کمالوندی
Apa Yang Menjadi Rintangan Dakwah Para Nabi?
Terdapat rintangan-rintangan dalam proses kemasyarakatan agama dan untuk mencapai tujuannya. Al-Quran telah menyebutkan rintangan-rintangan tersebut, diantaranya:
1. Kesombongan dan mengikuti hawa nafsu:
«أَ فَکُلَّما جاءَکُمْ رَسُولٌ بِما لا تَهْوى أَنْفُسُکُمُ اسْتَکْبَرْتُمْ فَفَریقاً کَذَّبْتُمْ وَ فَریقاً تَقْتُلُون»
“Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; maka beberapa orang (diantara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh? (Qs Al-Baqarah [2]: 87)
Berdasarkan ayat ini, karena para pemimpin Yahudi merasa terancam kehidupan perekonomian mereka karena ajaran-ajaran dan ahkam para Nabi, maka mereka melawan perkataan para nabi dan tetap menuruti hawa nafsunya. Oleh itu, mereka memasang badan untuk memberontak, berlaku sombong dan merasa dirinya sangat besar. Mereka menolak para nabi dan menilai bahwa para Nabi adalah orang-orang yang berdusta, bahkan sebagian mereka sampai membunuh nabi.
2. Bertahannya para penguasa dan orang-orang kaya
وَ ما أَرْسَلْنا فی قَرْیَةٍ مِنْ نَذیرٍ إِلاَّ قالَ مُتْرَفُوها إِنَّا بِما أُرْسِلْتُمْ بِهِ کافِرُون»
“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (Qs Saba [34]: 184)
3. Mengikuti bujuk rayu setan
«وَ ما أَرْسَلْنا فی قَرْیَةٍ مِنْ نَذیرٍ إِلاَّ قالَ مُتْرَفُوها إِنَّا بِما أُرْسِلْتُمْ بِهِ کافِرُون»
“Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.” (Qs Al-Nahl [16]: 63)
4. Keras kepala dan mencari-cari alasan:
فَإِن کَذَّبُوکَ فَقَدْ کُذِّبَ رُسُلٌ مِّن قَبْلِکَ جَاءُوا بِالْبَیِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَالْکِتَابِ الْمُنِیر»ِ
“Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.” (Qs Ali Imran [3]: 184)
Pendeta Yang Masuk Islam
Imam Musa bin Jakfar as masuk ke sebuah goa di salah satu desa di Syam secara tidak dikenal dan di sana ada seorang pendeta yang setiap tahun memberi wejangan kepada masyarakat. Pendeta itu merasa ketakutan saat melihat Imam yang penuh dengan keagungan dan kewibawaan.
Kemudian dia bertanya kepada Imam, “Anda orang asing?”
Imam menjawab, “Iya.”
Dia berkata, “Anda bagian dari kami ataukah musuh kami?”
Imam menjawab, “Saya bukan bagian dari Anda.”
Dia berkata, “Anda termasuk umat yang mendapatkan rahmat?”
Imam menjawab, “Iya.”
Dia berkata, “Anda termasuk ulamanya ataukah orang bodohnya?”
Imam menjawab, “Saya bukan dari orang-orang bodohnya.”
Dia berkata, “Bagaimana mungkin menurut keyakinan kami, pohon tuba akarnya ada di rumah Isa as dan menurut Anda di rumah Muhammad, sementara cabangnya ada di semua rumah-rumah surga?”
Imam menjawab, “Sebagaimana matahari, cahayanya sampai ke semua tempat, dan menerangi setiap tempat, padahal aslinya ada di langit.”
Pendeta itu berkata, “Bagaimana mungkin makanan surga tidak bisa habis dan dimakan seberapa banyakpun tidak akan berkurang.”
Imam menjawab, “Sebagaimana lampu di dunia, seberapa banyakpun dia memberikan cahaya, tidak akan berkurang darinya.”
Pendeta berkata, “Di surga, naungannya memanjang, yang manakah contohnya di dunia?
Imam menjawab, “Sebelum terbitnya matahari naungan memanjang.”
Pendeta berkata, “Bagaimana mungkin di surga ada makan dan minum tapi tidak ada kencing dan buang air besar?”
Imam menjawab, “Sebagaimana janin yang ada di dalam rahim ibunya, dia makan dan minum tapi tidak kencing dan tidak buang air besar.”
Pendeta berkata, “Bagaimana mungkin penghuni surga memiliki pembantu yang mengambilkan segala yang diinginkan tanpa harus diperintahkan?”
Imam menjawab, “Sebagaimana setiap kali manusia memerlukan sesuatu, anggota badannya memahaminya dan mengerjakan apa yang diinginkannya tanpa perintahnya.”
Pendeta berkata, “Kunci surga dari emas ataukah perak?”
Imam menjawab, “Kunci surga adalah lisan hamba yang mengatakan “La Ilaha Illallah”
Pendeta berkata, “Anda benar.” Akhirnya dia menerima Islam bersama orang-orang yang bersamanya.
Hati Nurani dan Peradaban
Rorty mengatakan, bertindak sesuai dengan moral tidak perlu dicari dasar-dasar filosofis, religius, atau ideologisnya! Kriteria moral hanya satu: tekad untuk tidak bersikap kejam (Rorty, 1989). Secara implisit Rorty mengajak kita menganalisa lagi sumber terpenting yang sementara ini terlupakan, yaitu dasar moral yang dimiliki oleh semua lapisan manusia dari berbagai bangsa,etnis dan agama.
Dasar-dasar moral tentunya bersifat universal, primordial dan tidak berubah. Agama menyebutnya fitrah. Budha menyebutnya kekayaan hati. Perenialis menyebutnya the origin. Orang awam lebih akrab dengan hati nurani.
Dr. Mutahahari mengkategorikan kecenderungan kepada kesempurnaan, keindahan, keadilan, kebahagiaan, ilmu, kebahagiaan, dan sebagainya sebagai bagian dari kecenderungan hati nurani.(Muthahhari, 2015). Aspek lain dari hatinurani yaitu pengetahuan. Setiap manusia memiliki simpanan yang terdalam dalam dirinya yang dapat menjadi akar pengetahuan purbawi yang disebut Plato dengan pengetahuan fitri dan Descartes menyebutnya innate idea.
Aktifitas manusia didrive oleh dorongan-dorongan tadi. Namun terkadang insting yaitu dorongan partikular menutup hati nurani. Jadilah sebagian orang lebih sibuk mengumpul-ngumpulkan harta dibanding menabung kebaikan, mencari kekuasaan dibanding memperjuangkan keadilan, mengejar ijazah dibanding ilmu, mendamba popularitas dibanding prestasi.
Metamorfosis dari insting ke hati nurani
Dominasi insting akan memudar manakala manusia merasakan kebahagiaan mengaktualkan hati nuraninya. Tapi sebaliknya yang tidak pernah mengaktualkan hati nurani akan terjebak dalam dominasi insting kehewanan, rakus dengan kenikmatan-kenikmatan bendawi, kekuasaan, hegemoni, dan eksoteris.
Insting dibutuhkan terutama di awal-awal kehidupan agar manusia memiliki motivasi untuk survive, mengembangkan species, menolak ancaman-ancaman eksternal dan mempertahankan apa yang dimilikinya. Salah satu insting yang paling kuat dominasinya adalah insting untuk menyukai sesuatu yang menarik baginya. Instingnya ini seperti juga akal instrumennya adalah panca indera. Manusia yang hidup tanpa insting akan kehilangan semangat dan selera untuk menyukai kehidupan.
Pendidikan berbasiskan Hati nurani
Kurikulum pendidikan juga jangan sampai mendistorsi hati nurani; yaitu dorongan untuk mengetahui segala sesuatu ini, keinginan untuk menyibak segala misteri yang ada di sekelilingnya termasuk dalam dirinya sendiri. Setiap anak didik dengan keunikan masing-masing memiliki potensi ini untuk menyukai sejarah, saint, agama, fisika, dan sebagainya. Keinginan ini menjadi meredup tatkala mengalami proses pembelajaran yang membosankan, arogansi guru yang tidak suka dikritik, atau metode yang tidak efektik lagi untuk memancing rasa penasaran (curioisity) sang anak didik. Anak-anak dijejali dengan informasi yang tidak memancing rasa keinginan tahunya, atau tidak melihat relevansinya dengan kehidupannya. Atau para pendidik gagal mengembangkan pendekatan yang membuat sang anak didik tertarik untuk mengembangkan potensi hati nuraninya.
Salah satu sisi kehidupan manusia adalah kegiatan ekonomi yang bisa disederhanakan sebagai kegiatan untuk mencari usaha, aktifitas untuk bisa survive, menghasilkan sesuatu dan memproduksi sesuatu. Aktifitas yang sangat menyita waktu ini dan selalu dilakukan sepanjang hidup manusia bisa dilihat dari dua sisi. Pertama sebagian kegiatan yang didrive insting untuk memenuhi kebutuhan dasariyah setiap manusia yaitu makan, minum dan sejenisnya. dan kedua dilihat dari hati nurani yaitu dorongan untuk mandiri, berdiri sendiri. Dengan pendekatan pertama kegiatan ekonomi menjadi kegiatan yang sama dilakukan oleh hewan, mencari,mengumpulkan dan menumpuk-numpuk hanya untuk memenuhi hasrat-hasrat biologisnya. Namun dengan motivasi kedua, aktifitas ekonomi menjadi kegiatan yang mulia yaitu untuk membebaskan dirinya dari perbudakan orang lain dan memerdekakan dari ketergantungan kepada yang lain. Dengan niat yang kedua kegiatan berdagang, bekerja, bertani, menjadi supir angkot, loper koran menjadi memiliki makna eksistensial. Setiap orang akan bersungguh-sungguh dan akan berusaha jujur, tidak curang dan tidak menghalalkan segala cara, sebab.
Demikian juga aktifitas ekonomi yang berbasiskan fitrah adalah dalam rangka menjadikan independen, mandiri dan tidak bergantung pada yang lain. Andaikan yang mendrivenya adalah keinginan mandiri, merdeka dan bebas,maka tentu perjuangannya lebih bermartabat dan merasa bangga dan bukan sekedar ingin mencari laba semata.
bersambung ....
Hati Nurani dan Peradaban(1)
Rorty mengatakan, bertindak sesuai dengan moral tidak perlu dicari dasar-dasar filosofis, religius, atau ideologisnya! Kriteria moral hanya satu: tekad untuk tidak bersikap kejam (Rorty, 1989). Secara implisit Rorty mengajak kita menganalisa lagi sumber terpenting yang sementara ini terlupakan, yaitu dasar moral yang dimiliki oleh semua lapisan manusia dari berbagai bangsa,etnis dan agama.
Agama dan hati nurani
Agama alih-alih turun dari langit hakikatnya adalah datang dari suara-suara hati nurani. Tuhan yang menanamkan dorongan-dorongan pada kesempurnaan karenan itu Tuhan juga menyambutnya dengan menurunkan tuntunan dari langit. Hati nurani saja tidak cukup, karena masih konseptual, abstrak dan tidak detail. Hati nurani membutuhkan tuntutan yang mendetail dan praktis.
Hati nurani membutuhkan agama yang dapat merespon dorongan-dorongan instrinsiknya. Yang kedua agama memang untuk manusia secara universal. disinilah pertemuan antara yang transendental dan humanisme. Jadi hati nurani tidak mungkin menafikan peranan agama sebagaimana agama juga tidak mungkin mengabaikan dorongan-dorongan universal manusia.
Agama tidak mungkin bertentangan dengan nurani universal ini, sebab agama untuk manusia dan bukan untuhan tuhan, Tuhan menurunkan agama karena dalam diri manusia ada keinginan untuk menyempurnakan diri, ada keinginan untuk dalam perspektif tasawuf untuk meniru tuhan, menyerap nama-nama-Nya dalam dirinya. Dalam hal ini kita dapat membaca pemikir Fayerbach dalam perspetif ini ,sepertinya manusia menciptakan agama, karena memang potensi untuk menciptakan agama yang itu sudah disuarakan oleh hati nurani sendiri.
Hati nurani selayaknya dijadikan parameter untuk mengevaluasi setiap tindakan atas nama agama. Sementara ini parameter hatin nurani dikesampingkan dan bahkan dibungkam tidak dijadikan evaluasi untuk melihat tindakan-tindakan atas nama agama yang sangat melukainya. .
Sebagian yang mengaku agamawan membius para pengikutnya dengan data-data ayat-ayat suci parsial untuk membenarkan segala tindakan destruktifnya. Tanpa parameter hatinurani maka setiap orang akan menjadi penguasa kitab suci dan menghegemoni setiap tafsiran lain.
Wahyu dari langit jika ditafsirkan seperti itu pasti paling menjadi tidak peka dengan aspek kemanusiaan yang universal. Agama dalam tanda kutip tidak peka dengan ketidakadilan, sosial, kemiskinan, kebodohan dan penistaan perempuan dan anak-anak.
Andaikata kita mau mengeksplor fitrah ini maka kita harus merenung lagi dengan produk-produk atas nama agama yang justeru sebenarnya bertentangan dengan nilai-nila universal agama. Agama yang sesuai dengan fitrah adalah agama yang menyambut seruan fitrah.
Agama sangat menghargai dan ingin menyempurnakan kecenderungan manusia kepada keindahan, karena itu agama sangat menganjurkan agar manusia memperhatikan keindahan, baik secara lahiriyah maupun batiniyah, Agama juga mengharga kecenderungan manusia kepada kebaikan moral.Agama yang benar tentu saja akan mengapresiasi hati nurani dan menjadikan sebagian bagian dari sumber keagamaan itu sendiri,
Apa yang dilakukan kelompok radikal akhir-akhir ini sudah tidak bisa lagi ditolelir oleh agama sendiri bahkan oleh hari nurai seluruh manusia, kelompok ini menjadi musuh bersama (common enemy) seluruh agama dan peradaban. Hanya segelintir orang yang terbius oleh ayat-ayat parsial secara verbatim yang masih mendukungnya.
Artinya sepatutnya para tokoh agama menempatkan nurani universal ini sebagai parameter untuk mengevaluasi setiap tindakan dan perintah baik itu fatwa, atau hukum yang diatasnamakan sebagain suara Islam. Yang kita lihat tindakan-tindakan dan fatwa destruktif dan biadab dianggap sebagai suara tuhan padahal bertentangan dengan nurani unversal. Pemerkosaan terhadap kaum yang lemah, ancaman dengan cara-cara yang biadab, perang yang dinyalakan kepada siapa saja dengan cara apa saja sekalipun sambil mengutip ayat-ayat suci adalah tidak islami karena dibenci oleh nurani universal ini.
Ali bin Abi Thalib dalam nasihatnya untuk gubernunya malik al-Astar menginformasikan bahwa rakyat hanya ada dua yaitu yang setara dalam keyakinan ada juga yang setara dalam keterciptaanya. Artinya orang lain itu berbeda bungkusan agamanya tapi tetap setara dari sisi sebagai makhluk yang diciptaka oleh tuhan dengan desain tertentu yang memiliki kecenderungan-kecederungan kepada kesempurnaan.
Keserakahan, arogansi, niat-niat yang jahat, dan kebodohan bisa saja menguburkan dan membunuh hati nurani. Kelompok yang menggunakan simbol-simbol agama untuk melegalkan tindakan destruktif dan non manusiawi sebenarnya telah menyayat-nyayat hati nurani sendiri dan hati nurani yang lain, karena itu mengapa selalu direspon negatif oleh seluruh umat dari agama manapun.
Hati nurani sebagai kecenderungan dan pengetahuan universal manusia jika disatukan dan dihimpun akan menjadi monitor dan penggerak peradaban. Karena dibelakang aksi ada ide dan dibelakang ide mengendap pandangan dunia tertentu dan pandangan dunia itu berkembang dari dorongan-dorongan hati nurani. Peradaban itu seperti kulit bawang. Lapisan terluarnya berbentuk karya dan kreasi fisik manusia seperti gedung-gedung, jalan raya, mall, desain kota, arsitek gedung, infrastruktur, atau non fisik seperti regulasi, konstitusi, kebijakan, undang-undang, peraturan dan sejenisnya. Lapisan tengahnya adalah aspirasi, ide, konsep dan lapisan yang paling dalam dan inti adalah pandangan dunia. Pandangan dunia ini atau ideologi terumuskan secara tidak langsung oleh kecenderungan murni dan alami hati nuraninya.
Hati nurani bisa menular dalam suatu momen dan menjadi nurani publik. Karena itu mengapa Angela Merkel dari jerman akhirnya didukung oleh rakyatnya meskipun mengambil kebijakan yang tidak populer diawalnya yaitu menolong kaum pengungsi . Hati nurani publik yang cinta dengan kemanusiaan, dan kebajikan lebih primordial ketimbangan pertimbangan-pertimbangan regional dan nasional. Hati nurani itu pula yang menggerakan bantuan-bantuan internasional tanpa pamrih dari berbagai agama dan bangsa untuk masyarakat Aceh yang terkena dampak sunami.
Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat
“Bijak menyikapi perbedaan pendapat,” adalah diktum Habib Umar bin Hafidz yang kemudian diulas menjadi sebuah buku tentang pemikiran Habib Umar oleh Al Hamid Jakfar Al-Qadri. Habib Umar sendiri menulis karya berjudul Al-Wasatiyah fi al-Islam (Islam Moderat) yang mengulas tentang bagaimana menyikapi perbedaan pendapat dan bersikap moderat.
Bagi Habib Umar, perasaan yang harus selalu dijauhkan dari setiap muslim dan khususnya ulama adalah fanatisme atas pendapat atau golongan. Apa arti fanatik? Menjadikan pendapat seperti nash yang tak bisa diganggu gugat. Meskipun pendapat itu datang dari seorang ulama yang memiliki hak untuk berijtihad sekalipun. Sebab, bagaimanapun juga, pendapat itu muncul dari manusia yang tak luput dari kemungkinan salah, dan bisa saja di antara kesalahannya adalah pendapatnya itu. Pendapat itu bukan datang dari wahyu, maka ia bukan nash: bisa benar, bisa juga salah.
Perbedaan pendapat di antara kita adalah sesuatu yang bukan hanya biasa sejak Islam pertama muncul di zaman Nabi, tapi bisa jadi berdampak baik bagi perkembangan peradaban Islam lantaran perbedaan itu membangun dialektika yang konstruktif. Jangan sampai ia menjadi sumber petaka: kebencian, pertengkaran, dan lain-lain.
Sebuah riwayat dikutip dalam buku tersebut dari Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim bahwa Nabi bersabda: “Salat adalah tempat terbaik yang Allah letakkan agar hamba mendekatkan diri kepada-Nya. Barang siapa mau memperbanyak dipersilahkan, dan yang mau sedikit juga dipersilahkan.” Diriwayatkan bahwa ada dari sahabat Nabi yang melaksanakan salat dua puluh rakaat, ada yang tiga puluh rakaat, dan bahkan ada juga yang seratus rakaat semalem seperti dilakukan Sayyidina Utsman bin Affan. Di samping itu, dalam salat mereka juga ada perbedaan bacaan dan cara membacanya. Menurut riwayat Ibnu Umar, saat para sahabat salat bersama Nabi, ada yang membaca bacaan yang berbeda dengan bacaan Nabi. Lalu seusai salat, Nabi bertanya tentang siapa yang membaca itu. Di antara sahabat mengacungkan tangannya. Lalu Nabi bersabda: “Aku heran dengan bacaan itu. Telah dibukakan baginya pintu-pintu langit.” Sedangkan kita bahkan saling menuduh, benci, hingga berkonflik kadang karena hanya beda jumlah rakaat salat tarawih atau beda pendapat soal memakai atau tak pakai qunut dalam salat. Padahal, Nabi sendiri berbeda dengan sahabatnya dan Nabi justru memuji sesuatu yang berbeda dari sahabatnya itu, alih-alih bukan menuduh bid’ah sahabat yang berbeda itu sebagaimana sebagian kita kerap mudah menuduh bid’ah sebagian saudara muslim yang berbeda dengan mereka.
Maka, hindari fanatisme: menganggap pendapat lain bid’ah, salah, sesat, apalagi kafir. Sebab, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis dalam Bukhari, Muslim, dan Ahmad bahwa dalam berpendapat –tentu yang berdasarkan ilmu dan ketulusan, jika ‘pun salah maka seseorang itu mendapat pahala di mata Allah. Sehingga, jika Allah saja menghargai pendapat yang salah, mengapa kita justru begitu bengis pada perbedaan?
Seorang ulama yang saleh, seperti dikisahkan dalam buku tersebut ditanya: “Sebuah kelompok muslim sedang membangun masjid, mengapa kelompokmu tak membangun juga?” Ulama saleh itu menjawab: “Kita semua butuh masjid, dan kita juga butuh jamaah untuk mengisinya. Mereka membangun masjid dan kita yang akan mendatangkan jamaahnya, sehingga di antara kita saling melengkapi.”
Lihatlah bagaimana sebuah perspektif diajarkan melalui kisah itu: perspektif untuk bersatu, melengkapi. Bukan bercerai, menggerogoti. Dengan perspektif persatuan, perbedaan dilihat sebagai kelebihan untuk saling melengkapi, bukan kekurangan untuk saling berkelahi. Sehingga lenyaplah gangguan nafsu dalam hati untuk saling bermusuhan.
Apa Saja Dampak Berprasangka Buruk?
Salah satu yang merupakan bagian dari akhlak tercela adalah prasangka yang buruk. Banyak ayat dan riwayat yang menyinggung masalah tersebut sebagai sebuah peringatan akan buruknya dampak sosial dari berprasangka buruk. Al-Quran menjelasakan bahwa berprasangka buruk itu sama dengan dosa.
Nabi Muhammad saw bersabda berkatan hal tersebut: ketika kalian berprasangka buruk kepada saudara-saudara kalian maka sesungguhnya kalian telah berprasangka buruk kepada Allah swt. Karena Allah swt berfirman “Jauhilah kebanyakan berprasangka..”
Dari hadits ini kita melihat bahwa sungguh Allah tidak menyukai berprasangka buruk. Maka dari itu nabi yang mulia saw, ketika kita berprasangka buruk kepada saudara-saudara kita maka sama saja kita berprasangka buruk kepada Allah swt. Semoga kita dijauhkan dari sikap demikian.
Khalifah Ali ra berkata:
الرجل السوء لا یظن باحد خیرا، لانه لا یراه الا بوصف نفسه.
Ar-rajulus su’u la yadzunnu bi ahadin khairan; liannahu la yuraahu illa bi wasfin nafsihi. Yang artinya seorang yang berkahlak buruk tidak pernah berprasangka baik kepada siapapun; karena ia selalu menganggap orang lain sama seperti dirinya.
Dampak-dampak dari berprasangka buruk
1. Siapa saja yang berprasangka buruk maka ia akan berpikiran buruk pula.
2. Siapa saja yang berprsangka buruk maka ia akan berpikiran bahwa orang lain adalah pengkhianat bagi dirinya padahal orang lain tidak ada yang berkhianat kepada dia.
3. Orang yang selalu berpikiran buruk maka ia tidak akan mendapatkan teman. Dalam artian teman-teman yang dulu ia punya akan pergi meninggalkannya.
4. Karena prasangka buruknya maka ia tidak akan percaya kepada orang lain dan orang lain pun dikarenakan akhlak buruknya maka mereka tidak akan percaya kepadanya.
5. Siapa saja yang selalu berprasangka buruk maka ia selalu kabur dari oran lain dan merasa was-was dengan kehadiran mereka.
Dampak-dampak di atas adalah perkataan sayidina Ali bin Abi Thalib ra sebagai nasehat untuk diri kita sehingga kita bisa bermuhasabah untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Hidupkan Keadilan
Masalah keadilan Tuhan memiliki beberapa cirikhas di antaranya:
-Banyak soal berkaitan dengan masalah ketuhanan, yang hanya bisa dijawab oleh kalangan khusus di atas tingkat awam. Tetapi masalah keadilan Tuhan menjadi perhatian -dan dapat diikuti- semua kalangan, dari yang awam sampai yang pakar.
-Muslimin tidak berselisih tentang sifat-sifat bagi Allah, melainkan tak setajam perselisihan mereka tentang masalah adil. Sampai batas, keyakinan terkait masalah ini membawa identitas bahwa fulan syii atau sunni, dan jika sunni, ia mutazili atau asyari.
Mutazilah dan Syiah meyakini keadilan Tuhan bahwa Dia mustahil berbuat lalim, keduanya dikenal dengan Adliyîn atau Adaliyah. Karena mereka memandang adil sebagai dasar agama. Lalu keduanya terpisah oleh masalah imâmah (kepemimpinan ilahiah) yang dipandang oleh Syiah sebagai dasar lainnya bagi agama.
Asyairah sama sekali tidak mengingkari keadilan Tuhan. Tidaklah mungkin mereka memandang bahwa Allah tidak adil. Yang menjadi persoalan di sini ialah mengenai potensi akal, bahwa ia mampu menjangkau nilai-nilai perbuatan-perbuatan (termasuk perbuatan Tuhan), mana yang harus dilakukan dan yang ditinggalkan. Misalnya, Allah swt memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dan orang-orang kafir ke dalam neraka.
Jadi, titik mendasar perbedaan antara Asyariah dan Adaliyah terletak pada baik dan buruk. Bahwa, perbuatan itu sendiri dalam pandangan Asyarah tidak mensifati baik atau buruk. Baik dalam urusan yang ada (takwini) adalah apa yang Allah lakukan, dan dalam urusan yang diadakan (tasyrii) adalah apa yang Allah perintahkan.
Sedangkan dalam pandangan Adaliyah, perbuatan itu mensifati baik atau buruk. Potensi akal sampai pada pengetahuan sisi-sisi baik dan buruk dalam perbuatan-perbuatan. Rasionalitas ini tak berarti naudzubillah sampai dikatakan- bahwa: akal memberi perintah dan larangan kepada Tuhan. Melainkan ia menyingkap keselarasan dan ketidak selarasan suatu perbuatan dengan kesempurnaan ilahiyah. Atas dasar inilah pandangan akal bahwa mustahil perbuatan buruk dari Allah swt.
Mengapa Keadilan Bagian dari Ushuluddin?
Adil salah satu sifat positif dan kesempurnaan bagi Allah. Alasan bahwa sifat ini dipandang sebagai dasar agama (ushuluddin):
1-Memiliki urgensi yang khas, bahwa banyak sifat yang melazimkan adil atau didasari keadilan. Karena maknanya luas, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya.
2-Keadilan Tuhan mendasari prinsip maad (hari akhir) dan nubuwah yang keduanya sebagai dasar agama, dan konsep imamah yang menjadi dasar mazhab Syiah.
3-Di antara semua sifat Allah, adil terpilih menjadi salah satu dasar agama dalam mazhab Syiah (dengan kata lain, bagian dari dasar-dasar mazhab Syiah), memiliki akar historis dan akar politis:
Yang pertama, telah disinggung di atas mengenai baik dan buruknya perbuatan, Asyarah memandang bahwa apapun yang Allah inginkan dan lakukan adalah baik. Termasuk seandainya Dia memasukkan Imam Ali as ke dalam neraka dan pembunuhnya, Ibnu Muljam, ke dalam surga, terlepas dari pandangan akal bahwa semua perbuatan Tuhan memuat hikmah (bijaksana).
Akal memandang setiap perbuatan Tuhan tidak kontra hikmah walaupun seluruh alam keberadaan adalah milik-Nya, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Allah swt menjanjikan surga bagi para hamba yang saleh, dan neraka bagi kaum yang thâleh (durhaka). Mustahil bagi Allah ingkar janji, dan karena itu buruk maka tak mungkin Dia melakukan keburukan.
Akal menilai bahwa Allah tidak mungkin berbuat lalim, bukan membatasi kemaha kuasaan-Nya. Melainkan hikmah (kebijaksanaan-Nya) lah yang meniscayakan qudrah (kuasa-Nya) pada posisi yang semestinya.
Yang kedua, bertolak pada periode bani Umayah dan bani Abbasiyah, para penguasa untuk mencegah tindakan-tindakan protes, gejolak dan kebangkitan umat, propaganda mereka ialah bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah, termasuk menjadikan mereka berkuasa, dan tak seorang pun yang berhak bicara terhadap kehendak-Nya. Sebab, kekuasaan bagi mereka di dunia ini adalah takdir-Nya (jabr; determinisme), dan tiada pilihan bagi orang-orang yang dikuasai mereka. Determinisme ini membawa keridhaan Allah, dan oleh karena itu apapun yang Allah perbuat adalah adil.
4-Keadilan diangkat sebagai dasar agama, sebuah isyarat untuk menghidupkan keadilan di tengah umat dan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman. Seperti halnya tauhid sebagai cahaya penyeru persatuan dan kesatuan di tengah mereka, untuk mengokohkan satu barisan, maka kepemimpinan para nabi dan imam (as) merupakan kepemimpinan kebenaran di tengah seluruh umat manusia. Oleh karena itu, prinsip keadilan Tuhan di seluruh alam keberadaan, mengisyaratkan keharusan menerapkan keadilan di tengah umat manusia dari segala lapisan.
Referensi:
-Al-Adl al-Ilahi/Syahid Mutahari
-Silsilatu ad-Durus fi al-Aqaid al-Islamiyah/Ayatullah Syaikh Makarim Syirazi
-Durus fi al-Aqidah al-Islamiyah/Ayatullah Syaikh M Taqi Misbah Yazdi
-Adl/Ayatullah Syaikh Muhsin Qara`ati
Ibn Taimiyah Hanya Bertujuan Mengkafirkan Peziarah Imam Husein
Mesir, Beritadunia-Penasehat ilmiyah mufti Mesir menolak klaim Ibn Taimiyah dan menjelaskan, dia hanya bertujuan mengkafirkan peziarah imam Husein as.
Dr. Majdi Ashur menolak pendapat Ibn Taimiyah tentang kepala suci imam Husein bukanlah di Kairo dan menyatakan, (perlu diperhatikan) sebelum menjadi masalah fikih, masalah ini adalah masalah sejarah.
Dalam sesi wawancara dengan televisi al-Nas, Dr. Majdi Ashur menyatakan, sebagian berusaha mengubah masalah sejarah ini menjadi masalah fikih, sehingga dengan jalan ini, mereka bisa mengkafirkan peziarah imam Husein as.
“Ulama yang berpendapat bahwa kepala suci imam Husein bukan di Kairo adalah Ibn Taimiyah. Pendapat ini hanya klaim dia sendiri” jelasnya.
Penasehat Mufti Mesir ini menambahkan bahwa Ibn Taimiyah dalam kitabnya mengklaim “Ulama sepakat bahwa kepala imam Husein bukanlah di Mesir”, harus ditanyakan kepadanya, ulama agama sepakat tentang apa? Ini bukanlah masalah fikih, ini masalah yang harus dibahas oleh sejarawan dan analisis.
Pada suatu malam, ketika Sayid Jawad [penulis buku Miftahul Karamah] makan malam, ada seseorang mengetuk pintu rumahnya. Dari cara mengetuk pintu, Sayid jawad tahu kalau itu adalah pembantunya Sayid Bahrul Ulum. Dia segera menuju ke arah pintu dan m
Malaysia, Beritadunia-Beberapa ulama Asia mengadakan konferensi bertema “Pembebasan Palestina” di Syah Alam, Malaysia. Mereka sepakat bahwa tidak adanya persatuan dan pengkhinatan beberapa pemimpin Negara Islam telah menjadi faktor keberlanjutan penjajahan di Palestina.
Dalam konferensi dua hari ini, ulama Asia, termasuk Iran, sepakat bahwa fanatik rasisme dan nasionalisme telah menjauhkan Islam murni dan menyebabkan kecintaan kepada dunia sampai diluar batas. Sebuah hal yang telah menarik muslim tidak memerhatikan masalah utama mereka.
Mereka juga menekankan, pengepungan 10 tahun Gaza oleh beberapa pihak harus segera diakhirkan. Maksud mereka adalah kebijakan Mesir dan rezim Zionis terhadap Gaza.
“Hanya satu jalan untuk membebaskan Palestina dan Masjid al-Aqsha adalah persatuan dan menciptakan tameng segala isu yang merusak persatuan umat Islam” tegas mereka.
Tak hanya rezim Zionis yang menjadi titik pandang mereka, namun AS serta Negara-negara Barat lainnya juga tak luput dari pemikiran jeli para ulama Asia. Menurut mereka AS dan Negara Barat lainnya telah mengizinkan Israel untuk melakukan serangan membabi buta, pembantian, perusakan dan lainnya tanpa batas.
Dan bukan hanya Negara Barat yang menjadi faktor terpenting dalam penjajahan yang tak terbatas waktu ini, mereka juga menegaskan bahwa Saudi dan sekutunya telah memutus hubungan diplomatik dengan Qatar. Hal yang menurut mereka menjadi salah satu sumber pelemahan kekuatan Muqawamah.
Di akhir mereka menuntut Negara Arab Teluk Persia untuk tidak menjadi kaki tangan Barat.
Selain Palestina menjadi fokus pembahasan. Mereka juga membaca dan membahas politik Timteng dan menyatakan, perang Suriah, Yaman, Iraq bahkan di Libanon harus segera dihentikan. Para kelompok tidak boleh terkekang dalam kuasa dan kekuatan Barat dan rezim Zionis.
Konferensi ini dihadiri oleh perwakilan ulama dari berbagai Negara Asia. Iran, Suriah Libanon, Mesir, Thailand, Malaysia, Palestina, Indonesia bahkan perwakilan dari Hamas dan kelompok lain pendukung pembebasan Palestina ikut menghadiri konferensi agung ini.
Sayid Bahrul Ulum: Mengapa Engkau Tidak Tahu Kabar Tentang Tetangga?
Pada suatu malam, ketika Sayid Jawad [penulis buku Miftahul Karamah] makan malam, ada seseorang mengetuk pintu rumahnya.
Dari cara mengetuk pintu, Sayid jawad tahu kalau itu adalah pembantunya Sayid Bahrul Ulum. Dia segera menuju ke arah pintu dan membukanya. Pembantu Sayid Bahrul Ulum berkata, kepadanya, “Sayid Bahrul Ulum telah menyiapkan makanan dan beliau menunggu Anda.”
Sayid Jawad segera menemui Sayid Bahrul Ulum. Ketika Pandangan Sayid Bahrul Ulum tertuju padanya, berkata, “Tidakkah engkau takut kepada Allah? Tidakkah engkau malu padanya?”
Dengan takjub Sayid Jawad berkata, “Tuan, apa yang terjadi?”
Bahrul Ulum mulai berbicara dan berkata, “Seorang lelaki dari saudaramu hutang kepada tukang sayur untuk keluarganya dan setiap malam hutang kurma kepadanya. Dia tidak makan selain kurma. Hari ini ketika mau hutang kurma, dia tidak diberi dan berkata kepadanya, Hutangmu sudah banyak. Dan tetanggamu ini malu kepada tukang sayur dan tidak mendapatkan apa-apa dan keluarga tidak makan malam. Sementara engkau tenggelam dalam nikmat dan makanan dan orang yang rumahnya menempel dengan rumahmu hidup dalam kelaparan. Engkau kenal siapa orangnya.”
Sayid Jawad menjawab, “Demi Allah! Aku tidak tahu kabar tentang dia.”
Bahrul Ulum berkata, “Bila engkau tahu dan tetap makan malam dan tidak perhatian padanya, kamu adalah Yahudi dan kafir. Karena hal inilah aku marah, mengapa engkau tidak tahu tentang kabar saudaramu dan tidak tanya-tanya tentang kondisinya? Ambillah talam makanan ini dan pembantuku akan membawanya dan akan memberikannya kepadamu di dekat pintu rumahnya. Katakan kepadanya, aku ingin makan malam bersamamu dan letakkan kantong uang ini di bawah kasur atau tikarnya dan berikan talam itu kepadanya dan jangan kembali dulu.”
Di atas talam itu ada makanan lezat dari daging seperti makanan orang kaya dan orang yang suka foya-foya. Sayid Bahrul Ulum menyerahkan talam itu sambil berkata, “Selama engkau belum kembali dan belum melaporkan bahwa dia sudah kenyang, maka aku tidak akan makan malam.”
Sayid Jawad pergi bersama pembantu sampai depan pintu tetangganya. Sayid Jawad mengambil talam makanan dari tangan pembantu. Sang pembantu pulang. Sayid Jawad mengetuk pintu. Pemilik rumah keluar dan Sayid Jawab berkata, “Saya ingin makan malam bersamamu. Baru saja makan beberapa suap, orang itu berkata, “Makan malam ini bukan milikmu dan bukan masakan Arab. Karena makanan ini sangat lezat. Saya tidak akan makan sampai engkau memberitahukan apa yang terjadi.”
Sayid Jawab memaksa agar makan dan orang itu ngotot untuk tidak makan. Akhirnya Sayid Jawad menceritakan apa yang terjadi.
Tetangga itu berkata, “Demi Allah! Tidak ada satu tetanggapun yang tahu kondisiku, apalagi mereka yang jauh. Sayid ini adalah orang yang aneh.” Keduanya merasa takjub atas cerita ini. (Didar Ba Abrar, Sayid Bahrul Ulum, hal 64)
Membantu Tetangga Yang Bangkrut
Salah satu anak Syeikh Rajab Khayyath menceritakan, “Suatu malam ayahku membangunkan aku dan mengajak untuk membawa dua kantong beras dari rumah. Yang satu aku yang bawa dan yang satunya lagi ayahku.. Kami berdua membawa beras itu ke rumah tetangga kami yang paling kaya di daerah kami.”
Sambil memberikan beras itu beliau berkata, “Saudaraku, ingatkah engkau bahwa orang-orang Inggris membawa masyarakat ke kantor kedutaannya dan memberikan beras kepada mereka, tapi mereka mengambil gantinya lebih banyak dari setiap biji beras dan tidak melepaskan mereka?”
Dengan candaan seperti ini kami memberikan beras itu kepadanya dan kembali ke rumah. Paginya ayah memanggil saya dan berkata, “Mahmoud! Belilah seperempat beras menir [patah-patah] dan minyak seharga dua riyal dan berikan kepada ibumu supaya dimasak waktu Zuhur.”
Sikap ayah yang demikian ini berat bagi saya dan tidak bisa dipahami. Mengapa beras yang ada di rumah diberikan kepada orang yang paling kaya di daerah kami? Sementara untuk makan siang kami harus membeli beras menir.
Beberapa waktu berikutnya saya tahu bahwa orang kaya tersebut bangkrut dan pada hari Jumat punya acara jamuan mewah. (Kimiya Mahabbat, hal 46)
Perintah Rasulullah Saw
Seorang lelaki datang menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah Saw, hatiku telah menjadi keras dan tidak peka lagi.”
Rasulullah Saw berkata:
1. Berbuat baiklah kepada ayah dan ibumu.
2. Berikan makan pada orang-orang miskin.
3. Belailah kepala anak yatim dan berikan makan padanya.
4. Sambunglah silaturrahim dengan tetanggamu baik yang masih famili maupun orang lain dan berikan hadiah padanya dan jangan sakiti hatinya.
Dia berkata, “Wahai Rasulullah! Apa hak tetangga atas tetangganya?”
Rasulullah Saw berkata:
1. Bila engkau diundang maka datangilah.
2. Bila dia miskin, maka tolonglah.
3. Bila berhutang kepadamu, maka berilah hutangan.
4. Bila dia mendapatkan kebaikan, maka ucapkanlah selamat kepadanya.
5. Bila mendapatkan musibah, maka ikutlah berbelasungkawa.
6. Bila meninggal dunia, maka ikutlah melayat jenazahnya.
7. Jangan membangun tembok yang lebih tinggi dari temboknya supaya tidak menghalangi angin untuknya.
8. Jangan menyakitinya dengan bau masakannya sementara engkau tidak membaginya. (Emi Nur Hayati)
Sumber: Hak Tetangga



























