Terkait Dokumen Rahasia AS tentang Tragedi 1965, Ini kata Menkopolhukam, Menhan dan TNI

Rate this item
(0 votes)

Jakarta, Berita Dunia – Tragedi 1965 menjadi peristiwa yang kelam dalam sejarah Indonesia. Masih banyak hal yang masih tertutup rapat mengenai pembunuhan massal anggota, dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga 1966, menyusul terjadinya peristiwa gugurnya para jenderal dalam peristiwa G 30 S.

Baru-baru ini, sejumlah dokumen rahasia dalam arsip milik Pemerintah Amerika Serikat dideklasifikasi, setelah 50 tahun disimpan rapat-rapat. Data-data tersebut kini dapat diakses dan terbuka untuk umum.

Dokumen tersebut berupa kawat diplomatik atau telegram antar perwakilan diplomatik AS di Indonesia, juga dengan pihak Washington DC pada periode 1964-1968. Isinya mengindikasikan bahwa pemerintah AS lewat kedutaannya di Jakarta mengetahui peristiwa berdarah pembunuhan massal orang-orang yang terkait atau diduga terkait dengan PKI.

Dokumen yang telah dideklasifikasikan itu diunggah oleh lembaga nonprofit National Security Archive (NSA) di George Washigton University, National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA).

Berikut ini sejumlah hal yang diungkap dalam dokumen tersebut:

– Keterlibatan tentara Angkatan Darat dalam pembantaian massal

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengumpulkan sejumlah informasi mengenai keterlibatan Angkatan Darat. Tentara menyebarkan sentimen anti-PKI dan ikut terlibat dalam pembantaian di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Medan.

– Rencana membunuh Omar Dani

Sutarto, asisten Menteri Penerangan Ruslan Abdulgani, menyampaikan kepada diplomat Amerika soal perlunya mengeksekusi pemimpin PKI. Sutarto mengatakan tentara Angkatan Darat berencana membunuh Omar Dani (saat itu menjabat Panglima Angkatan Udara Indonesia) bila Omar tak kunjung mengundurkan diri. Omar dianggap terlibat dalam peristiwa 30 September.

– Adnan Buyung mendukung pembantaian pendukung PKI

Adnan Buyung, yang saat itu menjabat asisten Jaksa Agung, saat berkunjung ke Kedutaan Besar Amerika mengatakan pendukung komunis harus terus dikejar untuk melemahkan kekuatan PKI. Ia juga berharap fakta pembantaian massal terhadap ribuan anggota komunis disembunyikan dari Sukarno.

– Organisasi keagamaan turut melakukan pembantaian

Konsulat Jenderal Amerika di Surabaya menyebutkan soal pembantaian di berbagai wilayah di Jawa Timur oleh Ansor- organisasi sayap Nahdlatul Ulama. Muhammadiyah di Medan juga melakukan hal serupa.

– Keterlibatan Amerika Serikat

Sebuah surat dari Norman Hannah (menjabat penasihat presiden untuk Asia-Pasifik) kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta mengungkapkan rencana keterlibatan Amerika. Hannah meminta masukan dari Kedutaan bagaimana pemerintah AS harus merespons bila ada permintaan bantuan dari tentara Angkatan Darat Indonesia untuk melawan PKI. Duta Besar AS saat itu meminta pemerintah mempertimbangkan kemungkinan pemberian bantuan secara rahasia, tanpa atribusi. Di antaranya uang, peralatan komunikasi, dan senjata.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan dokumen Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta soal kasus pembunuhan massal tidak serta-merta bisa dijadikan sebagai bagian dalam proses hukum. Dokumen itu, kata dia, harus dipastikan kelayakannya sebelum digunakan.

“Dokumen dari Amerika itu tidak serta-merta kita jadikan bagian dari proses penyelidikan,” kata Wiranto di Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 19 Oktober 2017. “Tentu perlu suatu upaya untuk meyakini betul, apakah informasi-informasi, apalagi dari luar negeri, itu layak untuk dijadikan suatu bagian dari kerugian-kerugian itu.”

Seolah senada, Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengatakan tidak akan mengubah kebijakan dan pandangan mereka terhadap Gerakan 30 September 1965 (G30S), meskipun 39 dokumen rahasia Amerika Serikat yang dibuka ke publik ‘mengungkap sejumlah fakta baru’.

Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Wuryanto, menyebut dokumen rahasia yang dibuka Badan Administrasi Rekaman dan Arsip Nasional AS (NARA) tidak dapat menggantikan seluruh fakta dalam Mahkamah Militer Luar Biasa selama rentang 1966 hingga 1978.

“Kami akan tetap berpedoman pada hasil Mahkamah Militer Luar Biasa dan saksi-saksi sejarah saat itu,” ujar Wuryanto, Selasa (17/10/17).

Selain itu,  Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga mengatakan akan meminta penjelasan pemerintah Amerika perihal kebenaran dokumen Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta berkaitan dengan kasus pembantaian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) atau Sejarah 1965.

“Nanti saya akan ketemu Menhan (Menteri Pertahanan Amerika, James Mattis)-nya atau nanti saya panggil Dubes (Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Joseph R. Donovan Jr.)-nya sambil ngobrol-ngobrol gimana sebenarnya,” ujar Ryamizard di Kantor Staf Kepresidenan, Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis, 19 Oktober 2017. Ryamizard berencana bertemu dengan Mattis di Filipina, Rabu pekan depan.

Read 1435 times