کمالوندی

کمالوندی

"Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua pusaka yang jika kalian mengambil (mengikuti) keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, (yaitu) Kitab Allah Swt dan Ahlulbaitku dari keturunanku (itrahku), dan sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah, sampai keduanya menemuiku di tepi telaga (al-Haudh)."

Hari berganti hari. Sebelumnya adalah hari Arafah, hari dimana pintu mengenal diri terbuka bagi pencari untuk mengetahuinya lalu dengan cepat menjauh dari pandangan. Kemudian datang Idul Adha dan semua yang telah menjadi "Ismail" telah meneguk makrifat Arafah dan kini menuju tempat sembelihan cinta dan pengorbanan, sehingga dapat mengorbankan egonya. Hari ini, mereka yang telah berkorban sedang mengarah pada Ghadir dengan ikhlas. Ghadir merupakan telaga yang memiliki hubungan sangat erat dengan mata air Kautsar.

Suara "Labbaik, Allahumma Labbaik" Ya Allah, aku siap, siap menerima perintah, telah memenuhi seluruh ruang di antara bumi dan langit Mekah. Ribuan orang mengulangi panggilan malakuti Nabi Muhammad Saw. "Ya Allah! Aku menghadap-Mu dan mengikuti ajakan dan panggilan-Mu. Terkabulkan setelah mengabulkan, Engkau tidak memiliki sekutu. Aku menghadap-Mu dan tinggal di tempat penghambaan-Mu. Semua pujianku khusus untuk-Mu. Semua nikmat dan kerajaan alam adalah milik-Mu. Engkau tidak memiliki sekutu dan aku memenuhi panggilan-Mu."


Nabi Muhammad Saw di akhir bulan Zulkaidah bersama para sahabat dan Ahlulbaitnya disertai banyak masyarakat meninggalkan Madinah menuju Mekah untuk menunaikan manasik haji. Perjalanan besar ini menampilkan hasil-hasil besar dan upaya Nabi Saw dalam beberapa tahun, dimana beliau berusaha dengan ikhlas mengorbankan jiwa, harta dan kehidupannya di jalan mewujudkan cita-cita Islam dan perintah ilahi serta menyampaikan pesan-pesan ilahi kepada seluruh umat manusia.

Rasulullah Saw dalam perjalanan ini juga menyinggung dirinya telah mendekati ajalnya. Nabi Muhammad Saw gembira mengetahui dirinya akan segera menemui Zat Yang Dicintainya, tapi pada saat yang sama mengkhawatirkan umatnya. Jangan sampai mereka bernasib sama dengan Bani Israil, ketika dirinya sudah tidak berada bersama mereka, kaumnya kembali mengikuti cara Jahiliah. Karenanya, beliau memanfaatkan segala kesempatan dan menasihati mereka. Sebelum sampai di Arafah, di sebuah daerah bernama Namirah, beliau melaksanakan shalat Zuhur dan Ashr secara berjamaah.

Setelah selesai shalat, beliau memandang para sahabat. Gurun pasir yang dipakai shalat penuh dengan manusia. Nabi Saw kemudian membacakan pujian kepada Allah lalu melanjutkan pidatonya demikian:

"Wahai manusia! Dengarkan ucapanku. Karena aku tidak tahu, mungkin setelah tahun ini, kalian tidak akan melihatku dalam kondisi ini. Wahai manusia! Setelah aku, jangan kalian kembali pada kekafiran sebelumnya, jahiliah yang membuatmu sesat dan menyesatkan. Sesungguhnya aku benar-benar di antara kalian telah meninggal dua pusaka yang berharga sebagai khalifah, dimana selama kalian berpegangan kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat; Kitab Allah Swt dan Itrahku, Ahlulbaitku."

Kemudian Rasulullah Saw bertanya kepada mereka, "Apakah saya telah menyampaikan pesanku kepada kalian dan telah mendakwahkan agama Allah?"

Mereka semua menjawab, "Iya."

Rasulullah berkata, "Ya Allah! Engkau menjadi saksi!" Setelah itu beliau berkata, "Sesungguhnya kalian bertanggung jawab. Karenanya wajib bagi kalian yang hadir untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir."

Setelah itu, beliau berjalan menuju Arafah dan berhenti di sana, sehingga matahari terbenam dan mengisi waktunya dengan doa dan zikir.

Masjid Namirah
Nabi Muhammad Saw memanfaatkan Haji Wada' atau haji perpisahan sebagai kesempatan yang tidak terulang dan tidak tergantikan untuk menyampaikan suara kebenaran. Beliau di hari-hari terakhir dari Ayyam al-Tasyriq, 13 Dzulhijjah, mengumpulkan umat di masjid Khaif dan setelah menunaikan shalat, beliau kembali berpidato. Salah satu tema pembicaraan beliau berhubungan dengan kabilah. Warga Arab hidup berdasarkan hubungan kesukuan dan di antara mereka ada aturan yang berlandaskan kefanatikan dan kejahiliahan, sehingga hanya dikarenakan ada seorang terbunuh, selama puluhan tahun dua kabilah berperang dan bermusuhan. Nabi Saw berusaha mencerabut kebiasaan ini dan dalam pidatonya mengatakan, "Ketahuilah bahwa setiap harta, kebanggaan dan darah yang ada di masa Jahiliah telah aku injak di bawah dua kakiku dan membatalkannya."

Dengan cara itu, Nabi Saw ingin mengakhiri kedengkian dan permusuhan yang ada sejak lama. Setelah itu, beliau menyinggung soal upaya menjaga persaudaraan islami dan berkata, "Setiap muslim bersaudara dengan muslim lainnya dan umat Islam bersatu dalam menghadapi pihak lain."

Setelah berhijrah dari Mekah ke Madinah, Nabi Saw melakukan akad ukhuwah di antara Muhajirin dan Anshar, tapi hari ini, penekanan Nabi akan ukhuwah Islam berbeda dengan kondisi sebelumnya dan memiliki tujuan lebih dari sekadar solidaritas di antara umat Islam; ada dimensi luar dan dalam menghadapi musuh dan juga dimensi dalam! Di akhir pidatonya beliau kembali menyinggung akan hadis Tsaqalain dan menunjukkan dua jari yang bersisian lalu mengingatkan bahwa sebagaimana dua jari saya tidak dapat dipisahkan, Kitab Allah dan Itrahku juga tidak dapat dipisahkan, sehingga keduanya menemuiku di telaga.(al-Haudh).

Ibadah haji telah berakhir dan Nabi Muhammad Saw kembali menuju Madinah, sementara umat berkumpul untuk mengantarkan beliau. Selain mereka yang tinggal di Mekah, semua bergabung dengan beliau. Ketika karavan tiba di daerah Kura' al-Ghamim, daerah dimana Ghadir Khum berada, malaikat Jibril datang dan meminta Nabi menghentikan perjalanannya. Nabi Saw kemudia berkata, "Wahai manusia! Jawablah penyeru kepada Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasulullah."

Rombongan terkejut karena tiba-tiba mereka harus berhenti di daerah yang tidak ada air. Pada waktu itu terdengar suara azan di seluruh gurun dan suara takbir muazzin meninggi, sehingga umat Islam mulai menyiapkan dirinya untuk melaksanakan shalat Zuhur. Nabi Saw melaksanakan shalat Zuhur berjamaah dengan jumlah jamaah yang sangat banyak dan belum pernah terjadi sebelumnya di daerah ini. Selesai shalat, Nabi Saw berjalan di tengah umat dan membuat mimbar tinggi yang terdiri dari empat onta. Dengan suara tinggi beliau berkata:

"Segala pujian milik Allah. Saya memohon bantuan kepada-Nya, percaya kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya. Saya berlindung dari kejahatan hawa nafsu buruknya perbuatan kita dan selain-Nya mengajak pada kesesatan. Allah yang ketika memberi hidayah seseorang, tidak ada yang dapat menyesatkannya. Kita bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah. Wahai manusia! Waktunya sudah dekat bagiku untuk menyambut undangan Hak dan saya akan pergi dari kalian. Aku bertanggung jawab, begitu juga kalian. Apa yang kalian pikirkan tentang aku?"

Semua menjawab, "Kami bersaksi bahwa engkau telah mendakwahkan agama Allah dan engkau selalu menginginkan kebaikan kami. Engkau telah menyampaikan nasihat dan telah berusaha keras di jalan ini. Semoga Allah memberikan pahala kebaikan untukmu."

Ketika keadaan mulai tenang lagi, Nabi Muhammad Saw berkata, "Apakah kalian tidak mau bersaksi bahwa tidak ada tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan nabi Allah? Surga, neraka dan kematian adalah kebenaran serta hari kebangkitan tidak diragukan akan terjadi dan Allah akan membangkitkan manusia yang telah mati dan tersembunyi di dalam tanah?"

Umat Islam berkata, "Iya. Benar. Kami bersaksi."

Nabi Muhammad Saw kemudian melanjutkan, "Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua pusaka. Bagaimana kalian akan memperlakukannya?"

Seseorang berdiri dan bertanya, "Apa yang dimaksud dengandua pusaka ini?"

Nabi Muhammad Saw berkata, "Pertama, Kitab Allah Swt yang satunya ada di sisi Allah dan satunya lagi di tangan kalian. Cengkeram dengan kuat Kitab Allah agar kalian tidak tersesat. Dan yang kedua adalah Itrah atau Ahlulbatiku. Tuhanku mengabarkanku bahwa dua pusaka ini tidak akan terpisah hingga hari kiamat. Wahai Manusia! Jangan melampaui Kitab Allah dan Itrahku dan jangan pula membelakanginya karena kalian akan binasa."


Pada waktu itu, Nabi Muhammad Saw mengangkat tangan Imam Ali as ke atas dan semua menyaksikan Imam Ali as berada di sisi Rasulullah. Beliau kemudian berkata, "Wahai manusia! Siapa pribadi yang paling layak dari orang-orang mukmin? Para sahabat Nabi Saw menjawab, "Allah dan Nabi-Nya yang lebih tahu." Nabi Saw melanjutkan, "Allah adalah maulaku dan aku adalah maula orang-orang beriman. Aku lebih utama dan layak dari diri mereka sendiri. Wahai manusia! Barangsiapa yang aku adalah maula dan pemimpinnya, maka Ali juga menjadi maula dan pemimpinnya."

Nabi mengulangi ucapan tersebut sebanyak tiga kali lalu melanjutkan, "Ya, Allah! Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya. Ya Allah! Bantulah orang-orang yang membantunya dan hinakan para mausuhnya. Ya Allah! Jadikan Ali sebagai pusat kebenaran." Nabi kemudian menambahkan, "Penting bagi mereka yang hadir untuk menyampaikan kepada yang tidak ada dan memberikan informasi kepada orang lain."

Waktu itu umat masih berkumpul, ketika malaikat wahyu turun dan memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad Saw, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Ali Imran: 3) Pada waktu itu juga Nabi mengucapkan takbir dengan suara tinggi dan berkata, "Aku bersyukur bahwa Allah telah menyempurnakan agama-Nya mencukupkan nikmat-Nya serta gembira atas risalahku dan kepemimpinan Ali sepeninggalku."

Setelah itu umat Islam satu persatu mendatangi kemah Nabi Saw dan melakukan baiat kepadanya serta menyampaikan selamat. Kemudian mereka bergerak ke kemah Imam Ali as dan menyatakan baiat kepadanya sebagai pengganti dan pemimpin sepeninggal Nabi Saw. Rasulullah tersenyum menyaksikan kejadian tersebut dan berkali-kali berkata, "Ucapkan selamat kepadaku. Karena Allah telah mengkhususkan kenabian padaku dan imamah kepada Ahlulbaitku. Ini petanda kemenangan agung dan kekelahan penuh kubu kekafiran dan kemunafikan."

Salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam pada masa sebelum wafat Rasulullah Saw adalah peristiwa Ghadir Khum. Peristiwa Ghadir Khum termasuk riwayat mutawatir. Dalam hadits Ghadir Khum, setelah haji wada (haji terakhir), Rasulullah menghentikan perjalanan para sahabatnya yang sudah hampir pulang ke rumahnya masing-masing di suatu tempat yang bernama Khum (antara Makah dan Madinah).

Sebelumnya, dalam perjalanan dari Makah ke Madinah, Jibril turun dan mangatakan ”Hai Rasul, sampaikanlah!”.  Rasulullah tidak langsung menyampaikan, melainkan mencari situasi dan waktu yang tepat untuk menyampaikan perintah Allah tersebut. Tidak lama kemudian Jibril turun kembali dan mengatakan,”Hai Rasul, sampaikanlah!” dan Rasulullah tetap belum menyampaikannya. Kemudian Jibril turun untuk ketiga kalinya dengan membawa ayat ke 67 surat al-Maidah.

Ayat yang berbicara mengenai imamah dan wilayah Imam Ali banyak ditemukan di al-Quran. Salah satu ayat mengenai imamah Imam Ali adalah ayat 67 surat al-Maidah. Banyak ulama baik itu dari Ahlu Sunnah maupun Syiah berpendapat bahwa ayat ini turun terkait peristiwa Ghadir Khum.

Rasulullah Saw telah mengerahkan segenap upaya dan kemampuannya untuk menyebarkan agama Islam dan tidak pernah melewatkan satu peluang pun yang ada. Pengorbanan besar Rasulullah bahkan beliau hampir mengorbankan nyawanya sendiri bagi keimanan umatnya. Seperti dijelaskan oleh ayat ketiga surat al-Syuara ketika Allah berfirman yang artinya, “Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.”

Sementara di ayat 128 surat al-Taubah dijelaskan, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” Adapun di akhir usia beliau, Allah Swt memberi peringatan keras kepada rasul-Nya agar menyampaikan seluruh ajarannya secara sempurna kepada masyarakat, jika tidak ia akan dicabut sebagai utusan Tuhan. Hal ini karena seorang nabi jika tidak menaati perintah Allah, maka ia bukan lagi seorang Rasul.

Ayat 67 Surat al-Maidah yang dikenal dengan sebutan ayat Iblagh, menjelaskan isu-isu penting dunia setelah masalah kenabian. Di ayat yang diturunkan ketika Rasul menjelang akhir usianya tersebut, beliau diperintahkan untuk menjelaskan secara gamblang masalah penggantinya dan memperjelas kewajibat umat Islam atas masalah tersebut.

Ayat ini menyatakan, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”

Ayat 67 surat al-Maidah turun dengan nada khusus yang disertai peringatan keras kepada Nabi Muhammad dan hal ini menunjukkan sebuah masalah penting terkait risalah nabi akhir zaman ini. Dengan kata lain sesuatu yang sama pentingnya dengan kenabian tidak disampaikan, maka risalah Muhammad tidak lengkap. Di seluruh ayat al-Quran, ini adalah ayat satu-satunya yang memperingatkan Nabi dengan keras jika menyembunyikan pesan. Jika Muhammad tidak menyampaikannya maka apa yang ia sebarkan selama 23 tahun menjadi sia-sia. 

Tak diragukan lagi sesuatu tersebut bukan shalat, puasa, haji, jihad, zakat dan ajaran Islam lainnya. Hal ini karena surat al-Maidah diturunkan di akhir usia Rasulullah dan merupakan surat terakhir.

Berikut peristiwa Ghadir Khum terjadi. Tanggal 18 Dzulhijjah, karavan haji tiba di sahara Juhfah. Di sahara inilah karavan yang berasal dari berbagai daerah dan kabilah akan berpisah satu dengan yang lain. Di tempat itu, wahyu ilahi turun menyapa kalbu suci Rasul:

"Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan Tuhanmu kepada-Mu, dan jika hal ini tidak engkau lakukan, maka engkau (sama saja dengan) tidak menunaikan (sama sekali) risalah-Nya, dan Allah akan menjagamu dari (gangguan) manusia."

Wahyu ini turun dengan nada tegas dan tidak memberi peluang bagi Rasul untuk tidak melaksanakannya. Sedemikian vital tugas ini sehingga jika beliau tidak melaksanakannya, maka beliau akan dianggap tidak melaksanakan risalah Allah sama sekali. Dengan begitu akan runtuh semua fondasi risalah yang telah beliau bangun selama ini. Demi terlaksananya tugas ini, Allah berjanji akan melindungi Rasul dari gangguan musuh, dan karena itu tidak ada pula peluang bagi Rasul untuk merisaukan resiko pelaksanaan tugas tersebut.

Rasulpun bertekad untuk menyampaikan wahyu ilahi tersebut kepada umat. Dalam rangka ini, beliau memerintahkan supaya rombongan yang ada didepan kembali ke belakang, sedangkan rombongan yang di belakang beliau perintahkan agar segera menyusul ke tempat beliau berada. Sesuai instruksi Rasul, semua karavan terkumpul di suatu padang gersang yang hanya ditumbuhi rumput-rumput kering berduri dan segelintir pohon. Di tempat itu, karavan terkonsentrasi di tepi sebuah telaga tua di daerah Khum. Terik panas matahari yang tepat berada di atas kepala menjilat tubuh semua orang. Tanah dan bebatuan seakan membara sehingga banyak orang yang terpaksa menggunakan pakaiannya sebagai alas untuk menahan sengatan panas.

Dalam kondisi sedemikian sulit itu, semua orang bertanya-tanya dalam hati, gerangan apakah yang hendak dilakukan Rasul? Karena itu, perhatian semua orang terkonsentrasi kepada beliau.  Benar, di saat benak para sahabat Rasul sedang diterpa badai penasaran itulah beliau hendak menentukan garis perjalanan sejarah umat dan ajaran Islam, ajaran yang telah beliau perjuangkan dengan darah, keringat, dan air mata. Di tepi telaga itulah beliau hendak mencetuskan penggalan sejarah yang determinan bagi kehidupan spiritual dan materi umat manusia.

Peristiwa bersejarahpun berlangsung selama hampir lima jam di lokasi sekitar telaga Khoum tersebut dalam cuaca alam yang sedemikian panas. Menjelang pernyataan wasiat Rasul itu, suasana yang tadinya riuh tiba-tiba tercekam kebisuan. Gemerincing kalung-kalung onta dan kuda bahkan ikut tertelan kesunyian.

Entah karena panasnya hawa yang menyengat atau mungkin karena sedemikian besarnya risalah yang hendak beliau sampaikan, wajah nurani beliau saat itu nampak bersimbah peluh. Beliau tampil ke atas mimbar yang terbuat dari beberapa bongkah batu dan pelana onta. Semua mata tertatap kepada wajah beliau yang penuh wibawa meski sudah tergurat usia 63 tahun itu. Sedemikian anggunnya wajah beliau saat itu sehingga tatapan yang tersorotnya kepadanya dapat melunturkan panasnya sengatan surya dan letihnya perjalanan panjang yang tadinya dirasakan semua orang.

Meskipun terjadi lebih dari 1400 tahun silam, tepatnya pada tahun 10 Hijriah, namun kenangan peristiwa besar itu tetap abadi hingga sekarang. Pesan yang terungkap dalam peristiwa itu tetap terngiang dalam benak umat. Sebab, pesan yang disampaikan Rasul saat itu bukanlah pesan yang relefansinya tersekat oleh faktor ruang dan waktu dimana beliau berada, melainkan pesan universal tentang pembangunan sebuah negeri makmur yang diidam-idamkan umat. Yaitu negeri yang jika pemimpinnya tidak terpenjara di dalam rumahnya, niscaya ajaran Islam yang murni akan terus mengalir menyusuri lorong-lorong sejarah, dan tidak akan ada lagi kebangkitan kaum celaka dan jahil yang sudah tergilas oleh Islam.

Dalam rangka memperingati peristiwa yang dikenal dengan peristiwa Ghadir Khum (Telaga Khum) itu, yang harus disayangkan ialah kenyataan punahnya kesegaran alam spiritual umat akibat terabaikannya pesan agung Rasul tersebut. Duduk persoalannya bukan terletak pada masalah ternistakannya hak Imam Ali as, melainkan pada penyimpangan yang begitu fatal sehingga mengeringkan mata air yang sangat diperlukan bagi kehidupan materi dan spiritual umat manusia.

Allamah Amini menyebutkan bahwa hadis yang menceritakan peristiwa Ghadir Khum disebutkan di 16 kitab Ahlu Sunnah. Sebagian mufasir berusaha menutupi peristiwa ini dengan menafsirkan peristiwa Ghadir sebagai ungkapan kecintaan kepada Ali. Mereka berpendapat bahwa ayat sebelum dan sesudah ayat ke 67 Surat al-Maidah berbicara mengenai Ahlul Kitab dan tidak ada kaitannya dengan masalah wilayah, khilafah atau imamah.

Argumentasi ini tidak dapat diterima, khususnya bila datang dari mereka yang berkecimpung di bidang penafsiran kitab Samawi ini. Alasannya adalah kelompok ini dengan baik memahami bahwa ayat-ayat al-Quran diturunkan secara bertahap dan berdasarkan moment dan kebutuhan tertentu. Al-Quran bukan kitab klasik yang mengejar satu masalah tertentu. Oleh karena itu, dalam sebuah surat al-Quran kita akan menemukan tengah membicarakan beragam masalah di mana masing-masing fokus pada masalah tertentu, meski demikian di antara ayat-ayat dalam surat tersebut memiliki link universal.

Surat al-Maidah sendiri sebagian ayatnya membicarakan masalah Ahlul Kitab dan sebagian lain terkait peristiwa Ghadir Khum. Namun begitu dua hal ini memiliki hubungan, yakni penentuan pengganti Rasulullah juga akan memperjelas masalah Ahlul Kitab. Mereka yang berharap Islam redup dan akhirnya musnah dengan meninggalnya Rasulullah, tetap saja kehilangan harapannya dengan penentukan imamah dan wilayah Imam Ali sebagai pengganti Nabi.

Jumat, 23 Agustus 2019 19:38

Rakyat Iran Rayakan Hari Raya Ghadir Khum

Rakyat Iran di seluruh penjuru negeri, hari ini merayakan Hari Raya Ghadir Khum dan tenggelam dalam kegembiraan.

Hari ini, Selasa (20/8/2019) bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijah 1440 H, diperingati sebagai Hari Raya Ghadir Khum.

Di hari yang juga dikenal dengan Aidullah Al Akbar, Muslim Syiah di seluruh dunia menggelar perayaan di masjid-masjid, dan pusat-pusat keagamaan.

Kompleks Makam Suci Imam Ridha as di kota Mashhad, timur laut Iran, hari ini dipenuhi para pecinta Ahlul Bait as yang merayakan Idul Ghadir.

Di Hari Raya Ghadir Khum selain membaca doa dan beribadah kepada Allah Swt, biasanya masyarakat membagikan makanan dan minuman, serta saling mengucapkan selamat.

Kompleks makam Amirul Mukminin, Imam Ali bin Abi Thalib as di kota Najaf, Irak menjadi tuan rumah puluhan ribu peziarah menandai Hari Raya Ghadir Khum.

Sejak Senin malam, 19 Agustus 2019, puluhan ribu peziarah dari berbagai kota Irak dan negara-negara Muslim lainnya memadati kompleks Makam Imam Ali as.

Mereka menziarahi Makam Imam Ali as dan merayakan Idul Ghadir yang jatuh pada tanggal 18 Dzulhijjah.  

Hari ini, Selasa, 18 Dzulhijjah 1440 H yang bertepatan dengan tanggal 20 Agustus 2019 adalah Hari Raya Ghadir Khum bagi umat Islam.

Ghadir Khum adalah nama sebuah daerah antara kota Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah, di mana pada haji terakhir Rasulullah Saw, beliau mengumumkan kepada umat Islam bahwa Sayidina Ali as adalah "Wali" setelah beliau. 

Hari Arafah, hari munajat dan ibadah, hari yang dikenal dengan pengampunan dosa dan dikabulkannya tobat, hari ketika Allah Swt menyeru hamba-hamba-Nya secara khusus.

Arafah adalah salah satu hari besar Islam, dan barangsiapa yang bisa berada di padang Arafah di hari ini akan mendapatkan kemenangan yang besar.

Di hari Arafah dianjurkan melakukan amalan dan doa, salah satu doa terbaik adalah Doa Arafah, jutaan jemaah haji berbalut kain ihram di Hari Arafah, dan ucapan Labaik terdengar di seluruh penjuru padang Arafah.

Jemaah haji di Hari Arafah akan wukuf atau tinggal di padang Arafah hingga tenggelamnya matahari, mereka kemudian akan bergerak ke padang Masy'ar.

Mereka akan wukuf hingga terbitnya matahari di hari ke-10 Dzulhijjah atau Idul Adha, kemudian bergerak ke Mina dan setelah melempar jumrah, mereka akan berkurban, lalu mencukur rambut atau memotong kuku.

Rangkaian manasik haji akan ditutup dengan thawaf, sa'i antara Shafa dan Marwah, dan thawaf Nisa. 

Jumat, 16 Agustus 2019 15:23

Idul Adha, Momentum untuk Membuang Ego

Setelah selesai membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim mengumumkan perintah haji dan Allah juga menetapkan rukun-rukun haji. Di usia tua dan beratnya perjuangan berdakwah, Ibrahim diperintahkan untuk mengorbankan buah hatinya, Ismail. Sebuah ujian yang sulit bagi orang yang telah menghabiskan umurnya di jalan tauhid dan penghambaan Tuhan.

Namun, Allah Swt menguji seseorang sesuai dengan kadar kemampuannya dan tentu saja ujian yang dihadapi oleh para nabi lebih sulit dan lebih berat dari manusia biasa.

Nabi Ibrahim as mulanya memberitahu Ismail tentang perintah untuk berkurban dan berkata, “Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ismail menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Ibrahim berada dalam dua situasi antara kecintaan kepada buah hatinya dan kecintaan kepada Allah, tetapi ia tunduk pada perintah-Nya. Ia membawa Ismail ke tanah Mina untuk dikorbankan dan ketika sampai di sana, Ismail berkata, “Wahai ayahku! Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba dan kecintaan kepada anak tidak menjauhkanmu dari ketaatan kepada Allah.”

Ismail – sama seperti ayahnya – memiliki derajat spiritual dan makrifat yang tinggi kepada Allah. Ibrahim menutupi wajah putranya dan mulai meletakkan pisau di lehernya, tetapi atas kehendak Allah, leher Ismail tidak tersayat oleh pisau itu. Seketika, seekor kibas muncul di hadapan Ibrahim dan terdengar suara dari langit, “Hai Ibrahim! Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.”

Hari ini para jamaah haji juga melakukan kurban sebagai bentuk ketaatan dan mereka berkata, “Ya Ilahi, kami sama seperti Ibrahim juga tunduk kepada-Mu. Kami telah menanggalkan ketergantungan duniawi dan memutuskan rantai belenggu hawa nafsu sehingga kami bisa dekat kepada-Mu lebih dari sebelumnya.”

Kaum Muslim merayakan Idul Adha di setiap tahun. Mereka memulainya dengan mandi sunnah, memakai pakaian yang paling bagus, dan menggunakan wewangian. Setelah shalat eid, mereka membuka pintu silaturahim dan merayakan hari yang bahagia ini.


Di antara amalan Idul Adha adalah jamaah haji wajib berkurban dalam manasik haji, sementara kaum Muslim yang tidak berhaji dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban. Semua amalan ini dilakukan untuk meraih keridhaan Ilahi dan mencapai derajat takwa.

Pada hari ini, kaum Muslim menyembelih kambing, sapi, atau unta dan kemudian membagi-bagikan dagingnya kepada fakir-miskin. Sejumlah riwayat menganjurkan orang-orang untuk berkurban pada Idul Adha sehingga kaum dhuafa dan fakir-miskin juga memperoleh makanan.

Selain berkurban dan membangun solidaritas sosial, ada juga amalan dan shalat-shalat sunnah yang dikerjakan pada hari raya ini. Pelaksanaan amalan ini adalah kesempatan untuk memperoleh makrifat dan kesempurnaan yang tinggi.

Seorang arif besar, Almarhum Mirza Jawad Maleki Tabrizi mengenai amalan Idul Adha mengatakan, “Dengan tibahnya hari raya, kerjakanlah semua amalan yang mendatangan keridhaan dan mengundang kasih sayang-Nya. Allah Swt adalah pemilik dunia dan akhirat serta kehidupan dan kematian kalian, dan kita tidak boleh lalai terhadap Tuhan yang maha pengasih dan penyayang ini.

Di pagi hari, mandilah dengan niat untuk mensucikan hati dari kehadiran selain Tuhan. Kemudian lantunkanlah takbir “Allahu Akbar” dan dengan takbir ini, seluruh makhluk terlihat kecil dan tidak berarti apa-apa di hadapan keagungan Tuhan. Dengan niat menghiasi diri dengan pakaian takwa dan akhlak mulia, pakailah baju yang paling bersih dan kemudian bergeraklah ke masjid untuk menunaikan shalat ied.” 

Jumat, 16 Agustus 2019 15:19

Pesan Haji Rahbar 1440 Hijriah

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei setiap tahun menyampaikan pesan haji kepada seluruh umat Islam sedunia. Pada musim haji tahun 2019 ini beliau juga menyampaikan pesannya berikut ini:

Bismillahirrahmanirrahim

 

بسم الله الرّحمن الرّحیم

والحمدلله ربّ العالمین و صلّی الله علی رسوله الکریم الامین، محمّد خاتم النّبیّین، و علی آله المطهّرین سیّما بقیّة الله فی الارضین، و علی اصحابه المنتجبین و من تبعهم باحسان الی یوم الدّین.

 

Musim haji setiap tahun adalah tempat rahmat Tuhan bagi umat Islam. Seruan al-Quran tentang وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji..." (Surat al-Hajj ayat 27) adalah panggilan untuk semua orang di sepanjang sejarah untuk datang ke jamuan rahmat ini, sehingga hati dan jiwa yang mencari Tuhan, dan pikiran dan pandangan mereka mendapat manfaat dari berkahnya, dan setiap tahun, pelajaran dan ajaran haji menyebar ke seluruh dunia Islam melalui masyarakat.

Haji menghadirkan skala miniatur serangkaian pilar dan dasar-dasar utama masyarakat Islam melalui ramuan zikir dan ibadah –yang merupakan elemen kunci dalam bimbingan dan kemajuan individu dan masyarakat–, di samping komunitas dan persatuan yang melambangkan umat yang satu, bersamaan dengan gerakan dalam satu pusat dan di jalan yang menuju kepada tujuan bersama, di mana ini merupakan kunci dari upaya dan motivasi umat yang berlandaskan tauhid, dan melalui harmoni di antara setiap jamaah haji,yang tidak ada perbedaan, yang menunjukkan tanda penghapusan diskriminasi dan pemberian kesempatan yang sama kepada semua orang.

Setiap ritual haji termasuk ihram, tawaf, sa'i, wuquf, melempar jumrah, bergerak dan diam adalah petunjuk simbolik dari bagian penggambaran yang disajikan oleh Islam tentang masyarakat ideal.

Pertukaran pengetahuan dan kepemilikan di antara orang-orang dari berbagai negara dan tempat yang berjauhan, dan penyebaran kesadaran dan pengalaman, saling bertukar informasi satu sama lain tentang kondisi masing-masing, penghapusan kesalahpahaman, pendekatan hati, dan akumulasi kekuatan untuk menghadapi musuh bersama, adalah pencapaian penting dan luar biasa dari ibadah haji, yang tidak dapat dicapai melalui ratusan pertemuan biasa.

Ritual baraah –yang berarti menolak semua kekejaman, kejahatan, dan keburukan dari para tiran setiap zaman, dan bangkit melawan intimidasi dan pemerasan oleh para arogan di sepanjang sejarah– adalah salah satu berkah besar haji, dan peluang bagi bangsa-bangsa Muslim yang tertindas.

Hari ini, baraah dari front syirik dan kafir serta arogan, terutama Amerika Serikat berarti baraah dari pembunuhan terhadap orang-orang tertindas, dan penolakan atas perang. Hal itu juga berarti mengutuk poros-poros terorisme, termasuk Daesh (ISIS) dan Blackwater. Yang berati pula seruan umat Islam tentang rezim pembunuh anak-anak, Zionis, dan para pendukung dan penyokongnya. Juga bermakna kecaman terhadap pengobaran perang oleh Amerika dan sekutunya di kawasan yang sensitif di Asia Barat dan Afrika Utara, yang telah mendorong penderitaan dan penindasan bangsa-bangsa, di mana setiap hari membawa bencana besar bagi mereka. Hal itu juga bermakna menolak rasisme dan diskriminasi berdasarkan geografi, ras, dan warna kulit, serta menolak perilaku arogan dan bengis dari kekuatan agresif dan menolak hasutan terhadap perilaku terhormat, mulia dan adil yang diserukan kepada semua orang oleh Islam.

Ini hanya beberapa berkah dari ibadah haji, di mana Islam yang murni memanggil kita ke sana. Dan ini adalah simbol penjelmaan dari bagian penting dari cita-cita masyarakat Islam, di mana setiap tahun menciptakan pertunjukan besar dan penuh isi melalui masing-masing umat Islam, dan memanggil semua orang melalui bahasa yang jelas, untuk berupaya menciptakan masyarakat yang seperti itu.

Elit-elit dunia Islam dari berbagai negara, yang beberapa di antaranya saat ini hadir dalam ritual ibadah haji, memikul tugas penting dan berat. Pelajaran ini harus disampaikan ke semua bangsa dan publik melalui upaya keras dan inisiatif mereka, dan pertukaran ide dan pemikiran spiritual, motivasi, pengalaman, dan pengetahuan harus diwujudkan oleh mereka.

Saat ini, salah satu masalah terpenting dunia Islam adalah Palestina yang berada di puncak semua masalah politik umat Islam, terlepas dari aliran pemikiran, ras, dan bahasa mereka. Penindasan dan kezaliman terbesar selama abad-abad terakhir ini terjadi di Palestina. Dalam peristiwa yang menyakitkan ini, semua yang dimiliki sebuah bangsa seperti tanah, rumah, lahan pertanian, harta benda, martabat, dan identitas mereka,  telah dirampas.

Dengan taufik ilahi, bangsa ini tidak menyerah untuk kalah, dan belum menyerah, dan hari ini, mereka berada di medan perang dengan lebih antusias dan lebih berani dari pada kemarin. Tetapi hasil upaya mereka membutuhkan bantuan dari semua umat Islam. Trik "Kesepakatan Abad" yang telah disiapkan oleh AS yang zalim, dan para pengkhianat yang menyertainya, adalah kejahatan terhadap umat manusia, dan bukan hanya kejahatan terhadap bangsa Palestina.

Kami mengundang semua orang untuk berpartisipasi aktif untuk mengalahkan makar dan penipuan musuh, dan dengan kekuatan dan pertolongan Allah Swt, kami menganggap trik tersebut dan semua tipu muslihat front arogan ditakdirkan untuk gagal dalam menghadapi upaya dan iman Front Muqawama (perlawanan).

Allah SWT berfirman:

 أَمْ يُرِيدُونَ كَيْدًا ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا هُمُ الْمَكِيدُونَ ﴿٤٢﴾

"Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu merekalah yang kena tipu daya." (Surat at-Tur ayat 42). Maha Benar Allah atas segala firman-Nya. Saya memohon kepada Allah Swt agar semua jemaah haji yang terhormat mendapat taufik, rahmat dan 'afiah serta diterima ibadahnya.

Sayid Ali Khamenei

14 Mordad 1398 Hs

3 Dzulhijjah 1440 H

5 Agustus 2019

Imam Hadi as lahir ke dunia pada tanggal 15 Dzulhijjah 212 HQ di sebuah desa bernama Sharya, dekat Madinah. Keberadaannya menyinari bagian kegelapan dari kebodohan dan ketidakberimanan. Bayi yang kemudian menjadi sumber kejayaan dan kebanggaan Islam.

Kita berada di peringatan hari kelahiran seorang Ahlul Bait as. Hari kelima belas dari bulan Dzulhijjah bertepatan dengan kelahiran Imam Hadi as. Tidak diragukan lagi bahwa hari-hari kelahiran para wali Allah dipenuhi dengan berkah dan kebaikan. Di hari ini, kami memohon kebahagiaan Anda kepada Allah dan sekaligus mengucapkan selamat atas kelahiran Imam Hadi as.


Imam Hadi as setelah ayahnya, Imam Jawad as gugur syahid, mengambil tanggung jawab memimpin umat Islam selama 33 tahun. Di masa Imam Hadi as, masyarakat Islam mengalami periode penuh pergolakan. Batas geografi dunia Islam sudah sangat luas dan banyak pemikiran dari bangsa-bangsa lain yang masuk ke dalam masyarakat Islam, sehingga terbentuk banyak aliran pemikiran. Setiap pemikian ini memiliki akidah dan kepercayaan khusus yang disebarkannya. Akhirnya, konflik dan perselisihan yang merugikan terjadi dan tidak dapat dielakkan di antara para pemikiran yang ada.

Sementara kebijakan pemikiran para penguasa Bani Abbasiah dan bagaimana mereka mengikuti dan mendukung sebagian pemikiran justru menambah perselisihan yang ada. Kedengkian, fanatik dan memanfaatkan agama serta permusuhan begitu terlihat nyata, sehingga pada puncaknya semua faktor yang ada merugikan masyarakat Islam, khususny pengikuti Syiah dan pecinta Ahlul Bait as.

Imam Hadi as mengikuti secara penuh Sunnah Rasulullah Saw dan berusaha serius untuk merealisasikan persatuan umat Islam. Persatuan umat Islam merupakan prinsip dan nilai-nilai yang mendapat penegasan Nabi Muhammad Saw dan menurut beliau, kemuliaan dan kekuatan umat Islam di semua bidang berada di bawah cahaya persatuan dan solidaritas dalam menghadapi musuh bersama.

Imam Hadi as menerapkan mekanisme dan metode yang beragam untuk mempertahankan persatuan dan menciptakan koherensi di antara umat Islam. Salah satu mekanisme paling penting yang diterapkan beliau adalah penekanan akan dua prinsip bersama. Imam Hadi as sangat memperhatikan al-Quran dan perilaku Nabi Muhammad Saw sebagai dua prinsip bersama dalam kehidupan umat Islam dan bersandar pada keduanya dalam banyak kasus.

Dalam surat kepada para pengikut Syiah yang membahas mengenai perselisihan mereka, beliau menulis, "... Sesungguhnya seluruh umat Islam sepakat bahwa al-Quran itu benar dan tidak ada keraguan di dalamnya... Karenanya, ketika al-Quran bersaksi akan kebenaran sebuah riwayat, maka umat Islam harus mengakui riwayat tersebut. Karena ketika semua sepakat akan prinsip kebenaran al-Quran, keluarnya sekelompok umat Islam dari prinsip ini sama artinya dengan keluar dari umat Islam." Dengan demikian, sesuai dengan yang disampaikan Imam Hadi as, tidak ada satupun muslim yang meragukan prinsi al-Quran. Dari sini, bila al-Quran membenarkan sebuah berita, semua umat Islam harus menerimanya.


Imam Hadi as di sebagian urusan mazhab dan khususnya orang-orang Syiah menetapkan metode dan perilaku Rasulullah Saw sebagai parameter dalam pekerjaannya. Sebagai contoh, ketika sakit, beliau meminta kepada Abu Hasyim al-Ja'fari, seorang alim dan tokoh Syiah untuk mengirim seseorang dari yang dikenal dan Syiah ke Karbala untuk berdoa demi kesembuhan dirinya. Abu Hasyim mengutus seorang bernama Ali bin Bilal yang menerima perintah tersebut. Ia berkata, Imam sejajar dengan pribadi yang berada di Hair. Yakni, Imam Hadi as sejajar dengan Imam Husein sebagai Imam dan doa beliau untuk dirinya sendiri tentu lebih unggul dariku dan lebih cepat diijabahi.

Abu Hasyim mengabarkan berita ini kepada Imam dan sebagai jawabannya beliau berkata, "Nabi Muhammad Saw lebih mulia dari Ka'bah dan Hajar al-Aswad, tapi tetap mengitari dan thawaf mengelilingi Ka;bah dan mencium Hajar al-Aswad. Allah Swt memiliki tempat di bumi yang disukai agar manusia beribadah di sana dan di tempat-tempat yang diinginkan Allah ini, bila ada yang memohong kepada-Nya, pasti Allah kabulkan. Kuburan Imam Husein as termasuk salah satu dari tempat tersebut."

Taqiyah merupakan salah satu instrumen penting di bidang budaya dan sosial yang digunakan oleh para Imam Syiah as, khususnya pasca syahadah Imam Husein as. Di masa Imam Hadi as, dikarenakan kondisi yang mencekam dan tekanan yang luar biasa khalifah kepada para pengikut Syiah dan keluarga Ahlul Bait as, perhatian terhadap taqiyah menjadi lebih besar, sehingga sebagian Syiah terpaksa harus menutupi akidahnya, bahkan ada yang terpaksa menyatakan keyakinan yang bertentangan dengan apa yang diyakininya.

Sebagaimana seorang Syiah yang berada dalam kondisi yang demikian, maka ia terpaksa menyatakan keyakinan yang berbeda dengan akidahnya. Setelah itu, ia menanyakan masalahnya kepada Imam Hadi as. Waktu itu Imam Hadi as membenarkan apa yang dilakukannya dan mengabarkannya bahwa dirinya akan bersama Imam di surga yang paling tinggi dan menyebut itu merupakan pahala Allah karena akidahnya. Dalam riwayat Imam Hadi as menilai meninggalkan taqiyah seperti orang yang meninggalkan shalat dan berkata, "انِّ تارِکَ التَّقیهِ کتارکِ الصَّلوهِ."

Doa dalam al-Quran memiliki posisi dan urgensi khusus serta dikenal sebagai senjata orang mukmin dan tiang agama. Imam Hadi as secara khusus memberikan perhatian akan doa dan memanfaatkannya untuk memindahkan pengertian dan kandungan agama. Sejatinya, beliau menjelaskan banyak masalah agama seperti nilai-nilai akhlak dan posisi Ahlul Bait as dalam bingkai doa seperti yang dilakukan sebelumnya oleh Imam Sajjad as.


Imam Hadi as dalam salah satu doanya, setelah memuji Allah, permohonan pertamanya dari Allah Swt adalah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw dan keluarga sucinya dan berkata, "Ya Allah! Kebutuhan pertaku yang aku mohon kepada-Mu adalah bertawasul dan mendekatkan diri dengan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Aku memohon kepada-Mu shalawat terbaik yang pernah Engkau perintahkan dan salam terbaik yang diinginkan dari hamba-Mu dan aku mohon agar sampaikan shalawat kepadanya dan keluarganya hingga Hari Kiamat"

Melanjutkan doanya, Imam Hadi as memohon kebutuhannya disertai dengan shalawat dan memohon agar ia tidak dipisahkan dari Ahlul Bait as dan menerima perbuatannya dengan bertawasul kepada mereka. Karenanya beliau memohon, "Ya Allah! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad serta di dunia dan akhirat jangan pisahkan aku dengan mereka dan terima perbuatanku karena mereka."

Penyimpangan pemikiran dan keyakinan merupakan konflik penting yang sering terjadi di dunia Islam waktu itu, bahkan sampai sekarang. Di masa keimamahan Imam Hadi as, muncul banyak khurafat dan penyimpangan akidah yang akarnya bila ditelusuri sampai kepada pemerintahan Imam Ali as. Di masa itu, sebagian orang yang imannya lemah ketika melihat keramat dan keagungan Imam Ali as, mereka menisbatkan sifat-sifat ketuhanan yang hanya khusus bagi Allah dan meyakini derajat beliau bahkan di atas Imam dan Nabi Muhammad Saw.

Imam Ali as melawan mereka dan selama itu pula beliau selalu menekankan bahwa para pengikut Syiah terkait hak para Imam tidak boleh melewati batas seorang hamba. Beliau bukan saja menilai permusuhan dengan Ahlul Bait as sebagai faktor kebinasaan, tapi juga kecintaan yang ekstrem juga penyebab kehancuran mereka. Beliau berkata, "Dua kelompok yang menelusuri jalan kesalahan tentang diriku dan akan binasa; pecinta yang berlebihan dalam cintanya dan musuh yang ekstrem dalam kedengkiannya."

Namun setelah Imam Ali as, kelompok yang menentang Syiah, khususnya para khalifah Bani Umayah dan Abbasiah berusaha menciptakan perselisihan di antara para pecinta Ahlul Bait as dan juga berusaha agar semua masyarakat menjadi benci, mereka berusaha menyebarkan akidah ini. Pada periode Imam Hadi as, salah satu masalah budaya masyarakat Islam adalah sikap ekstrem ini yang mendapat dukungan serius dari para khalifah Bani Abbasiah.

Imam Hadi as sendiri memahami pentingnya menghadapi kelompok ekstrem dan sesat ini dan bangkit melawan mereka. Selain menyampaikan dirinya berlepas tangan dari mereka, beliau juga memerintahkan pengikut Syiah untuk menjauhi mereka lalu mengungkap akidah sesat mereka. Sebagaimana dalam surat yang diberikan kepada salah satu sahabatnya menyebut beliau berlepas tangan dari pribadi seperti Qahri dan Ibn Baba Qummi dan memperingatkan seluruh Syiah akan dua orang ini. Dalam suratnya itu, Imam Hadi as menjelaskan juga alasannya, "Ibn Baba beranggapan saya mengutusnya sebagai nabi dan ia adalah bab atau pimpinan saya. Allah Swt melaknatnya. Setan telah menguasai dirinya dan ia telah sesat."

Dengan mencermati situasi mencekam di pusat khilafah Islam dan larangan mereka untuk melaksanakan prinsip dan dasar Islam yang hakiki, para Imam Maksum as berusaha mendidik para tokoh hebat, sehingga dengan cara ini dapat mendidik dan mengajar masyarakat secara tidak langsung. Sesuai dengan bukti-bukti sejarah, Imam Hadi as setidaknya berhasil mendidik 185 murid di pelbagai bidang ilmu pengetahuan Islam. Di antara mereka banyak yang menjadi ulama dan ahli fiqih dan  memiliki banyak karya tulis.

Imam Hadi as
Sayid Abdul Azhim al-Hasani as yang makam sucinya di kota Rey, Tehran, termasuk murid Imam Hadi as. Fadhl ibn Syadzan juga termasuk sahabat dan murid terkenal Imam Hadi as. Ia memiliki posisi terkenal, dimana Imam Hasan Askari as berkata, "Saya merasa warga Khurasan sangat beruntung karena ada Fadhl bin Syadzan bersama mereka." Menarik bahwa setiap murid Imam Hadi as yang terkenal ada di pelbagai daerah. Sayid Abdul Azhim di kota Rey, Fadhl bin Syadzan di Khorasan, Husein bin Said al-Ahwazi di kota Ahwaz dan lain-lain.

Selain itu, para murid dan sahabat terkenal Imam Hadi as juga ternyata ada yang bekerja di istana. Ibnu Sikkit adalah seorang alim terkenal termasuk dari murid Imam Hadi as dari jenis ini. Ia adalah murid Imam tapi menyusup di istana Bani Abbasiah dan bahkan hadir dalam sesi debat yang dipersiapkan untuk Imam Hadi as.

Sayidah Maryam adalah ibu Nabi Isa as termasuk wajah yang menonjol dalam al-Quran, dimana namanya disebutkan sebanyak 34 kali di sejumlah ayat dan surat. Sementara kisahnya yang memberi pelajaran disebutkan sebagai 30 ayat dalam surat yang sesuai dengan namanya.

Tentu saja semua mengenal nama Maryam as. Seorang perempuan terpilih dan pencari kebenaran yang bukan saja populer dan memiliki kemuliaan khusus di kalangan umat Islam, tetapi menjadi teladan suci di antara agama-agama ilahi lainnya.

Hari ini, manusia berusaha untuk mencari teladan yang jujur dan benar, berbeda dengan contoh yang ada, mereka berharap teladan  ini memiliki pesan bagi kehidupan, kemuliaan dan kejujuran. Para sosiolog percaya bahwa kekacauan masyarakat disebabkan prinsip pendidikan dan budaya yang salah, yang diketengahkan mayoritas media mainstream dan penting dunia sebagai teladan palsu dan untuk menanganinya diperlukan pendekatan dengan nilai-nilai moral, kemanusiaan dan menampilkan teladan yang kokoh dan bijak bagi masyarakat manusia. Kehidupan Sayidah Maryam as dijelaskan dalam al-Quran sedemikian rupa menjadi simbol komprehensif dan dinamis bagi manusia, khususnya perempuan hari ini dan menjadi solusi untuk melangkah di jalur yang suci dan masyarakat yang sehat.

Sayidah Maryam adalah ibu Nabi Isa as termasuk wajah yang menonjol dalam al-Quran, dimana namanya disebutkan sebanyak 34 kali di sejumlah ayat dan surat. Sementara kisahnya yang memberi pelajaran disebutkan sebagai 30 ayat dalam surat yang sesuai dengan namanya. Sayidah Maryam lebih sering disebutkan sebagai ibu Nabi Isa as dan dikenal sebagai satu dari empat perempuan besar dan mulia dalam agama-agama Ibrahim.

Mengenai bagaimana al-Quran memuji Sayidah Maryam termaktub dalam ayat 12 surat Maryam, ketika Allah berfirman, "Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat."

Begitu juga pada ayat 42 surat Ali Imran disebutkan, "Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)."

Al-Quran menceritakan petualangan perempuan agung dengan dengan penjelasan yang indah dan menarik, sehingga pembaca kisahnya seakan tersihir akan keagungan dan kekuasaan Allah. Kini tiba saatnya kita menikmati petulangan ini lewat bahasa al-Quran. Kita akan memulai kisahnya dari ayat 34 surat Ali Imran.

Hannah adalah istri Imran, perempuan bertakwa. Ketika hamil, ia berdoa dan bermunajat kepada Allah dan di waktu itu juga ia bernazar agar anaknya menjadi pelayan rumah Allah, sehingga hanya Allah yang disembahnya dan berada di bawah pemeliharaan-Nya. Ketika anaknya lahi, Hannah terlihat pucat dan dengan menyesal ia menampilkan kesedihannya lewat bibirnya dan berkata, "Ya Allah! Saya telah bernazar agar anakku akan melayanimu, tapi yang lahir perempuan. Sekarang saya memberinya nama Maryam dan jaga dia dan anaknya dari kejahatan setan."

Istri Imran belum selesai menuturkan doanya, ketika Nabi Allah, Zakariya yang masih termasuk keluarganya dengan gembira memasuki rumah mereka dan berkata, "Kabar gembira buatmu Hannah. Allah Swt menerima anak perempuanmu untuk melayani rumah Allah dan mengabarkan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang diberikan." Pada waktu itu, mata Hannah bersinar-sinar karena gembira.

Gambaran Maryam yang maksum dan suci membuat para pelayan Baitul Maqdis saling berebut untuk memeliharanya. Seseorang berkata, "Saya akan memeliharanya seperti anakku sendiri." Yang lain berkata, "Engkau tidak selalu berada di tempat beribadah, tapi saya selalu berada di sini siang dan malam. Saya akan menjaganya." Zakariah bergabung dengan mereka dan berkata, "Maryam masih termasuk keluargaku dan saya adalah seorang nabi. Saya pribadi akan memelihara anak perempuan ini."

Ada seseorang yang maju di depan mereka dan berkata, "Jangan membahas masalah ini lebih dari yang ada. Lemparkan kayu untuk mengundi ke dalam air. Kayu siapa yang yang muncul ke permukaan air, maka kita akan menyerahkan pemeliharaan anak ini kepadanya."

Para pelayan rumah Allah dengan satu suara berkata, "Usulan yang sangat baik." Mereka semua menanti di dekat air dengan wajah cemas berharap dirinya yang menang. Semua merasa takjub karena kayu yang naik ke permukaan air milik Zakariya. Seakan-akan Allah berkehendak agar anak ini mengawali hidupnya di lingkungan nabi Allah. Zakariya yang tidak punya anak dengan senang berkata, "Saya akan membuat kamar untuknya di tempat tinggi dari tempat ibadah dan saya akan menjaganya seperti jiwaku sendiri."

Setelah itu, Sayidah Maryam dibawa ke Baitul Maqdis untuk ibadah dan selama di sana beliau beribadah di bawah pengawasan Nabi Zakariya as. Makanan di sana sangat sederhana dan sedikit. Tapi setiap kali Nabi Zakariya mengunjungi Maryam di mihrab, tempatnya beribadah, ia menyaksikan buah-buahan surga dan rezeki maknawi di sisi Maryam. Nabi Zakariya bertanya, "Wahai Maryam! Dari mana semua rezeki yang diperuntukkan kepadamu ini?" Cara pandang mendalam dan hati nurani Maryam sedemikian jauhnya, sehingga beliau menjawab kepada Nabi Zakariya, "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab." (Ali Imran ayat 37) Pada intinya Sayidah Maryam menilai segalanya berasal dari Allah dan melihatnya pada Allah. Inilah puncak penghambaan dan kesempurnaan manusia.

Ketika Maryam semakin tumbuh besar semakin bertambah pula nilai-nilai spiritual dalam dirinya. Kehormatan dan keseriusannya menjaga dirinya benar-benar terkenal di seluruh daerah. Suatu hari, ketika Maryam sedang beribadah, ia mendengar suara panggilan yang mengatakan, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'." (Ali Imran: 42-43)

Ayat-ayat al-Quran dalam kelanjutan kisah Sayidah Maryam berbicara dengan penuh kelembutan samawi dan kesucian pribadi zuhud dan penuh keramatnya dan bagaimana beliau hamil padahal begitu menjaga dirinya. Al-Quran mengingatkan peran perempuan yang memberi kehidupan dan derajatnya yang tinggi dalam menghadirkan dan mendidik manusia yang akhirnya mengubah sejarah. Maryam pribadi yang mendapat pesan dari Allah dan memberinya kehormatan akan wahyu-Nya. Dengan bersandar pada ayat 42-44 surah Ali Imran, para malaikat berbicara dengannya. Mereka memberi kabar gembira dari Allah Swt akan kelahiran Isa as. Ayat 45 surah Ali Imran menyebutkan, "(Ingatlah), ketika Malaikat berkata, "Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al Masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)."
Sejak saat itu, kehidupan Sayidah Maryam memasuki tahapan baru dari kehidupannya. Kondisi ketika perempuan suci ini mendapat tuduhan dan upaya mengosongkan dirinya dari nilai-nilai yang selama ini dimilikinya. Tapi ia tetap dengan ibadanya yang menjadi jembatan kokoh antara dirinya dengan Allah yang Maha Pengasih. Dengan cara ini, beliau meraih lingkaran hubungan antara kesehatan jiwa dan ketenangan hakiki. Karenanya, di balik rahmat dan hidayat Allah dan juga ketegarannya membuatnya menjadi pribadi yang layak dipuji, sementara kesuciannya sebagai modal berharga bagi seorang perempuan.

Pada makalah selanjutnya akan dijelaskan mengenai bagaimana Maryam melahirkan anaknya.

Jumat, 16 Agustus 2019 15:13

MAPIM Malaysia Kritik AS Sanksi Iran

Ketua Majlis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM) sekaligus pemenang hadiah HAM Islam menilai sanksi ilegal AS terhadap Republik Islam Iran sebuah pelanggaran nyata Hak Asasi Manusia di dunia.

Seperti dilaporkan IRNA, Mohd Azmi Bin Abdul Hamid menekankan, sampai hari ini tidak ada negara Barat yang melawan sanksi sepihak AS terhadap Iran dan ini menunjukkanbahwa HAM berubah menjadi alat untuk mendominasi negara lain yang tidak selaras dengan kepentingan Barat.

Sanksi anti Iran
Ia mengatakan, Barat menerapkan standar ganda terkiat HAM dan menunjukkan sifat munafik. Barat menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki kecenderungan untuk mendukung HAM.