Penyakit yang Merusak Acara Ratapan Duka

Rate this item
(0 votes)

Penyakit utama yang merusak bahkan menghilangkan pengaruh penting dan konstruktif sebuah perbuatan baik adalah mengubahnya menjadi sekadar kebiasaan. Hal yang sama juga dapat menimpa penyelenggaraan acara ratapan duka Imam Husein as. Bila pelaksana acara ini tidak mengenal secara khusus apa yang tengah dilakukannya dan tidak mengetahui filosofi apa yang sedang dikerjakannya, maka pada dasarnya mereka lemah dan acara yang diselenggarakan juga akan kehilangan ruh dan semangatnya. Ketidakmampuan ini akan membuat acara yang dilakukan tidak lagi memperhatikan aturan yang semestinya. Acara ratapan duka Imam Husein as perlahan-lahan akan menjadi kebiasaan dan tradisi yang memiliki sedikit kandungan, atau tidak memiliki substansi sama sekali, bahkan acara ini bisa merugikan.

 

Imam Ali as menilai penyakit utama sebuah pekerjaan yang dilakukan atas dasar kebodohan adalah berubahnya pekerjaan itu menjadi sekadar kebiasaan.

 

Bila acara ratapan duka Imam Husein as berubah substansi menjadi hanya sekadar kebiasaan dan tradisi, maka tidak akan ada yang peduli kualitas, tujuan dan mengapa Ahlul Bait as memerintahkan kita untuk menyelenggarakan peringatan acara ratapan duka Imam Husein as. Di sini, acara ratapan duka akan kehilangan substansi dan dampak konstruktifnya.

 

Acara ratapan duka Imam Husein as yang semula merupakan gerakan revolusioner, membentuk jiwa resistensi dan menyempurnakan serta menyadarkan jiwa manusia menjadi kehilangan substansinya. Acara ratapan duka yang seharusnya merupakan alat, kini berubah menjadi tujuan!

 

Dalam kondisi yang seperti ini, sebuah pahala, ibadah dan tujuan penting akan tetap dinilai sebagai satu nilai, sekalipun bercampur dengan pelbagai kebohongan, penyimpangan, dosa dan perselisihan, bahkan dalam banyak kasus justru bertentangan dengan shalat dan kewajiban yang lain. Bagi penyelenggaranya sudah cukup ketika bentuk lahiriah dari sebuah acara ratapan duka diselenggarakan dengan baik.

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan buruk dan tidak benar, maka yang didapatkannya adalah semakin jauh dari Allah."

 

Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang melaksanakan sebuah pekerjaan tanpa pengetahuan dan kesadaran, maka ia akan semakin jauh dari tujuan sesuai dengan seberapa cepat ia melakukan perbuatannya."

Dalam pelaksanaan acara ratapan duka Imam Husein as biasanya muncul hal-hal yang tidak baik dan bahkan berbahaya bagi agama. Hal ini harus disikapi dengan tegas.

 

Sering kali terjadi saat menyampaikan kisah-kisah sejarah dalam acara ratapan duka terjadi penambahan, pengurangan atau penyimpangan. Sebagian syair-syair yang dibacakan melenceng dari akidah Islam.

 

Benar, cinta dan kesedihan yang ada dalam peristiwa Asyura sedemikian dalamnya, sehingga siapapun yang mendengarnya akan meratapi semuanya. Tapi ini tidak menjadi pembolehan atas penambahan, pengurangan atau penyimpangan kisah Asyura. Apa lagi dalam membacakan syair-syair yang yang terlalu berlebihan tentang Imam Husein as, sehingga bertentangan dengan akidah Islam. Semua bentuk penyimpangan ini dilarang oleh para marji Syiah.

 

Para ulama melarang membacakan syair-syair yang memiliki kandungan ekstrim dan lemah, apalagi yang bertentangan dengan pribadi Imam Husein as dan revolusinya. Mereka yang mengikuti acara ratapan duka hendaknya tidak melakukan gerakan-gerakan atau perbuatan yang akan disalahgunakan oleh musuh-musuh Islam.

 

Penyimpangan dan bidah dalam penyelenggarakan acara ratapan duka Imam Husein as adalah sesuatu yang berbahaya. Begitu juga dengan membawa bendera dan simbol-simbol yang tidak memiliki rujukan dalam Islam dan perbuatan lain yang dapat membuat orang salah paham tentang substansi acara ratapan duka Imam Husein as.

 

Hal ini dilarang oleh para ulama agar jangan sampai menjadi tradisi. Perilaku yang salah ketika dibiarkan perlahan-lahan akan menjadi kebiasaan dan bila telah menjadi demikian, maka akan sangat sulit untuk menghilangkannya. Bahkan bisa jadi sedemikian kuatnya tradisi ini membuat mereka yang melakukannya menganggap bagian dari agama, dan siapa saja yang memberikan pencerahan akan masalah ini dianggap tidak mengenal agama, bahkan kafir!

 

Para penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as harus berusaha sedemikian rupa sehingga jangan ada yang punya anggapan dikarenakan untuk Imam Husein as, maka pasti akan diberi pahala dan menggembirakan beliau. Padahal, pemberian pahala dari Allah dan kegembiraan beliau hanya akan terjadi bila perbuatan yang dilakukan sesuai dengan perintah agama.

Tidak Berilmu

 

Prasyarat utama untuk melakukan sebuah perbuatan adalah memiliki ilmu dan informasi terkait aturan, adab dan perilaku yang menjamin dampak positif dari perbuatan itu. Poin penting yang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan acara ratapan duka Imam Husein as adalah segalanya bukan merupakan tujuan, tapi sarana untuk menjadi lebih sempurna dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

 

Bila kita meyakini acara ratapan duka Imam Husein as merupakan sarana, maka setiap sarana hanya dalam kondisi khusus dapat mengantarkan manusia kepada tujuannya. Artinya, tidak benar bahwa setiap perbuatan baik, apakah itu wajib atau sunnah, dalam segala kondisi dapat mengantarkan manusia kepada kesempurnaan.Di sini, sebuah perbuatan yang disertai ilmu dapat meninggikan derajat manusia di sisi Allah.

 

Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt tidak akan menerima sebuah perbuatan tanpa makrifah."

 

Dalam sebuah hadis yang lain dari Imam Husein as disebutkan, "Allah Swt menciptakan manusia agar dapat mengenal diri-Nya. Setelah mereka mengenalnya baru melakukan penghambaan kepada-Nya.

Pembaca Kidung Duka dan Tafsir Birrayu atas Sejarah, Hadis dan Maqtal

 

Sebagian pembaca kidung ratapan duka Imam Husein as melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan agama. Semua itu dinisbatkan kepada Imam Husein as bahwa apa saja yang dilakukan demi beliau sudah pasti diterima oleh Allah Swt.

 

Berangkat dari pemahaman semacam ini sebagian dari pembaca kidung ratapan Imam Husein asi ada yang memaknai sendiri apa saja terkait hukum Islam. Ada juga yang menyampaikan sejarah sesuai dengan yang diinginkannya. Bahkan sebagian mereka menjelaskan riwayat-riwayat secara serampangan akibat ketidakmampuannya di bidang Hadis. Sementara yang lain menambahkan sendiri cerita-cerita tambahan di luar yang dinukil oleh buku-buku maqtal yang mengisahkan peristiwa pembantaian Karbala.

 

Tapi perlu dipahami bahwa mereka yang melakukan ini kebanyakan dikarenakan cintanya kepada Ahlul Bait as, khususnya Imam Husein as. Oleh karenanya, apa yang mereka lakukan ini tidak boleh disikapi dengan keras, tapi perlu dikontrol dan dinasihati. Mereka diberi arahan mengenai mana yang seharusnya mereka lakukan dan mana yang tidak.

 

Kita harus melihat mereka sebagai orang-orang yang perlu diperkaya mengenai ajaran Islam, khususnya terkait acara ratapan duka Imam Husein as. Bukan sebaliknya, kita mencaci mereka dan menjauhkan mereka. Jangan sampai kita melihat orang yang berada di bibir jurang dan ingin menolongnya, tapi bukan menolong, justru kita mendorongnya ke dalam jurang. Dengan kata lain perlu pembinaan khusus kepada mereka yang terlibat dalam acara ratapan duka agar tidak terjatuh pada pemaknaan, penambahan dan penjelasan yang keluar dari pesan Asyura itu sendiri.

Read 1669 times