Setahun Gerakan Protes Rompi Kuning

Rate this item
(0 votes)
Setahun Gerakan Protes Rompi Kuning

 

Gerakan protes melawan kapitalisme di Prancis dan kebijakan pemerintah Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang dikenal sebagai "Gerakan Jaket Kuning", memasuki satu tahun, yang meletus sejak 17 November 2018.

Meskipun pemicu awal gerakan protes ini adalah kebijakan baru pemerintah Perancis tentang bahan bakar, tapi langkah ini secara bertahap berubah menjadi gerakan melawan kebijakan pemerintahan Macron menyusul ketidakpeduliannya terhadap tuntutan rakyat Prancis.

Macron dan jajaran kabinetnya mengira gerakan rompi kuning hanyalah aksi protes berumur pendek, jadi mereka tidak terlalu memperdulikannya sejak awal kemunculan. Namun seiring berjalannya waktu, gerakan itu berubah menajdi bola salju yang mengelinding terus membesar menjadi protes meluas melawan sistem kapitalisme yang tidak adil dan menimbulkan kesenjangan  kelas yang semakin menganga.

Pemerintah Prancis harus mundur selangkah demi selangkah menghadapi gerakan massa ini. Kelanjutan gerakan ini menunjukkan bahwa penyebab pembentukannya jauh lebih dalam dan lebih gigih daripada sekadar menyuarakan sejumlah tuntutan. Alexandre Beauvais Chiva, juru bicara aksi rompi kuning pada Desember 2018, mengatakan, "Sejak Macron berkuasa, dia telah menghina rakyat Prancis dan belum mendengarkan tuntutannya. Kami ingin dilihat dan suara kami ingin didengar,".

Gerakan rompi kuning meletus pada November 2018 untuk memprotes kenaikan biaya pajak bahan bakar di bawah kebijakan pemerintah Macron tentang perubahan pola konsumsi bahan bakar. Mereka mengenakan rompi kuning sebagai simbol persatuan, dan sejak saat itu gerakan protes tersebut disebut sebagai gerakan rompi kuning.

Jumlah pengunjuk rasa di minggu pertama protes pada hari Sabtu, 17 November 2018 diperkirakan sekitar 282 ribu orang. Kemudian protes yang terjadi setiap hari Sabtu di Paris dan kota-kota kecil dan besar di Prancis, meluas dari tuntutan pemotongan pajak menjadi pengunduran diri Macron. Bahkan akhir Republik Kelima diumumkan.

Presiden Prancis menarik diri dari reformasi ekonomi yang diusulkan pemerintah, termasuk rencana untuk menaikkan pajak bahan bakar, dan menambahkan € 100 sebulan untuk upah minimum di negara itu. Namun, langkah-langkah ini justru meningkatkan tuntutan pemrotes.

Gerakan rompi kuning memiliki spektrum yang luas dari berbagai kelas sosial seperti pelajar, mahasiswa, perawat, karyawan, pekerja, sopir truk, guru, pelayan, imigran dan sebagainya. Orang-orang ini tidak saling kenal sebelum gerakan dimulai. Mereka tidak memiliki kesamaan kecuali tuntutan ekonomi.

Menurut statistik baru dari Kementerian Kehakiman Prancis, polisi sejak itu telah menangkap lebih dari 10.000 pendukung gerakan rompi kuning dan pengadilan Prancis telah mengeluarkan lebih dari 3.000 vonis pengadilan terhadap anggota gerakan protes tersebut. Mereka dituduh berpartisipasi dalam "kerusuhan massal" dan "menyerang penegak hukum". sebanyak 400 orang dijatuhi hukuman penjara.

Banyak dari mereka yang ditangkap telah dijatuhi hukuman layanan sosial wajib. Selama setahun terakhir, 52 orang tewas dan 10.790 lainnya terluka dalam protes di Prancis. Menurut jajak pendapat Elable yang dirilis Rabu, 13 November, 55 persen orang Prancis mendukung atau bersimpati dengan gerakan ini, tetapi 63 persen tidak ingin gerakan protes berlanjut.

Gerakan rompi kuning terus berkembang meskipun terjadi pasang surut, dan menjadi tantangan kronis bagi Macron. Kebijakan ekonomi Macron, terutama di bidang bahan bakar dan isu-isu lingkungan yang mengarah pada pembentukan rompi kuning, kini telah menjadi subjek demonstrasi anti-kapitalis, dan terus terjadi di berbagai kota di Prancis. Meskipun tidak memiliki struktur pemimpin yang jelas, tapi gerakan protes ini oleh beberapa ahli disebut sebagai salah satu gerakan anti-kapitalis terbesar di Perancis. Beberapa analis percaya bahwa kenaikan pajak bahan bakar hanyalah alasan untuk melancarkan protes populer yang meluas sebagai tanggapan terhadap situasi ekonomi Perancis yang memburuk sekaligus penentangan terhadap aturan kapitalis di negara itu.

Protes rompi kuning saat ini telah memasuki dimensi politik, sosial dan ekonomi. Pemimpin La France insoumise, Jean-Luc Mélenchon mengatakan, "Kini sudah terlambat untuk mendengar para pengunjuk rasa karena orang-orang telah hancurkan di bawah tekanan ekonomi,". Dalam dimensi politik, para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri pemerintah, dan bahkan Macron, dan dalam dimensi yang lebih luas muncul tuntutan perubahan politik radikal akibat kebijakan ekonomi Macron.

Dalam aspek sosial, protes ini dapat dilihat sebagai simbol protes rakyat Prancis terhadap tingginya kemiskinan di negara Eropa ini, terutama para korban yang terpinggirkan. Kelas pekerja dan kelas menengah di Prancis merasa frustrasi dan marah karena mereka kehilangan harapan untuk masa depannya. Mereka menyebut Macron sebagai presiden orang kaya. Dominique Moïsi, profesor politik Prancis mengatakan, gerakan itu adalah simbol keadaan darurat dan persatuan rakyat Prancis yang merujuk pada gerakan anti-kapitalisme di negara Eropa ini.

Di tengah meningkatnya kemiskinan, kebijakan pajak Macron terutama pajak bahan bakar, merupakan pukulan besar bagi rakyat negara ini. Pada saat yang sama, pergerakan rompi kuning dapat dianggap sebagai gerakan anti-euro. Mengingat bahwa menaikkan upah minimum adalah salah satu tuntutan dari rompi kuning, pemerintah Prancis tidak memiliki kendali atas nilai euro dan tidak dapat menanggapi secara positif tuntutan para pemrotes.

Tampaknya, gerakan rompi kuning akan terus bertahan, meskipun terjadi pasang surut. Gerakan protes anti-kapitalis ini, meskipun dimulai dengan dalih yang dipicu seruan media sosial di Prancis, tetapi kegigihan protes ini mencerminkan tuntutan yang sangat besar dari rakyat melawan ketidakefisienan kebijakan politik, ekonomi dan sosial pemerintah Macron dan sistem kapitalis di Eropa.

Protes rompi kuning yang meluas adalah manifestasi dari protes  rakyat dan kemarahan mereka selama beberapa tahun terakhir. Sebagian analis percaya bahwa gerakan ini adalah cerminan dari masalah nyata yang melilit Prancis dan akan terus berlanjut selama masalah  krisis yang tidak terlihat di permukaan Prancis belum diselesaikan.

Read 746 times