Markas Mewah Sang Penumpah Darah

Rate this item
(0 votes)

Amerika tampaknya ingin lebih menampakkan dominasinya di Indonesia. Coba bayangkan, tidak ada kantor kedutaan besar di jantung ibukota Jakarta-seputar Monas yakni Jl Merdeka mulai utara, timur, selatan, dan barat-kecuali kantor Kedubes Amerika Serikat dan Vatikan.

Kedubes Amerika ini yang letakknya bersebelahan dengan kantor Wakil Presiden RI di Jalan Merdeka Selatan rencananya akan dipugar total. Tak tanggung-tanggung, gedung kedubes negara pembantai kaum Muslimin ini akan dibangun 10 tingkat. Luas gedung itu mencapai 36.000 meter persegi atau 3,6 hektar. Ini akan menjadi gedung Kedubes AS terbesar ketiga setelah Kedubes AS di Irak dan Pakistan.

Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel menyebutkan, pembangunan gedung kedubesnya itu merupakan ‘salah satu simbol komitmen Amerika kepada Kemitraan Komprehensif dengan Indonesia.' Kompleks yang terdiri dari beberapa bangunan ini akan digunakan oleh para staf Kedutaan Besar AS dan Misi AS untuk ASEAN.

Ia menjelaskan, proyek besar ini dijadwalkan rampung dalam lima tahun. Proyek ini akan menghabiskan dana US$ 450 juta atau sektiar Rp 4,2 trilyun. "Pembangunannya akan dimulai akhir tahun ini dan dijadwalkan selesai pada 2017," kata Dubes Marciel di Kedubes AS Jakarta, Jumat 6 Juli 2012.

Direktur Proyek Pembangunan Gedung di Luar Negeri Tamela Simpson mengatakan, pembangunan kompleks kedutaan dimulai pada Desember mendatang. Pembangunan mencakup gedung utama setinggi 10 lantai, garasi, ruang tunggu, dan relokasi gedung bersejarah yakni gedung PM Sutan Sjahrir.

Seperti dikutip Tempo.co, ia menyatakan telah mendapatkan izin dari Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata DKI Jakarta terkait gedung bersejarah dan pembangunan kompleks. "Konsultan kami ada dari dalam Indonesia dan sudah memberikan masukan," katanya tanpa menyebut nama.

 

Untuk Apa?

Banyak pertanyaan muncul terkait pembangunan gedung kedubes yang demikian besar tersebut. Pada saat yang hampir bersamaan Amerika membuka pangkalan militer di Darwin, Australia. Sejak dibuka akhir tahun lalu, mulai Mei 2012 pangkalan militer itu telah diisi. Saat ini ada 250 anggota marinir AS di sana. Dan jumlah itu terus bertambah hingga 2016 nanti sampai mencapai 2.500 personel. Pangkalan militer AS di Darwin ini letaknya tak jauh dari Indonesia. Bila ditarik garis dari Nusa Tenggara Timur (NTT), jaraknya hanya 800 km.

Bahkan belakangan diketahui tentara Amerika telah masuk ke wilayah Indonesia, khususnya di Papua. Memang mereka tak menggunakan baju militernya, tapi dengan berbagai misi baik sebagai tenaga ahli dan sebagainya. Hanya saja, pemerintah Indonesia tak berkutik menghadapi intervensi asing yang masuk dengan membawa bendera Freeport tersebut.

Di Jakarta sendiri, selama ini Amerika telah menempatkan instalasi militernya yakni Navy Medical Reseach Unit 2 (Namru-2). Instalasi yang sempat ditutup oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari itu beroperasi kembali ketika Menkes dipegang oleh Endang Sri Sedyaningsih. Di gedung yang berada di kompleks Kementerian Kesehatan Jl Percetakan Negara itulah Namru-2 yang dikomandoi oleh seorang kolonel angkatan laut AS beroperasi tanpa kendali pemerintah Indonesia.

Wajar jika ada beberapa kalangan mengkhawatirkan pembangunan gedung kedubes AS yang begitu besar. Bukan tidak mungkin, gedung yang bisa menampung ribuan orang itu akan berubah fungsi demi kepentingan militer, selain kepentingan intelijen yang selama ini sudah berjalan.

Pengamat hubungan internasional Budi Mulyana menilai, gedung baru Kedubes AS itu bukan sekadar pembangunan kedubes . "Tetapi markas militer!" ungkapnya kepada Media Umat Sabtu (14/7).

Ia tidak berspekulasi. Menurutnya, pembangunan gedung itu berikut markas satuan pengaman laut Marine Security Guard Quarters (MSGQ) dengan embel-embel fasilitas rahasia dan personel keamanan yang diperlukan (Secret Facility and Personnel Security Clearances Required). "Ini mengindikasikan secara jelas apa yang akan dibangun dari gedung 10 lantai ini. Dan gedung ini letaknya tidak jauh dari Istana Negara," jelasnya.

Dosen Hubungan Internasional Unikom Bandung tersebut kemudian menunjukkan salinan kontrak rancang-bangun pembangunan Kedubes Amerika di Indonesia Department of State 2012 Design-Build Contract for US Embassy Jakarta, Indonesia yang didapatnya. Ia menunjukkan paragraf yang mendukung pernyataannya itu. "1. Project Description (Secret Facility and Personnel Security Clearances Required)SAQMMA-12-R0061, Jakarta, Indonesia NEC. The project will consist of design and construction services including a New Office Building (NOB) with attached Marine Security Guard Quarters (MSGQ)."

 

Mirip di Irak dan Pakistan

Sebelumnya, Amerika membangun gedung kedubesnya yang terbesar di dunia di Baghdad, Irak. Kompleks Kedubes AS yang dibangun pada 2009 itu menempati areal seluas lebih dari 42 ha atau sama dengan enam kali luas gedung PBB di New York. Di dalamnya semua fasilitas AS ada dan dijaga secara khusus oleh marinir AS. Bahkan beberapa media menyebutnya sebagai miniatur kota Roma-ibukota Vatikan. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di kedubes tersebut.

Sementara itu, kedubes AS terbesar kedua ada di Islamabad, Pakistan. Kedubes itu menempati areal seluas 7,2 ha. Sejak dibangun 2009, Amerika menambah 1.000 personel sebagai tambahan terhadap 750 personel yang sudah ada. Asia The Dawn harian berbahasa Inggris di Pakistan menyebutkan bahwa, "apa yang kellihatan untuk lebih diwaspadai adalah staf tambahan itu mencakup 350 orang marinir AS. Disamping itu, Pejabat Amerika menekan Islamabad untukmengijinkan import ratusan kendaraan tempur pengangkut pasukan milik Dyncorp -kontraktor keamanan AS.

Tak heran Asia Times menyebut Kedubes AS di Pakistan itu layaknya pangkalan militer dalam bentuk kedubes. Hal itu makin diperkuat dengan laporan Xinhua yang mengutip The Nation (6/6/2010) bahwa sejumlah barang mencurigakan termasuk jaket antipeluru, helm, dan sejumlah senjata milik Kedutaan Besar AS di Pakistan disita oleh kepolisian di Islamabad. Petugas kepolisian Islamabad mencegat kendaraan Shezore yang mencurigakan di pos pengawasan Zero Point. Kendaraan tersebut membawa barang-barang kargo yang terdiri dari 35 peti M-16, 13 peti senapan 9 mm, beberapa kantong pistol, kompas, radio, peta, pisau, dan barang-barang militer lainnya. Berdasarkan hasil investigasi, senjata-senjata tersebut akan dikirimkan ke Kedutaan Besar AS.

Apakah tidak mungkin Kedubes AS di Jakarta seperti itu? Sangat mungkin.

 

Topeng Humanis

Amerika terus mencari jalan agar bisa diterima kepentingannya di Indonesia. Dalam pembangunan gedung kedubesnya di Jakarta, negara tersebut mengedepankan sisi-sisi humanis ke hadapan rakyat Indonesia. Lihat saja kata Dubes AS Scot Marciel bahwa gedung itu akan menyertakan elemen budaya Indonesia termasuk motif batik. Dengan mengangkat diplomasi gaya humanis ini, Amerika ingin mengambil hati rakyat Indonesia.

Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Yahya Abdurahman menilai itu sebagai penyesatan politik untuk menggiring persepsi ke arah yang diinginkan dan sebaliknya menjauhkan persepsi masyarakat dari persepsi yang tidak diinginkan.

Menurutnya, corak, warna atau tampilan luar gedung itu tak ada hubungannya sama sekali dengan fungsi gedung dan keberadaan gedung itu sendiri. "Bahkan jika bergambar badut sekalipun," katanya.

Ini, lanjutnya, sama halnya saat ini banyak koruptor bahkan psikopat yang ketika tertangkap dan disidang di pengadilan berpenampilan yang perempuan menggunakan kerudung dan bercadar dan yang laki-laki memakai baju koko dan berpeci atau memakai stelan jas berdasi dan sangat rapi, tetap saja mereka adalah seorang koruptor atau pembunuh. "Justru penampilan itu sengaja dipilih agar orang yang melihatnya terkecoh dengan jati dirinya," jelas Yahya.

Ia mengingatkan masyarakat jangan sampai bisa dikelabuhi oleh penggunaan corak batik dan corak "keindonesiaan" lainnya itu. Ia menandaskan, semua itu kedubes AS itu tetap saja menjadi representasi negara penjajah yang membunuh puluhan ribu kaum Muslimin dan merampok kekayaannya, tidak terkecuali kekayaan negeri ini. (IRIB Indonesia/emje/mediaumat)

Read 1806 times