کمالوندی
Rahbar Minta Semua Pihak Serius Atasi Covid-19 di Iran
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar dalam sebuah pernyataan via televisi, menganggap gelombang baru pandemi Corona di Iran sebagai masalah pertama negara dan mendesak.
Ayatullah Sayid Ali Khamenei pada hari Rabu (11/8/2021), mengatakan bahwa perlu diambil metode pertahanan baru dan lebih kuat untuk menghadapi mutasi virus Covid-19.
“Kematian lebih dari 500 orang dalam satu hari dan kesedihan keluarga mereka serta penularan puluhan ribu orang dan masalah pengobatan mereka, benar-benar menyakitkan. Hati setiap orang Muslim akan tersiksa melihat peristiwa ini. Oleh karena itu, kita berkewajiban untuk menangani situasi ini,” kata Rahbar.
Rahbar menyebut ultimatum satu minggu yang diberikan oleh presiden untuk mengumpulkan usulan dan masukan tentang penanganan Covid-19 sebagai sebuah langkah yang baik.
“Pada waktunya nanti, semua masukan harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Setiap tindakan yang diperlukan harus diputuskan dan ditindaklanjuti dengan tegas,” imbuhnya.
Ayatullah Khamenei menilai kelelahan luar biasa serta tekanan fisik dan mental yang dihadapi oleh tenaga kesehatan sebagai sebuah keprihatinan besar. “Saya dengan tulus berterima kasih kepada para dokter, perawat dan tim medis yang sedang berjihad,” tambahnya.
Ia juga menekankan perlunya meningkatkan jumlah pelacakan dan tes Covid-19. Di awal pandemi, tes massal untuk melacak orang sakit sudah berjalan yang merupakan sebuah kegiatan yang baik. Jaringan kesehatan harus melakukan ini dengan bantuan organisasi Basij.
“Pemerintah dan perusahaan asuransi harus membantu sehingga semua orang dapat melakukan tes Corona gratis secara besar-besaran,” ujarnya mengacu pada mahalnya biaya tes untuk mendeteksi virus Covid-19.
Di bagian lain, Ayatullah Khamenei berbicara tentang masalah pemenuhan vaksin Covid-19 dan mengatakan, untungnya dengan adanya produksi vaksin di dalam negeri, jalur untuk impor juga sudah terbuka, padahal sebelum itu para produsen vaksin asing tidak memenuhi janjinya meski biaya vaksin sudah dibayar.
“Vaksin baik yang diimpor maupun yang diproduksi di dalam negeri, harus dipenuhi dengan upaya berlipat ganda dan dengan cara apa pun yang mungkin dan harus tersedia untuk semua masyarakat,” tegasnya.
Berbicara tentang keterlibatan aktif angkatan bersenjata pada bulan-bulan pertama perang melawan pandemi, Rahbar mengatakan angkatan bersenjata masih bekerja sampai sekarang, tetapi mereka harus membantu rakyat dengan semua kemampuan.
Menurut Ayatullah Khamenei, sebagian dari masalah juga berasal dari ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan.
“Dengan kepatuhan yang sama di awal pandemi, masyarakat harus sepenuhnya mematuhi protokol sehingga keselamatan dirinya dan orang lain tidak terancam,” pungkasnya.
Presiden Iran Minta Semua Pihak Berperan Cegah Covid-19
Presiden Republik Islam Iran Sayid Ebrahim Raisi mengatakan, pengendalian gelombang baru Corona membutuhkan peran dari semua pihak.
“Departemen Luar Negeri juga harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk meningkatkan dan mempercepat impor vaksin,” kata Raisi dalam rapat kabinet di Tehran, Rabu (11/8/2021) seperti dilaporkan Iran Press.
Ia menganggap pengendalian dan penanganan wabah Corona sebagai persoalan utama yang dihadapi Iran saat ini.
“Pengendalian Covid-19 yang naik tajam akhir-akhir ini, seperti semua masalah akut lainnya, mengharuskan semua pejabat terjun ke lapangan, semua kapasitas negara dan fasilitas harus tersedia untuk pemerintah sehingga lembaga-lembaga lain di bidang ini dapat memanfaatkannya secara efektif,” imbuh Raisi.
Menurutnya, jika semua kapasitas negara tidak digunakan untuk mengatasi penyebaran Corona, maka akan sulit untuk keluar dari situasi yang tidak bagus saat ini.
“Semua orang yang punya mimbar harus menjelaskan kepada masyarakat bahwa mengendalikan gelombang wabah Corona saat ini membutuhkan peran semua pihak,” kata Raisi.
Dia menambahkan bahwa pemerintah dan semua lembaga negara, angkatan bersenjata dan semua sektor lain harus bekerja dengan sekuat tenaga dan prioritas pertama dan utama mereka adalah Corona.
Raisi meminta menteri luar negeri untuk mengambil langkah-langkah dan tindak lanjut yang diperlukan untuk mempercepat dan meningkatkan impor vaksin ke Iran.
“Para pejabat dari kementerian kesehatan dan lembaga-lembaga seperti, Masyarakat Bulan Sabit Merah harus menggunakan kemampuan maksimalnya untuk memperluas dan mempercepat vaksinasi publik,” pungkasnya.
Presiden Iran Pimpin Rapat Pemulihan Ekonomi Nasional
Rapat Dewan Koordinasi Perekonomian Nasional Iran dihadiri presiden, ketua dewan legislatif dan yudikatif negara ini.
Pusat penerangan kantor Presiden Iran hari Rabu (11/8/2021) melaporkan, Rapat Dewan Koordinasi Ekonomi Nasional dipimpin langsung oleh Sayid Ebrahim Raisi untuk membahas pemulihan ekonomi.
Presiden Republik Islam Iran dalam pertemuan ini menekankan ketersediaan pasokan barang-barang pokok dan cadangan strategis negara yang tepat waktu dan memadai.
"Kita perlu menyediakan barang-barang pokok dan kebutuhan rakyat dan menyiapkan cadangan strategis negara," ujar Raisi.
Presiden Iran juga menekankan ketepatan dalam memperkirakan dan strategi penyediaan devisa dan sumber daya finansial untuk penyediaan barang kebutuhan pokok.
Gubernur Bank Sentral Iran dalam rapat ini juga menyampaikan laporan kebutuhan devisa dan jumlah kebutuhan pokok negara.
Iran Kesal dengan Sikap Lancang Dubes Inggris dan Rusia
Hossein Amir-Abdollahian, penasihat khusus urusan internasional untuk ketua Parlemen Iran, mengkritik langkah duta besar Rusia dan Inggris di Tehran yang memposting foto berbau hinaan.
"Tindakan non-diplomatis yang dilakukan oleh dua dubes asing di Tehran telah membuat opini publik di Republik Islam Iran tersakiti," kata Amir-Abdollahian di akun Twitternya, Kamis (12/8/2021).
"Tindakan ini telah mengabaikan etika diplomatik dan kehormatan masyarakat Iran. Kesalahan ini perlu diperbaiki," imbuhnya.
Sebelumnya, Dubes baru Inggris untuk Iran, Simon Shercliff bertamu ke Kedutaan Besar Rusia di Tehran dan kemudian sengaja berfoto dengan dubes Rusia di teras yang pernah dipakai oleh Presiden AS waktu itu, Franklin Roosevelt, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill, dan Pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin selama Konferensi Tehran.
Roosevelt, Churchill dan Stalin menggelar konferensi 1943 di Tehran selama era Perang Dunia II tanpa memberitahu pemerintah Iran.
Foto dubes Inggris dan Rusia diambil di teras yang sama untuk mengingatkan kembali pertemuan antara pemimpin Amerika, Inggris, dan Uni Soviet, yang tanpa melibatkan Iran sebagai tuan rumah. Foto itu kemudian diposting di akun resmi Twitter Kedutaan Besar Rusia di Tehran.
Protes Insiden Foto, Iran Panggil Dubes Rusia di Tehran
Kementerian Luar Negeri Iran memanggil Duta Besar Rusia, Levan Dzhagaryan di Tehran untuk meminta klarifikasi tentang foto yang diposting di akun resmi Twitter Kedutaan Rusia.
Dikutip dari laman Farsnews, Dzhagaryan dipanggil ke Kementerian Luar Negeri Iran oleh Alireza Haghighian, Asisten Menlu dan Direktur Jenderal Eurasia pada Kamis (12/8/2021) untuk meminta klarifikasi tentang foto tersebut.
Dzhagaryan dalam pertemuan itu menjelaskan bahwa tujuannya memposting foto itu hanya untuk mengingatkan aliansi Rusia dengan Inggris dalam melawan tentara Nazi selama Perang Dunia II, dan tidak ada motif anti-Iran di balik foto itu.
Ia menekankan bahwa Iran dan Rusia memiliki hubungan strategis dan bersahabat. "Saya menyesal bahwa postingan foto itu telah menimbulkan kesalahpahaman dan rasa sakit bagi masyarakat negara sahabat, Iran."
Sebelumnya, Dubes baru Inggris untuk Iran, Simon Shercliff bertamu ke Kedutaan Besar Rusia di Tehran dan kemudian sengaja berfoto dengan dubes Rusia di teras yang pernah dipakai oleh Presiden AS waktu itu, Franklin Roosevelt, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill, dan Pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin selama Konferensi Tehran.
Roosevelt, Churchill dan Stalin menggelar konferensi 1943 di Tehran selama era Perang Dunia II tanpa memberitahu pemerintah Iran.
Foto dubes Inggris dan Rusia diambil di teras yang sama untuk mengingatkan kembali pertemuan antara pemimpin Amerika, Inggris, dan Uni Soviet, yang tanpa melibatkan Iran sebagai tuan rumah. Foto itu kemudian diposting di akun resmi Twitter Kedutaan Besar Rusia di Tehran.
Salami: Perbatasan Iran Aman
Komandan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) seraya mengisyaratkan bahwa perbatasan negara dalam kondisi aman mengatakan, angkatan bersenjata Iran mengawasi perbatasan dan memiliki kontrol yang diperlukan.
Seperti dilaporkan Tasnim News, Mayjen. Hossein Salami Jumat (13/8/2021) di sela-sela kunjungan ke pusat vaksinasi di sekitar kota Mashad, Provinsi Khorasan Razavi menambahkan, penanganan penyebaran virus Corona hanya dapat dilakukan dengan upaya bersama pejabat, rakyat dan dengan menjaga protokol kesehatan.
Komandan IRGC mengingatkan rakyat harus melakukan tugasnya, setiap warga secara hukum dan agama bertanggung jawab mencegah penyebaran wabah ini.
Komandan IRGC hari Kamis (12/8/2021) di pertemuan dengan Menteri Kesehatan Saeed Namaki dan Komandan Basij, Gholamreza Soleimani mengatakan, “Kita harus mulai lagi melawan Corona dan menyerukan seruan nasional bagi semua orang untuk terlibat.”
Seraya menjelaskan bahwa rakyat Iran melewati krisis paling parah, Salami menambahkan, “Hari ini kita membutuhkan jihad dan revolusi, dan dengan jihad besar, kita harus menghancurkan virus ini.”
AS akan Tempatkan 3000 Pasukan di Kabul
Juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) mengatakan, sebanyak 3000 tentara negara ini dalam beberapa jam mendatang akan ditempatkan di Kabul, Afghanistan.
“Sekitar 3000 pasukan Amerika selama 24-48 jam mendatang akan ditempatkan di Kabul,” ungkap John Kirby seperti dilaporkan Fars News (13/8/2021).
John Kirby menekankan penempatan pasukan ini bersifat sementara, dan misi mereka membantu pengurangan pasukan penjaga kedutaan dan mempercepat pengeluaran visa bagi penerjemah Afghanistan dan negara lain, serta Washington tidak berencana terlibat di perang.
“Pasukan ini akan tiba di Afghanistan dua hari mendatang,” ungkap Kirby.
Jubir Pentagon John Kirby
Sementara itu, Juru bicara Kemenlu AS, Ned Price menandaskan, aktivitas diplomatik di kedubes AS di Kabul akan terus berlanjut.
Bersamaan dengan ini, Koran New York Times mengutip petinggi Amerika melaporkan, sebuah delegasi dari Washington tengah berunding dengan Taliban untuk mendapat jaminan milisi ini tidak menyerang kedubes AS.
Kamis (12/8/2021) sore Kedubes AS di Kabul merilis statemen meminta warga negaranya segera meninggalkan Afghanistan mengingat laju cepat milisi Taliban.
Ini peringatan keamanan kedua yang dirilis Amerika kurang dari satu pekan bagi warganya segera keluar dari Afghanistan.
Statemen Kedubes AS dirilis ketika Taliban tengah aktif merebut wilayah Afghanistan dan menguasai kota serta berbagai pusat penting di provinsi.
Selama beberapa pekan terakhir, perang saudara di Afghanistan meningkat drastis seiring dengan serangan gencar milisi Taliban ke berbagai wilayah di bawah kekuasaan pemerintah pusat Kabul, dan kondisi Afghanistan semakin tidak aman.
Bersamaan dengan penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan dan kegagalan perundingan damai Afghanistan-Afghanistan, milisi Taliban berusaha menguasai lebih banyak wilayah negara ini.
Kemajuan Taliban menguasai wilayah Afghanistan bersamaan dengan pengumuman waktu penarikan militer Amerika dan NATO dari Afghanistan telah membangkitkan kekhawatiran negara-negara kawasan serta menimbulkan ketakutan akan eskalasi instabilitas di Afghanistan.
Selama 20 tahun bercokol di Afghanistan, Amerika tidak mampu menumpas Taliban, dan hasilnya adalah maraknya terorisme, perang, kekerasan, instabilitas dan pembantaian puluhan ribu warga Afghanistan.
Taliban Siap Berpartisipasi di Pemerintahan Transisi
Milisi Taliban menyatakan kesiapannya untuk berpartisipasi di pemerintahan transisi Afghanistan.
Seperti dilaporkan Televisi Aljazeera, Anggota juru runding Taliban dengan pemerintah Kabul di Doha, Suhail Shaheen Kamis (12/8/2021) mengatakan, Taliban tidak menerima usulan terbaru mengenai pembagian kekuasaan dari pemerintah, namun siap berpartisipasi di pemerintahan transisi.
“Taliban tidak berencana menggulingkan pemerintahan Presiden Mohammad Ashraf Ghani,” tambah Suhail Shaheen.
Berbagai sumber di Doha menyatakan, pemerintah Afghanistan siap berbagai kekuasaan dengan Taliban jika milisi ini menghentikan aksi militernya.
Milisi Taliban sejak tiga bulan lalu, seiring dengan pengumuman penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan mulai menduduki berbagai wilayah negara ini dengan meningkatkan serangannya. Bentrokan antara milisi Taliban dan pasukan pemerintah di berbagai wilayah Afghanistan masih terus berlanjut.
Perundingan antara Taliban dan pemerintah Afghanistan untuk mengakhiri perang dan bentrokan sampai saat ini belum membuahkan hasil.
Negara Bagian Ghor akhirnya Jatuh ke tangan Taliban
Negara Bagian Ghor, di Afghanistan tengah dilaporkan jatuh ke tangan Taliban tanpa pertumpahan darah.
Menurut laporan Kantor Berita AVA (Avapress), milisi Taliban mengumumkan, anggota milisi ini Kamis (12/8/2021) malam berhasil menguasai Firozkoh, pusat negara bagian Ghor tanpa pertumpahan darah.
Sampai saat ini pemerintah Afghanistan belum merilis statemen terkait jatuhnya Ghor dan perang serta bentrokan antara pasukan pemerintah dan anggota Taliban di berbagai wilayah negara ini masih terus berlanjut.
Masih menurut sumber ini, dengan jatuhnya Ghor, sampai saat ini 16 Negara Bagian Afghanistan secara penuh jatuh ke tangan Taliban.
Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid di pesannya menyatakan, seluruh wartawan akan aman dan tidak ada yang berhak mengganggu mereka.
Selain itu, anggota Taliban seraya merilis rekaman suara di media sosial mengatan, Taliban tidak ada urusan dengan warga sipil, dan mereka tidak perlu takut.
Jawaban Negatif Polandia terhadap Upaya Pemerasan AS dan Israel
Menolak kritik terhadap pengesahan dua undang-undang di parlemen Polandia tentang kepemilikan media dan Holocaust, Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki mengatakan "tidak mungkin" mengizinkan rezim Zionis memiliki media Polandia.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah menyatakan keprihatinan mendalam atas pengesahan undang-undang di Polandia yang akan menghentikan pengembalian properti milik keluarga yang mengklaim Holocaust dan mengganggu stasiun berita yang didanai AS di negara itu.
Undang-undang media parlemen Polandia, disahkan pada hari Rabu (11/08/2021), melarang perusahaan di luar Wilayah Ekonomi Eropa untuk memiliki atau memegang posisi sebagai pemegang saham utama di media domestik Polandia.
Namun yang paling dirugikan dari undang-undang ini adalah perusahaan Amerika. Discovery Inc adalah pemegang saham utama jaringan TVN Polandia, media Polandia yang paling banyak ditonton dan media kritis terhadap Mateusz Morawiecki, Perdana Menteri Polandia dari sayap kanan.
Baca juga: Ketegangan Memburuk, Polandia: Kami Tak akan Beri Israel Uang
Dengan disahkannya undang-undang media baru, yang akan disahkan di Senat Polandia pada tahap selanjutnya, akan ada banyak pembatasan pada perusahaan non-Eropa, termasuk Amerika dan Israel, yang memiliki media Polandia.
Sementara menentang pengalihan kepemilikan beberapa properti di negara itu ke rezim Zionis, termasuk sejumlah media, Perdana Menteri Polandia menekankan, "Kami ingin memiliki kondisi bahwa perusahaan di luar Uni Eropa (merujuk pada perusahaan Zionis) tidak dapat membeli media di Polandia."
"Polandia mengirimi kami sinyal negatif dengan pengesahan undang-undang media," tweet Vera Jourova, Wakil Ketua Komisi Nilai dan Transparansi Eropa, mentweet.
Sejak Presiden AS Joe Biden menjabat, hubungan antara Washington dan Warsawa telah tegang terkait sengketa atas isu-isu seperti membahayakan sistem demokrasi Polandia hingga masalah hak-hak gay, investasi asing dan perlakuan terhadap keluarga korban Holocaust. Masalah lain sekarang diperkirakan akan ditambahkan ke perselisihan antara Warsawa dan Washington.
Menolak kritik terhadap pengesahan dua undang-undang di parlemen Polandia tentang kepemilikan media dan Holocaust, Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki mengatakan "tidak mungkin" mengizinkan rezim Zionis memiliki media Polandia.
Selain mengesahkan undang-undang media baru, anggota parlemen Polandia mengesahkan undang-undang lain pada Rabu (10 Agustus) yang mempersulit para keluarga korban Holocaust untuk memulihkan properti yang diduduki Nazi selama Perang Dunia II.
Sebelumnya, selain Israel, Amerika Serikat telah meminta pemerintah Polandia untuk memblokir pengesahan RUU tersebut.
Dengan dalih Holocaust dan peran beberapa negara Eropa di dalamnya, Israel sejauh ini menerima sejumlah besar uang sebagai kompensasi. Jerman, misalnya, sejauh ini telah membayar miliaran euro kepada Israel sebagai biang keladinya.
Pada tahun 2014, Amerika Serikat dan Prancis mengumumkan bahwa mereka akan membayar kompensasi kepada para keluarga korban Holocaust. Namun, Polandia, salah satu negara penting tempat kamp-kamp Nazi Jerman didirikan, sekarang menyangkal tanggung jawab atas Holocaust.
Negara ini secara eksplisit mengecam pendekatan paksaan dan pemerasan rezim Zionis untuk mencari kompensasi dari pemerintah Polandia dan menolak kebutuhan untuk melegalkan tuntutan hukum di pengadilan-pengadilan Polandia.
Baca juga: Rezim Zionis Bangun Pangkalan Militer di Perbatasan Saudi dan UEA
Pemerintah Polandia telah menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak bertanggung jawab atas Holocaust, yang merupakan tindakan bermusuhan dari pendudukan Jerman. Ini telah membuat marah rezim Zionis, dan Tel Aviv telah berulang kali mencoba menuduh pemerintah Polandia anti-Semitisme.
Tel Aviv mengklaim bahwa undang-undang tersebut mencegah orang Yahudi mengambil kembali properti mereka dan tidak memberikan kompensasi kepada mereka yang selamat dari dugaan Holocaust. Namun, sikap tegas pemerintah Polandia dalam masalah ini telah mengecewakan kaum Zionis dalam memenuhi tuntutan mereka atas properti yang disebut sebagai korban Holocaust.



























