Revolusi Islam, Solusi Krisis Manusia Modern

Rate this item
(0 votes)
Revolusi Islam, Solusi Krisis Manusia Modern

 

Wacana Revolusi Islam Iran menjelaskan serangkaian aspek spiritual yang dapat memberikan solusi bagi krisis-krisis manusia modern.

Sebagaimana diketahui Revolusi Islam Iran berdasarkan kesaksian sejumlah banyak analis, dari berbagai sisi merupakan sebuah revolusi unik dan berbeda dengan revolusi-revolusi dunia lainnya. Salah satu karakteristik yang membedakannya dengan revolusi lain adalah karena Revolusi Islam Iran menang dengan bersandar pada mazhab dan agama.
 
Padahal di masa itu karena pengaruh pemikiran Marxisme, agama dianggap candu masyarakat dan menjadi dalih penindasan oleh para penguasa. Akan tetapi Revolusi Islam membuktikan ia mampu bangkit atas nama Tuhan, dan bersandar pada ajaran Islam serta Syiah di hadapan tirani, penindasan, dan kelaliman penguasa, serta memberikan kebebasan dan keadian sosial kepada rakyat.
 
Revolusi Islam Iran dengan menghidupkan agama dan spiritualitas di era modern, berhasil memberikan solusi yang tepat bagi manusia kontemporer yang tersandera teknologi dan kehidupan yang serba cepat, kesibukan, dan keterasingan dari diri sendiri. Dari sisi ini, Revolusi Islam memberikan penawar dan solusi atas berbagai permasalahan masyarakat modern dengan bersandar pada agama dan spiritualitas. 
 
Menurut banyak pengamat, modernisme meski memberikan banyak kemajuan bagi umat manusia, namun juga menciptakan banyak perubahan negatif di berbagai bidang kehidupan mausia, dan moral. Di dunia modern, manusia dihadapkan dengan krisis-krisis baru dan rumit.
 
Beberapa pengamat membagi krisis manusia modern ke dalam dua kelompok besar, kelompok pertama adalah krisis-krisis yang lahir dari konflik manusia dengan dirinya sendiri, dan dengan Tuhannya, sementara kelompok kedua lahir dari konflik manusia dengan masyarakat dan dunia di sekelilingnya. Pada bagian pertama, dikarenakan konflik manusia dengan Tuhan dan dirinya sendiri, maka ia mengalami sebuah kriris identitas individual, merasa terasing dan sendiri.
 
Dewasa ini dengan adanya dominasi “rasionalitas instrumen” perhatian aspek eksistensi manusia seperti perasaan dan rasa kemanusiaan perlahan terpinggirkan, dan manusia modern gagal mencapai keseimbangan antara akal, perasaan dan afeksi.
 
Revolusi Islam Iran
 
Materialisme dan hedonisme yang mencari kelezatan fisik, dan prinsip keuntungan serta kepentingan dalam hubungan sosial, telah menjerumuskan manusia ke jurang skeptisme karena bersandar pada nalar murni, sehingga ia terjebak dalam krisis spiritual, dan keterasingan diri. Sungguh disesalkan manusia modern karena semakin jauh dari spiritualitas, tidak mampu mengatur dengan baik relasi dengan dirinya sendiri dan Tuhannya, akibatnya ia terjerumus pada ketidakbermaknaan dan nihilisme.
 
Di sisi lain karena tidak adanya keseimbangan dalam hubungan individu dengan masyarakat dan lingkungan sekitar, muncul banyak krisis terhadap manusia, dan masyarakat modern. Pemanfaatan di luar batas lingkungan alam sebagai sumber kesejahteraan manusia menyebabkan krisis lingkungan semakin akut sehingga menyebabkan manusia terancam bahaya besar kepunahan.
 
Kesenjangan generasi di tengah masyarakat meningkat dan keluarga sebagai inti masyarakat dan bagian penting kehidupan, terancam runtuh. Di tengah semua kekacauan ini, tuntutan keragaman dan konsumerisme ekstrem telah menghilangkan keseimbangan dalam hidup manusia, dan telah mengubahnya menjadi wujud tanpa identitas yang tidak pernah berpikir tentang asal usul dan tujuan akhir hidupnya.
 
Kondisi ini bukan hanya tidak memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi manusia, bahkan setiap hari menambah keresahan dan pergolakan batin dalam diri manusia. Hal ini tampak pada angka kejahatan, perceraian, bunuh diri dan setumpuk masalah lain yang secara mengejutkan mengalami pertumbuhan di banyak masyarakat modern.
 
Dengan kata lain dunia modern bukan saja tidak membawa kegembiraan dan ketenangan permanen bagi manusia, modernitas hanya menghasilkan depresi dan kecemasan serta ketidakbahagiaan pada diri manusia. Pertanyaan yang berkecamuk di dalam benak para pemikir dan sosiolog sekarang ini adalah mengapa sosiologi tidak mampu menjawab permasalahan jiwa dan psikologis manusia, dan mengatasi krisis identitas serta hilangnya spiritualitas dari kehidupan manusia, dan yang terpenting apa yang harus dilakukan manusia sekarang.
 
Di dunia kelam modern dan krisis-krisis nyata yang menghinggapi manusia, Revolusi Islam muncul memberikan teladan dan program baru bagi kehidupan manusia. Salah satu teladan terpenting adalah menghidupkan spiritualitas di dunia modern, oleh karena itu Imam Khomeini bisa dikatakan sebagai pemegang panji penghidup spiritulitas di era modern abad ke-21. Beliau menjadikan Islam sebagai ajaran lengkap dan komprehensif yang memperhatikan seluruh dimensi kehidupan manusia, sebagai landasan perjuangan politik dan poros diskursus Revolusi Islam.
 
Imam Khomeini
 
Beliau meyakini bahwa ajaran Islam dikarenakan penegasannya terhadap akal dan spiritualitas pada saat yang sama, dibandingkan dengan aliran pemikiran buatan manusia, lebih tepat untuk mengatur kehidupan manusia dan membentuk sebuah pemerintahan. Pasalnya ajaran-ajaran Islam mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya sebagaimana disebutkan dalam catatan Imam Khomeini, Safineh Nour, jilid 18, halaman 52, Islam adalah sumber kebahagiaan manusia. Islam datang untuk membangun diri manusia. Islam datang agar manusia sampai kepada cahaya, tidak seperti Thagut.
 
Imam Khomeini menganggap kunci dan rahasia kebahagiaan masyarakat adalah kecenderungan pada spiritualitas dan akhlak, beliau percaya bahwa kesejahteraan materi tidak membuat manusia bahagia. “Kita harus bekerja keras untuk mengajak masyarakat kepada spiritualitas dan akhlak Islam. Mungkin banyak orang mengira bahwa kesejahteraan materi dan aset di bank, kekayaan atau kepemilikan atas tanah dan semacamnya bisa membawa kebahagiaan bagi manusia, namun ini kesalahan yang diperbuat manusia.” (Safineh Nour, jilid 18, halama 17).
 
Imam Khomeini menilai penderitaan umat manusia disebabkan oleh absennya spiritualitas dan ia menegaskan bahwa tujuan Islam dan wacana Republik Islam adalah menghidupkan spiritualitas. “Kami dan bangsa kami bangga menjadi pengikut sebuah mazhab yang menyelamatkan hakikat Al Quran yang sarat dengan anjuran persatuan di antara umat Islam, bahkan seluruh umat manusia, dari kuburan dan pemakaman, dan sebagai penyelamat terbesar umat manusia dari belenggu-belenggu yang mengikat tangan, kaki, dan akal mereka, lalu menyelamatkan umat manusia dari kefanaan, kenihilan dan penghambaan kepada para Thagut. (Sahifeh Nour, halaman 3) 
 
Strategi Imam Khomeini menghidupkan spiritualitas tidak terbatas pada kehidupan pribadi manusia, tapi menurut Imam Khomeini, spiritulitas harus terwujud dan terejawantah dalam pembentukan pemerintahan, perilaku politik, dan sikap para politisi, jika tidak maka ia akan menjadi sistem politik Thagut. Analisa terhadap pemikiran dan politik Imam Khomeini menunjukkan pemerintahan ideal di mata Pendiri Republik Islam Iran ini adalah kembalinya wujud spiritualitas yang hilang di era modern.
 
Imam Khomeini dengan merumuskan dasar dan kerangka demokrasi relijius sebagai sebuah sistem politik yang lahir dari diskursus Revolusi Islam, menganggap penolakan total segala bentuk tirani dan pembaruan kebebasan politik dan sosial warga negara, serta sikap tegas melawan penjajah dan pendudukan kekuatan perampok dan pembelaan atas kemerdekaan, sebagai tujuan akhir pembentukan pemerintahan, selain itu menghidupkan spiritualitas dalam hidup manusia. Imam Khomeini berulangkali kepada pejabat pemerintah Republik Islam Iran menegaskan, segala bentuk kecintaan pada dunia dan tenggelam dalam materialisme dapat meruntuhkan pemerintahan Islam.  
 
Imam Khomeini menyebut prinsip dasar Revolusi Islam adalah kebebasan, kemerdakaan, keadilan, pembangunan, kemajuan, dan peradaban yang beriringan dengan pertumbuhan spiritual dan akhlak. Imam Khomeini percaya pembangunan dan kemajuan minus akhlak dan spiritualitas akan merugikan dan merupakan salah satu ciri khas pemerintahan Thagut.
 
Pekan Fajar Kemenangan Revolusi Islam Iran
 
Beliau menganggap capaian asli Revolusi Islam Iran bagi bangsa-bangsa tertindas dunia, dan orang-orang terbelakang dalam kehidupan masa kini bergantung pada akhlak dan spiritualitas. Masalah penting ini harus dipraktekkan dalam semua sendi kehidupan individu dan politik, dan saling terkait satu sama lain.
 
Penegasan atas spiritualitas sebagai sesuatu yang hilang dari diri manusia modern dan tujuan utama Revolusi Islam,  menjadi perhatian para pemikir besar semacam Michel Foucoult. Filsuf Prancis ini merupakan salah satu kritikus modernisme dan ia percaya modernisme berlandaskan pada sebuah tradisi berpikir yang menolak kesatuan dan keterikatan antara akal, kebebasan dan kemajuan, sehingga ia mengasingkan manusia modern dari moralitas.
 
Michel Foucoult yang berasal dari kalangan filsuf posmodernisme, telah mengkritik keras modernisme dan nilai-nilai yang dianutnya. Ia mencapai sebuah titik bahwa dunia baru kosong dari akhlak dan spiritualitas, dan menjadi faktor munculnya sedemikian banyak permasalahan umat manusia.
 
Foucoult tertarik pada muatan agama dalam Revolusi Islam Iran, ia percaya bahwa Revolusi Islam Iran berarti kekalahan gerakan semi modernisme di Iran. Menurut Foucoult, Revolusi Islam di Iran berusaha menemukan politik berdimensi spiritual dengan meninggalkan kehidupan modernisme. Ia juga meyakini seluruh aspek dalam agama Islam telah memberikan kekuatan kepada elemen-elemen revolusi untuk menghadapi salah satu nilai dunia yang paling modern dan menang. Foucoult menganggap penawar derita umat manusia abad 20 adalah spiritualitas dan ini ditunjukkan oleh Revolusi Islam Iran.
 
Dalam pandangan Michel Foucoult, kekosongan spiritualitas dan kelangkaan yang membuat dunia tak bernyawa adalah krisis peradaban Barat dan manusia modern. Sementara wacana Revolusi Islam Iran berusaha memberikan definisi baru tentang rasionalitas yang didalamnya spiritualitas memainkan peran dan menduduki posisi penting.
 
Foucoult beranggapan bahwa inilah karakteristik khusus Revolusi Islam yang membedakan dengan revolusi lain dan membuatnya menjadi teladan baru. Dari sudut pandang Foucoult, lahirnya Revolusi Islam Iran di tengah rangkaian revolusi yang ada membuktikan keterikatan rasionalitas dan spiritualitas terutama di dunia politik. Keterkaitan ini menjadi jawaban atas kebutuhan manusia dan solusi krisis manusia modern.

Read 495 times