Jalan Buntu Pembentukan Kabinet Zionis

Rate this item
(0 votes)
Jalan Buntu Pembentukan Kabinet Zionis

 

Seiring kegagalan Netanyahu dan Benny Gantz membentuk kabinet baru dan permintaan presiden rezim Zionis terhadap Knesset untuk mencalonkan seorang perdana menteri baru, krisis politik yang melanda Israel tampaknya belum akan berakhir dalam waktu dekat. Artikel ini akan menelisik faktor penyebab dan konsekuensi dari krisis politik tersebut.

Krisis politik pembentukan kabinet baru yang terjadi di Israel saat ini disebabkan oleh dua faktor penting.

Faktor pertama berkaitan dengan ambisi haus perang Benjamin Netanyahu yang menjabat sebagai perdana menteri rezim Zionis Israel. Sejak menjabat sebagai PM Israel, Netanyahu di tahun 2009 hingga kini telah melancarkan sejumlah perang di Jalur Gaza di antaranya: perang 8 hari 2012, perang 51 hari 2014, perang 4 hari 2018 dan perang 2 hari 2019. Selain itu, aksi pemboman yang dilakukan rezim Zionis terhadap Gaza juga terus berlanjut.

Meskipun banyak korban manusia dan tidak manusiawi yang ditimbulkan dari aksi brutal Israel di Gaza, tapi kelompok-kelompok perlawanan Palestina terus memperkuat sistem pertahanannya, sehingga seiring waktu bisa memaksa rezim Zionis mempersingkat durasi perang yang dilancarkannya terhadap Jalur Gaza. 

Pada saat yang sama, kabinet Netanyahu juga dipaksa untuk menerima gencatan senjata pada November 2018 yang berdampak digelarnya pemilu parlemen dini. Oleh karena itu, salah satu konsekuensi utama perang yang disulut Netanyahu di Jalur Gaza adalah gempa politik yang berpotensi besar mengakhiri kehidupan politiknya, dan mungkin juga vonis hukuman penjara atas kasus korupsi yang melilitnya, meskipun dia berusaha keras untuk mencegahnya. Jaksa rezim Zionis pada 21 November 2019 menyampaikan kemungkinan vonis hukuman yang akan diterima Netanyahu.

Faktor kedua dalam krisis politik Israel saat ini mengenai didahulukannya kepentingan pribadi dan kelompok dalam pembentukan kabinet baru. Setelah kegagalan Netanyahu dan Gantz untuk membentuk kabinet, Presiden Rezim Zionis, Reuven Rivlin meminta Knesset menunjuk perdana menteri baru karena pertimbangan politik. Saat ini tiga nama yang muncul: Netanyahu, Gantz dan Lieberman.

 Jaksa rezim Zionis menyatakan bahwa Netanyahu didakwa dengan lima tuduhan menerima suap, penipuan, pemalsuan, pelanggaran dan pengkhianatan. Setelah gagal membentuk kabinet, Netanyahu menolak berkoalisi dengan Benny Gantz, pemimpin Koalisi Biru dan Putih, karena Netanyahu ingin tetap berada di jabatan perdana menteri untuk menikmati kekebalan politik dari keputusan pengadilan terhadap dirinya sendiri. 

Benny Gantz menolak bergabung dengan Netanyahu karena dia melihat koalisi biru-putih yang dia pimpin sebagai pemenang pemilihan dan berhak untuk membentuk kabinet. Koalisi biru dan putih memenangkan 33 kursi dalam pemilu 17 Maret, sedangkan partai Likud memenangkan 32 kursi. 

Di sisi lain, Avigdor Lieberman, pemimpin Yisrael Beiteinu yang mengundurkan diri dari kabinet pada November 2018, memainkan peran penting dalam kegagalan pemilu April dan September 2019, sehingga Netanyahu dan Gantz gagal membentuk kabinet baru. Lieberman menekankan empat kasus korupsi yang melilit Netanyahu, serta perselisihannya dengan perdana menteri tentang Yahudi Ortodoks, yang secara efektif menjegal kabinet sayap kanan membentuk kabinet baru.

Lieberman juga menolak berkoalisi dengan Gantz karena dukungan koalisi Arab terhadap Benny Gantz melawan Netanyahu. Bahkan, Lieberman menjadikan penghapusan faksi Arab dari koalisi, sementara Gantz mampu membentuk kabinet baru hanya dengan dukungan faksi Arab dan Yusrail Beiteinu. Selain itu, ketidakcocokan Netanyahu dan Gantz berkaitan dengan masalah posisi Netanyahu untuk tetap berada di kantor perdana menteri hingga kini.

Kini pertanyaannya sekarang, bagaimana krisis politik Israel akan berakhir.

Tahapan pertama, presiden rezim Zionis meminta Knesset menunjuk rezim seorang perdana menteri baru. Menurut aturan hukum rezim Zionis, mayoritas 120 anggota parlemen harus mencalonkan kabinet dalam waktu 14 hari dan 61 dari 120 anggota parlemen harus memberikan suaranya. Kemudian calon perdana menteri akan diberikan waktu selama 21 hari untuk membentuk kabinet. Tapi, mengingat kondisi perpecahan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara partai-partai Zionis dan kelompok-kelompok politik, tampaknya tidak akan tercapai kesepakatan tentang perdana menteri baru di kalangan anggota Knesset.

Tahapan kedua, jika parlemen gagal mencalonkan perdana menteri baru atau jika perdana menteri yang dicalonkan oleh parlemen gagal membentuk kabinet baru, kemungkinan akan digelar pemilu baru yang ketiga dalam setahun terakhir. Partai manapun yang memenangkan dua persen suara dapat menduduki kurdi di parlemen. Sebanyak 61 dari 120 anggoata parlemen harus mendukung perdana menteri yang dicalonkan untuk membentuk kabinet baru. Tapi masalahnya tidak ada jaminan bahwa partai atau faksi yang akan memenangkan mayoritas suara dari 61 kursi dalam pemilu ketiga. Oleh karena itu, jalan buntu yang muncul sejak April lalu akan terulang kembali.

Krisis politik  saat ini akan memiliki konsekuensi besar bagi rezim Zionis.

Pertama, kelanjutan situasi saat ini akan mengakibatkan hilangnya kekuatan politik di wilayah pendudukan, dan kondisi ini mejadi tantangan besar bagi fungsi eksekutif penting seperti program pembangunan dan infrastruktur. Sebab ,arus politik sebagian besar hanya memikirkan kemenangan pemilu dan meraih kekuasaan.

Kedua, konsekuensi penting lain dari situasi krisis politik saat ini akan menimpa Netanyahu. Hanya satu hari setelah kegagalan Gantz membentuk kabinet dan pada hari yang sama presiden Zionis menunjuk kabinet sebagai perdana menteri baru, jaksa penuntut umum secara resmi mendakwa Benjamin Netanyahu dengan tuduhan korupsi, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan. Sebagai tanggapan, Netanyahu mengklaim dakwaan itu adalah upaya untuk meluncurkan kudeta dan menggulingkan pemerintah sayap kanan. Dia juga bersekeras tidak akan pernah mundur dari jabatan perdana menteri.

Abdul Bari Atwan, seorang analis politik Arab terkemuka setelah menyikapi pengumumkan kejahatan Netanyahu oleh pengadilan rezim Zionis, dengan menulis bahwa keputusan jaksa penuntut Israel adalah vonis politik bagi Netanyahu. Marwan Beshara, seorang analis politik Timur Tengah dalam wawancara dengan Al Jazeera mengatakan bahwa pengumuman tuduhan korupsi oleh jaksa penuntut umum rezim Zionis Israel terhadap Benjamin Netanyahu akan mengakhiri masa depan politiknya.

Sementara itu, Ketua DPR Israel Avigdor Lieberman menyerukan pengadilan Netanyahu, dan Yair Lapid, selaku orang kedua di Partai Biru dan Putih bersikeras bahwa tuduhan terhadap Netanyahu berarti dia tidak akan lagi berkuasa. Pemimpin partai buruh juga mengumumkan rencana untuk mengajukan pengaduan ke Mahkamah Agung rezim Ziojis Israel untuk menyerukan pemecatan Netanyahu. Oleh karena itu, Netanyahu berpotensi mengulang nasib pendahulunya Ehud Olmert yang berada di jeruji besi.

Ketiga, konsekuensi lain dari krisis politik Israel saat ini akibat kegagalan pembentukan kabinet baru telah mengganggu rencana AS untuk mewujudkan prakarsa Kesepakatan Abad, karena memerlukan kehadiran perdana menteri yang didukung secara politik. Sebagai contoh, salah satu bagian terpenting dari kesepakatan abad ini adalah normalisasi hubungan rezim Zionis dengan negara-negara Arab. Meskipun pemerintah AS telah mengambil langkah lain untuk menjalankan kesepakatan abad dengan mengakui pemukiman Zionis sebagai tindakan legal, tapi secara keseluruhan implementasi prakasa ini membentur dinding, salah satunya sebagai dampak dari krisis politik rezim Zionis.

Read 679 times