Ummul Banin, Ibunda Syuhada Karbala

Rate this item
(0 votes)
Ummul Banin, Ibunda Syuhada Karbala

 

Tanggal 13 Jumadil Tsani, hari wafatnya istri Imam Ali bin Abi Thalib as, Ummul Banin. Seorang istri yang setia, ibu yang penuh kasih sayang, pribadi yang memiliki akhlak mulia dan kesempurnaan tinggi, sosok yang sabar, penyair dan ibu syuhada Karbala.

Setelah menjalani hidup ini dengan penuh kesabaran serta ketabahan dan juga dengan konsisten atas keimanannya, dimana ia telah dengan penuh keyakinan dan kepasrahan membuktikan kesetiaannya pada Imam Husein as dengan merelakan kesyahidan empat putranya dalam berjuang membela Sang Imam dan Pemimpin para Syuhada. Kini Ummul Banin telah dengan tenang dan penuh kedamaian berbaring di pemakaman Baqi, di samping makam-makam suci putra Sayidah Zahra as.

Namanya adalah Fatimah, ia sering disebut Ummul Banin (Ibu dari anak-anak), ayahnya bernama Hizam dan ibunya adalah Thumamah atau juga disebut Laila. Suaminya adalah Imam Ali bin Abi Thalib dan ia memiliki putra diantaranya adalah: Abbas, Abdullah, Ja'far dan Utsman yang mana keempat putranya ini syahid di padang Karbala dalam membela Imam mereka (Al Husein As).

Sejarah mencatat bahwa orang tua dan paman-paman Ummul Banin adalah terkenal sebagai orang-orang yang sangat pemberani dikalangan Arab sebelum Islam. Bahkan dinukilkan bahwa selain pemberani, mereka juga adalah teladan ditengah-tengah kaumnya. Menurut Aqil, saudara Imam Ali yang juga seorang pakar dan ahli nasab, menyatakan bahwa: "Tidak ditemukan di antara kaum Arab yang lebih pemberani dan heroik dari mereka".

Menjelang beberapa tahun kepergian Sayidah Fatimah Az-Zahra, Imam Ali mencoba memanggil saudaranya - Aqil yang juga ia seorang yang ahli dalam mengenal nasab dan keturunan yang baik - dan menceritakan keinginannya untuk menikah dan meminta Aqil mencarikan wanita yang sekiranya sangat baik dari segi keturunan sehingga melahirkan putra-putri yang pemberani untuk Imam Ali.

Aqil pun memilih Fatimah Kilabiyah (Ummul Banin) dari keturunan Bani Kilab yang merupakan kabilah yang tiada tara keberaniannya, lalu datang menemui Imam Ali dan menceritakan hal tersebut.

Setelah Aqil melakukan pengecekan atas kabilah-kabilah Arab dan memilih Fatimah Kilabiyah, maka Imam Ali mengutus Aqil menemui orang tua pihak pengantin dan menyampaikan keinginan Imam Ali tersebut. Mendengar lamaran tersebut, ayah Fatimah sangat senang dan dengan tergesa-gesa pergi menemui putrinya dan menyampaikan berita menyenangkan tersebut. Setelah mendengar cerita sang ayah, Fatimah Kilabiyah dengan penuh kebahagiaan dan kerelaan menerima lamaran dari sang Imam yang mulia. Dan akhirnya pernikahan pun berlangsung.

Hari pertama ketika Fatimah Kilabiyah menginjakkan kakinya di rumah Imam Ali, Hasan dan Husein tengah sakit. Fatimah Kilabiyah yang menyaksikan dua anak Imam Ali tersebut tengah sakit, langsung menuju keduanya dan dengan penuh kasih sayang ia merawat dua penghulu pemuda surga tersebut.

Sejak hari pertama berada di rumah Imam Ali, ia mengusulkan kepada suaminya untuk selanjutnya memanggil dirinya dengan sebutan Ummul Banin, sehingga anak-anak Sayidaf Fatimah Az-Zahra tidak akan sedih ketika ayahnya memanggil nama asli Fatimah Kilabiyah, karena nama Fatimah akan mengingatkan mereka pada ibunya yang telah tiada. Sejak saat itu, Ummul Banin memainkan peran Sayidah Az-Zahra dalam mengurus rumah tangga Imam Ali dan anak-anaknya. Kasih sayang besar yang ditunjukkan Ummul Banin sedikit banyak mengurangi kepedihan anak-anak Sayidah Zahra.

Para ahli sejarah menuliskan, sesungguhnya kecintaan beliau kepada putra-putri Az-Zahra as. serta perhatiannya kepada mereka lebih besar dibanding cinta dan perhatian beliau kepada keempat putranya, bahkan beliau selalu mendidik putra-putra nya untuk mengorbankan diri menjadi penolong Imam  dan suadara mereka, Alhusain as.

Hal ini telah beliau tandaskan sejak hari pertama beliau memasuki rumah Imam Ali as., beliau mengumpulkan Alhasan, Alhusain, Zainab, dan (dalam riwayat) Ummu Kultsum, kemudian beliau berkata pada putra-putri Az Zahra' as. " Aku datang ke rumah kalian, tidak untuk menggantikan posisi ibu kalian. Tapi aku datang ke sini untuk menjadi pembantu yang akan berkhidmat kepada kalian".

Ummul Banin senantiasa memperioritaskan anak-anak Sayidah Fatimah Az-Zahra dari anak-anaknya sendiri. Bahkan sebagian besar kasih sayangnya diberikan kepada cucu-cucu Rasulullah tersebut. Ia menilai kasih sayang tersebut sebagai sebuah kewajiban, sebagaimana Allah Swt di al-Quran memerintahkan seluruh manusia untuk menyayangi keluarga Nabi.

Ummul Banin menurut lisan menantunya Lubabah, istri Abul fadhl Abbas; beliau lebih penyayang dari ibu, lebih kokoh dari gunung, lebih cantik dari peri, lebih segar dari angin semilir pagi... sifat ini hanya beberapa tangkai bunga dari kebun bunga keberadaan ibu mertua saya, Fatimah Ummul Banin. Beliau begitu beradab, wibawa dan tenang. Tidak berbicara selain pada waktunya. Beliau tegas namun pada saat yang sama beliau sangat lembut dan wibawa, tidak takut cacian. Kalian bisa berbicara berjam-jam dengannya...

Dari pernikahannya dengan Imam Ali, Ummul Banin memiliki empat putra. Abul Fadhl Abbas, Abdullah, Jakfar dan Utsman. Keempat putra Ummul Banin ini gugur di Padang Karbala, membela Imam mereka, cucu Rasulullah dan putra Fatimah Az-Zahra. Garis keturunan Ummul Banin dilanjutkan oleh cucunya, Ubaidillah, putra bungsu Abul Fadhl Abbas. Dengan gugurnya empat putranya di Padang Karbala, Ummul Banin mendapat gelar Ibu Syuhada Karbala.

Ummul Banin tidak hadir pada Peristiwa Karbala. Ketika rombongan kafilah dari para tawanan Karbala memasuki Madinah, seseorang memberinya berita kesyahidan anak-anak, tapi dia malah mengatakan; Katakanlah kepadaku tentang Husein as. Ummul Banin, ketika ia mendengar ke-4 anaknya syahid bersama Imam Husein, berkata: “Seandainya semua anak-anakku dan semua yang ada di bumi berkorban demi Husain dan dia tetap hidup.” Semua pembicaraannya ini dianggap sebagai pernyataan ikhlasnya dalam mengabdi kepada Ahlulbait dan Imam Husain.

Salah satu karakteristik unggul Ummul Banin adalah kefasihan bahasa sehingga ia juga dikenal sebagai seorang penyair. Ummul Banin setelah mendengar kabar kesyahidan anak-anak, setiap hari dia pergi ke pemakaman Baqi dengan cucunya Ubaidillah (anak dari Abbas) dan di sana ia membacakan puisi-puisinya dan melantunkannya dengan penuh tangis dan derita. Penduduk Madinah berkumpul mengitarinya dan menagis seirama bersamanya. Bahkan dikatakan bahwa Marwan bin al-Hakam juga hadir bergabung dengan mereka dan menangis.

Para ulama banyak memuji Ummul Banin. Zainuddin al 'Amili (Syahid Tsani), terkait dengan keutamaan Ummul Banin, mengatakan bahwa: "Ummul Banin adalah salah seorang wanita yang memiliki makrifat dan keutamaan dan kecintaan serta kesetiaan murni kepada keluarga Nabi dan ia juga telah mewakafkan dirinya untuk berkhidmat dan mengabdi kepada Ahlulbait dan sebaliknya Ahlulbait pun memberikannya kedudukan istimewa pada dirinya serta sangat menghormatinya".

Juga Allamah Sayid Muhsin Amin dalam sebuah pernyataannya terkait dengan Ummul Banin, menyatakan bahwa: "Ummul Banin adalah seorang penyair yang fasih dan dari keluarga yang pemberani".

Ali Muhammad Ali Dakhil, seorang penulis kontemporer Arab, dalam mendekripsikan wanita mulia ini (Ummul Banin) dalam sebuah tulisannya bahwa: "Keagungan wanita ini nampak ketika sampai berita kepadanya akan kesyahidan putra-putranya di padang Karbala, namun ia tidak berkata apa-apa dan tidak perduli dengan itu semua dan justru ia malah menanyakan akan keselamatan sang pemimpin para Syuhada, Husein as, di mana seakan-akan Imam Husein adalah putranya yang sesungguhnya dan yang keempat anaknya itu bukanlah putranya".

Akhirnya wanita mulia ini setelah mengarungi kehidupan dengan kesabaran dan istiqamah serta setelah menyumbangkah empat putranya di Padang Karbala untuk membela Imam Husein dan keluarga Nabi, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada 13 Jumadi Tsani tahun 64 Hijriah. Jenazah wanita mulia yang memposisikan dirinya sebagai pembantu untuk merawat cucu Rasulullah dan putra-putri Fatimah Az-Zahra ini dikebumikan di pemakaman Baqi.

Read 635 times