Mereka yang Tidak Peduli Nasib Sesama

Rate this item
(0 votes)
Mereka yang Tidak Peduli Nasib Sesama

 

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ لاَ يَهْتَمُّ بِأُمُورِ الْمُسْلِمِينَ فَلَيْسَ بِمُسْلِمٍ
“Siapa saja yang ketika bangun pagi dia tidak memperhatikan nasib kaum Muslimin, dia bukan Muslim.”

(Al-Kafi, Jilid 2 halaman 164; Bihar Al-Anwar, Jilid 71 halaman 120)

Kemiskinan dan kezaliman adalah fenomena yang merajalela di muka bumi. Sungguh sangat memprihatinkan manakala kita menemukan fakta bahwa masih sangat banyak di antara saudara sesama manusia, para anak cucu Adam ini, yang hidup dalam kemiskinan, kelaparan, dan penderitaan. Lihatlah di sekitar kita. Orang-orang miskin, tertindas, dan terpinggirkan masih sangat banyak. Dan sungguh sangat disayangkan bahwa sebagian besar mereka adalah saudara-saudara seiman kita.

Jika perhatian itu kita arahkan kepada kawasan yang lebih luas lagi, keprihatinan kita akan semakin besar. Fenomena kemiskinan, kelaparan, dan penderitaan itu juga akan kita jumpai, bahkan itu terjadi dalam skala yang jauh lebih besar dan lebih menyakitkan. Dan sebagian dari orang-orang miskin dan tertindas di berbagai belahan dunia itu juga beragama Islam. (Baca: Angan-angan Duniawi yang Membuat Kita Terpuruk)

Tengoklah Palestina, misalnya. Mayoritas bangsa Palestina adalah saudara seiman kita. Penderitaan mereka berlipat-lipat jauh lebih besar dibandingkan dengan penderitaan yang mendera saudara-saudara sebangsa kita.

Puluhan tahun lamanya jutaan warga Palestina terlunta-lunta menjadi pengungsi dan hidup dalam kemiskinan. Mereka yang tinggal di kawasan pendudukan tak pernah merasakan ketenangan dalam hidupnya. Hari ini bisa makan, entah dengan esok lusa. Jika sanak keluarga bepergian ke luar rumah (ayah yang pergi bekerja atau anak-anak yang pergi ke sekolah), tak pernah ada jaminan bahwa mereka akan kembali pulang ke rumah dengan selamat. Bahkan, tinggal di rumah pun bukan merupakan jaminan. Setiap saat, rumah mereka bisa saja menjadi sasaran serangan roket serdadu Zionis Israel. Ketika Trump secara sepihak menyatakan Al-Quds sebagai ibu kota Israel dan Kedutaan Amerika pun sudah resmi pindah ke sana,  warga Gaza pun melancarkan aksi protes keras. Akan tetapi, aksi itu dihadapi moncong senjata. Ratusan nyawa saudara-sudara kita pun melayang sebagai syuhada.

Di banyak tempat lain di dunia, yaitu di Irak dan Suriah, situasinya juga tidak lebih baik dibandingkan dengan kawasan Palestina. Sudah bertahun-tahun lamanya warga Irak dan Suriah dicekam oleh keganasan teroris ISIS dan berbagai kelompok jihad palsu lainnya (yang notabene adalah buatan Amerika). Keganasan kelompok-kelompok radikal ini juga membuat bulu kuduk semua orang merinding. Yaman juga sama. Pasukan Saudi yang berkoalisi dengan negara-negara monarki Arab-Teluk, Amerika, Barat, dan Zionis, dalam beberapa tahun terakhir ini telah meluluhlantakkan negeri yang semula damai itu. (Baca: Dua Kisah Bapak Tua, Putera dan Kudanya)

Ada sebagian pihak yang berpendapat bahwa Palestina, Irak, Suriah, dan Yaman adalah masalah kemanusiaan, bukan masalah agama. Pendapat ini memang benar jika maksud dari pernyataan ini adalah bahwa akar masalah di empat tempat tersebut bukanlah konflik agama. Dalam hal Palestina, misalnya, pembelaan kita bukanlah karena semata-mata mereka adalah orang Islam, dan musuh mereka adalah orang yang beragama Yahudi. Pembelaan kita terhadap mereka memang berangkat dari isu-isu kemanusiaan, keadilan, dan perlawanan terhadap imperialisme. Akan tetapi, keyakinan inipun ujung-ujungnya menyentuh masalah-masalah agama. Sebabnya adalah, semua aliran dalam Islam sepakat bahwa perlawanan terhadap kezaliman dan penegakan keadilan termasuk salah satu ajaran penting agama Islam yang tercantum dalam ayat-ayat Al-Quran. Di antara ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang kewajiban kaum Muslimin untuk menegakkan keadilan adalah:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi/teladan karena Allah (dalam urusan keadilan ini), meskipun (keadilan itu harus kalian tegakkan) atas diri kalian sendiri, atau terhadap orang tua, serta kaum kerabat kalian.” (QS. An-Nisa: 135)

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. Al-Hadid: 25)

Islam adalah agama yang komprehensif. Setiap dimensi kehidupan ini mendapatkan perhatian dalam Islam. Semuanya menjadi parameter dan ujian, sampai sejauh mana keimanan dan keislaman kita. Permasalahan keadilan sosial dan kemanusiaan juga menjadi parameter keimanan kita. Siapapun yang tidak mempedulikannya, diancam akan dikeluarkan dari barisan Islam.

Mazhab Ahlulbait memberikan penekanan terhadap keadilan dan pembelaan terhadap orang-orang tertindas, lebih dari yang ditunjukkan oleh saudara-saudara kita Ahlu Sunnah. Imam Ali as dikenal karena keadilannya. Imam Husein as juga gugur syahid saat beliau dan keluarganya sedang berjuang menegakkan keadilan. Dan jangan lupa, dalam mazhab Ahlulbait, keadilan (‘adalah) adalah salah satu pilar keimanan. Sebagai aktivis mazhab Ahlulbait, tugas kitalah untuk mempertebal pemahaman terkait masalah ini, serta menyebarkannya di kalangan masyarakat kita.[OS]

(Dikutip dari rubrik Tuntunan, Buletin Al-Wilayah edisi 24, Agustus 2018, Dzulqadah 1439H)

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ لاَ يَهْتَمُّ بِأُمُورِ الْمُسْلِمِينَ فَلَيْسَ بِمُسْلِمٍ
“Siapa saja yang ketika bangun pagi dia tidak memperhatikan nasib kaum Muslimin, dia bukan Muslim.”

(Al-Kafi, Jilid 2 halaman 164; Bihar Al-Anwar, Jilid 71 halaman 120)

Kemiskinan dan kezaliman adalah fenomena yang merajalela di muka bumi. Sungguh sangat memprihatinkan manakala kita menemukan fakta bahwa masih sangat banyak di antara saudara sesama manusia, para anak cucu Adam ini, yang hidup dalam kemiskinan, kelaparan, dan penderitaan. Lihatlah di sekitar kita. Orang-orang miskin, tertindas, dan terpinggirkan masih sangat banyak. Dan sungguh sangat disayangkan bahwa sebagian besar mereka adalah saudara-saudara seiman kita.

Jika perhatian itu kita arahkan kepada kawasan yang lebih luas lagi, keprihatinan kita akan semakin besar. Fenomena kemiskinan, kelaparan, dan penderitaan itu juga akan kita jumpai, bahkan itu terjadi dalam skala yang jauh lebih besar dan lebih menyakitkan. Dan sebagian dari orang-orang miskin dan tertindas di berbagai belahan dunia itu juga beragama Islam. (Baca: Angan-angan Duniawi yang Membuat Kita Terpuruk)

Tengoklah Palestina, misalnya. Mayoritas bangsa Palestina adalah saudara seiman kita. Penderitaan mereka berlipat-lipat jauh lebih besar dibandingkan dengan penderitaan yang mendera saudara-saudara sebangsa kita.

Puluhan tahun lamanya jutaan warga Palestina terlunta-lunta menjadi pengungsi dan hidup dalam kemiskinan. Mereka yang tinggal di kawasan pendudukan tak pernah merasakan ketenangan dalam hidupnya. Hari ini bisa makan, entah dengan esok lusa. Jika sanak keluarga bepergian ke luar rumah (ayah yang pergi bekerja atau anak-anak yang pergi ke sekolah), tak pernah ada jaminan bahwa mereka akan kembali pulang ke rumah dengan selamat. Bahkan, tinggal di rumah pun bukan merupakan jaminan. Setiap saat, rumah mereka bisa saja menjadi sasaran serangan roket serdadu Zionis Israel. Ketika Trump secara sepihak menyatakan Al-Quds sebagai ibu kota Israel dan Kedutaan Amerika pun sudah resmi pindah ke sana,  warga Gaza pun melancarkan aksi protes keras. Akan tetapi, aksi itu dihadapi moncong senjata. Ratusan nyawa saudara-sudara kita pun melayang sebagai syuhada.

Di banyak tempat lain di dunia, yaitu di Irak dan Suriah, situasinya juga tidak lebih baik dibandingkan dengan kawasan Palestina. Sudah bertahun-tahun lamanya warga Irak dan Suriah dicekam oleh keganasan teroris ISIS dan berbagai kelompok jihad palsu lainnya (yang notabene adalah buatan Amerika). Keganasan kelompok-kelompok radikal ini juga membuat bulu kuduk semua orang merinding. Yaman juga sama. Pasukan Saudi yang berkoalisi dengan negara-negara monarki Arab-Teluk, Amerika, Barat, dan Zionis, dalam beberapa tahun terakhir ini telah meluluhlantakkan negeri yang semula damai itu. (Baca: Dua Kisah Bapak Tua, Putera dan Kudanya)

Ada sebagian pihak yang berpendapat bahwa Palestina, Irak, Suriah, dan Yaman adalah masalah kemanusiaan, bukan masalah agama. Pendapat ini memang benar jika maksud dari pernyataan ini adalah bahwa akar masalah di empat tempat tersebut bukanlah konflik agama. Dalam hal Palestina, misalnya, pembelaan kita bukanlah karena semata-mata mereka adalah orang Islam, dan musuh mereka adalah orang yang beragama Yahudi. Pembelaan kita terhadap mereka memang berangkat dari isu-isu kemanusiaan, keadilan, dan perlawanan terhadap imperialisme. Akan tetapi, keyakinan inipun ujung-ujungnya menyentuh masalah-masalah agama. Sebabnya adalah, semua aliran dalam Islam sepakat bahwa perlawanan terhadap kezaliman dan penegakan keadilan termasuk salah satu ajaran penting agama Islam yang tercantum dalam ayat-ayat Al-Quran. Di antara ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang kewajiban kaum Muslimin untuk menegakkan keadilan adalah:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi/teladan karena Allah (dalam urusan keadilan ini), meskipun (keadilan itu harus kalian tegakkan) atas diri kalian sendiri, atau terhadap orang tua, serta kaum kerabat kalian.” (QS. An-Nisa: 135)

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. Al-Hadid: 25)

Islam adalah agama yang komprehensif. Setiap dimensi kehidupan ini mendapatkan perhatian dalam Islam. Semuanya menjadi parameter dan ujian, sampai sejauh mana keimanan dan keislaman kita. Permasalahan keadilan sosial dan kemanusiaan juga menjadi parameter keimanan kita. Siapapun yang tidak mempedulikannya, diancam akan dikeluarkan dari barisan Islam.

Mazhab Ahlulbait memberikan penekanan terhadap keadilan dan pembelaan terhadap orang-orang tertindas, lebih dari yang ditunjukkan oleh saudara-saudara kita Ahlu Sunnah. Imam Ali as dikenal karena keadilannya. Imam Husein as juga gugur syahid saat beliau dan keluarganya sedang berjuang menegakkan keadilan. Dan jangan lupa, dalam mazhab Ahlulbait, keadilan (‘adalah) adalah salah satu pilar keimanan. Sebagai aktivis mazhab Ahlulbait, tugas kitalah untuk mempertebal pemahaman terkait masalah ini, serta menyebarkannya di kalangan masyarakat kita.[OS]

(Dikutip dari rubrik Tuntunan, Buletin Al-Wilayah edisi 24, Agustus 2018, Dzulqadah 1439H)

(Dikutip dari rubrik Tuntunan, Buletin Al-Wilayah edisi 24, Agustus 2018, Dzulqadah 1439H)

Read 422 times