian dan permusuhan telah mengambil wajah khusus di setiap zaman, dan telah menunjukkan sifat aslinya, Islamofobia. Pada abad kedua puluh, penyebaran materi yang tidak realistis dan penerbitan buku-buku seperti Ayat-ayat Setan memperluas gelombang serangan terhadap Islam dan Nabi. Selain itu, citra kehidupan dan karakter Nabi Muhammad Saw telah disertai dengan berbagai penghormatan dan pemuliaan dari para peneliti.

Pada abad kedua puluh, dalam konteks ilmiah bebas yang berlaku, karena ada lingkungan yang lebih baik untuk menerima informasi nyata tentang Islam, studi orientalis tentang Nabi dan penelitian al-Quran, terutama pada paruh kedua abad kedua puluh, menjadi berbeda secara fundamental. Dalam penelitian Barat modern, al-Quran telah dipelajari sebagai teks agama yang penting, dan Nabi Saw sebagai tokoh ilahi.

Ivan Alekseyevich Bunin, penulis dan penyair kontemporer Rusia dan pemenang pertama hadian Nobel Sastra dari Rusia pada tahun 1933. Ia adalah salah satu penulis yang paling memperhatikan Timur Islam. Dalam penelitiannya, Bunin memusatkan perhatian pada ajaran dan budaya Islam. Minatnya terhadap Timur sedemikian rupa sehingga ia melakukan perjalanan ke dunia Islam dan mengunjungi negara-negara seperti Mesir, Palestina, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Aljazair.

Kehadirannya di negara-negara Islam dan pengenalannya dengan al-Quran, budaya dan sejarah Islam membuatnya menulis puisi di bawah pengaruh perjalanan ini, yang saat ini merupakan barang yang kaya dan abadi untuk literatur Rusia dan dunia. Dia telah menulis puisi yang diilhami oleh ayat-ayat al-Quran dan konsep-konsep Timur, dan tema-tema dari puisi-puisi ini menunjukkan rasa hormatnya yang khusus untuk Islam, Nabi Muhammad Saw dan umat Islam.

Karya Bunin membahas berbagai topik seperti kehidupan Nabi Muhammad, ritual keagamaan, ibadah haji, dan tempat-tempat suci. Dalam puisi-puisi ini, Bunin menyerukan umat Islam untuk berperang melawan diri sendiri dan musuh asing, dan meminta mereka untuk tidak menyerah pada pihak-pihak asing yang tidak memiliki keunggulan atas diri mereka sendiri sambil mempertahankan kesempurnaan manusiawi mereka.

Ivan Alekseyevich Bunin
Orientalis Rusia ini, dalam memperhatikan kehidupan para nabi ilahi, menceritakan kisah Nabi Ibrahim as dalam bentuk puisi dan menunjukkan bahwa ia layak menerima segala sesuatu yang hilang seperti bulan, bintang dan matahari, tidak layak untuk disembah tidak percaya pada tuhan palsu.

Pada tahun 1903, dalam sebuah puisi berjudul "Mohammed in Exile", ia menggambarkan hijrah Nabi Muhammad Saw dari Mekah. Bunin menunjukkan kekhawatiran dan penderitaan yang telah muncul untuk Nabi di jalan dakwah Islam, dan menggunakan ayat 40 dan 41 dari surat al-Taubah, ia menyatakan bahwa ia dibantu dan dihibur oleh para malaikat dengan cara ini. Dalam bagian puisinya, dinyatakan:

Ia

Terduduk di atas kerikil

Dengan kaki telanjang

Dengan dada telanjang

Dan dengan irama sedih

Ia berbicara:

Ke penampilan gurun dan dataran

Aku memandang

Dari semua aku terpisah

Dari semua orang yang aku cintai

Dan para ruh berkata:

Nabi tidak layak

Untuk lelah dan ringkih

Dan nabi

Dengan kesedihan dan ketenangan

Menjawab:

Saya membawa pengaduanku ke batu

Menurut Bunin, hanya alam yang membawa kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Dalam puisinya, pemandangan alam yang indah digambarkan dengan sangat bagus dan artistik. Dalam kisah "Bayangan Homa", ia menggunakan ayat-ayat al-Quran untuk mengekspresikan pemikiran dan idenya tentang alam semesta, dan terinspirasi oleh puisi Saadi, penyair besar Iran, ia meminta orang untuk berpikir tentang misteri penciptaan.

Bunin mampu mengungkapkan pandangan dan pendapat baru yang tidak bisa dilakukan oleh para pendahulunya. Selain itu, tidak ada penyair Rusia yang menulis sebanyak puisi Islam-Timur seperti Ivan Bunin. Mendampingi dan membaca al-Quran adalah kebutuhan baginya. Ia menemani terjemahan al-Quran oleh A. Nikolaev di semua perjalanannya. "Islam sudah berurat berakar dalam dirinya," istri Bonin menulis dalam buku hariannya tentang minat suaminya pada Islam.

Ivan Buni dan istrinya
Salah satu karya Bunie yang paling terkenal adalah Kisah Kematian Nabi. Ini adalah kisah yang bijak, filosofis, dan mistis, dan dimulai dengan "Bismillah ar-Rahman ar-Rahim." Bunin berusaha dalam buku ini untuk mendorong pembaca bukunya kepada mengenal Allah dan menemukan hakikat kehidupan. Ia menjelaskan, "Jauh dari Allah, tidak dapat meraba Zat Allah adalah kesalahan manusia" dan mengatakan, "Kita tidak melihat Tuhan dan kami tidak menyaksikan Tuhan, tetapi matahari tidak dapat disalahkan jika mata kelelawar tidak melihat."

Bahkan, dalam karya-karyanya untuk Tuhan, Bunin menggunakan seluruh frasa dengan "Bismillah ar-Rahman ar-Rahim" atau atribut dari Rahman dan Rahim. Seperti dalam kisah Kematian Nabi, Bismillah ar-Rahman ar-Rahim telah diulangi dua kali dan kata Rahman dan Rahim telah diulang dua kali, dengan kata sifat Tuhan disebutkan empat kali secara total.

Kesadaran Bonin tentang kesucian dan tradisi umat Islam juga penting. Dalam puisinya, ia merujuk pada kesucian warna hijau di mata umat Islam. Dalam puisi "The Nation of the Prophet", ia berbicara kepada umat Muslim, yang mereka yakini adalah warna hijau, sebuah simbol Nabi dan anak-anaknya, sebagai berpakaian hijau dan berkata, "Ucapkan salam, tetapi ingat, Anda mengenakan pakaian berwarna hijau. Dalam puisinya Darafsh Sabz, ia juga merujuk pada bendera hijau, yang merupakan simbol agama Muhammad.

Kewajiban shalat umat Muslim, yang diumumkan oleh Nabi, juga merupakan salah satu masalah yang menarik perhatian Bunin. Ia berbicara dengan heran tentang kesederhanaan dan kemurnian para penyembah. Ia menyanyikan sebuah puisi:

Mentari tenggelam

Dan apinya yang terikat

Di belakang gurun abu-abu dan biru tua

Ia mengalami depresi

Dan pergi tidur

Dan kepala para korban membungkuk

Waktunya telah tiba

Kami mengubur mentari

Sepatu kami

Lepaskan dari kaki

Kami melaksanakan shalat

Di bawah langit yang pengasih

Biru dan gelap

... dan dengan doa

Kami terjatuh ke atas tanah

Bak gelombang

Di sisi laut

Dalam berbagai karyanya, Ivan Bunin selalu menunjukkan bahwa ia prihatin dengan nasib manusia dan kepercayaannya, jadi ia telah mengundang para pengikut berbagai agama untuk bersatu dan mempertahankan prinsip dan standar agama dan moral. Terlepas dari jaraknya dari tanah kelahirannya dan kondisi kehidupan yang sulit di pengasingan, ia tidak melepaskan agama dan kesempurnaan manusianya dan mematuhinya hingga saat-saat terakhir hidupnya.

Read 1008 times