کمالوندی

کمالوندی

Jumat, 08 Oktober 2021 19:56

Surat Al-Ahqaf ayat 29-35

 

Surat Al-Ahqaf ayat 29-35

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآَنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ (29)

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. (46: 29)

Di pembahasan sebelumnya, ayat kita ditujukan kepada musyrik Mekah yang menolak beriman dengan mencari-cari alasan dan karena sikap keras kepala. Ayat kita kali ini melanjutkan pembahasan sebelumnya dan mengatakan, “Meski kalian menolak beriman, namun sekelompok jin yang kalian percayai dan menganggap mereka memiliki peran dalam kehidupan kalian, ketika mendengat ayat-ayat al-Quran, mereka beriman kepada Nabi Muhammad Saw dan mengajak yang lain untuk masuk agama Islam.”

Keberadaan makhluk bernama jin, merupakan isu yang disebutkan al-Quran secara jelas. Salah satu surah al-Quran juga bernama jin yang menyebutkan kepercayaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa, al-Quran, maad serta keberadaan dua kelompok di antara mereka, mukmin dan kafir.

Dari satu ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Jin juga makhluk seperti manusia, memiliki akal, emosi dan kewajiban serta memiliki hak untuk memilih.

2. Beriman saja belum cukup, juga diperlukan untuk mengajak dan menunjukkan orang lain ke jalan kebenaran.

قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ (30) يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآَمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (31) وَمَنْ لَا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي الْأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُونِهِ أَولِيَاءُ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (32)

Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. (46: 30)

Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. (46: 31)

Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata". (46: 32)

Menurut ayat ini, ketika jin mukmin kembali ke kaumnya, mereka dibimbing sebagai berikut: Tuhan yang sama yang mengutus Musa dengan kitab itu, sekarang telah mengutus nabi lain dengan kitab lain yang disebut al-Qur'an. Hari ini kita mendengar ayat-ayat kitab ini dan menemukannya seperti kitab Musa, yang menyeru manusia ke jalan kebenaran.

Siapa saja yang beriman kepada Nabi ini yang menyeru manusia untuk percaya kepada Tuhan, maka ia akan dijauhkan dari dosa dan perbuatan buruk, serta selamat dari azab ilahi. Tapi mereka yang menolak beriman dan keras kepala harus menyadari bahwa mereka tidak mampu melawan kehendak Tuhan dan selamat dari kemarahan-Nya, karena kecuali Tuhan tidak ada yang membantu manusia di hadapan azab yang keras.

Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Jin juga mengetahui sejarah para nabi terdahulu dan mengenal isi kitab samawi. Sebagian mereka beriman dan sebagiannya kafir.

2. Jalan kebenaran adalah jalan yang lurus. Jalan yang mencegah manusia dari sikap berlebihan (ifrat dan tafrit) serta dari jalan menyimpang. Dan membimbing manusia berdasarkan keadilan.

3. Para nabi menyeru manusia kepada Tuhan, bukan kepada dirinya sendiri. Mereka menjelaskan hukum dan syariat ilahi, bukan keinginan mereka sendiri.

4. Kafir dan mengingkari Tuhan pada akhirnya membawa manusia ke jalan buntu, jalan yang manusia sendiri tidak dapat lari darinya dan juga orang lain tidak mampu menyelamatkannya.

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَمْ يَعْيَ بِخَلْقِهِنَّ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى بَلَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (33) وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَلَيْسَ هَذَا بِالْحَقِّ قَالُوا بَلَى وَرَبِّنَا قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (34)

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (46: 33)

Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan kepada neraka, (dikatakan kepada mereka): "Bukankah (azab) ini benar?" Mereka menjawab: "Ya benar, demi Tuhan kami". Allah berfirman "Maka rasakanlah azab ini disebabkan kamu selalu ingkar". (46:34)

Ayat-ayat akhir Surah al-Ahqaf ini kembali menyebutkan masalah ma'ad dan kepada orang musyrik mengatakan, “Benar Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan Ia tidak lelah atau lemah dari penciptaan, mampu menghidupkan kembali orang mati. Tak diragukan lagi, pencipta alam semesta yang luas ini dengan beragam makhluknya, sebuah tanda kekuatan tak terbatas Tuhan untuk melakukan apa pun. Bagaimana mungkin Tuhan seperti ini tidak mampu menghidupkan dan menciptakan kembali manusia ? Hal ini sebuah argumentasi yang jelas bagi Ma'ad (Hari Kebangkitan).

Faktanya masalah bukan di kekuatan Tuhan jika kalian tidak mempercayai Ma'ad, tapi masalah sebenarnya adalah kalian sendiri yang ingin bertindak sesuai dengan hawa nafsu, tapi ingin selamat dari akibatnya. Padahal di Hari Kiamat, ketika kalian menyaksikan api yang menakutkan berkobar, kalian tidak memiliki jalan kecuali mengaku dan mengakui kebenarannya, tapi apa mafaatnya saat itu dan tidak ada jalan kembali bagi kalian.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kekuatan Tuhan tidak ada batasnya. Kekuatan Tuhan di penciptaan dunia ini merupakan argumen jelas bagi kemungkinan penciptaan kembali manusia di Hari Kiamat.

2. Orang-orang kafir di Hari Kiamat akan mengakui kebenaran. Mereka mengakui rububiyah Tuhan, kebenaran Hari Kiamat dan sistem azab dan pahala, tapi pengakuan ini tidak lagi bermanfaat bagi mereka.

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ (35)

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (46: 35)

Ayat terakhir Surah al-Ahqaf ini kepada Rasulullah Saw mengatakan, “Bersabarlah menghadapi siksaan, gangguan dan sikap keras kepala orang musyrik, dan jangan tergesa-gesa soal meminta azab bagi mereka. Karena Tuhan akan memberi balasan perbuatan buruk mereka nanti di Hari Kiamat. Laksanakan kewajibanmu menyampaikan seruan ilahi, tapi hasilnya bukan tanggung jawabmu. Apakah mereka beriman atau tidak, perhitungan mereka ada di sisi Allah.

Ayat ini juga menyinggung usia singkat dunia. Kehidupan dunia ini begitu singkat dibandingkan dengan kehidupan abadi akhirat sehingga orang merasa seolah-olah tidak berhenti di dunia ini kecuali satu jam dalam sehari. Di sinilah mereka mengalami penyesalan yang mendalam mengapa mereka tidak memilih jalan yang benar, tetapi apa manfaatnya penyesalan ini karena tidak ada jalan untuk memperbaiki kesalahan mereka tersebut.

Dari satu ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Para nabi berkewajiban menyampaikan ajakan Tuhan, dan mereka tidak berhak untuk memaksa manusia untuk beriman atau memberi hukuman kepada orang kafir.

2. Berlapang dada dan bersabar kepada para penentang adalah karakteristik para nabi besar ilahi; Para pengikutnya juga harus memiliki sikap seperti ini.

3. Salah satu sunah ilahi adalah memberi tenggat waktu dan kesempatan kepada orang kafir dan pendosa di dunia.

4. Umur dunia di banding dengan akhirat sangat pendek seperti satu jam dalam sehari.

Jumat, 08 Oktober 2021 19:56

Surat Al-Ahqaf ayat 24-28

 

Surat Al-Ahqaf ayat 24-28

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ (24) تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (25)

Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami". (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, (46: 24)

yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (46: 25)

Di pembahasan sebelumnya terkait kaum Aad yang menolak seruan Nabi Hud as karena sikap keras kepala mereka, dan mereka mengatakan, kami tidak akan meninggalkan jalan kami. Dan kamu jika benar, maka turunkanlah azab yang kamu janjikan. Ketika hujjah telah sempurna terhadap kaum ini dan mereka sendiri yang meminta azab, maka Allah Swt mengirim angin kencang bersama awan. Ketika kaum 'Ad menyaksikan awan gelap di langit, mereka gembira dan menyangka hujan akan segera turun. Tapi bukan hujan yang turun, tetapi ada badai yang dingin, terik, dan menghancurkan yang menghancurkan orang-orang berdosa dan tidak meninggalkan apa-apa selain rumah mereka.

Berdasarkan ayat ke-7 Surah al-Haqqa, badai ini sangat kencang dan merusak berlangsung selama tujuh malam dan delapan hari secara beruntun, sehingga kehidupan kaum ini hancur dan tidak ada yang selamat.

Ini sebenarnya peringatan kepada seluruh pendosa dan orang kafir yang keras kepala, bahwa kalian jika mengikuti jalan ini maka nasib kalian tidak akan lebih barik dari kaum 'Ad.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Keras kepada dihadapan kebenaran akan mendapat siksaan yang pedih. Sejarah kaum terdahulu sebuah pelajaran bagi generasi berikutnya.

2. Fenomena alam berada di bawah kekuasaan Tuhan. Awan, angin, dan peristiwa alam lainnya dapat menjadi tanda rahmat dan belas kasihan Tuhan, dan juga tanda murka-Nya. Seperti terkadang angin menyebabkan pergerakan awan dan hujan dan terkadang menjadi sarana kehancuran.

3. Kematian pelaku dosa di dunia sebuah sunnah ilahi dan sisa-sisa penguasa dan kaum masa lalu adalah pelajaran yang bagus untuk dipelajari.

وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ فِيمَا إِنْ مَكَّنَّاكُمْ فِيهِ وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلَا أَبْصَارُهُمْ وَلَا أَفْئِدَتُهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (26)

Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya. (46: 26)

Kaum 'Ad hidup di dekat Mekah di Jazirah Arab dan sisa-sisa rumah mereka di rute perjalanannya. Oleh karena itu, al-Quran kepada orang musyrik Mekah yang keras kepala dihadapan seruan Nabi Muhammad Saw mengatakan, kaum 'Ad dari sisi fisik dan finansial lebih kuat dari kalian, tapi kekuatan dan kekayaan ini tidak datang kepada mereka ketika azab ilahi turun dan juga tidak menyelamatkan mereka.

Apa yang harus menyelamatkan mereka adalah pengetahuan akan kebenaran dan menerimanya. Mereka seperti manusia lainnya memiliki mata, telinga dan akal, tapi tidak menggunakannya untuk mengenali kebenaran. Mereka menutup mata dan telinganya dari kebenaran serta menyangka mampu melawan Tuhan dengan kekuatan dan kekayaan serta fasilitas yagn dimiilkinya. Oleh karena itu, mereka mengejek dan mengabaikan peringatan Nabi Hud as terkait turunnya azab ilahi.

Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kekuatan dan kekayaan belum tentu menyelamatkan manusia, tapi pemanfaatan benar mata dan telinga serta akal untuk memahami kebenaran faktor kesematan dan kebahagiaan manusia.

2. Mengingkari kebenaran membuat kehancuran manusia dan juga menghancurkan investasi dan fasilitas materinya.

3. Mengejek tanda-tanda ilahi dan peringatan para nabi, akan menyebabkan murka ilahi di dunia.

وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُمْ مِنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الْآَيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (27) فَلَوْلَا نَصَرَهُمُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ قُرْبَانًا آَلِهَةً بَلْ ضَلُّوا عَنْهُمْ وَذَلِكَ إِفْكُهُمْ وَمَا كَانُوا يَفْتَرُونَ (28)

Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertaubat). (46: 27)

Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan. (46: 28)

Melanjutkan ayat sebelumnya yang menjelaskan kehancuran kaum ‘Ad, ayat ini menyebutkan, “Bukan saja kaum ‘Ad, tapi kaum lain yang hidup di sekitar kalian penduduk Mekah, ketika melawan kebenaran, kami menghancurkan mereka, seperti kaum Tsamud di utara Jazirah Arab dan kaum Saba’ di selatan.”

Bagi setiap kaum ini Kami menurunkan ayat dan tanda-tanda sesuai dengan pemahaman mereka sehingga hujjah bagi mereka sempurna serta tidak ada alasan untuk kafir dan syirik. Namun mereka malah menyembah tuhan dan sesembahan palsu serta meyakini berhala-berhala ini dapat menyelamatkan dan membuat mereka selamat. Padaha ketika turun azab, tidak ada dari sesembahan ini yang mampu menolong mereka, bahkan tidak mampu menyelematkan diri mereka sendiri dari azab ilahi, oleh karena itu mereka musnah dan tidak tersisa bekasnya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Salah satu metode pendidikan al-Quran adalah menyeru masyarakat untuk mempelajari sejarah kaum terdahulu dan mengambil pelajaran dari nasib mereka.

2. Allah Swt telah menyediakan sarana petunjuk untuk manusia dan kembalinya mereka ke fitrah ilahi. Yang terpenting adalah keinginan manusia untuk kembali dari jalan sesat.

3. Pemikiran bid’ah, tahayul dan imajiner membuat manusia menganggap objek yang tidak memiliki karakteristik khusus dan kekuatan sebagai sarana untuk mendekatkan diri mereka kepada Tuhan.

Jumat, 08 Oktober 2021 19:56

Surat Al-Ahqaf ayat 19-23

 

Surat Al-Ahqaf ayat 19-23

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (19)

Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. (46: 19)

Di pembahasan sebelumnya disebutkan dua golongan manusia; Satu orang yang berbuat baik kepada kedua orang tua dan beriman kepada Tuhan, dan kelompok lainnya, orang yang mengingkari keberadaan Tuhan serta mengabaikan hak kedua orang tua.

Ayat ini menyatakan, Allah Swt di hari Kiamat memberi pahala dan hukuman (siksa) kepada kedua kelompok ini sesuai dengan amal perbuatan masing-masing, dan derajat serta posisi masing-masing berbeda sesuai dengan niat dan amal perbuatannya.

Lanjutan ayat ini menekankan keadilan Tuhan di sistem pembalasan dan menyatakan, setiap orang akan secara penuh akan mendapat hasil amal dan perbuatannya serta tidak ada kezaliman di hak setiap orang.

Dari satu ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Nasib setiap orang di dunia dan akhirat berada di tangannya sendiri, dan kedudukan manusia di hari Kiamat mengikuti niat dan perbuatannya.

2. Seiring berlalunya waktu, perbuatan manusia tidak akan hangus, tapi prinsip perbuatan dan dampaknya akan dicatat di catatan perbuatan manusia, dan di hari Kiamat secara penuh akan termanifestasi. Ini adalah landasan siksaan atau pahala manusia di hari Kiamat.

وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنْتُمْ تَفْسُقُونَ (20)

Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik". (46: 20)

Rahmat ilahi di dunia mencakup seluruh manusia, baik kafir maupun mukmin, dan Allah Swt tidak segan-segan memberikan nikmat materi dan duniawi kepada orang kafir dan musyrik.

Ayat ini menyatakan, orang kafir dan pendosa di dunia menikmati kelezatan materi dan nikmat ilahi secara cukup, dan mereka tidak dihalangi dari apapun, tapi di hari pembalasan, rahmat luas ilahi hanya mencakup orang saleh. Pastinya mereka yang melawan kebenaran di dunia dan menolak menerimanya karena kesombongan dan sikap keras kepala, maka mereka akan mendapat azab pedih.

Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Mendapat nikmat ilahi di dunia tidak disyaratkan beriman kepada Tuhan, tapi rezeki yang dilimpahkan Tuhan kepada seluruh makhluk-Nya termasuk manusia.

2. Kesombongan dalam praktiknya akan berujung pada kefasikan dan keluar dari poros kebenaran.

3. Kehinaan di hari Kiamat, sebuah balasan bagi mereka yang sombong di dunia dan mengklaim memiliki kekuatan, kehormatan dan kebesaran.

وَاذْكُرْ أَخَا عَادٍ إِذْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ بِالْأَحْقَافِ وَقَدْ خَلَتِ النُّذُرُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (21) قَالُوا أَجِئْتَنَا لِتَأْفِكَنَا عَنْ آَلِهَتِنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (22) قَالَ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَأُبَلِّغُكُمْ مَا أُرْسِلْتُ بِهِ وَلَكِنِّي أَرَاكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ (23)

Dan ingatlah (Hud) saudara kaum 'Aad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan): "Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar". (46: 21)

Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar". (46: 22)

Ia berkata: "Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan membawanya tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh". (46: 23)

Ayat ini membahas kisah Nabi Hud as beserta kaumnya dan menyatakan, Hud seperti nabi-nabi lainnya, memperingatkan kaumnya dari syirik, penyebahan berhala dan perbuatan hina serta tak pantas. Tapi mereka memilih untuk meminta Hud untuk menurunkan azab yang dijanjikan ini di dunia, ketimbang memikirkan perilaku buruk dan berhenti menyembah tuhan-tuhan palsu. Sementara azab berada di tangan Tuhan dan para nabi tidak memiliki peran dalam menurunkan azab di dunia atau akhirat.

Oleh karena itu, Nabi Hud as saat menjawab permintaan mereka mengatakan, apa yang kalian inginkan dariku, bukanlah sesuatu yang berada di wewenangku, dan ilmunya berada di tangan Tuhan. Aku hanya pesuruh untuk menyampaikan perintah Tuhan dan mengajak kalian menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Aku tidak memaksa kalian menerima seruanku dan aku juga tidak mampu mengazab sesorang. Akar dari sikap keras kepala dan penolakan kebenaran kalian adalah kebodohan yang membuat kalian tidak memahami kebenaran serta menolak beriman.

Dari tiga ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Tugas pertama para nabi terhadap kaum musyrik dan rusak adalah memperingatkan mereka sehingga mereka memahami bahaya dan semakin waspada.

2. Tujuan dan agenda kerja seluruh nabi sepanjang sejarah adalah satu, mengajak manusia menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan menjauhi segala bentuk syirik dan kekafiran.

3. Jika manusia meyakini akan datangnya hari Kiamat, maka mereka akan memperbaiji perbuatannya di dunia.

4. Tugas para nabi menyampaian risalah ilahi, bukan memaksa manusia untuk beriman.

5. Fanatik buta terhadap adat dan kepercayaan kaum dan kabilah adalah indikasi kebodohan manusia dan membuat mereka semakin jauh dari memahami kebenaran.

Jumat, 08 Oktober 2021 19:55

Surat Al-Ahqaf ayat 15-18

 

Surat Al-Ahqaf ayat 15-18

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (15)

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (46: 15)

Salah satu karakteristik agama Islam adalah memperhatikan urusan keluarga. Oleh karena itu, banyak ayat al-Quran dan ajaran agama yang khusus membahas masalah ini. Rekomendasi pernikahan dan membentuk keluarga, hubungan kasih sayang dan penuh kecintaan serta toleransi istri dan suami di lingkungan keluarga, melahirkan anak dan mendidik dengan benar mereka, mekanisme praktis untuk menyelesaikan friksi keluarga secara damai, dan terkadang talak di kasus khusus, merupakan tema yang disebutkan berbagai ayat al-Quran.

Ayat ini dimulai dengan anjuran Tuhan kepada seluruh manusia baik mukmin atau non-muslim. Di ayat ini mengisyaratkan kesulitan dan penderitaan yang ditanggung orang tua, khususnya ibu dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya, sehingga mendorong manusia untuk tidak sombong dan menghormati kedua orang tuanya serta berterima kasih kepadanya.

Sangat disayangkan di dunia modern saat ini, di mana individualisme dan tuntutan individu ditekankan secara berlebihan, data pernikahan dan membentuk ikatan keluarga mulai menurun. Mereka yang menikah pun merasa cukup dengan anak yang sedikit. Berlanjutnya proses ini akan mendorong penurunan populasi di negara-negara maju serta menciptakan masyarakat tua. 

Di budaya agama, mereka yang mencapai usia 40 tahun, sejatinya berada di puncak kesempurnaan fisik dan akal. Biasanya orang seperti ini memiliki keluarga dan anak. Namun hal ini tidak boleh membuatnya melupakan kedua orang tuanya sendiri, tapi ia harus lebih giat berbuat baik kepada mereka.

Jelas bahwa berbuat baik lebih luas dari sekedar berinfak serta tidak hanya mencakup bantuan finansial. Karena bisa jadi kedua orang tua tidak memerlukan bantuan keuangan, tapi mereka haus kasih sayang dan perhatian anak-anak mereka. Atau karena usia tua, mereka membutuhkan perawatan atau pengobatan, dan berbuat baik mencakup hal-hal ini juga.

Meski demikian, perhatian terhadap kedua orang tua tidak boleh membuat seseorang melupakan anak dan istrinya. Oleh karena itu, lebih lanjut aya ini mengisyaratkan anak saleh dan generasi mendatang yang selain doa juga membutuhkan upaya berkesinambungan kedua orang tua untuk mendidik mereka.

Dari satu ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Salah satu hak ayah dan ibu terhadap anak-anaknya adalah mereka harus berbuat baik kepada keduanya selama mereka hidup. Perbuatan baik ini harus berkesinambungan, dan bukannya di saat-saat tertentu dan penting.

2. Di perbuatan baik kepada kedua orang tua, muslim bukan syarat dan Islam menilai ini sebuah rekomendasi kemanusiaan, bukan masalah iman.

3. Meski seorang anak harus berbuat baik kepada ayah dan ibunya, tapi dalam hal ini ibu menjadi prioritas anak karena penderitaannya selama mengandung, melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu, anak harus lebih berbuat baik dan menyayangi ibunya.

4. Mengingatkan kesulitan dan penderitaan ibu akan efektif membangkitkan emosi dan emosi manusiawi anak.

5. Doa dan melayani kedua orang tua, di samping mendoakan anak-anak sendiri dan mendidik mereka, merupakan anjuran Tuhan kepada manusia.

أُولَئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ (16)

Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka. (46: 16)

Di ayat sebelumnya, anjuran Allah Swt kepada manusia terkait kedua orang tua dan anak-anak. Ayat ini menjelaskan pahala bagi mereka yang melakukan perintah ini dan mengatakan, Allah Swt berjanji menempatkan manusia yang berbuat baik di surga, maka siapa yang lebih jujur dari Tuhan dalam membuat janji ?

Namun begitu syarat masuk ke surga adalah bersih dari karat-karat dosa. Oleh karena itu, Allah Swt mengampuni kesalahan orang yang berbuat baik dan menerima perbuatan baik mereka dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ini adalah anugerah terbesar Tuhan kepada manusia yang berbuat baik dan melimpahkan pahala besar bagi mereka.

Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Nilai perbuatan terletak pada diterimanya amalan tersebut, bukan sekedar melakukannya. Pastinya sebuah amalan yang diterima Tuhan harus memiliki syarat dan dilakukan dengan bentuk terbaiknya.

2. Berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan peluang bagi diterimanya perbuatan baik dan mendapat ampunan Tuhan.

3. Mereka yang berbuat baik kepada kedua orang tua, khususnya kepada ibu, sejatinya telah menyiapkan pintu masuk ke surga bagi dirinya sendiri.

وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ آَمِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ (17) أُولَئِكَ الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ (18)

Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". Lalu dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka". (46: 17)

Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi. (46: 18)

Berbeda dengan anak-anak saleh yang menghargai pelayanan terhadap kedua orang tua, di beberapa keluarga, tumbuh anak-anak yang tidak kompeten dan tidak benar yang menyebabkan masalah dan ketidakbahagiaan bagi orang tua mereka dan menyakiti mereka dengan bahasa yang buruk. Mereka tidak hanya tidak menghormati hak-hak orang tua mereka, tetapi mereka juga tidak menerima pendidikan agama mereka. Menanggapi ajakan orang tua mereka untuk menyembah Tuhan, mereka mengolok-olok keyakinan agama mereka dan menyebut janji para nabi ilahi sebagai sebuah kebohongan.

Wajar jika akhir dari orang seperti ini yang tidak tahu berterima kasih dan memusuhi kebenaran adalah mereka ditempatkan sejajar dengan orang zalim dan berdosa dari kaum sebelumnya. Mereka mendapat murka Ilahi dan nasib buruk dan merugi menanti mereka. Tak hanya itu, mereka juga tidak dapat lari darinya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sejumlah anak tidak kompeten dan tumbuh tidak benar, serta mereka menyimpang dari jalan kebenaran. Namun tugas orang tua terhadap mereka bukan menolak atau melaknatnya, tapi mendoakan mereka dan menyerunya ke jalan kebenaran.

2. Orang tua bertanggung jawab untuk mengarahkan anak-anaknya dan berusaha untuk memberi pendidikan agama serta spiritual mereka, meski tidak ada hasil positif dari upaya mereka.

3. Mereka yang mengabaikan Tuhan dan hari akhir, akan tidak bertanggung jawab kepada kedua orang tuanya dan menginjak-injak hak mereka, bahkan bisa jadi melawan kedua orang tuanya.

Jumat, 08 Oktober 2021 19:55

Surat Al-Ahqaf ayat 11-14

 

Surat Al-Ahqaf ayat 11-14

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آَمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا بِهِ فَسَيَقُولُونَ هَذَا إِفْكٌ قَدِيمٌ (11)

Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: "Kalau sekiranya di (Al Quran) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: "Ini adalah dusta yang lama". (46: 11)

Di awal dakwah Rasulullah Saw, orang miskin dan para budak lebih cepat menerima seruan beliau dan beriman, karena mereka tidak memiliki harta atau kepentingan ilegal yang terancam. Mereka juga tidak sombong dan congkak dihadapan Rasulullah.

Sikap kelompok lemah dan miskin di masyarakat yang memeluk Islam mendorong para pemuka Mekah menunjukkan respon. Mereka mengatakan, kelompok ini hanya segelintir orang miskin dan tunawisma. Jika ini adalah agama yang benar, maka kita yang memiliki pemahaman lebih tinggi dan kekuatan serta kekayaan lebih besar menjadi orang pertama yang beriman.

Ucapan congkak orang kafir dan di luar logika ini muncul dari kesombongan. Sementara masalah sebenarnya berada dalam diri mereka sendiri, bukan agama Islam. Jika hati mereka tidak ditutupi rasa sombong, jika mereka tidak dimabukkan kekayaan, posisi dan syahwat, jika mereka tidak menganggap lebih unggul dari yang lain, serta seperti orang miskin yang hatinya bersih, mencari kebenaran, maka mereka juga akan cepat beriman.

Oleh karena itu, ayat ini lebih lanjut mengatakan, karena mereka menolak hidayah al-Quran, maka mereka akan mengatakan, al-Quran bukan firman Tuhan dan seperti legenda kuno lainnya, sebuah kata-kata palsu dan tidak berdasar. Mereka menjadikan tudingan terhadap al-Quran untuk menutupi sikapnya yang tidak bersedia beriman.

Dari satu ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Orang kafir merasa dirinya lebih berakal dan cerdas dari Muslim, dan menganggap agamanya lebih baik dari Islam.

2. Tudingan tak berdasar kepada al-Quran dan Rasulullah, berakar dari kesombongan dan sikap keras kepala, bukan logika dan argumentasi.

وَمِنْ قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَامًا وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُصَدِّقٌ لِسَانًا عَرَبِيًّا لِيُنْذِرَ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَبُشْرَى لِلْمُحْسِنِينَ (12)

Dan sebelum Al Quran itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (46: 12)

Menyikapi tudingan orang musyrik Mekah terhadap al-Qur'an dan Rasulullah, yang menyebutnya legenda yang tidak memiliki dasar, ayat ini mengatakan, "Salah satu tanda kebenaran Kitab ini adalah penyebutan nama dan karakteristik Rasulullah di Taurat dan Injil. Ayat al-Qur'an juga selaras dengan Taurat dan saling membenarkan. Ini menunjukkan bahwa kitab-kitab ini turun dari satu sumber.

Meski bahasa Taurat adalah Ibrani dan al-Qur'an berbahasa Arab, tapi isi keduanya menyeru manusia untuk menyembah Tuhan dan mengikuti ajaran-Nya. Tujuan keduanya adalah melawan kezaliman dan memberi peringatan serta kabar gembira kepada manusia saleh.

Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Penurunan kitab samawi, salah satu sunnah Ilahi sepanjang sejarah untuk memberi petunjuk manusia. Kitab ini saling membenarkan dan satu tujuan, bukan melawan satu sama lain.

2. Kitab samawi manifestasi rahmat Ilahi dan sebuah masyarakat akan mendapat rahmat ini ketika mereka menjadikannya sebagai petunjuk dan penuntun.

3. Iman kepada Tuhan tidak selaras dengan menzalimi orang lain. Iman yang efektif adalah iman yang berujung pada perbuatan baik kepada orang lain.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (13) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (14)

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (46: 13)

Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (46: 14)

Ayat ini menggambarkan wajah sejati orang mukmin, di mana Nabi dan kitab samawi diturunkan untuk mendidik orang-orang seperti ini. Ayat ini mengatakan, orang-orang mukmin yang mengatakan Tuhan kita adalah Allah, dan mereka komitmen di jalan ini. Wajar jika pengakuan ini tidak cukup sekedar di mulut hatu hati, tapi juga harus ditunjukkan di amal perbuatan dan kita berbuat seperti yang diinstruksikan Tuhan serta komitmen di jalan ini. Bukannya karena sejumlah kesulitan, kita kehilangan esensi iman, meninggalkan jalan Tuhan serta berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaan dan memenuhi tuntutan hawa nafsu. Menjaga iman sangat sulit dan tidak mungkin tanpa istiqomah, khususnya di masa terbuka peluang lebar untuk melakukan perbuatan maksiat dan dosa.

Allah Swt pastinya akan memberikan pahala kepada orang mukmin di dunia dan akhirat, dan memberi kehidupan tenang di dunia. Orang seperti ini tidak akan takut akan peristiwa mendatang dan juga tidak mengeluh akan peristiwa di masa lalu.

Sebaliknya betapa banyak orang kaya dan kuat yang memiliki kemakmuran dan kemewahan fisik, tapi tidak memiliki ketenangan jiwa dan terkadang mereka harus mengkonsumsi beragam obat dan penenang atau bahkan narkotika untuk menghilangkan stress dan rasa khawatir.

Selain ketenangan jiwa merupakan pahala orang mukmin di dunia, kelak di akhirat Tuhan juga akan menempatkan mereka yang istiqomah di jalan Tuhan surga, tempat yang luas dan waktunya tidak dapat dipahami manusia.

Di sana, penghuni surga hidup kekal dan mendapat nikmat tanpa akhir.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sekedar pengungkapan iman di mulut tidaklah cukup, tapi yang lebih penting adalah istiqomah dan konsisten di jalan ini.

2. Mereka yang beriman kepada Tuhan, tidak akan takut kecuali kepada Tuhan.

3. Mengeluh karena masa lalu, hanya milik mereka yang meniti jalan yang salah dan menyesal. Tapi mereka yang senantiasa bergerak di jalan kebenaran tidak akan mengeluhkan masa lalunya dan juga tidak menyesal

Jumat, 08 Oktober 2021 19:54

Surat Al-Ahqaf ayat 6-10

 

Surat Al-Ahqaf ayat 6-10

وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ (6)

Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. (46: 6)

Di pembahasan sebelumnya telah dibicarakan mengenai penyembahan berhala oleh kaum musyrik di mana al-Quran saat menjelaskan kesia-siannya menyatakan: Jika kalian menyerunya sampai Hari Kiamat untuk menyelesaikan masalah kalian atau berhasil dalam berbagai hal, mereka tidak akan mendengarkan Anda dan tidak dapat melakukan apa pun untuk Anda.

Ayat ini menyatakan, lebih dari itu, sesembahan ini di Hari Kiamat akan berbicara melawan dan menentang kalian. Sementara sesembahan yang memiliki akal dan emosi seperti sejumlah malaikat dan manusia yang kalian sembah, secara resmi bangkit memusuhi kalian. Misalnya Nabi Isa as dan malaikat berlepas diri dari penyembahan kalian. Sementara yang tidak berakal seperti berhala, Allah akan membuatnya mampu berbicara dan mereka mengungkapkan kebenciannya terhadap para penyembahnya.

Dari satu ayat tadi terdapat satu poin pelajaran yang dapat dipetik:

1.Setiap sesembahan selain Tuhan di dunia, pada Hari Kiamat akan memusuhi manusia dan mengadukannya ketimbang memberi syafaat.

وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آَيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ (7) أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ إِنِ افْتَرَيْتُهُ فَلَا تَمْلِكُونَ لِي مِنَ اللَّهِ شَيْئًا هُوَ أَعْلَمُ بِمَا تُفِيضُونَ فِيهِ كَفَى بِهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (8)

Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu datang kepada mereka: "Ini adalah sihir yang nyata". (46: 7)

Bahkan mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) telah mengada-adakannya (Al Quran)". Katakanlah: "Jika aku mengada-adakannya, maka kamu tiada mempunyai kuasa sedikitpun mempertahankan aku dari (azab) Allah itu. Dia lebih mengetahui apa-apa yang kamu percakapkan tentang Al Quran itu. Cukuplah Dia menjadi saksi antaraku dan antaramu dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (46: 8)

Ayat ini mengisyaratkan sejumlah perkataan dan proporsi yang tak benar kaum musyrik Mekah yang alamatkan kepada Nabi Muhammad Saw. Ayat ini menyatakan, Mereka terkadang menyebut Nabi seorang penyihir dan al-Qur'an adalah sihir Nabi Muhammad Saw yang menyihir masyarakat. Mereka dari satu sisi tidak mampu mengingkari daya tarik unik al-Qur'an dan pengaruh mendalamnya di setiap hati, dan dari sisi lain, mereka menolak tunduk pada kebenaran dan keagungannya. Oleh karena itu, untuk menyesatkan opini publik, mereka menyebutnya sihir. Sebenarnya ini sebuah pengakuan tersirat mereka atas pengaruh luar biasa al-Quran di setiap hati manusia. Sementara alasan sebenarnya ketertarikan masyarakat terhadap al-Quran dan pengaruh mendalam kitab samawi ini di hati manusia adalah kebenaran setiap ayatnya.

Terkadang mereka mengatakan, apa yang dikatakan pria ini (Muhammad) adalah ucapannya yang dinisbatkan kepada Tuhan dan ia mengaku dirinya sebagai utusan Tuhan. Nabi Muhammad saat menjawab tuduhan mereka mengatakan, jika seperti yang kalian tuduhkan bahwa aku bukan seorang nabi dan berbohong serta menisbatkan ucapan tersebut kepada Tuhan, maka perlu bagi Tuhan untuk membuka kedokku sehingga masyarakat tidak tersesat. Jika tidak, maka tidak ada yang dapat melawan kehendak Tuhan dan menentang-Nya untuk membelaku.

Kalian yang harus takut hukuman Tuhan karena melawan utusan-Nya dan mencegah manusia dari jalan kebenaran, meski kalian menyadari bahwa aku benar dan tidak butuh kepada kalian untuk membuktikan kebenaranku. Karena Tuhan menjadi saksi atas klaimku ini. Ia juga menyaksikan upayaku menyampaikan pesan-Nya. Di sisi lain, Ia juga menyaksikan kebohongan dan sabotase kalian. Ini sudah cukup bagiku. Sementara Allah Swt demi menunjukkan jalan kembali bagi mereka sehingga orang musyrik mengakhiri penentangannya dan beriman, berkata: Tuhan Maha Pengampun dan Penyayang. Ia mengampuni orang-orang yang bertaubat dan memberi mereka rahmat yang luas.

Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Tanda-tanda risalah Rasulullah sangat jelas, namun masalah sejumlah orang adalah sikap keras kepala dan penentangan mereka yang mencegahnya beriman.

2. Bahkan para penentang mengakui kekuatan luar biasa ayat-ayat al-Quran menarik hati, tapi mereka menyebutnya sebagai sihir.

3. Kita harus berhati-hati jangan sampai menisbatkan keyakinan pribadi atas nama agama, karena menimbulkan hukuman keras.

4. Pintu taubat terbuka bagi seluruh manusia, bahkan bagi orang kafir dan Tuhan Maha Penyayang menerima taubat mereka.

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ (9)

Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan". (46: 9)

Di ayat ini Rasulullah diperintahkan menjawab alasan orang kafir dan mengatakan, "Aku tidak berbeda dengan para nabi lainnya dan seperti para nabi lainnya, aku adalah manusia seperti kalian. Aku bukan nabi pertama yang menyeru manusia kepada tauhid. Sebelum aku ada banyak nabi yang seluruhnya dari manusia, memakai pakaian dan memakan makanan. Perpedaan antara diriku dan kalian adalah aku menerima wahyu dari Tuhan dan diperintahkan untuk memperingatkan kalian akan perbuatan buruk dan akibatnya."

Ilmu ghaib yang aku miliki bukan dari diriku sendiri, dan aku mengetahui hal-hal ghaib karena Tuhan mengajariku. Aku tidak tahu apa yang akan Tuhan lakukan padaku, sama seperti aku tidak tahu apa yang akan Dia lakukan pada kalian? Oleh karena itu, jangan mengharapkan dariku hal-hal yang tidak pada tempatnya supaya aku meramalkan masa depanku atau kalian.

Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Tujuan dan program para nabi sepanjang sejarah adalah sama. Mereka saling membenarkan dan melanjutkan jalan yang lain.

2. Para pemimpin masyarakat harus berbicara jujur kepada warga dan tidak mengklaim sesuatu di luar kemampuannya dan mengumbar janji kepada warga.

3. Para nabi telah berbuat baik dan penuh kasih kepada orang-orang dan selalu memperingatkan mereka agar tidak melakukan hal-hal yang akan merusak dunia dan akhirat mereka.

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كَانَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَكَفَرْتُمْ بِهِ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى مِثْلِهِ فَآَمَنَ وَاسْتَكْبَرْتُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (10)

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al Quran itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari Bani Israil mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang tersebut dalam) Al Quran lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (46: 10)

Seperti disebutkan dalam kitab tafsir, Abdullah bin Salam adalah salah satu ulama terkemuka Yahudi di Hijaz. Ia beriman kepada Nabi Muhammad Saw dan menyatakan ia (Muhammad) adalah nabi yang dijanjikan kedatangannya di Kitab Taurat dan Injil.

Namun mayoritas pemuka Yahudi menolaknya dan menudingnya. Mereka menolak kenabian Muhammad Saw. Tak diragukan lagi akarnya adalah sikap sombong dan congkak mereka.

Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yagn dapat dipetik:

1. Dalam dialog dengan para penentang, alih-alih berprasangka terhadap pendapatnya dan mengungkapkannya secara meyakinkan dan dogmatis, katakan: Coba kalian periksa, jika kami benar, maka terimalah; Tentu saja, jika Anda memahami kebenaran dan tidak menerimanya, akhir yang buruk menanti Anda.

2. Akar kekafiran adalah sikap congkak dan sombong dihadapan kebenaran, bukan kebodohan atau kelalaian.

3. Menentang kebenaran wahyu dan al-Quran sebuah kezaliman besar terhadap kemanusiaan.

 

Pada hari terakhir bulan Shafar dan pada peringatan syahadah Imam Syi'ah yang Kedelapan, Imam Ali bin Musa al-Ridha as, komplek makam suci Razavi dipenuhi oleh para peziarah yang tertinggal dalam pawai Arbain dan mereka yang tinggal di dekatnya demi meringankan kepedihan dan kerinduan mereka kepada junjungannya Ali bin Musa ar-Ridha as.

Lautan manusia yang berziarah dengan penuh antusias ini telah datang pada hari peringatan syahadah Imam mereka, bercucuran air mata dan berusaha menghilangkan karat dari hatinya lalu menyegarkan jiwa mereka di Mashad ar-Ridha dan tempat suci ini.

Hati begitu sedih, tetapi kegembiraan berada di halaman Imam Ridha as tak terlukiskan. Memang benar bahwa ziarah Imam Ridha as adalah haji orang-orang miskin, tetapi selain itu, Imam Ridha as juga merupakan tujuan mereka yang tertinggal dari ziarah Karbala.

Mereka yang tidak berhasil menghadiri konvoi Karbala karena alasan tertentu berharap doa teman-teman mereka dan mengirim mereka untuk menjadi wakil mereka dalam berziarah, tetapi kerinduan ini harus diringankan dan seruan serak ini harus dipecahkan di suatu tempat ... ketika langkah-langkah ini Itu tidak mencapai Baina al-Haramain dan tidak berjalan di jalan cinta, satu-satunya cahaya harapan adalah hati Ali ibn Musa al-Ridha as dan satu-satunya perlindungan adalah Imam Ridha as.

Banyak peziarah menggantungkan hati mereka di jendela baja yang mengarah ke tempat suci Imam Ridha as. Dari sana mereka dapat berseru agar keinginan untuk berduka dan berkabung dalam penderitaan Zainab al-Kubra dan penyesalan atas ketidaksempatan mereka menuju Karbala ... Bagaimana Anda melihat Allah ... ! Mungkin bagi Karbala tahun depan mereka akan mendapat tanda tangan imam yang baik hati!

Imam Ridha as adalah Imam Kedelapan Syiah dan menjadi Imam ketika berusia 35 tahun. Karena ayah beliau, Imam Kazhim as berada dipenjara Basrah dan Baghdad serta terputusnya hubungan dengan pengikut Syiah, Imam Ridha as menjadi lingkaran penghubungan pertama Imam Kazhim as dengan masyarakat.

Periode Imamah dari Imam Ridha as bertepatan dengan tiga penguasa Bani Abbasiah; Harun al-Rasyid, Amin dan Makmun. Lima tahun terakhir dari masa Imamahnya seiring dengan kekuasaan Makmun, satu dari khalifah Abbasiah paling jahat dan licik. Sejak awal Makmun mengusulkan untuk memberikah kekhalifahan kepada Imam Ridha as, tapi ketika Imam menolak usulan tersebut, ia memaksa bahwa bila tidak menerima kekhalifahan, ia harus menerima sebagai putra mahkota.

Makmun memiliki berbagai motif ketika menawarkan Imam Ridha as sebagai putra mahkota, ia sebenarnya telah kehilangan sebagian besar popularitasnya di kalangan rakyat, terutama di Ahli Sunnah, karena pembunuhan saudaranya, Amin. Karena Ahli Sunnah setia dan pendukung Amin, maka dengan memanfaatkan kehadiran Imam Ridha as di kekuasaannya dan memanfaatkan posisi beliau, Makmun berusaha mendapatkan legitimasinya. Bani Abbas juga kesal dengan dia karena membunuh Amin, jadi Makmun meminta Imam untuk mengancam dan memaksa mereka untuk patuh.

Reaksi pertama Imam Ridha as menolak datang ke Marv, pusat pemerintahan Makmun, sehingga para petugas Makmun memaksa Imam ke Marv. Namun perlu dicatat bahwa penerimaan posisi putra mahkota adalah prestasi yang dibuat Imam Ridha as untuk komunitas Islam pada waktu itu. Imam Ridha as menggunakan pengangkatannya sebagai putra mahkota untuk memperkenalkan hak Ahlul Bait as dan menghidupkan agama Rasulullah Saw.

Di Iran dan bagian timur dunia Islam, sejumlah orang datang dan memeluk Syiah secara langsung atau melalui wakil-wakil Imam sebelumnya dan banyak orang tidak mengetahui Ali ibn Musa al-Ridha as. Oleh karena itu, dengan posisi putra mahkota Imam Ridha as, para pecinta Ahli Bait as menjadi kuat secara spiritual dan tekanan pada mereka berkurang, dan Ahlul Bait Nabi as berkat Imam Ridha as dihormati dengan kebaikan dan keagungan. Mereka yang tidak menyadari kebajikan Ahlul Bait akhirnya berkenalan dengan orang-orang besar ini.

Terlepas dari kehadiran Imam Ridha as dalam debat dan diskusi yang diselenggarakan Makmun dengan tujuan mempertanyakan citra ilmiah beliau dan di tempat-tempat tersebut ia mengundang para ulama dari agama lain, ternyata upaya itu justru meningkatkan status keilmuan Imam Ridha as. Para ulama dari berbagai agama datang untuk memahami pengetahuan tak terbatas dari Imam as dan mengakui penguasaan beliau atas sumber-sumber agama.

Pertarungan tersembunyi dan terarah Imam Ridha as dengan akar-akar tirani begitu efektif sehingga setelah bertahun-tahun propaganda negatif pemerintah terhadap keluarga Nabi, status karunia dan spiritual para imam yang tertindas menjadi lebih menonjol dan ruang publik komunitas akhirnya membuka lisan pujian terhadap Ahlul Bait as, khususnya Imam Ridha as.

Dengan demikian, Makmun yang kembali gagal mencapai tujuannya dan tidak mampu meraih manfaat dari posisi putra mahkota Imam Ridha as untuk mendekatkan beliau secara lahiriah kepadanya, berusaha untuk mempertahankan kekhalifahannya dan berniat untuk menggugursyahidkan cucu suci Rasulullah Saw.

Imam Ridha as seperti para leluruh sucinya, gugur syahid di jalan memerangi kezaliman dan penindasan, tetapi tidak pernah tunduk pada kehinaan bekerja sama dan mendukung pemerintah otoriter dan penindas. Rakyat Iran bangga menjadi tuan rumah bagi kepribadian yang begitu hebat dan menikmati sumber rahmat dan belas kasihannya setiap hari.

Imam Ridha as memiliki banyak keutamaan ilmu dan etika. Memiliki lautan pengetahuan ilahi yang tak terbatas dan dihiasi dengan etika Muhammad yang baik, ia selalu bersikeras untuk menghormati hak-hak semua segmen masyarakat. Sulaiman bin Ja'far Abu Hasyim Ja'fari, salah satu perawi terkenal dan tepercaya Syiah dan merupakan salah satu dari sahabat dari empat Imam Syiah termasuk Imam Ridha, Imam Jawad, Imam Hadi dan Imam Hasan Askari, menukil, suatu hari saya mendatangi Imam untuk sebagian pekerjaan. Ketika pekerjaanku selesai, saya meminta diri untuk kembali, tetapi Imam berkata, “Tinggallah bersama kami malam ini!”

Waktu itu matahari akan terbenam dan para pelayan Imam tengah sibuk kerja membangun sesuatu. Imam melihat seorang asing di antara mereka dan bertanya, "Siapa dia?" Mereka berkata: "Dia seorang pekerja, dia membantu kita dan kita akan memberinya sesuatu." Imam Ridha as bertanya, “Sudahkah Anda menetapkan upahnya?” Mereka berkata, "Tidak! Apa pun yang kita berikan, dia menerimanya."

Imam menjadi kesal dan berkata, "Saya telah berulang kali mengatakan kepada mereka untuk tidak membawa siapa pun bekerja kecuali Anda menetapkan upahnya sebelum bekerja. Seseorang yang melakukan sesuatu tanpa kontrak dan penentuan gaji, jika Anda membayar tiga kali lebih banyak dari gajinya, ia masih berpikir Anda kurang dalam membayarnya, tetapi jika Anda kontrak dengannya dan membayar sejumlah uang kepadanya sesuai kontrak, ia akan senang bahwa Anda telah melakukan sesuai kontrak, dan jika Anda memberinya lebih dari jumlah yang ditetapkan, Anda tahu, meskipun kecil, ia akan lebih bersyukur."

Berusaha mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga adalah salah satu keutamaan dan kebajikan terpenting yang disebutkan untuk manusia yang beriman. Menurut ajaran Islam, mencari nafkah sama dengan "jihad di jalan Allah" dan orang yang kehilangan nyawanya dengan cara ini dianggap sebagai "syahid" di hadapan Tuhan.

Jadi, keringat seorang pekerja sama dengan darah seorang syahid yang tercurah di jalan Allah dan di jalan kebenaran. Imam Ridha as menggambarkan pahala dari para pekerja yang berusaha keras, "Sesungguhnya, orang yang berupaya menambah mata pencahariannya untuk menghidupi keluarganya bersamanya lebih dihargai daripada para mujahidin di jalan Allah."

Ini adalah rekomendasi ilahi dari Imam Kedelapan as yang dapat digunakan dalam semua situasi praktis dan merupakan kebutuhan kita saat ini. Mempertimbangkan hak asasi manusia dari semua bagian masyarakat adalah faktor terpenting dalam membangun interaksi sosial dan keagamaan yang benar dan konstruktif dalam masyarakat Islam. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja harus mempertimbangkan hak asasi manusianya terlebih dahulu dan terutama, elemen kunci yang memberikan hak penuh kepada pekerja.

Islam adalah agama yang menjaga martabat manusia, itulah sebabnya Imam Ridha as mengatakan tentang mengetengahkan agama seperti itu, "Jika orang mendengar keindahan dan kebaikan pidato kita, mereka akan tertarik ke pemikiran kami." Karena itu sangat penting bagi kita semua untuk menjaga martabat pekerja dan untuk mengingat bahwa penghormatan terhadap para pekerja pada kenyataannya adalah suatu kehormatan bagi hamba-hamba Tuhan yang berusaha untuk mencari nafkah dan mencari rezeki yang halal."

Kembali kami mengucapkan bela sungkawa mendalam atas kesyahidan Imam Ridha as dan di akhir makalah khusus ini, kami menarik perhatian Anda pada hadis Imam Ridha as dalam buku mulia "Uyun Akhbar ar-Ridha" yang ditulis oleh almarhum Syeikh Saduq.

Imam Ridha as mengatakan, "Siapa pun yang menziarahi saya, sekalipun jaraknya jauh dan menziarahi saya dari kejauhan, saya akan datang membantunya dalam tiga posisi pada Hari Kiamat untuk menyelamatkannya dari ketidaknyamanan pada waktu itu; Yang pertama adalah ketika surat-surat amal didistribusikan dari kanan dan dari kiri. Kedua, pada saat melintasi Shirath al-Mustaqim dan ketiga, pada amal perbuatannya diukur."

 

Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) membantah mencapai kesepakatan gencatan senjata jangka panjang dengan rezim Zionis Israel.

Sejumlah media melaporkan pada Selasa kemarin bahwa Hamas mencapai kesepakatan dengan pihak Mesir tentang kelanjutan gencatan senjata di Gaza dan masalah lain yang berkaitan dengan rekonsiliasi dan pertukaran tahanan.

Surat kabar Palestina, al-Quds pada Rabu (6/10/2021) menyatakan Hamas tidak mencapai kesepakatan gencatan senjata jangka panjang dengan Israel.

Delegasi Hamas yang dipimpin Ismail Haniyeh baru-baru ini bertemu dengan Menteri Intelijen Mesir Abbas Kamel di Kairo untuk membahas ketegangan di Quds, rekonsiliasi nasional, dan masalah tahanan Palestina.

"Dalam pertemuan itu juga dibahas hubungan bilateral, perkembangan politik dan situasi di lapangan, serta cara-cara untuk mencapai persatuan Palestina," kata surat kabar al-Quds.

Pemimpin Hamas di Gaza, Yahya al-Sinwar di Gaza, Saleh al-Arouri di Tepi Barat, dan Khaled Mashaal di luar negeri, menemani Hainyeh dalam pertemuan di Kairo.

Hamas dan rezim Zionis melakukan pembicaraan gencatan senjata setelah berperang selama 12 hari pada Mei lalu.

Dalam pembicaraan yang ditengahi oleh Mesir, Tel Aviv mencoba menghubungkan kasus pertukaran tahanan dengan proses rekonstruksi Gaza, yang ditolak oleh kubu perlawanan. 

 

Gerakan Jihad Islam Palestina, dengan menyinggung situasi yang terjadi di kota-kota Tepi Barat, koordinasi dan kerja sama warga Palestina di kota-kota itu dengan Jalur Gaza, serta warga Palestina yang terkepung, menegaskan bahwa Tepi Barat adalah kuburan proyek Zionis.

Salah satu pejabat senior Jihad Palestina di Gaza, Khaled Batash menegaskan bahwa upaya mencegah peran aktif Gaza dalam mengomandoi proyek nasional Palestina, akan gagal, karena Tepi Barat akan menjadi kuburan proyek Zionisme.

Statemen Khaled Batash terkait Tepi Barat sangat penting karena rakyat Palestina di wilayah ini, sekarang sangat menekankan pentingnya perlawanan, dan persatuan dalam negeri untuk menghadapi Israel.

Penduduk Palestina di Tepi Barat juga menuntut perlawanan atas Israel, dan proyek-proyek kejahatan rezim ini terhadap rakyat Palestina terutama di Jalur Gaza.

Pada kenyataannya, tekad dan semangat seperti ini yang muncul di tengah warga Tepi Barat, merupakan salah satu hasil dan buah dari "Perang 12 Hari" antara kelompok perlawanan Palestina, dan Israel, dalam kerangka operasi militer "Pedang Al Quds", yang sekali lagi telah menggagalkan agresi Zionis.

Kelompok perlawanan Palestina, dalam operasi ini berhasil memaksakan kekalahan lain bagi Israel, dan bagi sistem pertahanan udara rezim itu yang dikenal dengan "Kubah Besi", sehingga secara praktis lumpuh.

Kekalahan ini menyebabkan rezim Zionis terpaksa kembali memohon kepada Amerika Serikat untuk memperbaiki serta memodernisasi Kubah Besi. Selain itu Tel Aviv juga meminta Washington memperkuat sistem pertahanan udaranya.

Di sisi lain, kemenangan kelompok perlawanan Palestina semakin membuat rakyat Palestina benci pada upaya-upaya gagal Pemerintah Otorita Ramallah.

Kemenangan semacam ini terutama semakin membuat rakyat Palestina yakin atas efektivitas perlawanan kelompok Palestina terutama di Jalur Gaza untuk menghadapi kemampuan pertahanan, dan militer Israel.

Rakyat Palestina khususnya di Tepi Barat bahkan bangga dengan keunggulan, dan kemenangan ini. Oleh karenanya dalam beberapa minggu terakhir, kita menyaksikan upaya berlipat ganda Israel di Tepi Barat untuk meningkatkan koordinasi keamanan dengan Otorita Ramallah guna mengatasi aksi warga Palestina, dan membungkamnya.

Lawatan terbaru Menteri Perang Israel Benny Gantz ke Tepi Barat, dan pertemuannya dengan Pemimpin Otorita Ramallah Mahmoud Abbas, juga dilakukan dalam kerangka tujuan ini.

Dengan demikiran pernyataan terbaru Khaled Batash dapat dipahami dalam atmosfir, dan kerangka semacam ini.

Ia menegaskan, darah syuhada Tepi Barat, dan Al Quds bercampur, karena poros gerakan rakyat Palestina baik di Gaza, maupun Tepi Barat, baik di Al Quds maupun di Masjid Al Aqsa, dan faktor pemersatu rakyat Palestina, tersembunyi di dalamnya.

Dari sini statemen pejabat Jihad Islam memusatkan perhatian pada masalah bahwa Al Quds adalah garis merah perang melawan Israel, dan hasil terpenting pertempuran "Pedang Al Quds" adalah penekanan atas persatuan rakyat Palestina di Al Quds, Tepi Barat, dan Wilayah pendudukan tahun 1948.

Lebih dari itu, nasib buruk bagi Israel juga akan segera tercipta, dan itu adalah "ledakan" yang akan menimpa Zionis di Tepi Barat. Menurut Khaled Batash, persatuan dan solidaritas rakyat Palestina dapat dipastikan akan menciptakan sebuah ledakan situasi yang hebat. 

 

Komando Operasi Gabungan Irak mengumumkan penarikan tiga brigade militer Amerika Serikat dari pangkalan udara Ain al-Assad di provinsi Anbar.

Seperti dikutip Rusiya al-Yaum, Komando Operasi Gabungan Irak dalam pernyataan pada hari Kamis (7/10/2021) mengumumkan bahwa tiga brigade militer AS telah ditarik dari pangkalan udara Ain al-Assad.

Namun hingga berita tersebut dipublikasikan, belum ada rincian lebih lanjut.

Sebelumnya, juru bicara Komando Operasi Gabungan Militer Irak Tahsin al-Khafaji menekankan bahwa negaranya tidak membutuhkan kehadiran pasukan AS.

Dia menuturkan, pada akhir bulan Oktober 2021, tiga unit tempur AS juga akan meninggalkan pangkalan militer Ain al-Assad dan Harir.

Rakyat dan kelompok-kelompok di Irak menuntut penarikan pasukan teroris AS dari negara mereka, bahkan parlemen Irak telah menyetujui rencana penarikan pasukan penjajah tersebut.