Inggris dan Nasib Sebuah Imperium Dunia

Rate this item
(0 votes)
Inggris dan Nasib Sebuah Imperium Dunia

Pada masa lalu ungkapan ini kerap didengungkan bahwa mentari akan terus menyinari bendera imperium Inggris Raya dan tidak akan tenggelam. Di abad 19, raja Inggris memiliki wilayah jajahan yang tersebar di setiap belahan dunia. Koloni dan jajahan Inggris ini mencakup ratusan juta orang. Kekayaan dan berbagai tambang yang mengalir ke istana dari wilayah jajahan membuat raja, pangeran dan penghuni istana imperium Barat ini bergelimang dengan kemewahan.

Kini di awal dekade kedua abad 21, imperium yang pernah berjaya ini kini wilayahnya semakin kecil dan hanya berupa sebuah pulau kecil yang terletak di timur laut Eropa, sejumlah wilayah di kepulauan Irlandia dan sejumlah wilayah jajahan yang tak terlalu banyak. Jika kali ini Skotlandia memutuskan untuk keluar dari persemakmuran Inggris yang telah berusia 300 tahun, maka bendera imperium Inggris pun di wilayahnya sendiri tidak akan berkibar.

Namun pertanyaannya di sini adalah apa sebenarnya yang menimpa imperium Inggris Raya sehingga mitra terdekatnya, yakni Skotlandia tidak merasa bahagia berada di bawah naungan istana Buckingham? Nasib imperium Inggris Raya menjadi topik menarik untuk membahas muncul serta tenggelamnya sebuah kekuatan dunia. Imperium ini mengalami masa keemasannya ketika produk industri dibarengi dengan petualangan laut. Inggris Raya saat itu harus bersaing dengan Spanyol yang menjarah emas daerah jajahannya dan Inggris akhirnya berubah menjadi kekuatan tak terkalahkan.

Selama abad 18-20, Inggris merupakan kekuatan ekonomi pertama dunia dan London dikenal sebagai kota terkaya dunia. Di tahun-tahun pertama terbentuknya imperium ini, kehidupan berbeda warga Inggris dan penghormatan mereka terhadap kekebasan berpendapat, kebebasan mazhab serta prinsip-prinsip demokrasi di samping kekuatan militer mereka, membuat imperium ini berhasil menaklukkan banyak daerah di dunia. Namun tak lama, imperium ini menempuh jalur seperti imperium dunia lainnya yang menjajah wilayah lain dengan memanfaatkan kekuatan militernya.

Meski demikian, wilayah imperium Britania yakni kepulauan Inggris sangat kecil untuk mengelola keunggulannya ini. Oleh karena itu, sejalan dengan kian besarnya komitmen militer dan keamanan London untuk mempertahankan imperiumnya, kemampuan ekonomi negara ini pun merosot tajam dan di akhir abad 19, Britania akhirnya harus bertekuk lutut terhadap kekuatan baru dunia, Amerika Serikat.

Transformasi pasca perang dunia kedua menunjukkan bahwa petinggi Britania berharap mampu mempertahankan negara modern yang terdiri dari Inggris, Wales, Skotlandia dan Irlandia utara dalam bendera Inggris Raya dengan melepas secara bertahap wilayah jajahannya.

Meski demikian, penjajahan selama beberapa abad oleh Britania masih tetap menyedot ekonomi negara ini, bahkan untuk menciptakan kehidupan sesuai standar Eropa di negara ini pun sulit diwujudkan. Kondisi tersebut sampai kini masih terus berlanjut di Inggris. Dengan naiknya pemerintahan konservatif dan liberal demokrat di tahun 2010, Inggris menerapkan program penghematan ekonomi. Hal ini satu sisi dilakukan London untuk mengatasi warisan era kolonialisme dan dari sisi lain, melindungi negara dari terulangnya krisis parah ekonomi tahun 2007-2008.

Kebijakan ini pada akhirnya membuahkan gerakan berpisah dari Britania mulai merembet hingga ke utara kepulauan Inggris yakni Skotlandia. Terlepas dari itu, pada 18 September mendatang, warga Skotlandia akan menggelar referendum apakah tetap berada di bawah Inggris atau memisahkan diri dari Inggris Raya. Jika janji yang dikeluarkan istana Buckingham untuk memberi wewenang lebih besar kepada Edinburgh selama wilayah ini tetap bergabung dengan Inggris terealisasi, maka fenomena memisahkan diri dari pemerintah pusat di Irlandia utara akan semakin besar. Namun jika Skotlandia merdeka kondisi imperium Britania Raya semakin terpuruk.

Read 2558 times