Pembagian Ghanimah Sebelum Kemenangan Kubu Anti Suriah

Rate this item
(0 votes)

Di saat operasi pembersihan anasir bersenjata di Suriah oleh pasukan negara ini terus berlanjut, friksi antara kubu oposisi Damaskus semakin mamanas. Hal ini menyusul pengumuman satu di antara kelompok anti Damasku yang membentuk pemerintahan transisi di Kairo.

BBC hari Selasa (31/7) melaporkan sebuah dewan yang menyebut dirinya sebagai Dewan Presidium Suriah mengumpulkan watawan di sebuah hotel di Kairo. Mereka menyatakan bahwa setelah menggelar sidang tertutup selama tiga hari memutuskan Haitham al-Maleh diserahi tanggung jawab untuk membentuk pemerintahan transisi Suriah. Pemerintahan transisi ini akan memerintah wilayah Suriah yang jatuh ke tangan kelompok bersenjata dan selama pemerintahan Bashar al-Assad belum jatuh pemerintahan transisi ini akan melanjutkan tugasnya.

Berdasarkan laporan ini, Haitham al-Maleh, 80 tahun, dikenal sebagai kubu anti pemerintah Suriah. Sejak berkuasanya Partai Baath di negaranya, Maleh bangkit melakukan perlawanan politik serta berulang kali masuk penjara. Bersamaan dengan dimulainya reformasi terbaru di Suriah, termasuk pembebasan tahanan politik, Haitham al-Maleh juga dibebaskan berkat grasi Preseiden Bashar Assad. Namun dua hari setelah pembebasannya, Suriah mulai digoncang aksi kelompok bersenjata dan kondisi keamanannya terganggu.

Dua Oktober tahun lalu, ketika sekelompok orang yang menentang pemerintah Suriah berkumpul di Istanbul, Turki dan membentuk Dewan Nasional Suriah dengan mengambil contoh Libya guna menyatukan kubu anti Suriah dan mempersiapkan pemerintahan yang bakal menggantikan Assad, Haitham al-Maleh merupakan pilar utama dari dewan ini. Namun meski mendapat dukungan penuh dari Barat dan sejumlah negara Arab, Dewan Nasional Suriah ini seperti diakui oleh BBC tidak mampu menyatukan kelompok anti Assad.

Adapun Haitham al-Maleh pada 14 Maret bersama tiga anggota senior lainnya lalu memilih hengkang dari Dewan Nasional Suriah setelah memprotes egoisme Burhan Ghalioun. Kemudian ia membentuk Front Amal Nasional dan ia pun menggumpulkan mereka yang sehaluan dengan dirinya. Akhirnya hari Selasa (31/7) di Kairo ia dipilih oleh kelompoknya membentuk pemerintahan transisi.

Sementara itu, Dewan Nasional Suriah (SNC) lansung mereaksi keputusan kubu al Maleh tersebut dan menilainya sebagai langkah yang tergesa-gesa. Tentara Bebas Suriah (FSA) juga menuding Haitham al-Maleh dan kelompoknya mengobarkan perpecahan di antara kubu anti Suriah.

Abdel Basset Sayda kepala SNC dalam reaksinya menyikapi tindakan al-Maleh kepada Reuters mengatakan, pembentukan pemerintahan transisi merupakan proses yang sulit dan membutuhkan musyawarah dengan seluruh perwakilan kubu anti Suriah.

Ia menambahkan, namun ketika setiap kelompok membentuk pemerintahan sendiri-sendiri tanpa membicarakan dengan yang lain maka hal ini berarti akan muncul pemerintahan lemah yang tidak menjadi perwakilan kelompok mana pun.

Saat diwawancarai AFP, Sayda menyebut langkah Haitham al-Maleh tergesa-gesa. "Pembentukan pemerintah dengan metode seperti ini hanya akan memperlemah posisi kubu anti Suriah," tandas Sayda.

Situs Middle East Online di pemberitaannya menyebutkan friski antar kelompok anti Suriah dan di tajuknya media ini menulis "Suriah: Perebutan Kue Kekuasaan, Sebelum Tumbangnya Assad"

 

Mengapa Kairo ?

Perebutan ghanimah sebelum menang sebenarnya telah dimulai oleh Dewan Nasioan Suriah (SNC) di Istanbul yang berusaha mencitrakan dirinya sebagai wakil satu-satunya kubu oposisi Damaskus. Tak hanya itu, SNC juga berusaha menampilkan dirinya sebagai pemimpin kelompok anti Assad. Kebijakan SNC selaras dengan kebijakan Turki, Arab Saudi dan Qatar, namun di sisi lain Haitham al-Maleh dan pendukungnya sepertinya dengan berkumpul di Kairo berusaha menyelaraskan strateginya dengan kebijakan Masir serta menggandeng negara ini. Dalam hal ini Mesir dikenal sebagai negara yang menolak intervensi asing di Suriah tak seperti Qatar dan Arab Saudi.

Pengamat politik meyakini bahwa kedua kelompok anti Suriah baik yang bermarkas di Istanbul atau Kairo, memiliki ide dan strategi berbeda, terkadang kontradiksi mulai dari ideologi Islam, liberal bahkan komunis. Baik saat ini tidak terlihat adanya solidaritas dan persatuan di antara mereka serta di masa mendatang juga tidak dapat diharapkan koalisi mereka akan bertahan. (IRIB Indonesia/MF)

Read 1771 times