Surat Ayatullah Nouri Hamedani kepada Paus: “Jika Nabi Isa (as) Hadir, Akankah Membiarkan Kejahatan Rezim Zionis?”

Rate this item
(0 votes)
Surat Ayatullah Nouri Hamedani kepada Paus: “Jika Nabi Isa (as) Hadir, Akankah Membiarkan Kejahatan Rezim Zionis?”

Dalam situasi mengerikan seperti ini, jika para Nabi seperti Musa (as), Isa (as), dan Muhammad (Saw) hadir, apakah mereka akan sanggup menyaksikan semua penderitaan dan tragedi ini tanpa berbuat apa-apa?

Pada Kamis 24 Juli 2025, Ayatullah Nouri Hamadani, salah seorang ulama dan marja taqlid, dalam suratnya kepada Paus Leo XIV, pemimpin umat Katolik sedunia yang disampaikan oleh Duta Besar Republik Islam Iran untuk Vatikan menyatakan: “Dalam situasi mengerikan ini, jika para nabi seperti Musa (as), Isa (as), dan Muhammad (saw) hadir, apakah mereka akan menerima penderitaan sedemikian? Atau hanya berdiam diri tanpa respons? Saya berharap Anda dan pemimpin agama lain mengambil langkah efektif untuk mencegah kejahatan kemanusiaan oleh rezim Zionis.”

Menurut laporan Kantor Berita Hawzahnews, berikut isi lengkap surat tersebut:

 

Bismillahirrahmanirrahim

Kepada Yang Mulia Paus Leo XIV,

Pemimpin umat Katolik sedunia,

 

Dengan salam dan rasa hormat,

Sebagaimana Yang Mulia ketahui, martabat manusia yang berarti kehormatan, keagungan, dan nilai hakiki manusia merupakan salah satu konsep fundamental dalam agama-agama samawi. Seluruh agama Ibrahim menegaskan kedudukan luhur manusia, yang dipandang sebagai makhluk bernilai dan memiliki potensi spiritual yang diciptakan secara istimewa oleh Tuhan. Semua agama samawi menjunjung prinsip kesetaraan, kebebasan, tanggung jawab, dan hak-hak asasi manusia, serta menolak keras segala bentuk diskriminasi rasial, etnis, dan kelas sosial.

Sudah menjadi hal yang jelas bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam keyakinan, agama-agama samawi memiliki kesamaan dalam penegasan terhadap martabat hakiki manusia. Martabat ini bukan hanya menjadi landasan hak asasi manusia, melainkan juga merupakan dasar bagi interaksi yang etis dan kemanusiaan antara para penganut berbagai agama. Di tengah dunia yang kian dipenuhi kekerasan dan diskriminasi, kembali kepada prinsip bersama ini dapat menjadi jalan yang mulia menuju koeksistensi damai dan saling pengertian antaragama.

Sebagaimana Yang Mulia ketahui, Gaza adalah wilayah yang dikepung, dan kini telah menjadi simbol dari penderitaan manusia di hadapan ketidakadilan dan penindasan. Sementara dunia menyaksikan kematian setiap hari anak-anak, perempuan, dan pria tak bersalah akibat kelaparan, kehausan, dan kekurangan obat-obatan, rezim Zionis terus melanjutkan pengepungan total terhadap Gaza dan melarang masuknya makanan serta bantuan kemanusiaan, sebuah tragedi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kontemporer. Tindakan ini tidak hanya ditolak dari sudut pandang kemanusiaan, tetapi juga dari sisi agama, moralitas, dan hukum internasional.

Islam adalah agama kasih sayang dan kemanusiaan, dan menyakiti orang-orang tak berdosa, terutama anak-anak dan perempuan, sangat dikecam. Dalam ajaran Kristiani pun, membantu orang yang lapar dan membutuhkan merupakan tugas Ilahi. Dalam Taurat, keadilan dan kasih sayang terhadap sesama juga sangat ditekankan. Dari sudut pandang agama-agama samawi, mencegah manusia dari memperoleh makanan adalah bentuk kezaliman yang nyata dan bertentangan dengan kehendak Ilahi.

Dari sudut pandang moralitas manusia dan hati nurani yang terjaga, pengepungan terhadap ratusan ribu orang tak bersalah, termasuk perempuan dan anak-anak, serta tekanan dan serangan brutal terhadap mereka, dan penghalangan bantuan pangan dan medis, merupakan kesalahan yang tak dapat dimaafkan.

Etika kemanusiaan dibangun di atas martabat hakiki manusia. Setiap insan yang tak bersalah, tanpa memandang kebangsaan, agama, atau ras, layak untuk hidup dengan kehormatan. Mencegah secara sengaja satu populasi dari akses terhadap makanan, air, dan obat-obatan adalah kejahatan terhadap nurani umat manusia dan penolakan terhadap prinsip dasar kehidupan bersama secara manusiawi. Perlakuan rezim Zionis terhadap rakyat Gaza bukan hanya tidak etis dan tidak manusiawi, tetapi juga dikategorikan sebagai kejahatan perang menurut dokumen-dokumen sah hukum internasional.

Tindakan kejam dan tidak manusiawi rezim Zionis dalam mencegah masuknya makanan dan barang-barang penting ke Gaza adalah pelanggaran nyata terhadap prinsip agama, moral, kemanusiaan, dan hukum internasional. Tindakan ini bukan hanya layak untuk dikutuk oleh dunia, tetapi juga pantas untuk diadili dan dihukum secara internasional. Kini adalah tugas semua manusia merdeka, organisasi hak asasi manusia, lembaga keagamaan, dan bangsa-bangsa di dunia untuk tidak berdiam diri terhadap kejahatan ini dan menjadi suara bagi kaum tertindas di Gaza.

Saya mengapresiasi sikap Yang Mulia dalam isu Palestina, yang dalam pidato terakhir telah menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan yang tragis di Gaza, dan menyatakan bahwa penderitaan itu paling berat ditanggung oleh anak-anak, lansia, dan orang sakit. Di sisi lain, Yang Mulia juga telah menyerukan kepada masyarakat internasional agar tetap memegang prinsip-prinsip kemanusiaan dan menghormati kewajiban untuk melindungi warga sipil, larangan hukuman kolektif, penggunaan kekerasan yang berlebihan, serta pemindahan paksa penduduk.

Yang Mulia,

Apa yang sedang terjadi di Gaza saat ini, jelas tidak dapat dibenarkan oleh standar keagamaan, kemanusiaan, maupun etika apa pun. Setiap hari puluhan anak kehilangan nyawa akibat kelaparan dan kekurangan makanan; ini adalah genosida yang nyata dan melukai nurani setiap insan yang merdeka. Dalam situasi mengerikan seperti ini, jika para Nabi seperti Musa (as), Isa (as), dan Muhammad (Saw) hadir, apakah mereka akan sanggup menyaksikan semua penderitaan dan tragedi ini tanpa berbuat apa-apa? Ataukah mereka akan tetap diam menyaksikan kebrutalan dan kekejaman ini tanpa memberikan reaksi sedikit pun?

Kami berharap Yang Mulia dan para pemimpin agama lainnya dapat mengambil langkah-langkah nyata dan berperan aktif dalam mencegah kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh rezim Zionis ini.

Yang Mulia,

Sebagai penutup, saya mengusulkan agar agama-agama Ibrahim, selain mengecam penyalahgunaan agama sebagai pembenaran atas bencana yang telah terjadi (termasuk delapan dekade kejahatan atas nama pembentukan negara Yahudi oleh para Zionis kriminal), dapat bersama-sama membentuk suatu kerangka kerja global dan bijaksana untuk melarang dan mengutuk penggunaan kekerasan dan kekuasaan, serta menggalakkan perdamaian dan nilai-nilai kemanusiaan. []

Hawzah Ilmiah Suci Qom
Hussein Nouri Hamedani

Read 7 times