کمالوندی

کمالوندی

 

Setelah keberhasilan Taliban menguasai berbagai negara bagian Afghanistan dan terakhir Kabul pun jatuh ke tangan milisi ini, muncul pertanyaan di opini publik Afghanistan, kawasan dan internasional, mengapa militer negara ini tidak mampu melawan serangan tersebut.

Selain itu, kondisi di Afghanistan juga jauh dari prediksi para pengamat dan negara ini tumbang serta jatuh ke tangan Taliban. Milisiini pun berhasil menguasai seluruh negara bagian kecuali Panjshir.

Setelah invasi Amerika Serikat ke Afghanistan tahun 2001 dan tumbangnya pemerintahan Taliban, militer nasional dan baru negara ini yang pada awalnya berjumlah 70 ribu personel disahkan di sidang Bonn, Jerman. Pembentukan secara resmi militer Afghanistan terjadi tahun 2002 dengan bantuan pihak Barat, khususnya Amerika dan kemudian Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Seiring dengan eskalasi serangan milisi Taliban, di tahun 2006 direncanakan jumlah militer nasional Afghanistan bertambah menjadi 130 ribu personel. Meski selama selama beberapa tahun terakhir jumlah pasukan militer Afghanistan mencapai 350 ribu orang, namun negara ini direncanakan memiliki militer kecil dengan peralatan canggih dan modern milik Barat, sehingga mampu melawan kelompok teroris dan memberi keamanan kepada warga.

Oleh karena itu, muncul pertanyaan penting, mengapa militer dan polisi nasional seperti ini tidak mampu melawan serangan Taliban dan cepat kalah ?

Pengamat politik saat menjawab pertanyaan penting ini mengisyaratkan sikap AS dan NATO yang tidak bersedia menunaikan janjinya mempersenjatai serta memperkuat militer dan polisi nasional Afghanistan. Mereka meyakini bahwa meski ada klaim dari petinggi Barat, ada tiga alasan penting mengapa mereka tidak berusaha menciptakan sebuah militer yang kuat, khususnya angkatan udara.

Pertama, AS dan NATO mengejar kebijakan ketergantungan keamanan Afghanistan kepada pasukan asing. Menurut perspektif ini, jika Afghanistan memiliki tentara dan polisi yang kuat, maka bisikan dan tuntutan elit dalam negeri atas penarikan pasukan asing dari negara ini akan sangat cepat dan lebih serius. Oleh karena itu, Amerika dan NATO untuk menjustifikasi kehadirannya di Afghanistan, berupaya menunjukkan dirinya sebagai pembela keamanan rakyat negara ini dari ancaman terorisme, dan mempropagandakan kebijakan dan programnya dalam koridor rencana "Dukungan Tegas" terhadap militer dan pemerintah Afghanistan.

Kedua, Pakistan sebagai negara yang menganggap Afghanistan sebagai halaman belakangnya, sama sekali tidak setuju dengan rencana mempersenjatai militer negara ini dengan senjata modern Amerika dan NATO, sehingga tidak akan terbentuk militer tangguh di negara tetangganya ini. Oleh karena itu, di era kepresidenan Barack Obama, ketika dijadwalkan hingga tahun 2014 mayoritas tentara negara ini akan ditarik dari Afghanistan, Pakistan mencegah penyerahan senjata militer Amerika kepada militer nasional Afghanistan. Pakistan tetap menghendaki Afghanistan yang lemah dan pemerintahan yang bergantung kepada Islamabad sehingga tetap dapat menindaklanjuti kepentingannya di Kabul.

Ketiga, alasan Amerika tidak membantu memperkuat militer dan polisi nasional Afghanistan adalah AS dan NATO khawatir etnis Pashtun menguasai militer nasional dengan pandangan agamanya. Meski berdasarkan etnis, militar nasional Afghanistan akan terdiri dari 45 persen etnis Pashtun, 30 persen Tajik, 10 persen Hazareh, 10 persen Uzbek dan lima persen milik etnis lainnya, namun mengingat pengaruh dan hegemoni bersejarah Pashtun di tingkat politik dan militer Afghanistan, ada kekhawatiran di antara elit Barat bahwa bisa jadi dengan berkuasanya Pashtun di militer Afghanistan akan terbentuk tentara agamis dengan pola pikir radikal di negara ini.

Oleh karena itu, Amerika dan NATO bukan saja enggan bergerak memperkuat militer dan polisi nasional Afghanistan, tapi dengan klaim bahwa militer negara ini memiliki dukungan udara dan artileri Amerika serta NATO di berbagai operasi, menolak segala bentuk perubahan di peralatan militer pasukan Afghanistan, dan hingga detik-detik terakhir mereka masih membutuhkan dukungan udara militer AS dalam melawan Taliban.

Sementara sumber miilter Amerika senantiasa berbicara mengenai biaya beberapa juta dolar di militer Afghanistan.

Namun John Sopko, direktur kantor penyidik khusus AS untuk rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), senantiasa menekankan berlanjutnya kendala militer Afghanistan dan menuding para komandan militer AS dan NATO menutupi masalah tersebut. Terakhir, ketika militer nasional Afghanistan terus mengalami kekalahan melawan serangan Taliban, pasukan Amerika dan NATO masih menolak fakta ini bahwa selama dua dekade lalu mereka tidak melakukan langkah untuk mempersenjatai militer Afghanistan dalam melawan teroris yang memiliki senjata lebih canggih dari militer Afghanistan.

Alasan lain untuk keruntuhan yang cepat dari Tentara Nasional Afghanistan adalah kurangnya kesatuan pasukannya di seluruh negeri sebagai kekuatan terorganisir. Meskipun tentara Afghanistan seharusnya memiliki 350.000 tentara, beberapa dari pasukan ini ditempatkan sebagai pasukan paramiliter di berbagai bagian Afghanistan, seperti Kunduz, Maymana, Helmand, Paktika dan Kunar, sebagian besar beroperasi bersama pasukan asing dan bahkan gajinya pun didapat dari mereka. Di kondisi seperti ini, harapan untuk memiliki sebuah pasukan kuat dan modern di bawah komando pusat di Afghanistan adalah harapan sia-sia dan sangat disayangkan para teknokrat pro Barat yang berkuasa di Kabul, juga tidak melakukan langkah-langkah serius untuk mengorganisir dan memperkuat tentara nasional Afghanistan sebagai sebuah kesatuan.

Sementara itu, elit Barat telah menggunakan klaim palsu untuk membenarkan kekalahan Tentara Nasional Afghanistan melawan Taliban, yang tidak memiliki dasar rasional, termasuk bahwa militer Afghanistan telah lelah akibat perang saudara selama dua dekade terakhir, atau bahwa tentara Afghanistan tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan senjata modern karena sebagian besar militer Afghanistan buta huruf yang tidak dapat menerima pelatihan yang diperlukan.

Namun Jend. Zahir Azimi, jubir tentara Afghanistan saat itu seraya menepis klaim ini, berulang kali berbicara mengenai kekuarangan persenjatan militer Afghanistan khususnya angkatan udara.

Sekaitan dengan ini, Nik Mohammad Kaboli, pengamat militer di Afghanistan saat mengevaluasi kondisi dan peralatan militer Tentara Nasional Afghanistan meyakini bahwa pasukan Afghanistan tidak mampu melawan serangan teroris karena mereka tidak memiliki peralatan militer yang diperlukan, dan oleh karena itu, tidak mampu melawan ancaman keamanan tanpa bantuan pihak lain, dan senantiasa membutuhkan dukungan udara AS dan NATO.

Sekitar satu dekade yang lalu, ketika isu penarikan pasukan asing dari Afghanistan dan pengalihan tanggung jawab keamanan ke Tentara Nasional Afghanistan diangkat, NATO mengubah tujuan kehadirannya di negara itu untuk melatih dan mendukung Tentara Nasional Afghanistan, tetapi dalam prakteknya dunia jelas mengerti klaim seperti itu tidak lebih dari kebohongan, dan bahkan di hari-hari terakhir jatuhnya berbagai negara bagian Afghanistan ke tangan Taliban, NATO menerbitkan laporan yang mengklaim bahwa mereka sedang melatih pasukan khusus Afghanistan di Turki. Padahal NATO dan Amerika memiliki banyak pangkalan di Afghanistan, maka isu pelatihan pasukan khusus Tentara Nasional Afghanistan di Turki patut untuk direnungkan dan diperhatikan, yang akhirnya mengungkapkan ketidakefektifan pelatihan tersebut.

Bagaimana pun juga, berbagai laporan yang diterbitkan oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa potensi dan perlatan militer angkatan udara militer Afghanistan hanya sebatas beberapa helikopter hadiah dari India dan sejumlah pesawat lama serta senjata angkatan darat Tentara Nasional Afghanistan adalah senjata M1 dan Kalashnikov yang dibeli dari sekutu Uni Soviet.

Sementara Amerika dan NATO mengklaim bahwa Tentara Nasional Afghanistan siap dan telah dipersenjatai untuk melawan teroris. namun petinggi Afghanistan termasuk Hamid Karzai, mantan presiden negara ini berulang kali menytakanb ahwa senjata yang dimiliki teroris lebih maju dari senjata Tentara dan Polisi Nasional Afghanistan.

 

Seorang anggota Biro Politik Hamas mengatakan rakyat Palestina tidak takut dengan ancaman rezim Zionis dan Gaza yang merdeka tidak akan pernah menyerah.

Suhail al-Hindi, seperti dilaporkan televisi al-Aqsa yang berbasis di Gaza, Rabu (25/8/2021), mengatakan ada konsensus nasional di antara faksi-faksi Palestina tentang kelanjutan perlawanan rakyat di Quds.

“Kesatuan sikap faksi-faksi Palestina telah disampaikan ke Mesir dan para mediator harus bertanggung jawab atas hal ini,” tambahnya.

Pada hari Rabu, ribuan warga Palestina mengantar jenazah Osama Khalid Adaeej ke kamp pengungsi Jabalia di utara Jalur Gaza.

Osama Khalid Adaeej terluka ditembak oleh tentara Zionis selama demonstrasi damai di Gaza pada 21 Agustus. Ia gugur syahid pada Rabu kemarin karena terluka parah.

 

Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Rezim Zionis, Aviv Kochavi kembali mengancam Palestina akan menyulut perang baru di jalur Gaza.

Televisi rezim Zionis Channel 12 hari Kamis (26/8/2021) melaporkan, Aviv Kochavi mengatakan militer Israel sedang mempersiapkan operasi militer lain terhadap Gaza setelah pertempuran sebelumnya.

"Militer Israel tidak akan bisa menerima serangan apa pun dari pihak mana pun," ujar Kochavi sambil menyalahkan Hamas atas setiap insiden yang terjadi di Gaza.

"Ketegangan baru-baru ini di perbatasan Gaza telah membawa tentara Israel dalam kesiapan penuh, dan tidak ada keraguan bahwa penembakan balon dan demonstrasi yang terus berlanjut di daerah perbatasan dapat menyebabkan peristiwa besar di masa depan," tegasnya.

Perang Israel melawan Palestina di Tepi Barat dan Gaza dimulai pada 10 Mei dan berakhir pada 21 Mei menyusul seruan untuk gencatan senjata oleh kabinet Israel, karena ketidakmampuan tentara Israel untuk menghadapi  perlawanan Palestina. 

 

Pasukan militer Turki bersama kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Ankara meningkatkan serangan terhadap desa dan daerah di al-Hasakah dan Deir ez-Zor di Suriah.

Televisi Suriah Al-Akhbariya hari Kamis (26/8/2021) melaporkan, pasukan Turki dan milisi bersenjata afiliasi mereka menargetkan desa Bab al-Khair di pinggiran barat laut al-Hasakah dengan serangan artileri.

Pasukan bersenjata yang berafiliasi dengan Turki menembakkan granat tangan ke sebuah rumah di di pinggiran Deir ez-Zor, yang melukai seorang wanita dan putrinya.

Pasukan Turki dan elemen bersenjata yang berafiliasi dengan mereka memutus aliran air untuk satu juta warga yang tinggal di al-Hasakah.

Pasukan pendudukan Turki mengabaikan permintaan untuk membuka kembali stasiun air Aluk dan menerapkan perjanjian internasional.

Tentara Turki melancarkan operasi besar-besaran di wilayah timur laut Suriah pada 9 Oktober atas perintah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dengan dalih menghadapi militan Kurdi.

Operasi militer Turki di utara Suriah telah menuai kecaman internasional yang luas.

 

Juru Bicara Pemerintah Irak, Hassan Nazim menekankan bahwa Irak mencari stabilitas dan ekonomi regional dengan menggelar KTT Baghdad.

Hassan Nazim, Menteri Kebudayaan dan Juru Bicara Pemerintah Irak hari Kamis (26/8/2021) mengatakan bahwa Konferensi Regional Baghdad, yang mengusung tema "Konferensi Baghdad untuk Kerjasama dan Kemitraan", sebagai pertemuan puncak negara-negara tetangga Irak dan negara-negara lain di kawasan dan dunia.

Nazim menekankan bahwa Irak telah melihat langkah-langkah signifikan pada tahun lalu untuk mendapatkan kembali perannya sebagai wilayah yang berpengaruh di Irak dan sedang mempertimbangkan keamanan dan stabilitas ekonominya.

Hassan Nazim menekankan bahwa Irak sedang berusaha untuk membangun jembatan antara negara-negara kawasan demi mencapai stabilitas ekonomi dan kemakmuran bersama

 

Surat kabar Zionis Jerusalem Post melaporkan bahwa militer AS telah memutuskan untuk tidak membeli sistem Iron Dome dari Tel Aviv.

Keputusan itu dibuat setelah militer AS menguji sistem pertahanan udara Israel yang dikembangkan oleh perusahaan Rafael. 

AS melakukan uji perbandingan antara Iron Dome dan Dynetics dari perusahaan Amerika Leidos di New Mexico bulan lalu, dan memutuskan untuk menggunakan model internalnya itu..

Seorang pejabat Kementerian Perang rezim Zionis dan seorang pejabat perusahaan Rafael mengatakan kepada surat kabar Zionis Jerusalem Post sebagai tanggapan atas berita ini bahwa mereka tidak akan mengomentari pengungkapan situs web DefenseNews; Tetapi jika dikonfirmasi, itu akan menjadi kemunduran bagi Tel Aviv dan militer Israel.

Laporan itu muncul ketika surat kabar Zionis Haaretz dan televisi Channel 12 rezim sebelumnya telah mengungkapkan bahwa Iron Dome gagal menangkis serangan roket dari UAV perlawanan Palestina dalam perang 12 haru baru-baru ini.

 

Seorang pejabat senior Zionis mengatakan isu penarikan pasukan Amerika Serikat dari Irak dan Suriah akan dibahas dalam pertemuan Perdana Menteri Naftali Bennett dan Presiden Joe Biden.

Situs media Israel, Walla melaporkan pada Kamis (26/8/2021) malam, seorang pejabat tinggi Zionis menuturkan masalah kehadiran pasukan AS di Irak sangat penting bagi Tel Aviv.

Menurut laporan televisi al-Mayadeen, sumber tersebut berkata kepada Walla bahwa Bennett diperkirakan akan meminta Presiden Biden untuk tidak menarik pasukannya dari Irak dan Suriah.

"Penarikan seperti itu mungkin akan menguntungkan Iran serta memperkuat peran dan kehadiran mereka di kawasan," kata pejabat Zionis yang tidak disebutkan namanya itu.

"Masalah (kehadiran) pasukan AS di Irak sangat penting," tambahnya.

Menurut Walla, Bennett dalam pertemuan dengan Biden, akan membahas ide pembentukan koalisi regional yang beranggotakan Israel dan beberapa negara Arab, dengan tujuan memperkuat normalisasi hubungan dengan negara lain.

Pejabat tersebut mengklaim bahwa koalisi semacam itu akan mencegah apa yang disebutnya tindakan bermusuhan Iran dan misinya untuk mendominasi kawasan.

 

Sebuah bom meledak di jalur konvoi pasukan Suriah di pinggiran Provinsi Daraa, yang menewaskan dan melukai 10 tentara.

Televisi al-Ikhbariyah Suriah melaporkan pada Jumat (27/8/2021) bahwa bom pinggir jalan itu meledak di jalur yang dilalui pasukan Suriah di antara daerah Nuri dan Sheikh Maskin di pinggiran Daraa.

Ledakan itu menewaskan dua tentara Suriah dan melukai delapan lainnya.

Menurut sumber-sumber militer, pasukan Suriah telah mengepung daerah Daraa al-Balad pasca insiden tersebut.

Militer Suriah menguasai sebagian besar Daraa pada pertengahan Juli 2017, tetapi pasukan oposisi dan teroris di wilayah tersebut terus melakukan serangan dan kekerasan di kota dan daerah sekitar. 

 

Presiden Republik Islam Iran Sayid Ebrahim Raisi dan anggota-anggota kabinet baru pemerintahannya menziarahi makam Pendiri Republik Islam Imam Khomeini ra.

Ziarah dan acara memperbarui janji setia kepada cita-cita Revolusi Islam tersebut dilakukan pada hari Kamis (26/8/2021) menandai Pekan Pemerintah Iran.

Pada kesempatan tersebut, Raisi mengatakan, konsep pemikiran Imam Khomeini ra mengajarkan kita untuk mengabdi kepada rakyat dan hal ini selalu ditekankan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam yaitu mengabdi kepada rakyat karena Allah Swt.

"Pandangan Imam Khomeini tentang pengabdian kepada rakyat bukanlah sebuah formalitas. Pandangan politis yang dimiliki oleh para politisi, tidak terdapat dalam diri beliau," ujarnya.

Menurut Raisi, Imam Khomeini benar-benar percaya pada rakyat dan jika berkata bahwa parameter adalah suara rakyat, ia sendiri percaya pada masalah ini. Oleh karena itu, pemerintahan sekarang harus berorientasi pada amanah dan tanggung jawab untuk melayani masyarakat.

"Kita harus mematuhi bimbingan dan strategi yang ditekankan oleh Imam Khomeini dalam perbuatan dan tindakan," pungkasnya.

Jumat, 27 Agustus 2021 20:57

Iran Kirim Menlu untuk Hadiri KTT Baghdad

 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan, sebuah delegasi yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian bertolak ke Irak untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Baghdad.

Saeed Khatibzadeh menuturkan pada Jumat (27/8/2021) pagi bahwa Amir-Abdollahian akan memimpin delegasi Iran untuk menghadiri konferensi regional mendukung Irak.

Pemerintah Irak telah mengundang para pemimpin dari Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Yordania, Turki, dan Mesir untuk berpartisipasi dalam KTT Baghdad pada Sabtu besok. Perwakilan dari Prancis, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang juga akan hadir.

Sejauh ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, Raja Yordania Abdullah II, dan Perdana Menteri Kuwait Sabah Khalid al-Hamad al-Sabah sudah dipastikan kehadiran mereka. (