Qasem Soleimani; Syahid Abadi

Rate this item
(0 votes)
Qasem Soleimani; Syahid Abadi

 

Hanya beberapa menit dini hari Jumat berlalu, pesawat yang membawa Jenderal Qasem Soleimani mendarat di Bandara Udara Baghdad pada Jumat (3/1/2020). Kemudian ia dijemput oleh Abu Mahdi al-Muhandis dan meninggalkan bandara.

Beberapa menit kemudian drone MQ-9 Amerika Serikat di tengah gelapnya malam membuntuti rombongan Jenderal Soleimani. Kemudian drone tersebut menembakkan 10 rudal laser anti-tank (Hellfire) dan menggugurkan Jenderal Soleimani beserta sembilan orang lainnya.

Beberapa menit sudah cukup untuk berita pembunuhan ini menjadi berita mendesak di sebagian besar media dunia. Menanggapi aksi teroris ini, Iran menargetkan pangkalan Amerika di Ain al-Asad di Irak dengan serangan rudal. Proses yang berlangsung selama seminggu ini merupakan salah satu situasi paling kritis dalam sejarah hubungan Iran-AS, yang membawa kedua belah pihak ke ambang perang.

Jenazah kedua syahid mulia ini dibawa ke Iran setelah pemakaman megah di Irak. Pertama, masyarakat Ahvaz mengantar kedua syuhada ini, kemudian jenazah mereka dibawa ke kompleks makam suci Imam Ridha as di Mashad, dan setelah disalati di Tehran, Syahid Soleimani dimakamkan di Rabor Kerman dan Syahid al-Muhandis di Wadi Salam, kota Najaf, Irak.

Menurut perkiraan yang ada, proses pemakaman ini diikuti oleh lebih dari 25 juta orang. Upacara pemakaman syuhada perlawanan yang dihadiri jutaan orang ini mengungkap kesalahan perhitungan Amerika dalam pembunuhan Jenderal Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis. Menyusul aksi teroris tersebut dan hampir bersamaan dengan penguburan jenazah Letnan Jenderal Qasem Soleimani di Kerman, IRGC melancarkan serangan tegas terhadap Pangkalan Udara AS Ain al-Asad di Irak.

Di sisi lain, tuntutan pengusiran pasukan Amerika Serikat dari Irak mulai terbentuk, yang pada akhirnya menjadi sebuah resolusi dan keputusan di parlemen negara ini.

Ketika berita gugurnya Jenderal Soleimani diumumkan di media, mungkin banyak masyarakat Iran dan kawasan yang masih tidak percaya peristiwa seperti itu terjadi, karena ia adalah sosok yang brilian dan menonjol dari poros perlawanan, terutama pada masa perjuangan melawan Daesh (ISIS).

Ketika Daesh memulai serangannya di Irak dan Suriah pada tahun 2011; Jenderal Soleimani-lah yang, dengan kehadirannya di wilayah-wilayah ini dan pembentukan front perlawanan, membendung ancaman terorisme Takfiri dan, yang paling utama, Daesh.

Pada saat itu, pemerintah yang memproklamirkan diri sebagai Daesh melancarkan banyak operasi teroris di Irak; Setelah penangkapan Abu Omar al-Baghdadi, Abu Bakr al-Baghdadi diangkat sebagai pemimpin kelompok teroris ini pada tahun 2010; Bersamaan dengan dimulainya krisis di Suriah, anasir kelompok teroris Daesh memulai aktivitasnya di Suriah dan cabang kelompok ini dibentuk di Irak dengan nama “Jabhat al-Nusra Li Ahli al-Sham” dan akhirnya pada tahun 2013, Abu Bakr al-Baghdadi dalam pesan audio, mengumumkan penggabungan "Jabhat al-Nusra" dan "Negara Islam di Irak" sehingga kelompok teroris Daesh membentuk Negara Islam di Irak dan Syam (Suriah).


Pada awal tahun 2014, Daesh memasuki kota Fallujah di provinsi Anbar Irak dengan melakukan operasi teroris dan membunuh orang secara brutal, kemudian menyerang ibu kota provinsi Nainawa, yaitu Mosul, dan merebut kota ini hanya dalam beberapa jam.

Jenderal Soleimani menentang Daesh dengan membentuk poros perlawanan dengan kekuatan seperti gerakan Al-Nujaba dan Kataib Hizbullah, serta Hashd al-Shaabi di Irak dan kelompok-kelompok seperti Mobilisasi Rakyat Suriah dan aliansi mereka dengan para pembela tempat suci (Modafean-e Haram) dari Iran dan brigade Fatimiyun dan Zainabiyun melawan Daesh, dan akhirnya dengan keberanian yang besar, sementara menurut banyak komandan militer Daesh, mereka telah mencapai gerbang istana presiden Suriah, dan tidak ada yang mengira ada harapan untuk mengalahkan Daesh; Sardar Soleimani bersama para pembela tempat suci (Modafaan-e Haram) mencegah penyebaran dan kemunculan Daesh lebih lanjut di kawasan Asia Barat, sehingga menyelamatkan tidak hanya wilayah tersebut tetapi juga dunia dari bahaya Daesh.

Dalam suratnya kepada Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, Mayor Jenderal Qasem Soleimani mengumumkan berakhirnya kekuasaan kelompok teroris Daesh secara resmi. Peristiwa penting ini difinalisasi dan diumumkan kepada semua orang dengan penurunan bendera Daesh di al-Bukamal, Suriah.

Kehadiran efektif Jenderal Soleimani dalam perang melawan Daesh dan kekalahan kelompok ini menyebabkan pemimpin tertinggi revolusi, Ayatullah Khamenei, menganugerahinya Ordo Militer (Medali) Zulfiqar, ordo militer tertinggi Iran.

Menurut peraturan pemberian medali militer Republik Islam Iran, medali ini diberikan kepada komandan tinggi dan kepala staf tingkat tinggi angkatan bersenjata yang tindakannya dalam merencanakan dan mengarahkan operasi tempur telah mencapai hasil yang diinginkan. Pasca kemenangan Revolusi Islam, Jenderal Qasem Soleimani menjadi orang pertama yang menerima penghargaan ini. Tentu saja Syahid Soleimani sudah mendapat tiga medali kemenangan (Medali Fath) dari tangan Panglima Tertinggi sebelum menerima medali tersebut.

Syahid Soleimani dianggap sebagai salah satu tokoh sentral dan populer di militer Iran, dan pembunuhannya serta pengumuman resmi dan penerimaan tanggung jawab oleh Amerika Serikat atas tindakan ini adalah tindakan yang tidak biasa, dan faktanya, menurut banyak pengamat dan analis, itu adalah pernyataan perang resmi dan penarikan palatuk sebuah granat tangan di gudang yang penuh dengan bubuk mesiu.

Pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani pada dini hari tanggal 3 Januari 2020 bukanlah akibat keputusan emosional atau kegilaan Trump yang tiba-tiba, melainkan akibat jebakan lebih dari dua tahun yang dilakukan oleh beberapa sekutu regional Amerika Serikat bersama sejumlah pejabat atau lembaga garis keras dan anti-Iran untuk mempersiapkan peluang dan membujuk Trump untuk melakukan serangan teroris tersebut.


Argumen yang mereka gunakan untuk meyakinkan Trump adalah bahwa Iran sangat menyadari masalah internal Amerika dan ketidakmampuan negara tersebut untuk memulai perang dahsyat lainnya di Timur Tengah, dan itulah sebabnya mereka tidak menganggap serius ancaman militer Amerika dan tindakan ini dapat memulihkan langkah pencegahan Amerika dan sekutunya di kawasan terhadap Iran.

Namun, apa yang terjadi dalam praktiknya justru bertolak belakang dengan prediksi dan faktanya indoktrinasi orang-orang dan institusi-institusi ini, dan darah Syahid Soleimani pada akhirnya memperkuat pencegahan Iran terhadap Amerika, dan penarikan pasukan Amerika secara tergesa-gesa dari wilayah tersebut adalah salah satu contoh dari hasilnya.

Setelah teror terhadap Jenderal Soleimani dan antara tanggal 3 dan 8 Januari 2020, terjadi semacam euforia bersamaan dengan ancaman Iran dalam bentuk balasan lebih kuat atas setiap respon potensial Iran terhadap teror ini oleh Trump, Pompeo dan pihak lain (termasuk ancaman Trump untuk menyerang 52 titik termasuk pusat kebudayaan Iran) dan diperkirakan ancaman ini mampu mencegah Iran memberi balasan keras sesuai dengan analisa sebelumnya. Namun, serangan rudal yang akurat, penuh perhitungan, dan dahsyat terhadap pangkalan Amerika di Irak pada pagi hari tanggal 8 Januari, praktis membalikkan perhitungan tersebut.

Kali ini jawaban Iran lebih dahsyat dan destruktif. Tanggapan ini diakui sebagai serangan terbesar dan terparah terhadap pangkalan Amerika sejak Perang Dunia II, dan keakuratan serta taktik yang digunakan dalam serangan ini menyebabkan ketidakmampuan mutlak sistem pertahanan rudal Amerika (yang banyak dipropagandakan dan legendanya). Hasilnya menunjukkan ketidakberdayaan pangkalan dan pasukan Amerika di kawasan terhadap senjata baru dan efektif Iran serta memperkuat tekad Amerika untuk meninggalkan kawasan lebih cepat. Posisi cerdas Iran selanjutnya juga memperkuat pencegahan ini. Iran mengumumkan bahwa dengan serangan ini, balas dendam atas teror Jenderal Soleimani belum dilakukan dan Tehran tetap meyakini berhak mengejar orang-orang dan tentara yang terlibat dalam pembunuhan ini.

Salah satu konsekuensi strategis dari pencegahan ini adalah penarikan sistem rudal Amerika dari Arab Saudi dan Timur Tengah serta preferensi Amerika untuk menggunakannya guna melindungi pusat-pusat sensitif mereka di wilayah tersebut dan sekitarnya. Akibat berikutnya adalah terciptanya ketakutan terus-menerus terhadap kerentanan pangkalan militer Amerika di kawasan, peningkatan biaya pemeliharaan dan pengamanan pangkalan tersebut, dan pada akhirnya mempercepat pengurangan dan penarikan pasukan Amerika dari kawasan, khususnya di Afghanistan dan Irak.

Menimbang bahwa tindakan Amerika Serikat yang membunuh beberapa komandan dan pasukan militer resmi Iran dan Irak, termasuk Panglima Pasukan Quds IRGC, Syahid Qasem Soleimani, merupakan pelanggaran mencolok terhadap aturan dasar hukum internasional dan contoh nyata terorisme negara, sistem hukum internasional serta sistem hukum domestik negara-negara tersebut telah memberikan landasan yang diperlukan untuk tanggung jawab pemerintah Amerika dan pejabat pemerintah serta komandan negara yang berpartisipasi dalam insiden ini.

Salah satu strategi di arena internasional adalah penggunaan pertahanan dan tindakan balasan yang sah. Iran dan Irak telah memanfaatkan kedua kapasitas ini dengan baik. Karena tindakan kuat Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dalam serangan rudal di pangkalan Ain al-Assad dianggap sebagai pertahanan yang sah, dan tindakan parlemen Irak dalam menyetujui penarikan pasukan Amerika dari Irak dianggap sebagai tindakan balasan terhadap tindakan jahat  Amerika Serikat.

Iran juga dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional berdasarkan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Terhadap Orang yang Dilindungi Secara Internasional, termasuk Agen Politik tertanggal 1973, yang telah menjadi komitmen pemerintah Iran dan Amerika Serikat. Selain itu, kapasitas lembaga hak asasi manusia di Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk Dewan Hak Asasi Manusia dan yurisdiksi pengaduan internasional Komite Hak Asasi Manusia sebagai badan perjanjian yang mengawasi Kovenan Hak Sipil dan Politik dalam hal ini dapat digunakan.

Syahid Qasem Soleimani dan Syahid Abu Mahdi al-Muhandis
Selain itu, menyusul gugatan 3.318 warga Iran, proses pengadilan yang menyidangkan kasus tuntutan ganti rugi materil, moral dan hukuman akibat syahidnya Jenderal Qasem Soleimani digelar di cabang 55 Pengadilan Umum dan Hukum Tehran (penanganan cabang khusus yang menangani konflik internasional).  Setelah mengadakan tiga dengar pendapat publik, pengadilan mengeluarkan keputusan bersalah untuk pemerintah AS dalam kasus ini.

Dalam kasus ini, pengadilan menemukan kesalahan 42 orang dan badan hukum yang terlibat dalam kematian Jenderal Qasem Soleimani, termasuk 1- pemerintah AS, 2- Donald Trump, 3- Departemen Luar Negeri AS, 4- Mike Pompeo dan sejumlah lainnya yang terlibat dalam pembunuhan Syahid Soleimani. Berdasarkan putusan pengadilan, masing-masing tergugat dalam perkara tersebut dijatuhi hukuman untuk membayar sebesar lima juta dolar, total 16 miliar dan 590 juta dolar atau setara dengan 826.182 miliar toman, karena kerugian materi dan kerusakan moral yang ditimbulkan.

Selain itu, untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di kemudian hari, karena perbuatan mereka merupakan contoh nyata pelanggaran hak asasi manusia, maka pengadilan memerintahkan untuk membayar ganti rugi sebesar dua kali lipat kerugian materi dan moral yang ditimbulkan sebesar 10 juta dollar untuk masing-masing tergugat dalam perkara tersebut, yang totalnya senilai 33,180 miliar dollar atau setara dengan 1.652.366 miliar toman.

Dalam perkara ini, para tergugat divonis membayar sejumlah 49 miliar dolar 770 juta dolar, yang jumlah tersebut akan disertai dengan pembayaran ganti rugi atas keterlambatan pembayaran sejak tanggal dikeluarkannya putusan sampai dengan hari pelaksanaan putusan.

Penanganan kasus di pengadilan Republik Islam Iran bersifat pidana dan hukum. Pengadilan hukum menangani tuntutan hukum pribadi, sehingga pengadilan hanya memiliki yurisdiksi atas klaim kesalahan tergugat.

Kasus hukum diproses dalam dua tahap. Pengadilan yang sah mengadili kasus tersebut dan mengeluarkan putusan, dan jika ada keberatan, putusan tersebut ditinjau kembali di pengadilan banding dan putusan tersebut menjadi final.

Dalam kasus pembunuhan Syahid Soleimani yang disidangkan di Pengadilan Umum dan Hukum Tehran Cabang 55, kasuh terbunuhnya Syahid Qasem Soleimani dan kerusakan emosional yang ditimbulkan pada rakyat Iran akibat tindakan ilegal dan tindakan teroris pemerintah Amerika diperiksa. Putusan baru-baru ini yang dikeluarkan sehubungan dengan pembunuhan Syahid Qasem Soleimani tidak dianggap sebagai denda, melainkan kerugian perdata.

Kasus pidana pembunuhan Syahid Qasem Soleimani, setelah 3 tahun menjalani prosedur hukum dan investigasi intensif di Kantor Kejaksaan Urusan Internasional Tehran, telah berujung pada keluarnya surat dakwaan, yang di dalamnya tuntutan pidana terhadap para terdakwa, termasuk Trump, telah diselidiki dan surat panggilan telah dikeluarkan. Sebentar lagi, dengan adanya instruksi dari Ketua Mahkamah Agung kepada 3 hakim, maka sidang perkara pidana pembunuhan Syahid Qasem Soleimani akan digelar.

Read 57 times