Imam Musa Kadzim, Bintang Kesempurnaan

Rate this item
(0 votes)
Imam Musa Kadzim, Bintang Kesempurnaan

 

Perbedaan mendasar antara penyeru ajaran langit dengan yang lainnya terletak pada kesempurnaan eksistensi dan kemanusiaan mereka. Karakteristik ini tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah. Kehidupan meraka menjadi teladan bagi para pencari hakikat.

Ahlul Bait Rasulullah adalah cahaya yang menerangi kegelapan dan perahu penyelamat bagi umat manusia di samudera kehidupan. Cahaya petunjuk mereka senantiasa menerangi hati orang-orang yang merindukan kebenaran. Salah seorang dari manusia suci ini adalah Imam Musa Kadzim as. Beliau meneguk cawan syahadah pada 25 Rajab 183 H. Dunia Islam berduka mengiringi kepergian manusia mulia ini.

Kesabaran senantiasa terpancar dari seluruh Ahlul Bait Rasulullah. Namun sifat ini begitu menonjol dan menjadi karakteristik khusus Imam Musa Kadzim as. Beliau menjalani kehidupannya yang dipenuhi penderitaan dengan kesabaran. Ketika orang lain berbuat buruk kepadanya, beliau membalas dengan kebaikan karena Allah. Karena itu beliau dinamai Kadzim yang bermakna orang yang menahan amarah.

Imam Musa Kadzim as diperlakukan sewenang-wenang oleh pemerintah zalim Khalifah Abbasiah, hingga beliau terpaksa meninggalkan Madinah dan menetap di Baghdad, pusat pemerintahan Dinasti Abbasiah. Kezaliman  terhadap Imam Musa Kadzim mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun al-Rasyid.

Para pemimpin Dinasti Abbasiah tenggelam dalam kebobrokan moral, kerusakan, korupsi dan penumpukan harta. Meskipun demikian, pemerintahan zalim ini terlihat sebagai pembela agama dari luar. Padahal, sepak terjang khalifah Abbasiah dan antek-anteknya tidak menjaga nilai-nilai Islam, bahkan menginjak-injaknya. Dengan kelicikannya, Harun menyebut diri sebagai penerus Rasulullah. Dengan cara-cara culas dan dibarengi tekanan, sebagian kelompok Islam menerima pemerintahan Harun yang zalim. Dalam situasi dan kondisi demikian, Imam Musa Kadzim berupaya mengungkap wajah asli para pemimpin Dinasti Abbasiah terutama Harun al-Rasyid dengan argumentasi dan bukti yang kuat.

Harun al-Rasyid adalah raja yang zalim dan kebijakannya senantiasa menekan umat Islam. Ia menguasai pemerintahan Islam yang terbentang luas dan menyebut dirinya sebagai pemimpin yang berdaulat. Padahal, dilubuk hati yang terdalam masyarakat hanya mengakui Imam Musa Kadzim sebagai pemimpinnya. Beliau lebih melekat di hati umat Islam, karena kemuliaan akhlaknya, keindahan tutur katanya dan ketinggian statusnya sebagai keturunan Rasulullah.  

Pengaruh Imam Kadzim semakin luas, bahkan para pejabat kerajaan Abbasiah sendiri diam-diam mendukung dan menemui Imam Kadzim untuk menunaikan kewajiban syar’inya kepada beliau. Imam Musa pun membagikan dana pemberian tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan.

Sebagai pemimpin dan pembimbing sejati umat Islam, Imam Musa Kadzim menjelaskan ajaran Islam kepada masyarakat. Beliau menolak segala bentuk kerjasama dengan pemerintahan zalim, namun memberikan izin kepada pengikutnya untuk bekerja pada pemerintahan Abbasiah. Sebagai contoh, Ali bin Yaqtin atas persetujuan Imam Kadzim menjadi menteri dalam pemerintahan Harun. Dengan cara demikian, kepentingan Ahlul Bait Rasulullah  tetap terjaga, serta jiwa dan harta mereka pun selamat. Terkait hal ini, Imam Musa Kadzim mengkritik ulama yang menjual pengetahuannya untuk melayani kepentingan rezim Abbasiah. Karena keberadaan ulama di samping pemimpin zalim bermakna pengakuan terhadap legitimasi pemerintahan lalim tersebut.

Imam Musa Kadzim juga mengungkapkan, ahli agama akan selamat selama ia tidak menjual dirinya ditukar dengan dunia. Kemudian seseorang bertanya, “Bagaimana seorang ahli fikih menjual agamanya?” Imam menjawab: “Ketika mereka mengikuti pemimpin zalim, sejak itu agama telah terlepas dari dirinya.”

Setelah ayahnya Imam Shadiq as, Imam Kadzim adalah orang yang paling mulia dan paling berilmu dari seluruh manusia di zaman itu. Mengenai putranya, Imam Shadiq as mengatakan, “Anakku, Musa Kadzim memiliki kecerdasan hingga apa saja yang ditanyakan mengenai isi Quran, maka ia akan menjawabnya. Ia  adalah pusat pengetahuan dan hikmah.”

Imam Musa Kadzim mendidik murid-murid terkemuka di zamannya. Mereka memiliki pengetahuan yang mumpuni di berbagai bidang tertentu. Karena itu tidak mengherankan bila murid-murid Imam Musa mampu menghadapi berbagai gelombang pemikiran yang berkembang ketika itu. Salah seorang murid terkemuka Imam Musa Kadzim adalah Hisyam bin Hakam. Dengan kemampuan ilmu dan logika yang mumpuni, ia hadir di berbagai pertemuan dan debat ilmiah. Tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkannya. Imam Musa kepada Hisyam mengatakan, “Wahai Hisyam, berpikir dan diam merupakan tanda orang yang berilmu dan kendaraan orang yang berilmu adalah tawadhu.”  

Meski Imam Musa Kadzim menjalani sebagian hidupnya di dalam penjara, namun beliau senantiasa memperhatikan kehidupan masyarakat. Masyarakat ketika itu, terutama rakyat kecil mendapatkan uluran tangan kebaikan Imam Kadzim. Terkait hal ini, sejarawan mengemukakan, beliau selalu membawa kantong dan memberikan bantuan kepada orang yang memohon bantuan padanya.”

Bantuan ini selain menunjukkan kemulian akhlak Imam Musa juga memperlihatkan bahwa beliau memiliki banyak pengikut yang memberikan hadiah padanya untuk dibagikan pada orang yang membutuhkan. Mereka adalah para pendukung setia beliau yang memiliki keimanan kepada Ahlul Bait Rasulullah yang terhunjam di sanubari mereka. Walaupun demikian, mereka terpaksa menyembunyikan keimanannya karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan.

Pencerahan dan perlawanan terhadap kezaliman membut sebagian kehidupan Imam Musa dijalani di penjara. Poin yang menjadi perhatian pada masa penahanan di penjara adalah, khalifah Harun terpaksa memindah sel penjara Imam Musa, karena sikap mulia beliau juga mempengaruhi para kepala penjara dan mereka terpesona oleh keluhuran akhlaknya. Kepala penjara yang terakhir bertemu dengan Imam Kadzim adalah seorang tahanan kasar dan keras hati bernama Sindi bin Shahik.

 

Akhirnya, melalui sebuah konspirasi, khalifah Harun al-Rasyid meracun Imam Kadzim hingga akhirnya beliau syahid pada usia 55 tahun.

Imam Musa Kadzim berkata,

”Sesungguhnya kewajibanmu yang terbesar atas saudaramu adalah bahwa jangan sampai engkau menghalangi dan menutupi apa saja yang mengungtungkan kehidupan dunia dan akhirat bagi saudara mu..”

Ditempat lain, beliau berkata:

“Siapa yang menginginkan menjadi orang yang paling kuat, maka ia harus bertawakal kepada Allah Swt.”

 

Read 746 times