کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 26 November 2013 19:23

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 4-6

Ayat ke 4

 

Artinya:

Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (: 4)

 

Ayat pertama hingga ketiga surat at-Taubah berbicara mengenai pernyataan bara'ah atau putus hubungan dan berlepas tangan dari segala perbuatan orang-orang Kafir yang menyimpang. Namun Allah Swt telah memberikan kesempatan kepada mereka selama empat bulan agar meninjau dan mengevaluasi akidah dan sikap mereka yang tidak logis itu. Jika mereka tetap pada pendiriannya dan tidak mau meninggalkan akidah sesat mereka itu, mereka harus meninggalkan kota Mekah.

 

Selanjutnya dalam surat at-Taubah ayat ke-4 ini Allah menyatakan, "Orang-orang Musyrik yang telah menjalin perjanjian dengan kalian, meski mereka tidak konsekuen dengan perjanjian tersebut, namun selama mereka tidak membantu musuh-musuh kalian, mereka ini mendapat perkecualian. Mereka diberi kesempatan untuk tetap tinggal di Mekah sampai berakhirnya waktu perjanjian yang telah mereka jalin dengan kaum Muslimin. Setelah itu, barulah hukum pengusiran dari kota Mekah, itu akan diperlakukan kepada mereka."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Komitmen dan setia terhadap janji sangat ditekankan Islam, termasuk janji terhadap orang-orang Musyrik dan musuh-musuh sekalipun, selama pihak lain juga komitmen dan setia terhadap janji tersebut.

2. Setia dan komitmen pada janji menunjukkan ciri-ciri ketakwaan, sehingga ukuran orang bertakwa bukan saja rajin melaksanakan shalat dan puasa, namun juga sikap menjunjung tinggi berbagai perjanjian yang dijalinnya dengan orang lain.

 

Ayat ke 5

 

Artinya:

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. (9: 5)

 

Ayat ini secara tegas memisahkan antara orang musyrik yang setia pada perjanjian dan kaum Musyrik yang mengingkari perjanjian yang telah mereka jalin dengan kaum Muslimin. Islam memerintahkan kaum Muslimin agar menghormati dan melindungi orang-orang Musyrik yang tidak melanggar janji. Islam memerintahkan kita untuk bersikap tegas. Ayat ke-5 surat at-Taubah ini menyatakan, "Tidak toleransi bagi mereka yang telah melanggar perjanjian dan telah membantu musuh-musuh kalian. Setelah berakhirnya batas waktu empat bulan itu, mereka tidak lagi berhak untuk tinggal di Mekah dan bila mereka tetap berkeras tinggal di tanah suci ini, kaum Muslim berhak untuk membunuh mereka."

 

Sikap yang sedemikian keras terhadap orang kafir Mekah itu adalah sikap yang pantas, mengingat perilaku mereka yang sangat keji selamat ini. Sejak awal diangkatnya Muhammad Saw sebagai Rasul, sampai setelah Rasulullah dan kaum Muslimin hijrah ke Madinah, kaum Musyrik Mekah tidak henti-hentinya memerangi dan melancarkan kekejaman terhadap kaum Muslimin. Ketika kaum Muslimin datang kembali ke Mekah untuk menaklukkan kota itu, Rasulullah telah menawarkan ampunan bagi mereka. Namun, mereka tetap saja ingkar dan terus memusuhi kaum Muslimin.

 

Kepada kaum Kafir yang membangkang itu, Islam memberikan dua pilihan, pertama, memeluk Islam dan tetap tinggal di Mekah, dan kedua, tetap kafir, namun harus keluar dari kota Mekah. Allah berfirman, jika mereka ini mau beriman dan meninggalkan segala bentuk perilaku syirik dan keji, mereka akan mendapat ampunan Allah. Sebaliknya, bila mereka tetap membangkang, yaitu tetap tinggal di mekah sambil terus melakukan kezaliman, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk bersikap keras dengan cara menangkap dan membunuh mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam bergaul dengan musuh-musuh yang sudah biasa melanggar janji, kita harus bisa bersikap keras dan tegas. Karena sikap kasih sayang dan rahmat hanya berlaku untuk orang-orang Mukminin dan bukan kepada musuh.

2. Islam tidak mengenal jalan buntu. Jalan untuk bertaubat dalam segala kondisi dan keadaan selalu terbuka, bahkan di tengah-tengah medan tempur sekalipun.

 

Ayat ke 6

 

Artinya:

Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (9: 6)

 

Pada ayat sebelumnya, Allah Swt telah memerintahkan kaum Mukminin agar bersikap tegas dan keras terhadap musuh yang keras kepala dan suka melanggar perjanjian. Namun ayat ini menegaskan pula bahwa perang dan jihad Islam bukan dimaksudkan untuk membalas dendam ataupu memperluas ekspansi teritorial, akan tetapi untuk menghilangkan segala bentuk penyimpangan pemikiran dan arogansi sosial. Atas dasar ini, bila ada orang musyrik di medan perang yang meminta perlindungan, maka sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk menolong dan melindunginya. Hal itu dilakukan agar orang musyrik tersebut mendapat kesempatan untuk mengenal agama Allah. Setelah itu, orang musyrik yang meminta perlindungan tadi harus dikembalikan ke tempat asalnya, sekalipun jika orang itu tetap menolak Islam.

 

Hal ini membuktikan bahwa Islam sama sekali bukan agama yang mengedepankan kekerasan. Kekerasan hanya boleh ditujukan kepada kaum Kafir yang kejam dan membangkang. Sebaliknya, bila ada musuh yang lemah dan meminta perlindungan, Islam memerintahkan kita untuk melindunginya. Para musuh yang meminta perlindungan itu bahkan harus diberi kesempatan hidup di tengah-tengah kaum Muslimin agar mereka mengenal hakikat Islam yang sesungguhnya. Namun, bila mereka tetap tidak mau beriman, sama sekali tidak ada paksaan dan tekanan, bahkan mereka dipersilahkan kembali ke tempat asal mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita harus memberikan kesempatan kepada musuh agar bisa berfikir dan memilih. Dalam kondisi apapun, tidak dibenarkan menutup jalan dakwah dan seruan kepada agama Allah, yaitu agama Islam.

2. Berbagai penyimpangan dan penyelewengan dari masyarakat dapat menyebabkan kesesatan dan ketidaktahuan. Karena itu, tugas kaum Muslimin dan pemerintahan Islam adalah menyampaikan pesan dan seruan Islam secara benar kepada seluruh umat manusia dan membuka jalan bagi setiap orang untuk mengetahui kebenaran Islam.

3. Agama Islam menghormati hak memilih yang dimiliki manusia. Karena itu, tidak ada paksaan bagi manusia untuk memeluk Islam. Islam hanya menyeru ummat manusia agar berfikir dengan jernih lalu menentukan sendiri jalan mana yang akan ditempuhnya. Tentu saja, setiap jalan yang dipilih ada resikonya dan jalan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar.

Selasa, 26 November 2013 19:18

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 1-3

Surat at-Taubah juga disebut surat "Bara'ah", artinya ‘berlepas diri'. Karena surat ini dimulai dengan pernyataan tegas pemutusan hubungan dan berlepas tangan terhadap segala perbuatan orang-orang Kafir. Atas alasan ini pula, pada awal surat ini tidak disebut kalimat Bismillahirrahmanirrahim. Karena kalimat ini tidak relevan bila beriringan dengan sikap bara'ah atau pemutusan hubungan dan berlepas tangan.

 

Surat at-Taubah ini diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw pada tahun ke 9 Hijrah, kira-kira setahun sebelum Rasulullah wafat. Dalam surat ini berkali-kali telah disebutkan mengenai taubatnya manusia dan kembalinya mereka ke jalan Allah Swt.

 

Ayat ke 1

 

Artinya:

(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). (9: 1)

 

Setelah penaklukan kota Mekah atau yang diistilahkan dengan "Fathu Makkah" pada tahun ke 8 Hijrah, Nabi Saw memberikan pengampunan secara umum kepada penduduk Mekah, sehingga orang-orang Kafir tetap boleh tinggal di Mekah dan melaksanakan upacara peribadatan mereka. Di antara bentuk ibadah yang biasa dilakukan orang-orang Kafir Mekah adalah melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah. Ketika bertawaf ini, mereka mempunyai kebiasaan untuk menyedekahkan baju yang dipakainya dalam bertawaf. Apabila seseorang tidak memiliki baju lebih, orang itu harus melakukan tawaf dengan tanpa baju alias telanjang. Tentu saja, sikap dan perilaku orang-orang Lafir tersebut sama sekali tidak bisa ditolerir oleh kaum Muslimin.

 

Oleh karena itu, Nabi dan kaum Muslimin menunggu firman dan perintah Allah Swt hingga akhirnya diturunkan ayat-ayat pertama surat bara'ah ini di Madinah. Nabi Saw kemudian memerintahkan Imam Ali bin Abi Thalib as membacakan pesan Tuhan ini kepada masyarakat. Berdasarkan ayat-ayat ini, orang-orang Musyrik tidak berhak lagi memasuki kawasan Baitullah dan tidak dibolehkan mengikuti upacara Haji. Selain itu, segala bentuk perjanjian yang pernah dijalin antara kaum Kafir dan kaum Muslimin dibatalkan.

 

Dalam menafsirkan ayat-ayat surat al-Anfal disebutkah bahwa Islam sangat berpesan agar kaum Muslimin selalu komitmen terhadap perjanjian, sekalipun dengan orang kafir. Akan tetapi peraturan ini hanya berlaku selama pihak lain juga komitmen dan setia terhadap perjanjian, serta tidak melakukan pelanggaran terhadap batas-batas yang telah ditetapkan. Pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Saw atas perintah Allah ini disebabkan karena orang-orang Kafir selalu melakukan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut. Namun, ada juga sekelompok orang kafir yang tidak melanggar perjanjian, dan mereka ini mendapat pengecualian. Mereka ini akan dibahas secara terpisah pada ayat ke- 4 surat at-Taubah.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pernyataan bara'ah atau pemutusan hubungan dan berlepas tangan atas perbuatan orang-orang Kafir yang menyimpang adalah sebuah prinsip agama. Dengan kata lain, kaum Mukmin harus bersikap tegas dan jelas serta menentukan posisinya yang jelas di hadapan kaum Kafir.

2. Menjalin perjanjian dengan orang-orang Kafir memang tidak dilarang, akan tetapi perjanjian tersebut jangan sampai menyebabkan kaum Muslimin ditekan. Selain itu, jika kaum Muslimin merasakan adanya bahaya, mereka berhak membatalkan perjanjian tersebut.

 

Ayat ke 2

 

Artinya:

Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir. ((: 2)

 

Setelah pernyataan bara'ah dan pembatalan perjanjian yang sebelumnya telah dijalin, Allah Swt memberi kesempatan kepada kaum Kafir Mekah selama 4 bulan, agar mereka memperjelas sikap dan posisinya, yaitu memeluk Islam atau tetap musyrik. Bila mereka memilih untuk tetap menjadi kafir, mereka harus keluar dari Mekah dan tinggal di kawasan lain. Hal ini disebabkan karena kehadiran kaum kafir di markas tauhid dan perilaku mereka dalam bertawaf yang dicampuri oleh perbuatan-perbuatan khurafat akan mengganggu kaum Muslimin. Lanjutan ayat ini menyatakan bahwa meskipun kaum Kafir sudah keluar dari Mekah, bukan berarti mereka bebas dari pengawasan Allah dan bebas melakukan kezaliman. Di manapun mereka berada, Allah akan selalu mengawasi dan akan mendatangkan balasan dan siksa kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita jangan melakukan penyerangan kepada musuh tanpa pengumuman terlebih dahulu, tetapi kita harus terlebih dahulu menyatakan sikap kita, lalu memberi kesempatan kepada mereka agar memperjelas sikap mereka.

2. Islam selalu memberikan kesempatan untuk kembali bagi orang-orang yang sesat. Kita harus memprioritaskan pembenahan masyarakat dan tidak terburu-buru memberi ancaman siksa.

 

Ayat ke 3

 

Artinya:

Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (9: 3)

 

Ayat ini sekali lagi menekankan pernyataan bara'ah atau berlepas diri dari orang-orang Kafir, sebagaimana yang telah disebutkan pada permulaan surat at- Taubah. Ayat ini mengatakan, "Sewaktu upacara haji, pada hari Arafah atau hari Raya Idul Adha, dimana seluruh jamaah haji saat itu berkumpul di suatu padang sahara yang luas, di situlah diumumkan kepada jamaah haji bahwa Allah dan Rasul-Nya menyatakan putus hubungan dan berlepas tangan dari perbuatan orang-orang Kafir."

 

Meski demikian, bagi mereka tetap terbuka jalan untuk bertaubat dan meninggalkan kekafiran, lalu memeluk Islam. Ayat ini menegaskan bahwa taubat adalah pilihan terbaik bagi orang-orang Kafir itu, karena bila mereka tetap ingkar, ke manapun mereka pergi, Allah Swt akan mengawasi mereka. Mereka tidak akan mampu melarikan diri dari kekuasaan-Nya dan tidak bisa melepaskan diri dari azab dan siksa yang menyakitkan di akhirat.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam menjalin hubungan luar negeri, negara-negara muslim harus menyatakan sikapnya yang tegas dan jelas kepada masyarakata dunia, sehingga kedua pihak masing-masing mengetahui hak dan kewajibannya.

2. Upacara haji merupakan tempat dan waktu yang tepat untuk menyatakan sikap bara'ah kepada orang-orang Kafir dan Musyrik. Karena itu orang-orang Mukmin harus memanfaatkan kesempatan besar ini setiap tahun, guna menggalang solidaritas dan persatuan kaum Muslimin untuk menghadapi musuh-musuh umat Islam.

Selasa, 26 November 2013 19:17

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anfal Ayat 73-75

Ayat ke 73


Artinya:

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain.jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah tersebut, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (8: 73)

 

Dalam kajian lalu, telah dipelajari aturan Allah Swt tentang etika menjalin hubungan dengan musuh. Dalam ayat ini, Allah Swt berfirman, "Apabila perintah dan aturan Allah itu tidak kalian laksanakan, akan terjadi peperangan dan pertumpahan darah. Sebab, orang-orang Kafir itu saling bersatu dan membantu." Dalam beberapa ayat sebelumnya, Allah Swt menyerukan bahwa, daripada kaum Muslimin menjalin perjanjian dengan kaum Kafir, lebih baik mereka saling membantu satu sama lain agar terbentuk kekuatan muslim yang kokoh. Namun, jika kaum Muslimin terpaksa mengikat perjanjian dengan kaum Kafir, mereka harus menepati perjanjian itu. Bahkan, dengan tujuan untuk membela sekelompok muslim pun, kita tidak boleh melanggar perjanjian yang sudah disepakati, karena hal itu akan menimbulkan fitnah yang lebih besar, yaitu terbunuhnya kaum Muslimin secara massal.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kekuatan kaum Kafir, meskipun berbeda-beda dan berpencar-pencar, akan bersatu-padu ketika mereka berhadapan dengan kekuatan kaum Muslimin, Oleh karena itu, jika kaum Muslimin tidak saling bersatu, mereka akan terseret dalam kehancuran.

2. Kita tidak boleh membuka peluang kepada musuh untuk memerangi umat Islam karena mereka selalu mencari peluang untuk dapat menyerang kaum Muslimin.

 

Ayat ke 74

 

Artinya:

Mereka yang beriman, yang berhijrah, yang berjihad di jalan Allah, dan mereka yang memberi perlindungan dan pertolongan, adalah orang-orang mukmin yang sebenar-benarnya. Dan limpahan ampunan dan rezeki pada mereka. (8: 74)

 

Ayat ini menjelaskan tolok ukur keimanan yang sebenarnya. Ayat ini mengatakan, "Seorang mukmin dalam kondisi darurat siap berhijrah dan berjihad di jalan Allah Swt, atau setidak-tidaknya memberikan perlindungan pada orang-orang yang berhijrah dan melindungi orang-orang yang berjihad." Menurut budaya Islam, berhijrah dan berjihad tidak hanya berperang dengan musuh. Hijrah dan jihad juga bisa diartikan pergi menuntut ilmu pengetahuan. Dan kemudian pulang ke kampung halaman untuk mengajarkan ilmu kepada kaum Muslimin. Hijrah dan jihad semacam ini sangat dianjurkan dalam Islam. Selain itu, pergi ke luar kampung halamannya untuk berkhidmat dan melayani orang-orang yang tidak mampu, juga dihitung sebagai hijrah dan jihad yang besar.

 

Sudah barang tentu, seluruh umat Islam tidak semuanya memiliki kemampuan dan kesiapan untuk melakukan hijrah atau jihad. Meski demikian, kewajiban ini tidak bisa gugur. Dukungan finansial, keuangan, dan ekonomi sangat diperlukan bagi para muhajir dan mujahid. Hal inilah yang akan lebih mendukung perkembangan, kemajuan, kemampuan dan kekukuhan masyarakat Islam. Umat Islam yang bahu-membahu dalam hijrah dan jihad akan menerima rahmat Allah, dosa-dosa mereka akan terampuni, dan rezeki Allah akan dilapangkan bagi mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Setiap amal perbuatan yang baik, meskipun besar dan berat sekalipun, hanya berguna jika dilakukan dengan niat ikhlas di jalan Allah dan bukan karena kepentingan pribadi. Keikhlasan inilah yang membuat perbuatan itu menjadi abadi.

2. Orang mukmin tidak terjamin bebas dari dosa dan kesalahan. Oleh karena itu dia senantiasa memerlukan pengampunan dan maghfirah dari Allah Swt.

 

Ayat ke 75

 

Artinya:

Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka mereka termasuk golonganmu. Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terpada sesamanya di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (8: 75)

 

Setelah dijelaskan mengenai kedudukan hijrah, jihad, dan pertolongan Allah dalam ayat sebelumnya, ayat ini menyatakan, "Janganlah kalian menyangka ajaran dan nilai-nilai ini hanya untuk kaum Muslimin generasi pertama dan zaman Nabi Muhammad Saw saja. Firman Allah ini berlaku bagi semua orang yang memeluk agama Islam dan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ini berarti mereka telah berpegang teguh pada agama suci ini." Namun demikin, kaum Muslimin generasi pertama merupakan generasi yang istimewa karena keimanan dan keteguhan mereka dalam membela Nabi Muhammad Saw sudah teruji. Pada awal lahirnya Islam, Nabi Muhammad tidak mempunyai pengikut dan kedudukan, namun, mereka tetap setia menolong Nabi dengan maksimal.

 

Akan tetapi, kemuliaan muslim tidak terbatas pada kaum Muslim generasi pertama saja. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang egaliter, sehingga mereka yang baru masuk Islam pun memiliki kedudukan yang sama di tengah kaum Muslimin. Lanjutan ayat ini mengatakan, "Ssekalipun semua orang Islam dan mukmin saling bersaudara dan memiliki kedudukan yang sama, akan tetapi keluarga dekat lebih berhak satu sama lain. Artinya, kaum Muslim yang memiliki pertalian darah akan saling mewarisi harta, sedangkan kaum Muslim yang bukan berasal dari satu keluarga tidak bisa saling mewarisi."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Islam terbuka untuk semua generasi. Oleh karena itu, orang mukmin baik generasi lama maupun baru, mereka tetap hidup di bawah naungan konstitusi atau aturan hidup yang sama dan tidak pernah berubah.

2. Dalam sistim sosial Islam ditekankan agar hubungan keluarga dan kerabat selalu dijaga dan diperhatikan.

Selasa, 26 November 2013 18:57

Krisis Suriah dan Tragedi Kemanusiaan

Laporan terbaru terkait krisis Suriah menunjukkan bahwa lebih dari 11.000 anak-anak dalam tempo dua tahun krisis di negara ini menjadi korban dan tewas. Laporan ini disusun oleh tim riset Oxford dan bekerjasama dengan televisi BBC dengan tajuk "Masa depan yang terampas; Jumlah tersembunyi korban dari anak-anak".

 

Riset ini menyelidiri jumlah anak-anak yang tewas dan menjadi korban dalam bentrokan bersenjata di Suriah sejak Maret 2011 hingga Agustus 2013. Dari 11.320 anak yang tewas, 389 di antaranya tewas di tangan para sniper.

 

Laporan ini menandaskan, sekitat 764 anak dieksekusi tanpa diadili dan lebih dari seratus anak lainnya termasuk balita mengalami penyiksaan. Hana Salamah, salah satu penyusun laporan ini mengatakan, cara kematian anak-anak tersebut sangat menyedihkan.

 

Pemboman rumah dan tempat bermain mereka, penargetan mereka di sela-sela aktivitas keseharian mereka termasuk saat antri membeli roti atau saat mereka berada di sekolah termasuk penyebab dan cara kematian anak-anak Suriah.

 

Hana Salamah menambahkan, sejumlah anak tewas akibat menjadi sasaran langsung para sniper, sejumlah lainnya langsung dieksekusi dan bahkan ada yang mati akibat gas air mata serta mayoritasnya mengalami penyiksaan. Suriah sejak 2011 dilanda kekerasan berdarah. Berdasarkan berbagai laporan, pemerintah Barat dan sekutu kawasannya termasuk Qatar, Arab Saudi dan Turki mendukung para pengacau dan kelompok teroris yang merajalela di Damaskus.

 

Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sejak meletusnya kekerasan di Suriah lebih dari seratus ribu orang tewas dan 7,6 juta orang terpaksa mengungsi. PBB juga melaporkan bahwa lebih dari 4 juta warga Suriah lainnya akan terpaksa mengungsi jika kekerasan di negara mereka ini semakin memburuk di tahun 2014.

 

Perilisan laporan terbaru terkait dampak dari krisis Suriah dirilis di saat menteri dalam negeri Suriah beberapa waktu lalu menekankan resistensi bangsa Suriah lebih kokoh dari para teroris yang membantai anak-anak.

 

Muhammad Shaar, mendagri Suriah menegaskan statemennya tersebut saat mengunjungi lokasi sebuah sekolah di Damaskus yang menjadi sasaran serangan mortir para teroris. Menurutnya, kelompok teroris yang membantai anak-anak karena mereka kalah dalam menghadapi militer Suriah dan nasib para teroris sangat jelas yakni musnah di tangan militer.

 

Kelompok teroris sejak Maret 2011 dengan dukungan finansial, senjata dan media pemerintah Barat serta sejumlah negara kawasan Timur Tengah mengaduk-aduk keamanan Suriah. Pergerakan teroris di Suriah memiliki dampak negatif bagi negara ini dan parahnya kondisi Damaskus telah membangkitkan kekhawatiran opini publik dan berbagai lembaga internasional. Data yang dirilis menunjukkan dampak yang sangat buruk akibat pergerakan kelompok teroris dan pengacai di Suriah bagi negara ini.

 

Data yang aka seakan-akan membuktikan betapa dalamnya krisis kemanusiaan yang ditanggung Suriah akibat ulah para teroris dan intervensi negara Barat yang mengobarkan fitnah di kawasan. Parahnya krisis Suriah dalam berbagai sisi memaksa PBB beberapa waktu lalu mengungkap arus pengungsian besar-besaran rakyat Suriah dan kondisi mereka yang sangat mengenaskan. PBB menyebut krisis Suriah sebagai tragedi kemanusiaan terbesar abad ini dan mengisyaratkan dampak buruk dari tragedi tersebut.

 

Terkait hal ini, António Guterres, kepala Komisi UNHCR mengatakan, Suriah menjadi tragedi terbesar abad 21. PBB pada tahun 1994 menyebut pembataian etnis Rwanda sebagai krisis kemanusiaan terbesar abad 20.

Selasa, 26 November 2013 18:36

Mengenal Pasukan Sukarelawan Iran

Pada tanggal 26 November 1980, Pemimpin Revolusi Islam Iran Imam Khomeini mengeluarkan perintah pembentukan 20 juta tentara rakyat di Iran. Tentara rakyat yang disebut sebagai Basij ini, memainkan peran besar dalam perjuangan rakyat Iran melawan invasi Irak. Hingga hari ini, Basij tetap berperan aktif dalam bidang sosial, budaya, dan militer di Iran.

Imam Khomeini dalam pernyataannya mengenai Basij mengatakan, "Basij merupakan manifestasi dari etika tinggi Islam dan media untuk mengabdi kepada Tuhan."

Hari ini, Iran memulai Pekan Basij yang diisi dengan beragam kegiatan. Basji dibentuk untuk melindungi dan melestarikan nilai-nilai luhur sistem pemerintahan Islam dan sepanjang 34 tahun keberadaannya, Basij selalu berada di garda terdepan untuk mengabdi kepada rakyat dan melindungi negara.

Tujuan mulia dari revolusi, kompleksitas dan luasnya konspirasi musuh, telah melahirkan gerakan spontan dari rakyat untuk menjaga pencapaian-pencapaian Revolusi Islam. Imam Khomeini dengan kearifan dan pemahaman realitas situasi, kondisi politik dan keamanan negara, merasa perlu untuk membentuk sebuah organisasi yang akan mengawal tujuan-tujuan revolusi.

Rakyat Iran juga menyambut seruan Imam Khomeini dan mereka membentuk sebuah kekuatan besar yang ditujukan untuk menggagalkan konspirasi-konspirasi musuh.

Anggaran Dasar Basij menyebutkan bahwa Basij adalah sebuah organisasi yang berada di bawah komando pemimpin revolusi dengan tujuan untuk menjaga prestasi-prestasi Revolusi Islam, berjihad di jalan Allah Swt, memperkuat sistem pertahanan negara dan juga membantu warga pada saat bencana alam dan peristiwa yang tak terduga.

Pasukan Sukarelawan Rakyat Iran ini memainkan peran penting dalam menghadapi agresi rezim Saddam Hussein ke wilayah Iran dan mereka terlibat aktif di medan perang selama delapan tahun.

Selama Perang Pertahanan Suci, musuh-musuh revolusi mengakui kekuatan Basij dan menganggap kekuatan mereka setara dengan sebuah pasukan militer besar dan klasik dunia.

Imam Khomeini dan penerusnya, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, senantiasa menaruh perhatian khusus pada Basij, bahkan dalam kondisi tertentu, menekankan pentingnya Basij dalam Republik Islam Iran. Imam Khomeini menyebut Basij sebagai generasi unggul.

Salah satu ciri khas Basij yang seringkali disinggung adalah keikhlasan dan kepahlawanan tanpa nama. Secara umum, Basij menilai langkah untuk mempertahankan hasil revolusi atau Republik Islam Iran sebagai salah satu tanggung jawabnya.

Basij tidak hanya berperan di bidang militer, tapi juga aktif di bidang-bidang lain seperti budaya, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan. Semua itu dilakukan Basij untuk melayani rakyat.

Pada intinya, Basij dapat disebut sebagai kekuatan rakyat yang efektif dan memainkan peran penting dalam perimbangan sosial, budaya, politik, dan militer Iran.

Selasa, 26 November 2013 18:33

Bom Mobil Tewaskan 15 Orang di Damaskus

Sedikitnya 15 orang tewas akibat ledakan sebuah bom mobil di wilayah dekat ibukota Suriah Damaskus.

Sembilan di antara korban tewas akibat ledakan bom Selasa (26/11) itu adalah warga sipil sementara sisanya adalah militer Suriah.

Laporan menyebutkan bahwa lebih dari 30 orang juga terluka dalam serangan itu.

Media lokal mengatakan ledakan itu terjadi ketika pelaku meledakkan bom mobil di depan sebuah halte bus di wilayah Al-Sumariyah, di pinggiran Damaskus.

Wilayah tersebut adalah kompleks perumahan keluarga para tentara yang berperang melawan militan dukungan asing.

Awal bulan ini, delapan orang tewas dan puluhan luka-luka akibat ledakan bom di dekat Bundaran Al-Hijaz, Damaskus.

Ratusan ribu warga Mesir yang bekerja di Arab Saudi terancam deportasi menyusul langkah Riyadh untuk mengusir para imigran gelap di negara tersebut.

Menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh surat kabar The Guardian pada 21 November, Riyadh berencana mendeportasi sedikitnya 700.000 pekerja Mesir, atau lebih dari seperempat dari total 2,5 juta warga Mesir yang bekerja di luar negeri.

Pemerintah Saudi menggulirkan tindakan keras pada visa pekerja asing tanpa dokumen pada awal November. Beberapa pekerja asing telah sejak dibunuh oleh polisi Saudi dan banyak lainnya dipenjara.

Pada tanggal 12 November, polisi Saudi menewaskan tiga imigran asal Ethiopia di kawasan miskin Manfuhah di ibukota, Riyadh, di mana ribuan pekerja Afrika, yang mayoritasnya dari Etiopia, sedang menunggu bus untuk membawa mereka ke pusat-pusat deportasi.

Riyadh berencana menciptakan lapangan kerja bagi warga negara Saudi dengan mengurangi jumlah pekerja asing, dengan total sekitar sembilan juta orang.

Senin, 11 November 2013 16:52

Mengenal Identitas Kelompok Takfiri

Perang melawan pemikiran dan aktivitas kelompok Takfiri tampak semakin terorganisir bersamaan dengan meningkatnya kegiatan dan kejahatan mereka di beberapa negara Islam. Di Mesir, Front Melawan Pemikiran Takfiri mengirim para juru dakwah ke sejumlah provinsi di negara itu untuk mengenalkan masyarakat dengan ajaran Islam murni serta melawan pemikiran dan akidah Takfiri. Mereka menyiapkan 10 ribu brosur untuk memperkenalkan Islam murni kepada masyarakat dengan melibatkan para ulama dan cendekiawan dari Universitas al-Azhar.

Koordinator juru dakwah front tersebut, Sabrah Qasemi mengatakan, "Para ulama al-Azhar juga bekerjasama dengan Front Melawan Pemikiran Takfiri untuk menyebarluaskan pemikiran moderat dan menolak ideologi Takfiri." Mesir sama seperti negara-negara Islam lainnya, menghadapi gelombang keganasan kelompok Takfiri. Mereka melakukan banyak kejahatan terhadap muslim Mesir, khususnya kelompok Syiah.

Puncak kejahatan itu terjadi pada Juni lalu di Provinsi al-Jizah (sekitar 30 kilometer selatan Kairo). Ulama Syiah Mesir, Allamah Sheikh Hassan Shehata dan tiga pengikutnya meninggal dunia dalam serangan brutal yang dilakukan oleh ekstrimis Takfiri. Peristiwa itu telah mencoreng citra Mesir sebagai bumi peradaban dan kiblat pemikiran dan persatuan muslim.

Kelompok Takfiri sekarang menebarkan teror mematikan di Suriah, Irak, Afghanistan, Pakistan, Tunisia, dan Libya. Satu-satunya cara untuk melawan gerakan Takfiri dan ekstrimis adalah memperkenalkan pemikiran Islam yang luhur dan adil serta menyadarkan masyarakat dari bahaya ajaran-ajaran Takfiri. Semua tokoh dan cendekiawan Islam harus bersatu untuk memberi pencerahan kepada muslim dunia seputar kesalahan-kesalahan interpretasi terhadap Islam.

Gerakan pemikiran Takfiri adalah bukan sebuah fenomena baru dalam sejarah Islam, tapi telah ada sejak dulu sejalan dengan perkembangan sosial dan pemikiran di tengah masyarakat Islam. Namun, ada empat kriteria yang menjadi pembeda antara Takfiri tradisional dan Takfiri modern. Pertama, Takfiri modern memiliki dimensi global, kedua, mereka adalah sebuah gerakan terorganisir, ketiga, Takfiri modern melegalkan semua aksi keji dan buas, dan keempat, menampilkan wajah Islam sebagai agama yang kejam di tengah opini publik dunia.

Kejahatan Takfiri atas nama Islam telah banyak membantu kemajuan program Islamophobia dan perang melawan terorisme yang didengungkan oleh Barat. Sebenarnya, ada beberapa mukaddimah untuk melawan gerakan tersebut. Pertama, kita harus mengenal kriteria dan parameter pemikiran dan tindakan-tindakan Takfiri. Pada tahap kedua, mengenal komposisi dan unsur-unsur penting yang membentuk kelompok Takfiri. Setelah kita mengetahui esensi gerakan ini, maka tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor pertumbuhan pemikiran Takfiri dan kemudian memaparkan solusi untuk melawan kelompok ekstrimis tersebut.

Kriteria pertama Takfiri adalah mengedepankan dan menonjolkan perilaku ekstrim. Kekerasan merupakan identitas utama yang disandang oleh setiap Takfiri dan cerminan mereka. Imam Ali as ketika menggambarkan Takfiri pada zamannya, mengatakan, "Pedang-pedang mereka dipanggul di leher-leher mereka." Tempat untuk meletakkan pedang ada di pinggang, tapi ketika ia dipanggul di leher, berarti mereka bermaksud untuk membunuh seseorang.

Kriteria kedua Takfiri adalah membunuh dan meneror orang-orang tak berdosa. Mereka menganggap sama semua individu di sebuah komunitas dan membantai mereka secara serentak, padahal ajaran Islam mengatakan bahwa setiap kesalahan akan menjadi tanggung jawab pelakunya dan tidak bisa dibebankan kepada orang lain. Islam sangat teliti dalam masalah ini dan bahkan jika sebuah kesalahan dilakukan oleh seorang ayah, maka dosa orang tua tidak akan dicatat atas nama anaknya. Ribuan manusia tak berdosa tewas dalam operasi teror dan peledakan bom yang dilakukan oleh Takfiri di sejumlah negara dunia.

Di Irak, setiap hari kita mendengar berita tentang ledakan bom dan operasi teror yang menyasar warga sipil tak berdosa. Perilaku seperti ini merupakan ciri khas kelompok Takfiri. Sementara kriteria ketiga mereka adalah agresif dan gampang dalam mengkafirkan orang lain. Takfiri pada awalnya akan memberi lebel sesat kepada orang lain, kemudian mengkafirkan mereka dan setelah itu, membantai mereka semua tanpa memilah-milah. Dalam aksinya itu, Takfiri akan memulai dari satu individu atau sebuah komunitas kecil dan kemudian memperluas penyematan lebel kafir dan sesat kepada semua orang di luar mereka.

Imam Ali as dalam sebuah ungkapan kepada Takfiri pada masanya, mengatakan, "Jika kalian menentangku atas dasar prasangka bahwa aku telah berbuat kesalahan dan menyimpang, lalu kenapa kalian membunuh semua orang dengan pedang yang kalian panggul dan menyamaratakan pelaku dosa dengan orang yang tidak bersalah."

Pada dasarnya, ada beberapa unsur penting yang membentuk kelompok Takfiri seperti, kebodohan dan faktor psikologi dan kejiwaan. Pemikiran Takfiri akan mudah berkembang di tengah masyarakat yang minim pengetahuan tentang ajaran-ajaran Islam. Dunia modern membutuhkan para ulama dan cendekiawan untuk mewujudkan sebuah perubahan mendasar dan mengarahkan umat ke jalan yang benar. Manusia di era modern haus akan keindahan, kasih sayang, dan ketenangan batin.

Tuhan di tengah masyarakat Takfiri hanya menjadi alat untuk mempersempit ruang gerak individu. Takfiri menganggap mereka paling taat beragama, padahal apa yang mereka miliki adalah bukan agama. Orang ekstrim sebenarnya tidak mengenal Tuhan, tidak memahami hukum-hukum Islam, dan juga tidak takut terhadap neraka. Orang-orang Takfiri terjangkit sebuah fanatisme pemikiran dan kejiwaan serta sebuah ideologi yang kacau.

Akidah menyimpang itu kadang tampak dalam bentuk individual dan juga dalam bentuk sosial. Individu Takfiri terjebak dalam sebuah kondisi kejiwaan di mana ia melihat semua masalah dengan pandangan yang sempit dan akhirnya terisolasi dalam kesulitan. Padahal, agama tidak memberatkan umatnya. Mereka menyikapi semua masalah tanpa dilandasi dengan pengetahuan yang memadai dan landasan logika. Individu Takfiri selalu berpikir untuk membunuh orang-orang tak berdosa, sementara spirit Islam mengajak umatnya untuk mengabdi kepada masyarakat dan mengatasi kesulitan-kesulitan mereka.

Saat ini, masalah Takfiri hanya bisa disembuhkan dengan tekad para ulama dan umat Islam. Para ulama harus menemukan solusi untuk mengobati kelompok Takfiri dan menyusun sebuah dokumen bersama untuk memusnahkan fenomena tersebut dari dunia Islam. Lembaga-lembaga pendekatan antar-mazhab perlu meningkatkan kegiatan budaya untuk meluruskan pemikiran dan akidah Takfiri. Satu hal yang perlu dicatat bahwa negara-negara Barat memanfaatkan Takfiri untuk kepentingan ganda mereka. Di satu sisi, mereka mendukung kelompok Takfiri untuk menciptakan kekacauan dan pembantaian di negara-negara muslim seperti, Suriah dan Irak. Di sisi lain, Barat memanfaatkan brutalitas Takfiri sebagai amunisi untuk memojokkan Islam dan menyerang agama ini.

Para ulama perlu memberi pencerahan kepada masyarakat dan menyikapi secara bijak terhadap pemikiran-pemikiran sesat di dunia Islam. Cara yang diadopsi oleh Front Melawan Pemikiran Takfiri di Mesir merupakan sebuah inisiatif yang sangat baik untuk menghadapi kegiatan kelompok Takfiri yang meresahkan umat.

Ada dua berita tentang Mesir yang menarik untuk diamati lebih dalam. Pertama, terkait dengan aksi kekerasan mahasiswa pro-IM di kampus-kampus, terutama Al Azhar. Mereka menghalangi proses perkuliahan, merusak gedung-gedung kampus, termasuk membakar dan mencoret-coret dindingnya. Beberapa mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Al Azhar menyatakan kekecewaaan mereka terhadap aksi ini di facebook. Ungkapan seperti atau "Kalau ingin meraih kekuasaan kembali, mengapa kampus dan proses perkuliahan yang diganggu?" atau "Katanya pejuang syariah, tapi mengapa perilakunya jauh dari syar'i?"

 

Sikap anarkhis aktivis IM, baik saat mereka berdemo di Rabaa (dokumentasi kekerasan mereka bisa dilihat di sini[1] maupun di kampus Al Azhar (videonya bisa dilihat di sini[2]), seolah membuat sebagian pihak menjustifikasi kekerasan militer terhadap mereka, sehingga muncul kalimat semaacam ini, "Pantas saja militer turun tangan membubarkan para demonstran IM karena perilaku mereka yang anarkhis!"

 

Para mahasiswa pro-IM membalas kecaman ini, "Yang dilakukan aktivisi IM itu masih belum seberapa dibanding kejahatan kudeta, pembunuhan, dan penangkapan para pemimpin IM yang dilakukan militer!" Meskipun ini adalah jawaban yang tidak logis karena menggunakan kaidah tabrir (menjustifikasi perilaku salah dengan menyebutkan kesalahan pihak lain), namun bukan berarti ini jawaban yang perlu diabaikan dalam analisis psikologi politik. Jawaban justifikasi ini justru menunjukkan apa yang ada dalam benak terdalam para aktivis IM.

 

Berita keduaadalah sebuah tulisan di The Guardian[3] (dan sejalan isinya dengan tulisan di beberapa blog orang Mesir): tentang naik daunnya Jenderal El Sisi. (Sebagian) rakyat Mesir diberitakan mengelu-elukan El Sisi dan mengharapkan dia jadi presiden dalam pemilu mendatang. Berita ini benar-benar mengacaukan logika demokrasi. Hampir tiga tahun yang lalu, rakyat Mesir berdemo massal di Tahrir Square untuk menggulingkan pemerintahan korup Mubarak; pemerintaan despotik yang sangat didukung militer (bahkan militerlah tulang punggung rezim ini). Banyak demonstran yang menjadi korban kekerasan militer waktu itu. Lalu, bagaimana mungkin kini mereka malah menganggap militer sebagai pahlawan? Bagaimana mungkin, sosok El Sisi yang jelas-jelas dididik oleh AS dan bahkan ternyata keturunan Yahudi, dan punya paman yang anggota teroris Israel, Haganah; bahkan ketahuan berkomunikasi langsung dengan Israel menjelang masa penggulingan Mursi, tiba-tiba jadi pahlawan?Apa yang sebenarnya terjadi? Untuk mencari jawabannya, analisis psikologi politik agaknya menarik untuk digunakan.

 

Prof. Ian Robertson, pakar psikologi politik, menulis analisisnya hanya sehari setelah Mursi dikudeta, dan memprediksikan hal yang hari ini tengah terjadi: balas dendam IM [[4],[5]]. Balas dendam ini lahir dari rasa sakit hati yang sangat dalam, akibat kehilangan sesuatu yang sangat berharga dan telah sangat lama didambakan, yaitu power (kekuasaan). Menurut Robertson, tidak ada kampanye politik, propaganda, pendidikan, atau obat yang bisa sedemikian membentuk-ulang pikiran puluhan juta manusia dalam waktu yang bersamaan, selain rasa sakit hati akibat kudeta tersebut. Robertson menyebut kondisi ini ‘endowment effect', yaitu situasi alami yang dialami manusia: terluka ketika kehilangan sesuatu yang sudah pernah mereka miliki.

 

Tentu saja, tidak bisa dipungkiri, perilaku Mursi-IM yang saat berkuasa selama setahun telah menjadi bensin yang sangat efektif membakar kemarahan massa non-IM sehingga mereka berdemo besar-besaran menuntut lengsernya Mursi (selengkapnya bisa baca di ‘Pemetaan Konflik Mesir'[6]). Bila dilihat betapa banyak massa demo anti-Mursi (media memberitakan jumlah bervariasi, antara 17-20 juta), bisa disimpulkan betapa besar rasa ‘eneg' massa terhadap Mursi dan IM.

 

Secara psikologis, kesalahan politik Mursi-IM selama setahun itu lahir dari ketidakmampuannya ‘bermain' dalam atmosfer euforia demokrasi. Selama 30 tahun rakyat Mesir berada dalam cengkeraman sebuah rezim yang diktator, lalu tiba-tiba ‘lepas' dan mereka bebas mengungkapkan apa saja. Dan sebagaimana kita saksikan juga di Indonesia pasca reformasi, semua orang tiba-tiba menjadi pakar politik, bebas berkomentar, dan apa saja yang dilakukan pemerintah selalu disalahkan. Komedi macam Sentilan-Sentilun yang menyindir pemerintah pun menjadi bagian dari demokrasi. Sayangnya Mursi-IM terlihat gamang menghadapi debat, oposisi, bahkan juga ejekan-ejekan dalam siaran komedi di televisi. Kultur pendidikan politik IM adalah kultur antikritik yang yang sangat menjunjung tinggi patronase (antara lain dengan istilah doktrinasi ‘tsiqah', percaya saja pada apa yang dilakukan pemimpin, umat manut saja, pasti hasilnya akan baik) sulit bernegosiasi dengan kultur eforia demokrasi. Dan terjadilah apa yang terjadi: IM yang selama puluhan tahun dibungkam penguasa, justru melakukan upaya-upaya pembungkaman suara oposisi, termasuk menangkap Dr Bassem Youseff, komedian televisi yang dituduh menghina presiden.

 

Yang paling fatal adalah Dekrit November 2012 yang dikeluarkan Mursi, yang menyatakan bahwa semua produk hukum yang dihasilkan anggota parlemen (yang didominasi Ikhwanul Muslimin) tidak bisa dibatalkan pengadilan. Argumen yang diberikan aktivis IM atas dekrit ini adalah: kalau parlemen terus-terusan diganggu oposisi dan keputusannya bisa dibatalkan, kapan pemerintahan akan jalan? Tapi apapun juga argumennya, yang jelas dekrit ini semakin menambah masif gelombang demo anti-Mursi.

 

Di sini pula kita bisa menganalisis, apa yang sebenarnya terjadi dalam benak para demonstran anti-Mursi. Menurut Prof. Robertson, power (kekuasaan) bisa mendistorsi pikiran dan emosi massa. Ketika mereka berdiri dalam jumlah jutaan di Tahrir Square muncul rasa solidaritas, sekaligus power, yang sangat besar. Sayangnya, pada saat yang sama, muncul pula keinginan yang lebih besar untuk melihat orang di luar kelompok mereka menderita. Situasi ini menunjukkan bahwa kekuatan massa pun ternyata bisa menjadi kekuatan korup (perusak).

 

Distorsi pikiran dan emosi massa yang merasa memiliki kekuasaan ini pula agaknya yang membuat mereka mengambil keputusan irrasional, yaitu menyerahkan kedaulatan kepada pihak yang sebelumnya telah merepresi kedaulatan itu sendiri: militer. Mereka membiarkan militer menangkap presiden yang mereka pilih sendiri dalam pemilu dan memaafkan pembunuhan yang dilakukan militer terhadap para aktivis IM. Mereka membiarkan media-media IM dibredel dan membiarkan media massa pro-militer mencekoki rakyat dengan narasi-narasi versi mereka. Akibatnya, tak heran bila dukungan terhadap militer semakin besar.

 

Inilah kondisi rusaknya kemampuan abstraksi rakyat Mesir terkait demokrasi. Dalam alam demokrasi ada pola pikir abstrak yang seharusnya dimiliki semua pihak: saya tidak suka kalah, tapi saya menghormati proses demokrasi. Menurut Robertson, fitur utama demokrasi adalah bahwa ego individual dan ego massa harus tunduk pada prinsip hukum dan prinsip demokrasi. Inilah yang akan menjinakkan ‘angkara murka' psikologis manusia, yaitu nafsu untuk mencapai kekuasaan yang dibarengi dengan keyakinan bahwa kekerasan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan itu. Artinya, setiap faksi politik punya nafsu untuk berkuasa dan secara psikologis ada potensi untuk meyakini bahwa kekuasaan bisa dicapai dengan kekerasan. Demokrasilah yang dianggap bisa menghalangi perilaku seperti ini.

 

Sayangnya, situasi di Mesir memperlihatkan penurunan kemampuan berpikir abstrak-demokrasi telah melanda hampir setiap elemen yang berseteru: pemerintah interim yang di-backing militer terus merepresi aktivis IM dan pihak anti-IM yang kehilangan orientasi: mendukung militer, membiarkannya (dan membenarkan) melakukan apa saja terhadap IM, dan melupakan apa yang mereka perjuangkan tiga tahun sebelumnya (penggulingan Mubarak yang didukung militer selama puluhan tahun). Di saat yang sama, IM terus melakukan aksi-aksi pembangkangan terhadap pemerintah interim walau itu berujung pada semakin kerasnya represi militer terhadap mereka; dan memunculkan antipati massa yang lebih besar.

 

Perdamaian di Mesir tampaknya masih lama akan terwujud. Perseteruan masih akan terus berlanjut, selain karena kemampuan berpikir massa yang terdistorsi, juga karena menyembuhkan luka di hati jutaan orang yang merasa ‘barang berharga'-nya telah dirampas bukanlah pekerjaan mudah.



[1]
. http://opegypt.wordpress.com/2013/07/25/pro-morsi-peacefulness/

[2]. http://www.youtube.com/watch?v=KBQ3QiWsskY&feature=youtu.be

[3]. http://www.theguardian.com/world/2013/oct/20/egypt-general-sisi-mania

[4]. http://professorianrobertson.wordpress.com/2013/07/04/mob-power-can-corrupt-too-bad-news-for-egypts-future/

[5]. http://professorianrobertson.wordpress.com/2013/08/16/egypts-psychological-furies/

[6]. http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/07/28/pemetaan-konflik-mesir/

alt

پرتال پورتال سازمانی بایگانی اسناد پورتال جامعه مجازی پورتال شبکه اجتماعی

Senin, 11 November 2013 16:48

Penyakit yang Merusak Acara Ratapan Duka

Penyakit utama yang merusak bahkan menghilangkan pengaruh penting dan konstruktif sebuah perbuatan baik adalah mengubahnya menjadi sekadar kebiasaan. Hal yang sama juga dapat menimpa penyelenggaraan acara ratapan duka Imam Husein as. Bila pelaksana acara ini tidak mengenal secara khusus apa yang tengah dilakukannya dan tidak mengetahui filosofi apa yang sedang dikerjakannya, maka pada dasarnya mereka lemah dan acara yang diselenggarakan juga akan kehilangan ruh dan semangatnya. Ketidakmampuan ini akan membuat acara yang dilakukan tidak lagi memperhatikan aturan yang semestinya. Acara ratapan duka Imam Husein as perlahan-lahan akan menjadi kebiasaan dan tradisi yang memiliki sedikit kandungan, atau tidak memiliki substansi sama sekali, bahkan acara ini bisa merugikan.

 

Imam Ali as menilai penyakit utama sebuah pekerjaan yang dilakukan atas dasar kebodohan adalah berubahnya pekerjaan itu menjadi sekadar kebiasaan.

 

Bila acara ratapan duka Imam Husein as berubah substansi menjadi hanya sekadar kebiasaan dan tradisi, maka tidak akan ada yang peduli kualitas, tujuan dan mengapa Ahlul Bait as memerintahkan kita untuk menyelenggarakan peringatan acara ratapan duka Imam Husein as. Di sini, acara ratapan duka akan kehilangan substansi dan dampak konstruktifnya.

 

Acara ratapan duka Imam Husein as yang semula merupakan gerakan revolusioner, membentuk jiwa resistensi dan menyempurnakan serta menyadarkan jiwa manusia menjadi kehilangan substansinya. Acara ratapan duka yang seharusnya merupakan alat, kini berubah menjadi tujuan!

 

Dalam kondisi yang seperti ini, sebuah pahala, ibadah dan tujuan penting akan tetap dinilai sebagai satu nilai, sekalipun bercampur dengan pelbagai kebohongan, penyimpangan, dosa dan perselisihan, bahkan dalam banyak kasus justru bertentangan dengan shalat dan kewajiban yang lain. Bagi penyelenggaranya sudah cukup ketika bentuk lahiriah dari sebuah acara ratapan duka diselenggarakan dengan baik.

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan buruk dan tidak benar, maka yang didapatkannya adalah semakin jauh dari Allah."

 

Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang melaksanakan sebuah pekerjaan tanpa pengetahuan dan kesadaran, maka ia akan semakin jauh dari tujuan sesuai dengan seberapa cepat ia melakukan perbuatannya."

Dalam pelaksanaan acara ratapan duka Imam Husein as biasanya muncul hal-hal yang tidak baik dan bahkan berbahaya bagi agama. Hal ini harus disikapi dengan tegas.

 

Sering kali terjadi saat menyampaikan kisah-kisah sejarah dalam acara ratapan duka terjadi penambahan, pengurangan atau penyimpangan. Sebagian syair-syair yang dibacakan melenceng dari akidah Islam.

 

Benar, cinta dan kesedihan yang ada dalam peristiwa Asyura sedemikian dalamnya, sehingga siapapun yang mendengarnya akan meratapi semuanya. Tapi ini tidak menjadi pembolehan atas penambahan, pengurangan atau penyimpangan kisah Asyura. Apa lagi dalam membacakan syair-syair yang yang terlalu berlebihan tentang Imam Husein as, sehingga bertentangan dengan akidah Islam. Semua bentuk penyimpangan ini dilarang oleh para marji Syiah.

 

Para ulama melarang membacakan syair-syair yang memiliki kandungan ekstrim dan lemah, apalagi yang bertentangan dengan pribadi Imam Husein as dan revolusinya. Mereka yang mengikuti acara ratapan duka hendaknya tidak melakukan gerakan-gerakan atau perbuatan yang akan disalahgunakan oleh musuh-musuh Islam.

 

Penyimpangan dan bidah dalam penyelenggarakan acara ratapan duka Imam Husein as adalah sesuatu yang berbahaya. Begitu juga dengan membawa bendera dan simbol-simbol yang tidak memiliki rujukan dalam Islam dan perbuatan lain yang dapat membuat orang salah paham tentang substansi acara ratapan duka Imam Husein as.

 

Hal ini dilarang oleh para ulama agar jangan sampai menjadi tradisi. Perilaku yang salah ketika dibiarkan perlahan-lahan akan menjadi kebiasaan dan bila telah menjadi demikian, maka akan sangat sulit untuk menghilangkannya. Bahkan bisa jadi sedemikian kuatnya tradisi ini membuat mereka yang melakukannya menganggap bagian dari agama, dan siapa saja yang memberikan pencerahan akan masalah ini dianggap tidak mengenal agama, bahkan kafir!

 

Para penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as harus berusaha sedemikian rupa sehingga jangan ada yang punya anggapan dikarenakan untuk Imam Husein as, maka pasti akan diberi pahala dan menggembirakan beliau. Padahal, pemberian pahala dari Allah dan kegembiraan beliau hanya akan terjadi bila perbuatan yang dilakukan sesuai dengan perintah agama.

Tidak Berilmu

 

Prasyarat utama untuk melakukan sebuah perbuatan adalah memiliki ilmu dan informasi terkait aturan, adab dan perilaku yang menjamin dampak positif dari perbuatan itu. Poin penting yang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan acara ratapan duka Imam Husein as adalah segalanya bukan merupakan tujuan, tapi sarana untuk menjadi lebih sempurna dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

 

Bila kita meyakini acara ratapan duka Imam Husein as merupakan sarana, maka setiap sarana hanya dalam kondisi khusus dapat mengantarkan manusia kepada tujuannya. Artinya, tidak benar bahwa setiap perbuatan baik, apakah itu wajib atau sunnah, dalam segala kondisi dapat mengantarkan manusia kepada kesempurnaan.Di sini, sebuah perbuatan yang disertai ilmu dapat meninggikan derajat manusia di sisi Allah.

 

Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt tidak akan menerima sebuah perbuatan tanpa makrifah."

 

Dalam sebuah hadis yang lain dari Imam Husein as disebutkan, "Allah Swt menciptakan manusia agar dapat mengenal diri-Nya. Setelah mereka mengenalnya baru melakukan penghambaan kepada-Nya.

Pembaca Kidung Duka dan Tafsir Birrayu atas Sejarah, Hadis dan Maqtal

 

Sebagian pembaca kidung ratapan duka Imam Husein as melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan agama. Semua itu dinisbatkan kepada Imam Husein as bahwa apa saja yang dilakukan demi beliau sudah pasti diterima oleh Allah Swt.

 

Berangkat dari pemahaman semacam ini sebagian dari pembaca kidung ratapan Imam Husein asi ada yang memaknai sendiri apa saja terkait hukum Islam. Ada juga yang menyampaikan sejarah sesuai dengan yang diinginkannya. Bahkan sebagian mereka menjelaskan riwayat-riwayat secara serampangan akibat ketidakmampuannya di bidang Hadis. Sementara yang lain menambahkan sendiri cerita-cerita tambahan di luar yang dinukil oleh buku-buku maqtal yang mengisahkan peristiwa pembantaian Karbala.

 

Tapi perlu dipahami bahwa mereka yang melakukan ini kebanyakan dikarenakan cintanya kepada Ahlul Bait as, khususnya Imam Husein as. Oleh karenanya, apa yang mereka lakukan ini tidak boleh disikapi dengan keras, tapi perlu dikontrol dan dinasihati. Mereka diberi arahan mengenai mana yang seharusnya mereka lakukan dan mana yang tidak.

 

Kita harus melihat mereka sebagai orang-orang yang perlu diperkaya mengenai ajaran Islam, khususnya terkait acara ratapan duka Imam Husein as. Bukan sebaliknya, kita mencaci mereka dan menjauhkan mereka. Jangan sampai kita melihat orang yang berada di bibir jurang dan ingin menolongnya, tapi bukan menolong, justru kita mendorongnya ke dalam jurang. Dengan kata lain perlu pembinaan khusus kepada mereka yang terlibat dalam acara ratapan duka agar tidak terjatuh pada pemaknaan, penambahan dan penjelasan yang keluar dari pesan Asyura itu sendiri.