Peran Strategis Syahid Soleimani Menumpas Terorisme (1)

Rate this item
(0 votes)
Peran Strategis Syahid Soleimani Menumpas Terorisme (1)

 

Amerika Serikat dalam sebuah tindakan keji dan ilegal, meneror Komandan Pasukan Quds Iran, Letnan Jenderal Qasem Soleimani dan Wakil Komandan Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis dalam serangan drone di dekat Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020.

Delapan pengawal mereka juga gugur syahid dalam serangan udara pasukan teroris AS ini. Serangan tersebut dilakukan atas perintah langsung Presiden AS Donald Trump. Dia menggunakan kebohongan dan bermacam alasan untuk menjustifikasi perintah langsung yang dikeluarkan untuk meneror petinggi militer Iran di Irak.

Trump berusaha membenarkan aksi terorisme ini dan pelanggaran kedaulatan nasional Irak sebagai tindakan pencegahan dalam perang di kawasan. Padahal menurut pengakuan para pejabat Washington sendiri, Jenderal Qasem Soleimani memainkan peran yang tak tergantikan dalam perang melawan teroris di kawasan.

Dua hari setelah pembunuhan Jenderal Soleimani, televisi CNN melaporkan bahwa para pejabat senior keamanan nasional AS bekerja keras untuk membela klaim Gedung Putih, yang menuding Jenderal Soleimani sedang merencanakan serangan terhadap kepentingan AS. Namun, tidak adanya bukti pendukung telah menimbulkan keraguan Kongres dan opini publik tentang apakah serangan seperti itu dibenarkan atau tidak.

Serangan teror Amerika terhadap komandan Pasukan Quds Iran dan rekan-rekannya, kembali membuktikan bahwa AS tidak berperang menumpas terorisme, karena AS sendiri adalah sumber terorisme serta penyebab utama kekacauan dan kejahatan di kawasan.

Jenderal Qasem Soleimani – sebagai ahli strategi militer – telah menyingkap kebohongan klaim-klaim Amerika dalam perang melawan terorisme dan menantang kebijakan AS di Asia Barat (Timur Tengah), yang mengklaim ingin menciptakan stabilitas dan keamanan di kawasan.

Foto Donald Trump dan Benjamin Netanyahu.
Jenderal Soleimani mengalahkan Daesh dan membuka jalan bagi perlawanan di kawasan melalui kerja sama dengan para penasihat militer di Suriah dan Irak. Garis yang ditarik oleh Jenderal Soleimani dalam bentang geografi poros perlawanan, telah menggagalkan skenario Amerika-Israel untuk membagi negara-negara di kawasan, yang sesuai dengan peta kekhalifahan kelompok teroris Takfiri dan Daesh.

Meskipun Presiden Donald Trump bertanggung jawab atas perintah pembunuhan Jenderal Soleimani, namun ada bukti-bukti yang juga mengonfirmasikan keterlibatan Israel dalam aksi teror tersebut. Sebelum Jenderal Soleimani dibunuh, rezim Zionis melakukan kampanye yang mengesankan Iran sebagai ancaman besar di kawasan, dan secara khusus menekankan peran Pasukan Quds di Irak dan Suriah.

Menteri Peperangan Israel Naftali Bennett berulang kali berbicara tentang apa yang disebutnya sebagai waktu yang sangat tepat untuk mengakhiri kehadiran Iran di wilayah tersebut, dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan intimidatif.

Tiga hari sebelum pembunuhan Jenderal Soleimani, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghubungi Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo via telepon. Dia berterima kasih kepada Pompeo atas “tindakan penting” terhadap Iran dan menyerukan tindakan tegas terhadap ancaman Tehran.

Pompeo dalam sebuah statemen, mengakui bahwa Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dicap sebagai organisasi teroris oleh AS karena rezim Zionis Israel. Menurut surat kabar Jerusalem Post, Pompeo mengatakan pada pertemuan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS bahwa mendaftarkan IRGC sebagai organisasi teroris semata-mata demi Israel.

Bagaimana pun, tidak ada bedanya apakah Amerika atau Israel yang bertanggung jawab atas pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis, sebab Washington dan Tel Aviv adalah dua sisi mata uang.

Rencana teror ini masuk dalam agenda Amerika dan Israel setelah Iran – berbeda dengan harapan mereka – mampu mengalahkan strategi tekanan maksimum Trump yang bertujuan melumpuhkan Republik Islam melalui sanksi.

Hari ini kekuatan arogan global ingin meluapkan kebencian, permusuhan, dan kekalahannya dengan aksi teror dan menyingkirkan para ilmuwan Iran dari ranah sains dan kemajuan.

Upacara pelepasan jenazah Syahid Soleimani di Tehran.
Upacara pemakaman Jenderal Soleimani dan al-Muhandis yang dihadiri oleh jutaan orang, mengirimkan pesan yang penuh makna kepada AS dan menunjukkan bahwa kebencian terhadap AS telah mencapai puncaknya di luar perbatasan Iran yaitu di Irak, Afghanistan, Yaman dan di banyak negara lain. Kemarahan dan kebencian ini tidak dapat dipadamkan dengan tweet dan ancaman.

Reaksi di tingkat regional dan internasional atas pembunuhan Jenderal Soleimani juga menjadi tantangan besar bagi Washington, karena aksi teror itu melukai rakyat Iran dan Irak serta semua orang yang telah disakiti oleh Amerika.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam sebuah pidatonya mengatakan, “Musuh telah melakukan segala upaya dan pekerjaannya. Tujuan mereka adalah memaksa para pejabat untuk menyerah dan mengubah perhitungannya sedemikian rupa sehingga membuat mereka menyerah, yaitu menyerah kepada Amerika dan menempatkan rakyat berhadap-hadapan dengan negara. Inilah tujuan musuh.”

“Perhitungan ini adalah sebuah perhitungan yang salah. Artinya perhitungan AS adalah perhitungan yang salah. Sebelum ini dalam beberapa tahun terakhir, dalam 40 tahun terakhir, para pejabat AS memiliki perhitungan yang sama dan mereka gagal memperoleh hasil, mereka telah kalah, dan mereka gagal memberikan pukulan yang diinginkan terhadap Republik Islam,” tambahnya.

Ayatullah Sayid Ali Khamenei.
“Sekarang juga seperti itu. Kali ini mereka juga pasti akan gagal, tidak ada keraguan tentang ini. Kebencian dan dendam yang mereka miliki terhadap Iran Islami telah membutakan mereka; yaitu telah merusak perhitungan mereka dan mereka tidak mampu membuat perhitungan yang benar,” kata Ayatullah Khamenei.

Pengalaman menunjukkan bahwa kehadiran AS di kawasan dan pengerahan pasukan di Irak dan Afghanistan merupakan sumber dari banyak krisis regional. Namun, hari ini situasi di kawasan serta perimbangan politik dan militer telah berubah. Bangsa-bangsa dan pemerintahan di kawasan tidak mentolerir lagi kehadiran tersebut. Ini bermakna munculnya sebuah perubahan penting dan strategis di kawasan bahkan di tingkat internasional.

Resolusi parlemen Irak tentang pengusiran pasukan AS yang dikeluarkan pada 5 Januari 2020 serta kecaman dan protes keras terhadap tindakan terorisme AS, membawa sebuah pesan yang jelas. Saat ini situasi regional berubah lebih cepat dari yang dibayangkan oleh AS dan sekutunya, dan proses penurunan kekuatan AS telah dimulai. 

Read 526 times