
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 197-202
Ayat ke 197-198
Artinya
Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. (7: 197)
Dan jika kamu sekalian menyeru (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk, niscaya berhala-herhala itu tidak dapat mendengarnya. Dan kamu melihat berhala-berhala itu memandang kepadamu padahal ia tidak melihat. (7: 198)
Ayat-ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan ciri-ciri orang Musyrikin dan tuhan-tuhan sesembahan mereka. Ayat ini mengatakan, sesuatu yang kalian sembah selain Allah dan kepada sesuatu itulah kalian menuju, baik itu berupa patung berhala ataupun manusia-manusia seperti kalian sendiri, sebenarnya mereka tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk dirinya. Bagaimana mereka akan dapat menjaga kalian dari berbagai bencana, sementara kalian melihat sendiri bahwa mereka pun tidak luput dari bencana. Mengapa kalian masih menaruh harapan kepada mereka dan melupakan Allah?
Lanjutan dari ayat-ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, "Wahai Nabi! Tugasmu hanyalah memberikan peringatan kepada orang-orang yang sesat. Sampaikanlah seruan kebenaran kepada mereka, namun kamu tidak perlu menunggu agar mereka mendengar seruan dan ajakanmu itu. Sebagian besar dari mereka sesungguhnya telah memahami bahwa berhala-berhala sesembahan yang berupa batu dan kayu itu tidak memiliki kemampuan untuk mendengar dan melihat sesuatu pun. Mereka juga tahu bahwa berhala itu seolah-olah memandang kepada mereka, tetapi sesungguhnya berhala-berhala itu tidak bisa melihat. Namun, tetap saja mereka ingkar dan enggan mengikuti ajakanmu."
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Zat yang disembah haruslah memiliki kekuasaan untuk memberikan bantuan, sehingga Dia dapat menjadi tempat berlindung. Tuhan-tuhan sesembahan selain Allah tidak akan memiliki kemampuan untuk berbuat yang demikian itu.
2. Memiliki telinga dan mata bukanlah segalanya. Betapa banyak orang-orang yang buta dan tuna rungu namun dengan penuh keimanan menerima ajaran kebenaran. Sebaliknya, betapa banyak pula orang-orang yang bisa melihat dan mendengar, namun mengingkari kebenaran.
Ayat ke 199
Artinya:
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (7: 199)
Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya yang menjelaskan beberapa ajaran akhlak yang penting dalam bergaul dengan masyarakat, baik terhadap kawan maupun lawan. Ayat ini mengatakan, "Dalam menanggapi aksi kejahatan terhadapmu, ambillah sikap lapang dada dan pemaaf. Janganlah kamu membalas kejahatan itu namun sebaliknya, ajaklah mereka dengan cara yang baik agar mau melepaskan diri dari kejahatan dan bergabung bersama orang-orang yang benar. Terhadap orang-orang yang bersikap bodoh dan tidak bersopan santun, tunjukkanlah sikap mulia, lapang dada, dan pemaaf."
Namun demikian sikap-sikap yang diajarkan al-Quran tersebut hanya berlaku dalam pergaulan antar individu atau pribadi. Sebaliknya, dalam masalah sosial dan masalah-masalah yang berhubungan dengan hak masyarakat, sikap pemaaf dan lapang dada bukan sikap yang tepat. Kita harus bersikap tegas dan keras terhadap para pelaku kerusakan yang merudikan kepentingan umum. Bahkan kepada pemimpin atau raja sekalipun, kita harus berani mengkritik bila mereka berbuat tindakan yang merugikan masyarakat, misalnya korupsi atau menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi. Kita tidak boleh membiarkan hak-hak masyarakat diganggu dan dizalimi.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bersikap baik saja tidaklah cukup, namun kita hendaknya menyebarluaskan kebaikan itu di tengah-tengah masyarakat, sehingga orang lain pun juga akan termotivasi untuk berbuat baik.
2. Orang yang jahil bukanlah orang yang tidak mengerti apa-apa, akan tetapi orang yang bersikap tidak benar, amburadul, dan menyimpang.
Ayat ke 200
Artinya:
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah. (7: 200)
Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dan menunjukkan betapa setan tidak akan berhenti dalam menggoda manusia, bahkan terhadap seorang nabi sekalipun. Meskipun Allah Swt telah menjaga para nabi utusan-Nya dari segala bentuk penyimpangan dan penyelewangan, namun setan tetap terus melancarkan godaan kepada para nabi agar mereka menyimpang dari jalan yang lurus. Dalam ayat sebelumnya disebutkan bahwa manusia harus bersikap sabar dan lapang dada, namun setan akan senantiasa berusaha menyulut dan mengobarkan api dendam serta kemarahan ke dalam jiwa manusia agar mereka kehilangan sifat-sifat lapang dada dan pemaaf. Karena itulah Allah Swt pada ayat ini mengatakan, "Janganlah kamu terpedaya oleh bisikan dan godaan-godaan setan. Tundukkanlah amarahmu dengan cara berlindung kepada Allah serta bertawakkal kepada-Nya, niscaya kamu akan selamat dan aman dari segala bisikan dan godaan-godaan setan."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setan akan terus melancarkan berbagai bisikan dan godaan tanpa henti-hentinya. Karena itu, Allah Swt selalu memperingatkan tentang hal ini.
2. Jalan untuk menjauhkan diri dari godaan setan ialah berlindung dan mendekatkan diri kepada Allah Swt melalui zikir dan mengingat Allah.
Ayat ke 201-202
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (7: 201)
Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan). (7: 202)
Bila ayat sebelumnya telah berbicara kepada Nabi Muhammad Saw, ayat ini menyinggung orang-orang Mukminin dengan mengatakan bahwa setan akan terus memberikan bisikan dan godaan, bahkan di saat mereka sedang melakukan tawaf sekalipun. Namun, setiap kali orang-orang Mukminin dan ahli takwa ditimpa kesusahan dan bisikan setan, mereka akan selalu ingat kepada Allah dan memahami bahwa Allah Swt selalu memperhatikan perbuatan mereka.
Kesadaran bahwa Allah selalu memperhatikan manusia akan menyebabkan kita meninggalkan perbuatan dosa. Sebaliknya, orang-orang yang tidak memiliki ketakwaan kepada Allah dan tidak takut kepada-Nya, mereka itu bagaikan saudara dan teman setan yang suka menggoda, menipu, dan memperdaya. Orang-orang seperti ini bukan saja menjerumuskan diri dalam perbuatan dosa, namun juga mengajak dan membujuk orang lain agar berbuat jahat, sebagaimana yang dilakukan setan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setan yang berbentuk manusia dan jin, selalu bertebaran menarik orang-orang lain agar mereka menyimpang dan menyeleweng dari jalan yang lurus. Karena itu, kita harus berhati-hati dan waspada.
2. Zikir dan mengingat Allah, baik dalam hati maupun melalui lisan, dapat menjaga manusia dari berbagai bisikan dan godaan setan.
3. Apabila manusia tidak memiliki ketakwaan dan keimanan kepada Allah, dia akan menjadi saudara setan. Bersama-sama dengan setan, dia akan menggoda dan menyesatkan manusia-manusia lain.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 193-196
Ayat ke 193
Artinya:
Dan jika kamu (hai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala) untuk memberi petunjuk kepadamu, tidaklah berhala-berhala itu dapat memperkenankan seruanmu; sama saja (hasilnya) buat kamu menyeru mereka ataupun kamu herdiam diri. (7: 193)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa sebagian orang tua semestinya mengajak anak-anak mereka, yang merupakan amanat Tuhan itu menuju ke jalan Allah Swt, namun malah membiarkan anak-anak mereka terseret ke jalan selain Allah. Ayat ini mengatakan, "Hal-hal yang kalian anggap dapat memberi petunjuk, yaitu berhala-berhala, sama sekali tidak bisa memberi apapun kepada kalian. Jika kalian meminta petunjuk kepada berhala-berhala itu, mereka tidak akan menjawab apapun. Permohonan kalian kepada berhala itu tidak akan sampai ke manapun, karena selain Allah, tidak ada wujud lain yang memiliki kekuasaan independen. Semua makhluk hanya mampu melakukan pekerjaan selama Allah mengizinkannya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap hamba tidak memiliki justifikasi atau alasan apapun untuk menyembah selain Allah, apalagi menyembah sesuatu benda yang tak bernyawa dan lebih lemah dari manusia itu sendiri.
2. Permohonan manusia yang terpenting terhadap zat yang disembah adalah permohonan untuk mendapat petunjuk menuju kebahagiaan. Petunjuk seperti ini tidak bisa diberikan oleh tuhan-tuhan berhala dan hanya bisa diberikan oleh Allah Swt.
Ayat ke 194
Artinya:
Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. (7: 194)
Ayat ini menyatakan bahwa semua manusia adalah hamba dan ciptaan Allah. Semua manusia sama-sama memerlukan anugerah dan bantuan dari Allah. Semua manusia setara dan tidak ada yang lebih hebat dari yang lain. Karena itu, mengapa kalian menyembah sesama manusia dan meminta pertolongan kepadanya? Apakah kalian menyangka mereka itu memiliki kekuatan atas diri kalian? Jika kalian menyangka demikian, pergilah pada sembahan-sembahan itu dan mintalah hal-hal yang menjadi keinginan kalian, agar kalian dapat menyaksikan sendiri apakah berhala-berhala itu mampu memenuhi pemintaan kalian. Ayat ini mungkin juga dimaksudkan untuk menyindir orang-orang Kristen yang menganggap Nabi Isa al-Masih adalah Tuhan dan menjadikannya sesembahan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Zat yang disembah haruslah lebih baik daripada zat yang menyembah. Karena itu, penyembahan manusia terhadap sesama manusia, apalagi terhadap benda mati, sama sekali tidak masuk akal dan tidak memiliki dalil.
2. Zat yang disembah harus memiliki kemampuan untuk memenuhi segala keperluan hamba-hamba yang menyembahnya. Karena selain Allah tak ada sesuatu pun yang memiliki kekuasaan semacam ini, maka selain Allah, tidak ada sesuatupun yang pantas disembah.
Ayat ke 195
Artinya:
Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengan itu ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar? Katakanlah: "Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)-ku. tanpa memberi tangguh (kepada-ku)". (7: 195)
Pada pembahasan ayat sebelumnya yaitu ayat 194, telah dijelaskan bahwa Allah mencela orang-orang yang menjadikan sesama manusia sebagai sesembahan. Sementara itu, ayat ke 195 ini mengecam dan mencela orang-orang yang menyembah makhluk-makhluk yang lebih lemah daripada manusia, misalnya patung batu atau patung kayu yang tak bernyawa. Benda-benda ini bahkan tidak mampu berjalan, berbicara, melihat, atau mendengar. Melalui ayat ini Allah Swt memerintahkan Nabi Muhammad Saw agar menyadarkan manusia yang khilaf dan sesat agar mereka melepaskan diri dari penyembahan terhadap berhala. Ayat ini menantang orang-orang yang menyembah berhala itu agar meminta kepada sesembahannya untuk mendatangkan bala terhadap Allah. Tentu saja, berhala-berhala itu sama sekali tidak mampu berbuat apapun.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi utusan Allah dan para pemimpin di jalan Allah, memiliki keimanan yang sangat teguh, sehingga mereka berani menantang musuh-musuh Allah agar terungkap kelemahan dan kesesatan dari orang-orang yang mengingkari Allah.
2. Kaum Musyrikin tidak pernah menaati seruan para nabi. Dalam menolak seruan nabi mereka beralasan bahwa para nabi adalah manusia yang seperti mereka. Namun anehnya, mereka malah menyembah patung-patung berhala, yang lebih lemah dan lebih hina dari mereka.
Ayat ke 196
Artinya:
Sesungguhnya pelindungku ialahlah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh. (7: 196)
Pada ayat-ayat sebelumnya, telah dijelaskan berbagai kelemahan dari sesembahan selain Allah Swt. Pada ayat ini disebutkan bahwa Rasulullah secara tegas mendefinisikan Tuhan yang disembahnya. Rasulullah Saw bersabda, "Aku hanya mau menyembah Allah Swt Sang Pencipta alam semesta dan tidak akan melakukan penyembahan terhadap sesama manusia atau hal-hal lain selain Allah. Allah yang menurunkan wahyu dan ayat-ayat-Nya kepadaku sebagai petunjuk bagi kalian semua umat manusia. Dialah Tuhan yang melindungi orang-orang yang bersih dan beramal saleh. Dialah yang bertanggung jawab atas keselamatan orang-orang yang saleh."
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seseorang yang saleh dan bersih memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah. Al-Quran menggolongkan para nabi sebagai orang-orang yang saleh dan suci.
2. Dalam menempuh jalan yang lurus, kita tidak perlu takut untuk berjalan sendirian karena Allah telah berjanji untuk membantu dan melindungi orang-orang yang saleh.
3. Selain memberikan petujuk mengenai jalan hidup yang harus ditempuh manusia, Allah Swt juga selalu membantu manusia dalam menjalani jalan yang lurus tersebut.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 188-192
Ayat ke 188
Artinya:
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (7: 188)
Sebagian masyarakat menganggap Nabi Muhammad Saw bisa memberi ramalan dan keterangan mengenai masa depan beliau sendiri dan masa depan orang-orang lain. Mereka meminta kepada Nabi agar memberi ramalan atas diri mereka demi kepentingan mereka sendiri. Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi menjawab permintaan orang-orang itu sebagai berikut; "Sesungguhnya aku datang untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada kalian semua dan bukan untuk memberitahu tentang hal-hal yang gaib.Bila demikian pasti aku akan berusaha untuk mengumpulkan dan mendapatkan harta demi kepentinganku atau menyelamatkan diriku dari bahaya yang mengancam".
Rasulullah Saw selanjutnya mengatakan, "Sebagaimana juga kalian, keuntungan atau bahaya yang akan menimpaku, semua berada di tangan Allah, dan aku tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur keuntungan bagiku atau menghindarkan diriku dari bahaya."
Pada dasarnya, ilmu gaib adalah khusus milik Allah Yang Maha Kuasa dan kemampuan manusia dalam mengetahui sebagian kecil dari ilmu gaib hanya bisa dicapai atas seizin Allah. Untuk memberi petunjuk kepada manusia, Allah Swt memberitahukan kepada Nabi mengenai berita-berita orang-orang terdahulu dan yang akan datang terdahulu dan akan datang. Akan tetapi, para nabi utusan Allah itu tidak berhak untuk memanfaatkan pengetahuan ini untuk diri mereka sendiri. Para nabi harus menjalani kehidupan yang sama seperti kehidupan orang-orang biasa, bukan kehidupan yang berdasarkan ilmu gaib.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terhadap segala hak yang kita miliki, kita tidak boleh lupa daratan atau menyombongkan diri, karena itu adalah titipan dan milik Allah. Sewaktu-waktu Allah mungkin akan mengambil kembali titipan-Nya tersebut dan tidak ada sesuatu pun yang bisa terjadi, kecuali atas keinginan Allah.
2. Ilmu gaib yang diberikan kepada para nabi merupakan suatu sarana untuk memberi petunjuk kepada manusia dan bukan sarana untuk mencari pendapatan atau menghilangkan berbagai problem. Karena itulah sejarah mencatat bahwa kehidupan para Nabi as juga diwarnai oleh kepahitan, kesulitan, dan berbagai musibah lainnya.
Ayat ke 189-190
Artinya:
Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (7: 189)
Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. (7: 190)
Kedua ayat ini memberitahukan tentang kekuasan Allah. Ayat-ayat ini mengatakan, "Tuhanlah yang menciptakan manusia dari satu ruh. Kemudian, dari ruh yang satu itu, Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan." Selanjutnya, ayat ini menyindir pasangan suami-istri yang ketika belum diberi anak, mereka berdoa dengan khusyuk kepada Allah, namun setelah diberi anak, mereka malah lupa bersyukur kepada Allah.
Ayat 189 dan 190 itu mengatakan, "Allah Swt telah menetapkan kalian berdua sebagai suami dan istri, sehingga kalian dapat merasa tenang hidup berdampingan satu sama lain. Kemudian Allah mengaruniakan anak kepada kalian. Ketika kandungan istrimu menjadi berat dan hampir tiba masa kelahiran sang anak, kalian berdoa memohon kepada Allah Swt agar anak tersebut dijadikan anak yang baik dan saleh. Lalu Allah Swt menganugerahi anak yang saleh. Namun setelah anak itu lahir, kalian malah lupa kepada Tuhan. Anak yang seharusnya kalian bimbing agar taat di jalan Allah, malah kalian ajak ke jalan selain Allah".
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hubungan yang erat antara suami dan istri, merupakan unsur yang dapat menentramkan jiwa dan raga manusia. Karena itu, untuk mencegah timbulnya problema mental dan psikologis di tengah kawula muda, hendaknya masyarakat mempermudah jalan bagi mereka untuk menikah. Pernikahan adalah jalan penyelesaian yang paling baik dalam menghadapi berbagai problema kawula muda.
2. Manusia memperlukan ketenangan dan ketentraman lahir dan batin dan Allah Swt memberikan jalan keluar bagi kebutuhan ini, yaitu dalam rumah tangga melalui hubungan suami-istri.
3. Salah satu dari tujuan pernikahan adalah untuk kelestarian generasi dan rumah tangga adalah sarana untuk membina anak-anak agar menjadi manusia yang saleh dan berperilaku baik.
4. Guna mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang saleh, sebelum masa kelahiran, orangtua harus melalui melakukan berbagai langkah persiapan, antara lain membekali diri dengan pengetahuan mengenai pendidikan anak, serta selalu memohon pertolongan kepada Allah Swt.
Ayat ke 191-192
Artinya:
Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. (7: 191)
Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berha]a itu tidak dapat memberi pertolongan. (7: 192)
Dua ayat sebelumnya menyebutkan tentang sebagian orang tua yang tidak mengarahkan anak-anak mereka ke jalan Allah Swt, namun mereka malah membiarkan anak-anak tersebut berjalan menuju kepada yang sesat. Mereka bahkan menyangka bahwa selain di jalan Allah, jalan yang lainnya pun memiliki kekuatan dan kemuliaan.
Pada ayat 191 dan 192 ini muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut; "Kekuatan dan kemuliaan apa yang dimiliki oleh jalan-jalan selain Allah itu? Apakah mereka juga memiliki kekuasaan dalam menciptakan Alam semesta ini, padahal mereka sendiri adalah makhluk Allah?" Apakah berhala-berhala itu mampu melindungi manusia dalam menghadapi berbagai marabahaya, padahal berhala itu sendiri tidak mampu berbuat apapun bagi diri mereka sendiri? Bukankah hidup dan mati manusia berada di tangan Allah? Lalu, mengapa mereka tidak menuju atau mengarahkan muka kepada Allah Pencipta jagat raya ini? Adakah sesuatu yang tidak Allah miliki, pada saat yang lain memilikinya? Lalu mengapa pula anak-anak kalian dididik sedemikian rupa sehingga hanya memikirkan dunia dan menumpuk harta kekayaan saja? Mengapa pula kalian lupa terhadap akhirat, sehingga anak-anak kalian juga melupakan urusan akhirat yang sangat penting ini?
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Anak adalah anugerah dan amanat besar dari Allah yang diberikan kepada ayah dan ibunya. Karena itu, kita tidak boleh berkhianat dan menelantarkan amanat Allah ini, sehingga anak-anak tersebut terseret ke jalan selain jalan Allah.
2. Pada hakikatnya, selain Allah, tidak ada penguasa lain di alam ini. Diri kita sendiri juga tidak memiliki apapun, bahkan nyawa kita sendiripun bukan milik kita dan sewaktu-waktu bisa diambil oleh pemiliknya, yaitu Allah Swt. Oleh karena itu, janganlah kita menukar ketakwaan kita kepada Allah dengan segala sesuatu selain Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 184-187
Ayat ke 184
Artinya:
Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. (7: 184)
Telah disampaikan sebelumnya bahwa manusia dalam menghadapi seruan para nabi terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang-orang yang dengan kejujuran dan kebersihan hati menerima nasehat dan ajaran para utusan Allah tersebut. Sedang kelompok kedua adalah orang-orang yang bersikap keras kepala dan ingkar, serta tidak menerima kebenaran. Ayat yang baru kita baca tadi menyebutkan orang-orang kelompok kedua tersebut. Mereka menolak kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw terkena pengaruh jin dan berpenyakit gila.
Padahal, kaum Quraisy yang menuduh Nabi Muhammad secara keji itu telah hidup bersama beliau selama 40 tahun dan selama itu pula, mereka mengetahui bahwa sebelum beliau diangkat sebagai nabi, beliau sama sekali tidak pernah menunjukkan perilaku yang tidak wajar. Mereka juga menyaksikan selama 40 tahun bahwa Muhammad Saw adalah seorang yang , jujur, bersih dan adil. Kini, ketika Muhammad Saw menjelaskan kepada mereka ajaran ketuhanan dan kebenaran, mengapa tiba-tiba mereka mengatakan bahwa Muhammad Saw adalah seorang yang berpenyakit gila? Tuduhan gila tidak saja ditimpakan kepada Nabi Muhammad, melainkan kepada para nabi sebelumnya. Hal ini menunjukkan logika kacau orang-orang kafir, yaitu para utusan Allah yang jelas-jelas jujur, bersih, berakhlak mulia, mampu mengontrol hawa nafsu, dan dermawan, malah disebut sebagai orang gila.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cara yang diambil oleh orang-orang Kafir dalam melawan kebenaran sama sekali tidak rasional dan tidak argumentatif. Yang dapat mereka lakukan hanyalah melemparkan tuduhan-tuduhan bohong.
2. Menakuti-nakuti dan memberi peringatan atas berbagai perbuatan, yang menilai akhir pekerjaan-pekerjaan itu haruslah jelas dan gamblang dan bukan di balik layar dan sembunyi.
Ayat ke 185
Artinya:
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu? (7: 185)
Pada ayat sebelumnya, Allah menyeru kepada para penentang kebenaran agar mencermati sikap dan kepribadian Nabi Muhammad Saw, supaya mereka dapat melihat bahwa beliau bukan orang gila, melainkan utusan Tuhan yang membawa ajaran kebenaran. Pada ayat ke 185 ini, Allah mengajak para penentang kebenaran itu untuk berfikir mengenai kehebatan penciptaan langit dan bumi, serta ciptaan alam lainnya. Ayat ini mengatakan, "Siapa yang menguasai alam raya ini? Apakah selain Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, ada Tuhan lain yang menguasai jagat raya ini? Apakah kalian tidak memikirkan kemungkinan bahwa sebentar lagi kalian akan mati, sehingga kalian sibuk mengejar materi dan mengumbar hawa nafsu? Mengapa pula kalian justru meyakini dan membenarkan nasehat batil yang tidak argumentaf dari orang-orang lain dan menolak seruan dan nasehat kebenaran nabi utusan Allah?
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus bisa memandang dan mencermati alam raya ini dengan pemikiran yang dalam dan teliti, karena alam semesta merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
2. Lupa akan kematian merupakan penyebab utama terjadinya penyelewengan, penyimpangan pemikiran, dan kesesatan. Sebaliknya, ingat kepada kematian akan mendorong manusia untuk menerima kebenaran dan mempersiapkan dirinya menghadapi alam akhirat.
Ayat ke 186
Artinya:
Barangsiapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (7: 186)
Ayat ini merupakan penjelasan yang tegas dari Allah kepada orang-orang Kafir. Sikap keras kepala, ekstrim, dan taklid buta pada kesesatan akan menyebabkan kemurkaan Allah Swt dan Allah akan membiarkan mereka dalam kondisi sesat tersebut. Mereka akan terjauhkan dari hidayah dan petunjuk Allah Swt. Jauh dari jalan Allah yang lurus akan menyebabkan manusia kebingungan, hidup tanpa arah dan tujuan, serta mengalami tekanan jiwa. Manusia-manusia yang telah tersesat sebagai akibat keingkaran mereka terhadap seruan kebenaran Nabi, hari demi hari akan semakin tersesat dan menderita.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bersikap ingkar kepada Nabi utusan Allah akan menyebabkan datangnya murka Allah. Nabi utusan Allah adalah sumber petunjuk dan kebenaran. Menjauhi nabi sama saja dengan menjauhkan diri dari cahaya dan petunjuk Allah Swt.
2. Kehidupan kita di dunia ini bagaikan berdiri di tebing jurang, dan setiap saat kita bisa saja tergelincir jatuh. Oleh karena itu kita harus senantiasa berpegang teguh kepada tali Allah agar tidak tergelincir. Bila manusia melepaskan diri dari tali Allah, Allah melepaskannya ke dalam api neraka.
Ayat ke 187
Artinya:
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (7: 187)
Salah satu pertanyaan yang di ketengahkan oleh orang-orang Kafir kepada Nabi Muhammad Saw dengan tujuan untuk menantang beliau adalah pertanyaan mengenai kapan waktu tibanya Hari Kiamat. Namun tugas Nabi Muhammad hanyalah memberitakan tentang kepastian akan terjadinya Hari Kiamat. Namun, tugas Nabi Muhammad hanyalah memberikan tentang kepastian akan terjadinya Hari Kiamat, sedangkan kapan tepatnya kiamat akan terjadi adalah urusan Allah Swt. SeandainyaRasulullah menjawab bahwa kiamat itu sepuluh ribu tahun lagi, orang-orang Kafir itupun tetap tidak akan bisa membuktikan kebenarannya, karena pada saat itu mereka sudah mati.
Al-Quran al-Karim dalam ayat ini menekankan dua poin. Pertama, kiamat akan terjadi dengan tiba-tiba dan manusia tidak mampu memprediksi kapan terjadinya kiamat itu. Kedua, ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan mulai dan berakhirnya alam semesta ini hanya di tangan Allah Swt. Tak seorangpun dari manusia yang dapat mengetahuinya, termasuk para rasul sekalipun.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus senantiasa siap untuk menyosong tibanya Hari Kiamat yang sewaktu-waktu bisa datang. Setelah kiamat, manusia akan dihadirkan di pengadilan Allah. Oleh karena itu, selama masih hidup manusia harus berbuat amal saleh sebanyak-banyaknya sebelum terlambat.
2. Bila kita tidak tahu tentang sesuatu, kita harus mengakuinya secara terus-terang dan tidak perlu berbohong. Para nabi pun secara terus-terang menjawab tidak tahu, apabila mereka memang tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 179-183
Ayat ke 179
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (7: 179)
Tujuan utama Allah menciptakan manusia adalah untuk mengembangkan dan menyempurnakan manusia itu sendiri. Karena itu, Dia memberikan dan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan manusia. Telinga, mata dan akal merupakan sarana untuk mengetahui dan memahami hakikat. Manusia yang memiliki alat-alat tubuh tersebut namun tidak mau mempergunakannya di jalan yang benar, bahkan menggunakannya untuk tujuan yang keji, akan mendapat balasan siksa neraka jahanam.
Pada dasarnya, hewan-hewanpun juga memiliki alat-alat tubuh semacam ini, namun kemampuannya sangat terbatas bila dibandingkan dengan kemampuan manusia. Karena itu, apabila manusia tidak memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh Allah Swt kepadanya dengan cara yang baik dan benar, berarti mereka lebih rendah dan lebih sesat dari hewan. Berdasarkan ayat ini, kebenaran adalah suatu pengetahuan yang bisa dicari dan dikenali, dan manusia ditugaskan Allah untuk mencari kebenaran itu dengan menggunakan fasilitas yang dimilikinya, yaitu akal, mata, dan telinga. Bila manusia tidak mencari kebenaran itu, kelak dia akan dikumpulkan di neraka jahanam bersama orang-orang yang tersesat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita jangan mengharapkan semua orang menjadi baik dan beriman. Karena Allah telah memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalannya sendiri dan sebagian besar manusia memilih kepada jalan yang sesat sehingga kelak mereka akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam.
2. Manusia dianugerahi akal dan kemampuan untuk memahami hakikat dan kebenaran. Hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Bila kemampuan untuk memahami kebenaran itu tidak digunakan maka, kualitas manusia itu sama, atau bahkan lebih rendah dari hewan.
Ayat ke 180
Artinya:
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (7: 180)
Semua sifat-sifat mulia, baik dan indah hanyalah milik Allah Swt karena Dialah sumber dari semua kesempurnaan. Oleh karena itulah, dalam menyebut dan menyifati Allah, kita harus menggunakan nama-nama yang terbaik dan terindah. Dalam berbagai ayat al-Quran yang lain juga disebutkan mengenai perintah agar manusia menjaga kesucian dan keagungan nama-nama Allah Swt. Selain itu, al-Quran juga memerintahkan kita agar tidak menyekutukan Allah baik dalam sikap, maupun dalam menyebut nama-Nya. Dengan kata lain, kita tidak boleh menyebut nama Allah setara dengan nama-nama lainnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seluruh kebaikan dan kemuliaan datang dari Allah Swt. Karena itu, untuk bisa sampai kepada kebaikan dan kemuliaan itu, kita harus selalu berusaha mendekati Allah Swt.
2. Dalam pandangan Islam, nama memiliki makna-makna yang penting, sehingga dalam para nabi, imam, dan ulama selalu berpesan agar kita memakai kata-kata yang indah dan mulia dalam memberi nama untuk anak-anak kita.
Ayat ke 181-183
Artinya:
Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (7: 181)
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (7: 182)
Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (7: 183)
Ayat-ayat ini membagi manusia dalam ke dalam dua bagian. Kelompok pertama adalah orang-orang yang mendapat petunjuk untuk diri mereka sendiri dan menyampaikan petunjuk itu kepada orang-orang lain. Orang-orang ini bekerja dengan berdasarkan kepada kebenaran dan keadilan sehingga mereka menjadi teladan dan panutan bagi orang-orang yang lain. Kelompok kedua adalah mereka ingkar atas kebenaran dan bahkan mendustakan kebenaran itu. Mereka tidak menyembah Allah, tetapi malah menyembah hawa nafsu.
Dalam ayat ini Allah Swt menegaskan, "Aku akan memberikan kesempatan kepada orang-orang itu untuk melakukan segala kesesatan dan keingkaran mereka. Akan tetapi janganlah mereka menyangka bahwa kesempatan itu akan menguntungkan mereka, karena kesempatan itu justru akan menambah dosa dan penyelewengan mereka. Sehingga hari demi hari dosa mereka akan bertambah dan mereka akan semakin jauh dari jalan kebenaran."
Salah satu bentuk dari balasan Allah kepada orang-orang Kafir di dunia ini adalah dengan memberikan berbagai kenikmatan semu kepada mereka yang secara beransur-ansur akan membawa mereka kepada kebinasaan. Inilah yang dimaksud ayat 182. Kenyataan di sekitar kita menunjukkan betapa banyak pendusta agama dan orang-orang korup yang hidup secara bermewah-mewah dan bermegah-megah, namun hidup mereka sesungguhnya tidak bahagia. Mereka hari demi hari akan semakin tersiksa oleh dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk mendapatkan petunjuk, tidaklah cukup kita mendengarkan nasihat orang-orang lain, akan tetapi kita harus dapat mengamalkan ajaran kebenaran tersebut dengan baik dan benar. Dengan demikian amal perbuatan kita akan menjadi teladan bagi orang lain, dan hal itu akan menyebabkan orang lain tersebut petunjuk dan hadiah.
2. Apabila kita berbuat dosa, namun kita tidak mendapatkan balasan siksa apapun, janganlah kita bersuka hati, karena betapa banyak siksa yang diberlakukan oleh Allah namun kita tidak merasakannya. Karena itu, kita harus terus bertaubat atas segala kesalahan dan dosa kita.
3. Allah Swt memberikan kesempatan bertaubat kepada semua umat manusia, namun hanya kaum Mukmin yang bisa memanfaatkan kesempatan tersebut. Sementara itu, orang-orang yang kafir dan ingkar malah menafsirkan kesempatan yang diberikan oleh Allah tersebut sebagai kesempatan untuk lari dari kekuasaan Allah. Padahal, tidak ada seorangpun yang dapat lari dari kekuasaan Allah dan siapapun yang ingkar, cepat atau lambat pasti akan mendapat balasan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 175-178
Ayat ke 175
Artinya:
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (7: 175)
Ayat ini menyinggung kisah tentang seorang alim dan cendikia dari Bani Israil bernama Bal'am Ba'ura. Pada awalnya, dia termasuk dalam barisan orang-orang yang beriman dan merupakan salah satu sahabat dekat Nabi Musa as. Akan tetapi karena bisikan dan godaan setan yang terus menerus akhirnya dia menerima bujuk rayu keluarga kerajaan Fir'aun. Iming-iming hadiah, gemerlapnya dunia, serta kebesaran istana Fir'aun membuatnya lupa daratan, dan akhirnya berbalik melawan Nabi Musa as. Dan para pengikutnya peristiwa ini disebutkan dalam kitab Taurat, Perjalanan Bilangan, bab 22.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bahaya cinta dunia senantiasa mengancam siapapun, termasuk para ilmuan dan pemuka agama. Nasib seorang ulama seperti Bal'am Ba'ura dapat kita jadikan sebagai pelajaran yang berharga agar selalu waspada dari bahaya cinta dunia ini.
2. Kita tidak boleh bersikap sombong atas kelebihan kita karena sikap sombong akan mengakibatkan kita masuk dalam perangkap. Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin besar pula bahaya kejatuhannya.
3. Mereka yang memilih berpisah dengan Tuhan berarti telah terpancing bujuk rayu dan jebakan setan. Cinta kepada dunia dapat menyebabkan seseorang sekalipun dia berilmu tinggi, menjadi tawanan setan dan tersesat.
Ayat ke 176
Artinya:
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (7: 176)
Pada ayat ini Allah Swt mengatakan, "Sesungguhnya Kami ingin meninggikan derajatnya, akan tetapi dia lebih condong kepada dunia yang hina. Padahal, Kami telah menyediakan jalan baginya untuk terus naik menuju kesempurnaan dan tidak bersedia untuk memisahkan diri dari ikatan materi dan duniawi. Karena itu, dia terjebak dalam perangkap setan dan tersesat, sehingga apa saja yang sebelumnya dia peroleh menjadi lenyap dan hilang musnah sama sekali."
Al-Quran al-Karim menyebut orang-orang yang lupa daratan bagaikan binatang berkaki empat. Bahkan, para ulama, ilmuan atau cendikiawan yang terpedaya oleh jebakan setan diumpamakan sebagai anjing yang senantiasa menjulurkan lidahnya, seakan sifat rakusnya tak pernah habis. Kerakusan untuk memperoleh harta dan kedudukan yang lebih besar dan lebih tinggi adalah kerakusan yang bersumber dari kesombongan. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Meskipun seseorang memiliki ilmu dan pengetahuan yang banyak, namun bila ilmu tidak memberikan petunjuk kepada dirinya, maka ilmu itu akan membuat ia semakin jauh dari Allah Swt."
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pengetahuan atas ayat-ayat Allah akan menyebabkan terangkatnya kedudukan dan derajat manusia ketingkat yang tinggi dan mulia, dengan syarat ilmunya itu tidak disertai dengan rasa cinta dunia.
2. Bila para ulama agama menjadi pecinta dunia, mereka sangat mungkin akan melakukan kebohongan dan penyelewengan terhadap ayat-ayat Ilahi, sehingga mereka menjadi orang yang kufur.
3. Sejarah para pendahulu harus dijadikan sebagai pelajaran bagi generasi saat ini dan masa yang akan datang. Karena itu, kita tidak boleh mengampang sejarah orang-orang dahulu.
Ayat ke 177-178
Artinya:
Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (7: 177)
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi. (7: 178)
Setelah menjelaskan peristiwa yang menimpa Bal'am Ba'ura, al-Quran menjelaskan sebuah prinsip umum bahwa siapapun yang mendustakan ayat-ayat Allah, pasti akan memperoleh celaka. Al-Quran juga menyatakan bahwa orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Ilahi sesungguhnya sama sekali tidak memberikan pukulan apa pun kepada Allah. Sebaliknya, perbuatan mereka itu akan memukul diri mereka sendiri. Orang-orang seperti itu akan dijauhkan dari rahmat dan anugerah Ilahi. Meskipun Allah berkuasa untuk memberi petunjuk atau menyesatkan manusia, namun semua itu akan dilakukan dengan perhitungan dan pertimbangan atas perilaku manusia itu sendiri. Allah Swt adalah Tuhan yang Maha Penyayang dan Maha Bijaksana, sehingga tidak akan berbuat zalim kepada hamba-Nya. Orang yang ingkar dan sesat adalah orang yang berbuat zalim kepada dirinya sendiri.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perbuatan yang zalim adalah menganiaya diri sendiri melalui perbuatan ingkar terhadap kebenaran dan menyembah hawa nafsu.
2. Beriman atau kufurnya kita umat manusia tidaklah membahayakan Allah Swt, karena Dia tidak memerlukan sesuatupun. Sebaliknya semua makhluk di dunia ini memerlukan kasih saying Allah.
3. Ilmu bukanlah jaminan untuk memperoleh keselamatan manusia bila ilmu itu tidak disertai dengan amal perbuatan yang diridhai oleh Allah Swt.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 167-169
Ayat ke 167
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (7: 167)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa sekelompok Bani Israil dengan berbagai tipuan dan akal licik, telah mengabaikan perintah Allah untuk tidak melakukan segala aktifitas pada hari Sabtu, dan mengisinya dengan ibadah dan keperluan pribadi. Dengan berbagai cara tipuan mereka menjaring ikan-ikan yang masuk diperangkap mereka pada hari Sabtu, lalu mengambilnya sehari setelah itu. Kelompok ini mendapat siksa Allah yang amat pedih dengan diubah bentuk menjadi kera. Kelompok ini mendapat siksa Allah yang amat pedih dengan diubah bentuk menjadi kera.
Allah Swt dalam ayat ini mengatakan, barang siapa yang mempermainkan hukum Allah dan acuh tak acuh terhadap perintah dan ketetapan-Nya, maka Allah akan mengazab mereka di dunia ini dengan azab yang berat, dan akan membuka pintu kesulitan dan kemalangan bagi mereka. Akan tetapi, apabila mereka bertaubat dan kembali ke jalan Allah, maka Allah akan mengampuni dan melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para pendosa dari kaum Yahudi ini hingga Hari Kiamat, akan berada dalam kesulitan dan musibah, serta tidak akan memperoleh kebaikan.
2. Takut terhadap siksaan, dan harapan akan rahmat Allah, ini merupakan faktor kemajuan manusia.
Ayat ke 168
Artinya:
Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (7: 168)
Ayat sebelumnya menjelaskan soal kehinaan dan kesengsaraan sekelompok orang dari kaum Yahudi pada Hari Kiamat. Ayat ini mengatakan, mereka bukanlah sebuah umat yang bersatu dan berkumpul, akan tetapi mereka bercerai berai dan tersebar dimana-mana. Mereka tidak memiliki sebuah negara dan pemerintahan yang tersendiri.
Tentunya, tidak semua orang Yahudi termasuk golongan orang-orang yang tidak saleh dan tidak lurus. Ada juga orang-orang Yahudi yang jujur dan baik. Namun dikarenakan mayoritas kaum ini adalah orang-orang yang membangkang, maka mereka menjadi hina dan terusir sepanjang sejarah. Lanjutan ayat ini mengatakan, Sunnatullah dimaksudkan untuk menguji umat manusia, tidak terkecuali umat Yahudi. Mereka diuji dengan kenikmatan dan kesusahan supaya mereka sadar dan menyesali apa yang telah diperbuat pada masa lalu.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam memperlakukan para penentang, kita harus bersikap jujur dan mengakui kebaikan yang mereka lakukan.
2. Ujian Allah ini akan menyadarkan manusia dan membuatnya bertaubat dan kembali kepada jalan Allah Swt.
Ayat ke 169
Artinya:
Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti? (7: 169)
Al-Quran al-Karim dengan menjelaskan sejarah umat Yahudi yang ada dalam ayat-ayat tersebut, mengatakan, mereka yang hidup pada zaman Nabi Musa as dan menyaksikan para nabi Bani Israil lainnya, telah mendengar langsung ajaran para nabi itu. Sayangnya mereka menentang ajaran Ilahi dan mempermainkannya, akibatnya mereka ditimpa azab dan kemalangan. Setelah itu, datang generasi sesudah mereka yang meski membaca dan mengetahui isi kitab Taurat, tetapi lebih mementingkan dunia dan kekayaan. Mereka dengan congkak mengatakan, meskipun kami hanya mengejar dunia dan tidak mempedulikan akhirat kami, tetapi Tuhan pada Hari Kiamat pasti akan mengampuni kami dan memasukkan kami ke dalam surga.
Dalam ayat ini, Allah Swt mengatakan, "Pernyataan ini tidak mendasar sama sekali. Kalian yang telah membaca Kitab Taurat dan sudah memahami isinya, seharusnya mengetahui kesalahan sikap ini. Sebaiknya kalian bertakwa dan memikirkan akibat dari perbuatan kalian?"
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cinta dunia dan penyembahan kepada harta, merupakan bahaya yang mengancam orang-orang yang taat beragama dan bisa melupakan manusia dari akhirat.
2. Berharap kepada rahmat Allah tanpa melakukan perbuatan apapun adalah pengharapan yang tidak pada tempatnya.
Tafsir Surat Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 163-166
Ayat ke 163
Artinya:
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. (7: 163)
Salah satu hukum dan peraturan kaum Yahudi yaitu libur pada hari Sabtu. Pada hari ini mereka tidak boleh melakukan pekerjaan apapun, selain melakukan pekerjaan peribadi dan ibadah kepada Allah Swt. Hukum ini masih dijalankan dan dihormati orang-orang di zaman ini. Akan tetapi sekelompok Bani Israel yang tinggal di pinggir pantai, menyaksikan bahwa pada hari Sabtu ketika mereka tidak bekerja dan mengail ikan, ikan-ikan itu berdatangan ke tepi pntai. Padahal di hari yang lain, mereka harus menangkap ikan di tengah laut.
Penduduk di tepi pantai ini menyusun satu cara untuk menangkap ikan tanpa harus melanggar hukum Allah. Mereka membuat petak-petak semacam kolam di tepi pantai. Dengan cara ini mereka tetap beribadah sementara ikan-ikan yang berdatangan di hari Sabtu akan terjebak dan tidak dapat keluar dari kolam-kolam tersebut. Sehari setelahnya, ikan-ikan itu akan ditangkap. Al-Quran menyebut cara seperti sebagai salah satu bentuk pelanggaran terhadap hukum Ilahi. Al-Quran mengatakan, "Datang dan tidak datangnya ikan-ikan itu adalah karena perintah Allah, untuk menguji kaum Bani Israil. Dengan ujian ini, dapat diketauhi, apakah mereka mementingkan perintah Allah atau mengutamakan ikan!"
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keburukan dosa tidak bisa dihilangkan dengan tipu muslihat. Keburukan dosa dengan tipu muslihat ini lebih besar karena orang yang melakukannya tidak menganggap hal itu sebagai dosa sehingga tidak berpikir untuk bertaubat.
2. Kenikmatan duniawi yang halal sekalipun, terkadang merupakan ujian. Karena itu manusia terkadang harus menutup mata dari hal-hal yang halal untuk memperolehi keredhaan Allah. Menangkap ikan merupakan perbuatan yang yang halal, namun telah ditentukan bahwa pada hari Sabtu mereka dilarang menangkap ikan.
Ayat ke 164
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. (7: 164)
Al-Quran al-Karim membagi Bani Israil ke dalam tiga kelompok; kelompok pertama adalah mereka yang melanggar hukum ilahi. Kedua adalah mereka yang menasehati para pendosa. Sedang kelompok ketiga, terdiri dari orang-orang yang tidak peduli dengan keadaan orang lain.
Ayat 164 ini mengungkapkan bahwa kelompok ketiga mengimbau kelompok kedua untuk tidak menyusahkan diri dengan menasehati para pendosa, sebab mereka tidak akan pernah mendengarkan nasehat. Biarkan Allah yang menyiksa atau menghancurkan mereka. Menanggapi imbauan itu, kelompok kedua mengatakan, "Kata-kata kami tidak akan sia-sia. Mungkin dengan nasehat kami sebagian dari para pendosa akan bertaubat, atau paling tidak, mereka akan mengulangi perbuatan maksiat. Selebihnya, kami menyampaikan nasehat dan peringatan kepada mereka, supaya Allah tidak menghukum kami karena kewajiban amat makruf nahi munkar.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagian orang tidak mau memberikan nasehat dan tidak bisa mendengar nasehat orang lain. Mereka bukannya memprotes para pendosa, malah melayangkan kritik kepada mereka yang memberi nasehat kebaikan.
2. Nahi mungkar atau melarang perbuatan mungkar merupakan kewajiban agama. Meski mungkin saja nasehat kita tidak mendatangkan hasil, tetapi kita diperintah untuk melakukan tugas ini.
Ayat ke 165-166
Artinya:
Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (7: 165)
Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina. (7: 166)
Pada ayat-ayat sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Bani Israil terbagi ke dalam tiga kelompak. Ayat ini menyebutkan kepada kelompak yang mencegah kemungkaran diselamatkan Allah dari siksaan. Sementara mereka yang tidak acuh terhadap orang lain terperangkap dalam siksa Allah. Mereka merasakan azab yang pedih. Bahkan sebagian dari mereka dikutuk menjadi kera yang hina. Dalam hal ini riwayat atau hadis menyebutkan bahwa mereka berubah untuk menjadi kera. Namun kera-kera ini tidak memiliki keturunan dan hidup hanya beberapa hari saja.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nahi mungkar, jika tidak bisa mencegah perbuatan dosa orang lain, minimalnya dapat menyelamatkan manusia dari azab Allah.
2. Menutup pintu nasehat sama dengan membuka pintu kemurkaan Allah.
3. Acuh terhadap para pendosa dan zalim, akan membuat seseorang dijebloskan ke dalam siksa Allah.
4. Mereka yang telah mengubah-ubah Ilahi, akan diubah bentuk dan rupanya oleh Allah. Mereka yang mempermainkan agama Allah akan dirubah menjadi binatang yang suka meniru gerak gerik makhluk lain, yaitu kera.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 160-162
Ayat ke 160
Artinya:
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!". Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu". Mereka tidak menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri. (7: 160)
Kata "Israil" dalam bahasa Ibrani sama dengan "Abdullah" dalam bahasa Arab, yakni hamba Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan hamba Allah itu adalah Nabi Ya'qub as. Dengan demikian Bani Israil ialah anak-anak dan keturunan Nabi Ya'qub yang berjumlah 12 orang, dimana masing-masing mereka merupakan sumber keturunan kaum Bani Israil.
Allah Swt dalam ayat 160 surah al-A'raf ini mengatakan bahwa salah satu mukjizat Nabi Musa as ialah sebuah tongkat yang ketika beliau pukulkan ke sungai Nil, maka sungai itu membelah, sehingga Bani Israel dapat menyeberang lewat dasar sungai yang membentuk jalan yang kering. Dengan tongkat itu pula Nabi Musa as memukul batu cadas, lalu keluar dari batu tersebut mata air berjumlah 12, sesuai dengan jumlah kaum Bani Israil hidup dalam kebingungan dan ketersesatan di padang tandus, berkali-kali awan tebal berada di atas mereka menaungi mereka dari terik panas matahari. Allah Swt juga mengirimkan burung-burung yang halal dan lezat dagingnya untuk memenuhi keperluan pangan mereka.
Akan tetapi sayangnya, setelah memperoleh berbagai nikmat dan menyaksikan mukjizat yang luar biasa semacam ini, sebagian besar Bani Israil justru tidak mau berterima kasih. Mereka tidak menghargai nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka melalui Nabi Musa as, bahkan mereka menunjukkan keingkaran kepada Musa as. Akhir Ayat ini mengatakan, "Jangan sekali-kali mereka menyangka bahwa keingkaran mereka akan mendatangkan kerugian bagi Allah Swt. Akan tetapi dengan mengingkari ajaran Allah, sebenarnya mereka telah menganiaya diri sendiri, dan mereka telah merugikan diri sendiri.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terbaginya suatu masyarakat kepada beberapa kelompok suku dan etnis, bukanlah sesuatu yang sesuatu yang negatif, selama mereka menjaga persatuan mencapai tujuan. Bahkan yang demikian itu kadang diperlukan untuk pembagian kerja dan kemudahan pengurusan sosial.
2. Bertawasul kepada para nabi untuk mengatasi berbagai kesulitan dan problema, tidak bertentangan dan tidak berlawanan dengan ajaran Tauhid. Bahkan hal itu akan lebih mempercepat dikabulkannya permintaan atau usaha.
3. Allah Swt menyedikan berbagai makanan halal yang baik bagi manusia, laiu meminta kepada manusia ini untuk tidak mencari makanan-makanan yang haram.Makanan-makanan yang halal lebih mudah kita dapatkan daripada makanan yang haram. Lalu mengapa kita mesti melanggar perintah Allah dalam hal ini?
Ayat ke 161-162
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): "Diamlah di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki". Dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu". Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. (7: 161)
Maka orang-orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan kepada mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka. (7: 162)
Setelah menjalani kehidupan serba susah di padang sahara, Bani Israil mendapatkan ijin untuk memasuki Baitul Maqdis dan tinggal di sana. Namun mereka diminta sewaktu memasuki kawasan itu (Baitul Maqdis) hendaknya mereka mengucapkan istighfar, dikarenakan ketidak patuhan dan berbagai perbuatan mereka yang menyakiti Nabi Musa as. Mereka juga diperintah untuk memohon ampun kepada Allah Swt dengan bersujud meletakkan dahi mereka di atas tanah, seraya berserah diri kepada kepada-Nya. Semua perbuatan itu adalah sebagai jalan ampunan bagi mereka yang berdosa, sedangkan mereka yang tak berdosa akan mendapatkan pahala yang berlipat.
Akan tetapi kaum yang keras kepala ini, mempermainkan perintah Allah ini. Ketika mereka dimana mengucapkan kata "hittoh" yang berarti istighfar, mereka memplesetkan kata tersebut menjadi " hinthoh" yang berarti gandum. Jadi, mereka itu bukannya meminta ampun, tapi meminta gandum. Oleh karena itulah al-Quran kemudian mengatakan bahwa Allah menurunkan azab kepada mereka, gara-gara kezaliman mereka terhadap diri sendiri dan mempermainkan agama Allah.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Istighfar dan permohanan ampunan juga merupakan cara bagi manusia untuk memperoleh nikmat-nikmat materi.
2. Sesungguhnya Allah Swt telah menyediakan segala keperluan materi manusia. Akan tetapi dosa-dosa manusia menyebabkan turunnya azab dan musnahnya nikmat-nikmat tersebut. Akan tetapi dengan istighfar, maka semua nikmat itu dapat diperoleh kembali.
3. Memasuki tempat-tempat suci, seperti masjid dan sebagainya memiliki tatacara dan sopan santun yang harus diperhatikan.
4. Tidak hanya setelah Nabi Musa as, bahkan pada zaman beliau pun sebagian Ayat Allah telah disimpangkan dan diubah-ubah.
5. Semua balasan dan siksa tidak diberikan di Hari Kiamat saja. Sebagian dosa akan diberikan siksa dan balasannya di dunia ini.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 157-159
Ayat ke 157
Artinya:
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (7: 157)
Ayat 157 ini mengatakan, di tengah- tengah kaum Yahudi dan Ahlul Kitab pada zaman Nabi Muhammad Saw, terdapat orang-orang yang termasuk mendapatkan rahmat Allah yaitu orang-orang yang selalu mengikuti nabi yang tanda-tandanya ada di dalam kitab Taurat dan Injil yang ada pada mereka.
Nabi terakhir adalah nabi yang menyeru manusia kepada kebaikan, dan menjauhkan mereka dari segala kejelekan dan keburukan, menyelamatkan mereka dari segala khurafat, pemikiran, akidah dan sikap-sikap batil yang selama ini telah membelenggu mereka. Nabi Muhammad Saw telah dibangkitkan di tengah bangsa Arab yang jauh dari peradaban. Sama seperti kaumnya, beliau tidak pernah berguru kepada siapapun. Akan tetapi, beliau membawa ajaran yang terbaik, dan menyeru umat kepada jalan yang lurus yang menjanjikan keselamatan. Hal ini adalah sebaik-baik bukti bahwa apa yang beliau bawa adalah ajaran dari Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi terdahulu telah menjanjikan berita gembira akan kedatangan seorang nabi yang nama dan tanda-tandanya tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Sebagaimana tertulis dalam kitab Kejadian pasal 17, dan Injil Johanes ayat 14.
2. Adat istiadat yang keliru dan berbagai khurafat merupakan belenggu bagi masyarakat. Para nabi diutus untuk membebaskan umatnya dari keterikatan belenggu tersebut.
3. Iman kepada nabi tidaklah cukup, karena umat juga harus menghormati nabi tersebut, memuliakan dan mendukungnya.
Ayat ke 158
Artinya:
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (7: 158)
Ayat ini menunjukkan keuniversalan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Ayat ini mengatakan, Nabi Muhammad Saw diutus kepada semua umat manusia, bukan hanya kepada bangsa Arab atau ras dan kabilah tertentu saja. Sebagaimana para nabi sebelumnya, beliau datang dari sisi Allah Tuhan Pencipta jagat raya ini yang kehidupan dan kematian manusia ada ditangan-Nya. Karena itu sebelum segala sesuatunya beliau telah beriman kepada Allah Swt. Keselamatan dan kebahagian umat manusia adalah dengan mengikuti ajaran nabi.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dengan datangnya agama Islam, maka seluruh pengikut agama-agama lain diwajibkan beriman dan mengikuti agama samawi terakhir ini.
2. Mengikuti al-Quran seiring dengan keimanan kepada Rasul adalah jalan menuju hidayah. Dan al-Quran tanpa mengikuti Nabi dan keluargannya tidak akan membawa kita kepada cahaya petunjuk.
Ayat ke 159
Artinya:
Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan. (7: 159)
Al-Quran pada ayat ini memuji satu kelompok dari Bani Israil dan orang-orang Yahudi yang berbeda dengan orang-orang yang lain. Mereka inilah pengikut kebenaran dan keadilan dan mereka juga senantiasa menyeru manusia kepada jalan Allah. Kelompok ini juga ada pada zaman Nabi Musa as yang biasanya bertindak keras kepala dan membangkang. Mereka taat dan berserah diri di hadapan perintah dan ajaran Taurat. Di zaman Nabi Muhammad Saw, kelompok tersebut menyambut seruan Nabi terakhir ini dan beriman kepadanya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menyikapi para penentang ajaran samawi, kita harus bersikap adil.Kita tidak selayaknya menutup mata dari kebaikan dan pengorbanan mereka. Al-Quran juga saat berbicara mengenai Bani Israil, menjelaskan kelompok yang baik dan yang buruk dari kaum ini.
2. Menyeru masyarakat kepada kebenaran dan keadilan tidaklah cukup.Tetapi kita juga mesti menjadi orang yang mengamalkan keadilan dan kebenaran.