Meneroka Langkah Biden di JCPOA

Rate this item
(0 votes)
Meneroka Langkah Biden di JCPOA

 

Setelah Trump mengumumkan keluarnya AS dari JCPOA pada Mei 2018, Washington menjatuhkan sanksi terberat dan terluas terhadap Iran sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum.

Pemerintahan Trump mengklaim bahwa dengan cara ini akan memaksa Tehran untuk menyerah atas dua belas tuntutan Amerika Serikat yang dibuat Pompeo pada Mei 2018. 

Pompeo menyerukan penghentian total program nuklir Iran, penghentian dan pembatasan program rudal, dan diakhirinya tindakan regional Iran. Menlu AS berambisi membuat Iran menyerah sepenuhnya kepada Amerika Serikat. Namun, perlawanan rakyat Iran terhadap sanksi ini telah membuat pemerintahan Trump putus asa, dan dalam waktu kurang dari dua bulan pemerintahannya, ia mengumumkan berbagai sanksi terhadap individu dan badan hukum baru Iran dan asing.

Paul Pillar, seorang ahli politik Amerika mengatakan,"Perang ekonomi Trump dan tekanan maksimum terhadap Iran bukan hanya tidak berhasil, tetapi juga gagal di semua bidang,".

Banyak analis Barat percaya bahwa tujuan pemerintahan Trump memperketat sanksi anti-Iran dan mencoba meningkatkan ketegangan dengan Tehran demi menciptakan sejumlah rintangan dan tantangan bagi kemungkinan kembalinya Presiden terpilih AS Joe Biden ke JCPOA.

Salah satu yang terbaru, aksi pengecut rezim Zionis dengan lampu hijau Washington membunuh Mohsen Fakhrizadeh, ilmuwan nuklir Iran terkemuka. Menurut pakar politik Lebanon Charles Abi Nader, pembunuhan itu bertujuan untuk menghalangi kembalinya Biden ke kesepakatan nuklir dengan Iran.

Joe Biden mengusung masalah JCPOA dan Iran selama kampanye pilpresnya. Dalam catatan kepada CNN pada September 2020, Biden mengkritik kebijakan pemerintahan Trump terhadap Iran. Ia menyebut Trump melakukan kesalahan dengan keluar dari JCPOA dan bertindak melawan kepentingan nasional Amerika Serikat. Kebijakan Trump dianggapa telah menyebabkan AS terisolisasi di arena internasional. Alex Vatanka, Direktur program Iran di Middle East Institute yang berbasis di Washington mengungkapkan bahwa Amerika Serikat dibiarkan sendirian dalam pendekatannya terhadap Iran.

Di bagian lain tulisannya, Biden membahas kebijakan pemerintahnya tentang Iran jika memenangkan pemilu November 2020. Dia menekankan akan mengubah kebijakan Washington terhadap Iran dan akan berkomitmen untuk mencegah Iran meraih senjata nuklir.

Dia menambahkan bahwa pemerintahannya akan membuka jalan bagi pendekatan diplomatik yang kredibel ke Iran pada langkah kedua, dan Washington akan kembali ke JCPOA sebagai titik awal untuk pembicaraan baru jika Iran kembali pada kepatuhan ketatnya terhadap perjanjian nuklir internasional tersebut.

Biden juga mengungkapkan langkah ketiga untuk memastikan keamanan rezim Zionis, jika Iran kembali ke penerapan ketat kesepakatan nuklir JCPOA.

Biden telah memperkenalkan tim kebijakan luar negerinya setelah memenangkan lebih dari 270 suara elektoral, sambil menegaskan sikapnya mengenai JCPOA. Biden dalam wawancara baru-baru ini dengan New York Times mengatakan Amerika Serikat akan bergabung dengan JCPOA sebagai titik awal untuk negosiasi lebih lanjut untuk membatasi aktivitas nuklir Iran, jika Tehran kembali menerapkan kesepakatan nuklir secara ketat.

Presiden terpilih itu juga menambahkan bahwa pemerintahannya selalu memiliki opsi untuk secara otomatis mengembalikan sanksi jika diperlukan, dan Iran tahu itu. Pada saat yang sama, Joe Biden mengkritik kebijakan Presiden Donald Trump saat ini terhadap Iran, dan menyebut proses negosiasi dengan Tehran sangat sulit. Biden juga mengklaim, jika Iran kembali pada komitmennya, Washington akan mencabut sanksi yang dijatuhkan terhadap Tehran di era Donald Trump.

Trump meninggalkan JCPOA secara sepihak pada 2018, yang dibalas dengan Iran mengurangi kewajibannya terhadap perjanjian nuklir internasional ini. Pernyataan Biden datang hanya beberapa hari setelah Iran mengumumkan akan mempercepat program nuklirnya di bawah resolusi yang disahkan oleh parlemen Iran berbentuk "Aksi Strategis untuk Mencabut Sanksi."

Menyikapi masalah ini, Thomas Friedman, analis politik AS mengatakan, "Biden dan tim keamanan nasionalnya ingin bernegosiasi untuk memperpanjang pembatasan nuklir, yang dapat mengarah pada pembangunan bom (atom), tak lama setelah kedua belah pihak telah sepenuhnya melaksanakan kesepakatan nuklir."

Sikap Biden telah memicu reaksi ganda di kalangan politisi Amerika. Beberapa dari mereka, terutama Demokrat, ingin mengikuti kebijakan pemerintahan Obama untuk kembali ke JCPOA. Ketua baru Komite Urusan Luar Negeri DPR telah meminta Washington kembali ke kesepakatan nuklir.

Sebaliknya, politisi Republik, terutama mantan anggota pemerintahan Trump yang terkenal dengan pandangan anti-Irannya menyatakan keprihatinannya terhadap posisi Biden.  Presiden terpilih AS ini tidak hanya berbicara tentang perlunya menerapkan kembali komitmen Iran terhadap JCPOA sebelum AS kembali ke perjanjian tersebut, tetapi juga menyerukan pembicaraan baru dengan Iran mengenai masalah-masalah di luar isu nuklir, termasuk kemampuan rudal dan kebijakan regional Iran.

Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton menulis dalam sebuah artikel di Wall Street Journal dengan mengatakan, "Joe Biden telah menyatakan bahwa dia ingin bergabung dengan kesepakatan nuklir Iran, tetapi dia juga harus mempertimbangkan kepentingan sekutu Washington di Asia Barat. Ketahuilah bahwa situasi di kawasan ini telah berubah,".

Selama 40 tahun terakhir, semua presiden AS, baik Partai Republik maupun Demokrat telah mengambil pendekatan konfrontatif dan berbasis tekanan terhadap Iran, terutama sanksi. Pemerintahan Obama, meskipun berpartisipasi dalam kesepakatan nuklir JCPOA dalam bentuk kelompok 5 + 1, dalam banyak kesempatan telah menjatuhkan atau melanjutkan sanksi terhadap Tehran dan menolak untuk memenuhi komitmennya.

Biden saat ini mengklaim akan mengembalikan AS ke JCPOA, tetapi juga menyatakan bahwa dalam pemerintahannya akan bekerja untuk memperketat pembatasan terhadap Iran. Selian nuklir, ia juga mengusung isu-isu hak asasi manusia dan masalah lainnya terhadap Iran. Sebagaimana pendahulunya, Obama, Biden berniat menyikapi isu lain seperti kapabilitas rudal, dan pengaruh politik Iran di kawasan.

 


 

Jake Sullivan, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih untuk pemerintahan Biden menyatakan kembalinya Amerika Serikat ke pemerintahan berikutnya dan pencabutan sanksi akan membuka jalan untuk pembicaraan lebih lanjut dengan Iran tentang masalah yang lebih luas. Tapi di sisi lain, Iran telah berulangkali menyatakan bahwa mereka hanya akan mematuhi kesepakatan nuklir JCPOA dan sama sekali tidak akan tunduk pada tuntutan Washington tentang rudal, regional, hak asasi manusia, dan sejenisnya.

Sementara itu, ketetapan baru parlemen Iran tentang pengembangan program nuklir dan pencabutan sanksi merupakan peringatan serius bagi Barat, khususnya troika Eropa dan Uni Eropa, supaya memenuhi kewajibannya. Mengenai masalah ini, Menlu Iran, Mohamamd Javad Zarif mengatakan, "Jika (Eropa) dan Amerika Serikat kembali ke JCPOA, keputusan parlemen tidak akan dijalankan, Tindakan sebelumnya dibatalkan dan JCPOA diterapkan sepenuhnya. Tetapi jika Eropa tidak memenuhi kewajibannya, maka kami harus menerapkan undang-undang ini setelah melewati proses ratifikasi.

Read 606 times