کمالوندی
Aboutorabi: Ke Depan Iran akan Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia
Wakil Ketua Parlemen Iran mengatakan, hari ini Republik Islam Iran sudah berubah menjadi kekuatan nasional dan regional yang diakui oleh musuh.
IRNA (4/9) melaporkan, Mohammad Hassan Aboutorabi Fard, Wakil Ketua Parlemen Iran, Kamis (3/9) menuturkan, "Jika tidak ada perjuangan rakyat Iran untuk melewati tekanan akibat sanksi, mungkin hari ini musuh tidak akan mengakui kebesaran bangsa ini."
Wakil Ketua Parlemen Iran menjelaskan, "Iran, dengan menempuh jalan yang telah digariskan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar terkait perekonomian negara dan dengan ilmu pengetahuan, kerja keras serta iman, di masa depan akan berubah menjadi kekuatan ekonomi dunia."
Iran Perluas Hubungan dengan Hungaria
Menteri Ekonomi Hungaria, Mihály Varga dan Deputi Menlu Iran bidang Eropa dan Amerika, Majid Takht-e Ravanchi mengkaji mekanisme perluasan hubungan kedua negara di berbagai sektor, khususnya ekonomi.
Seperti dilaporkan IRNA, Mihály Varga Kamis (3/9) malam dalam pertemuannya dengan Majid Takht-e Ravanchi di Budapest menilai prospek hubungan kedua negara cukup cerah. Ia menambahkan, “Perluasan kerjasama politik dan ekonomi antara Iran dan Hungaria menjadi agenda kerja pemerintah negara ini.”
Menteri ekonomi Hungaria seraya mengisyaratkan kemampuan negaranya di sektor industri, perdagangan dan pariwisata mengatakan, “Dijadwalkan di lawatan mendatang perdana menteri Hungaria ke Tehran, akan ditandatangani sejumlah kesepakatan kerjasama bilateral.”
Seraya mengisyaratkan posisi penting Iran di kawasan Timur Tengah, Mihály Varga mengungkapkan, “Penerapan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah bagi Hungaria sangat penting dan Iran sebagai salah satu negara paling stabil di kawasan mamainkan peran penting di perdamaian dan keamanan regional.”
Sementara itu, Majid Takht-e Ravanchi di pertemuan tersebut menandaskan, “Tekad politik petinggi Iran dan Hungaria adalah untuk memperluas kerjasama politik, ekonomi dan budaya.”
Takht-e Ravanchi juga menyambut kunjungan mendatang perdana menteri Hungaria ke Tehran dan menambahkan, “Sanksi zalim anti Iran selama beberapa tahun terakhir membuat hubungan Tehran dan negara-negara Eropa mengalami penurunan. Dengan dicabutnya sanksi ini maka kerjasama akan semakin luas.”
Deputi menlu Iran bidang Eropa dan Amerika di lawatan dua harinya ke Hongaria bertemu dengan sejumla petinggi negara ini dan aktif melobi peningkatan hubungan Tehran-Budapest di berbagai sektor seperti politik, ekonomi, parlemen dan budaya.
Ali Larijani: Jason Rezaian Bisa Bebas
Ketua Parlemen Iran mengatakan, terdapat sejumlah solusi riil untuk membebaskan Jason Rezaian, wartawan surat kabar Amerika Serikat, Washinton Post yang ditangkap karena dituduh memata-matai Iran.
Reuters (4/9) melaporkan, Ali Larijani, Ketua Parlemen Iran dalam wawancaranya dengan radio NPR, Amerika, Jumat (4/9) menjawab pertanyaan seputar kemungkinan pembebasan Jason Rezaian.
Larijani mengatakan, "Tentu ada sejumlah langkah riil untuk membebaskan Rezaian. Sebagai contoh, ada beberapa warga Iran yang ditahan di Amerika karena kasus serupa. Ini dapat membantu ditemukannya solusi dan menurut saya, pejabat pemerintah Amerika memahaminya."
Ditanya apakah dirinya mengisyaratkan tentang pertukaran tahanan, Larijani menuturkan, "Ini juga dapat menjadi salah satu solusi. Tapi masih ada jalan lain yang dapat dilakukan lembaga kehakiman dua negara dan pada akhirnya lembaga-lembaga inilah yang memutuskan."
Media-media Iran, 10 Agustus lalu mengutip pengacara Rezaian mengabarkan, vonis atas wartawan Washington Post ini mungkin saja akan dikeluarkan pekan depan, namun hingga kini belum ada berita terkait masalah tersebut.
Rezaian memiliki dua kewarganegaraan, Iran dan Amerika, sementara Iran tidak mengakui sistem semacam itu.
Leila Ahsan, Pengacara Jason menyebut tuduhan yang dilemparkan kepada kliennya adalah mengumpulkan informasi rahasia dan memberikannya kepada musuh.
Selain itu, Jason juga dituding menulis surat untuk Barack Obama, Presiden Amerika. Menurut Ahsan, Rezaian dianggap memata-matai dan melakukan langkah yang membahayakan keamanan nasional Iran.
Iran Luncurkan Dua Radar Canggih
Republik Islam Iran meluncurkan dua sistem radar canggih buatan dalam negari di Hari Pertahanan Udara Nasional negara ini.
Brigadir Jenderal Farzad Esmaili, Komandan Pangkalan Pertahanan Udara Khatamul Anbiya Militer Iran meresmikan radar Nazir dan Bina melalui video conference pada Selasa (1/9). Demikian dilansir FNA.
Radar Nazir memiliki jangkauan jauh dan akurasi yang sangat tinggi serta mampu mendeteksi dan mengidentifikasi target di posisi level radar rendah.
Radar buatan dalam negeri ini mampu mendeteksi target di jarak lebih dari 800 km dan ketinginggan 100.000 kaki.
Radar yang dirancang dan diproduksi oleh para pakar Iran ini juga mampu menangkap gerakan rudal anti-radar.
Radar Nazir dan Bina telah diinstal di wilayah-wilayah pegunungan dan gurun di tenggara Iran.
Khatib Jumat Tehran: Soal Nuklir, Pemerintah Harus Tegas Bela Hak Rakyat
Khatib Jumat Tehran mendesak diambilnya sikap tegas dan waspada para pejabat pemerintah Iran dalam menjaga hak-hak bangsa, di proses pelaksanaan kesepakatan nuklir Wina.
Ayatullah Ahmad Khatami, dalam khutbah Jumatnya pekan ini di Tehran menyoroti statemen sejumlah petinggi Amerika Serikat terkait upaya menjaga kerangka sanksi selama proses pelaksanaan kesepakatan nuklir Wina.
Ia mengatakan, "Langkah ini adalah pelanggaran terhadap komitmen."
Imam Jumat Tehran itu menjelaskan, "Salah satu tujuan penting Iran dalam perundingan nuklir adalah pencabutan sanksi. Oleh karena itu, jika sanksi tidak dicabut, maka Iran pun akan melanggar komitmen, pasalnya tidak ada alasan lagi untuk membatasi sentrifugal dan pengayaan uranium."
Ayatullah Ahmad Khatami menilai realisasi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) sebagai langkah dua pihak. Kepada pejabat Iran yang terkait dengan masalah tersebut, Khatami mengatakan, "Pelaksanaan akurat JCPOA harus dengan kewaspadaan penuh dan jangan biarkan musuh menipu kalian."
Khatib Jumat Tehran menegaskan bahwa Amerika ingin menginfiltrasi dan menguasai rakyat Iran lewat kesepakatan nuklir.
"Pemerintah Amerika harus tahu bahwa rakyat Iran sampai kapanpun tidak akan membiarkan negaranya dirampok oleh pihak asing dan tunduk pada kemauan kubu imperialis dunia," ujarnya.
Ayatullah Khatami juga menyinggung urgensi pengkajian kesepakatan nuklir di Parlemen Iran dan menjelaskan, "Berdasarkan konstitusi Iran, seluruh kesepakatan internasional harus mendapat pengesahan parlemen."
Terkait tekanan negara-negara imperialis atas rakyat Iran agar melepaskan nilai-nilai keislaman dan berhenti mendukung Republik Islam, Khatami menuturkan, "Iran akan tetap melanjutkan dukungan atas rakyat tertindas di Irak, Suriah dan Lebanon dalam menghadapi teroris."
Sanksi Dicabut, Iran akan Genjot Produksi Minyak
Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh, mengatakan produksi minyak Iran akan kembali ke angka sebelum penerapan sanksi sepihak Barat.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, Selasa (1/9/2015), Zanganeh menambahkan Republik Islam Iran akan mencoba memproduksi minyaknya mendekati angka sebelum sanksi hingga akhir 2016.
Produksi minyak Iran sebelum sanksi mencapai lebih dari 4 juta barel per hari, di mana 2,3 juta diekspor ke luar negeri. Namun, saat ini hanya memompa sekitar 2,8 juta barel per hari dan Iran ingin meningkatkan produksinya.
“Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) telah melakukan kerjasama meski ada banyak masalah di sepanjang sejarah,” kata Zanganeh.
Arab Saudi telah memompa minyak dengan kapasitas penuh meskipun kelebihan pasokan di pasar, yang mendorong penurunan harga secara drastis.
Zanganeh menegaskan bahwa strategi Saudi tidak efektif dan Iran menyerukan peninjauan kembali strategi tersebut.
Menurutnya, OPEC harus mematok harga minyak dunia sekitar 70 sampai 80 dolar per barel.
Iran Ekspor Bahan Bakar Pesawat ke Afghanistan
Direktur Eksekutif perusahaan nasional distribusi produk minyak Iran mengabarkan ekspor paket bahan bakar khusus pesawat terbang negara itu ke Afghanistan.
Nasser Sajjadi, Jumat (4/9) kepada IRNA mengatakan, "Dalam enam bulan terakhir, dua ribu ton bahan bakar jet diekspor ke Afghanistan."
Sajjadi juga mengumumkan kesiapan Iran untuk mengirim bahan bakar pesawat ke negara-negara konsumen lainnya.
Ia menambahkan, "Iran siap mengekspor bahan bakar pesawat ke negara manapun yang membutuhkan."
Terkait program kerja Kementerian Perminyakan Iran untuk meningkatkan kualitas produksi, Sajjadi menuturkan, "Saat ini, produk kilang minyak Arak, Iran tengah memiliki standar Euro 4 yang dikonsumsi di dalam negeri. Sementara produk kilang minyak Setare Teluk Persia sepenuhnya akan memenuhi standar Euro 4."
Ia menegaskan bahwa Iran mengimpor bensin yang dibutuhkan di dalam negeri di bawah sembilan persen.
"Di awal tahun 2016, dengan pengoperasian tahap pertama kilang minyak Setare Teluk Persia, impor bensin akan terhenti dan untuk 10 tahun ke depan, Iran akan menjadi pengekspor bensin," pungkasnya.
Rahbar Tekankan Pentingnya Peningkatan Kesiapan Militer Iran
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar menekankan pentingnya peningkatan kesiapan Pangkalan Pertahanan Udara Khatamul Anbiya Militer Iran untuk menghadapi segala bentuk ancaman.
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menegaskan hal itu dalam pertemuannya dengan para komandan dan staf Pangkalan Pertahanan Udara Khatamul Anbiya pada Selasa (1/9) ketika menyinggung pentingnya misi dan tugas pangkalan ini untuk melindungi negara.
Pertemuan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Iran dengan para komandan Pangkalan Pertahanan Udara Khatamul Anbiya digelar menandai ulang tahun pembentukan pangkalan ini.
Rahbar lebih lanjut mengapresiasi upaya para komandan dan staf Pangkalan Pertahanan Udara Khatamul Anbiya untuk mengamankan zona udara Iran.
Ayatullah Khamenei menuturkan, sensitivitas dan keprihatinan penting misi pangkalan udara ini mencerminkan realitas bahwa mereka harus mengidentifikasi titik kerentanan dan semua solusi yang mungkin bagi musuh serta harus memiliki solusi dan agenda tertentu untuk menghadapi semua itu.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran lebih lanjut menilai kepercayaan rakyat kepada pejabat sebagai amanah penting.
"Para pejabat di berbagai sektor dan di Angkatan Bersenjata Iran harus memahami dan mengapresiasi kepercayaan ini dengan benar, dan menanggapi kepercayaan itu dengan menjalankan tugas mereka," pungkasnya.
Rahbar Tekankan Peran Parlemen Iran Bahas Kesepakatan Nuklir
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Kamis (3/9) pagi dalam pertemuannya dengan Ketua dan anggota Dewan Pakar Kepemimpinan (Khobregan) Iran, menekankan urgensi masuknya Parlemen negara itu dalam pembahasan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengaku tidak memberikan arahan soal metode pengkajian dan pengesahan atau penolakan JCPOA kepada Parlemen Iran.
Rahbar juga menyinggung statemen petinggi Amerika Serikat berkenaan dengan upaya menjaga kerangka sanksi.
Ia menegaskan, "Tujuan perundingan adalah pencabutan sanksi. Jika kita mundur dalam beberapa masalah di perundingan dan memiliki beberapa keunggulan dalam masalah lain, itu karena supaya sanksi dicabut. Jika tidak, kita bisa menambah sentrifugal kita yang jumlahnya 19.000 menjadi 50 atau 60 ribu dalam waktu singkat dan melanjutkan pengayaan uranium 20 persen."
Ayatullah Khamenei juga menjelaskan salah satu harapan Amerika dan menuturkan, "Salah satu kebijakan Amerika di kawasan adalah menumpas total gerakan perlawanan dan menduduki penuh Suriah serta Irak. Washington berharap, Iran masuk dalam kerangka ini, namun itu tidak akan pernah terjadi."
Rahbar mengingatkan propaganda kubu imperialis dunia untuk memaksakan bahasa dan istilah-istilah buatannya kepada pemerintah dan pengambil keputusan negara-negara.
Menurut Rahbar, dalam kamus bahasa imperialis, kata-kata semacam terorisme dan hak asasi manusia memiliki makna khusus.
Dalam kamus mereka, serangan bertubi-tubi atas rakyat Yaman dan pembunuhan warga tidak berdosa Gaza bukanlah terorisme, dan penumpasan rakyat Bahrain karena menuntut haknya, tidak termasuk pelanggaran hak asasi manusia.
Rahbar menambahkan, "Dalam kamus imperialis, pertahanan legal gerakan perlawanan di Lebanon dan Palestina adalah terorisme, akan tetapi langkah negara-negara pro Amerika di kawasan, tidak melanggar HAM."
Ayatullah Khamenei menjelaskan, "Dalam kamus bahasa imperialis, teror atas ilmuwan nuklir yang kurang-lebih diakui sendiri oleh rezim Zionis Israel secara terbuka dan dukungan atas langkah ini oleh negara-negara Eropa, bukanlah terorisme."
Menilik Hubungan Australia dan Indonesia
Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop di statemen terbarunya menyatakan bahwa hubungan Canberra dengan Jakarta di kondisi baik. Bishop dalam pertemuan dengan sejawatnya dari Indonesia, Retno Marsudi mengisyaratkan hukuman mati terhadap dua warga Australia oleh Indonesia dan menandaskan, meski dua warga Australia dieksekusi di Indonesia, namun hubungan kedua negara mampu pulih sesuai dengan kondisi yang ada.
Dua warga Australia beberapa waktu lalu diadili pengadilan dan dijatuhi hukuman mati di Indonesia karena menyelundupkan dan menjual narkotika. Upaya Australia untuk menghentikan eksekusi ini gagal dan pemerintah Indonesia berdasarkan hukum yang berlaku di negara ini tetap melaksanakan hukuman mati terhadap kedua warga Australia tersebut.
Setelah hubungan kedua negara sempat memanas untuk beberapa waktu dan ketegangan tersebut berujung pada penarikan dubes masing-masing, akhirnya Canberra dan Jakarta menyimpulkan untuk menggunakan kapasitas diplomasinya guna memulihkan hubungan kedua negara.
Hal ini pula yang mendorong Julie Bishop mengaku optimis dan puas atas pemulihan hubungan dengan Indonesia. Di bagian lain statemennya yang mengindikasikan tekad politik Canberra, Bishop menjelakan, seluruh kanal hubungan negara dan di wacana diplomasinya terbuka lebar dan petinggi serta perusahaan mampu memulai kembali aktivitas politik dan ekonominya.
Perundingan kedua menlu bulan lalu di Sydney seputar isu bilateral, ekonomi, investasi dan perang anti terorisme di kawasan, kini mulai memperlihatkan hasilnya. Yang terpenting dalam hal ini adalah dipatuhinya undang-undang negara Indonesia oleh Canberra. Setelah gagal usahanya, Australia menerima bahwa membela kedua tersangka pengedar dan penyelundup narkotika yang telah terbukti kejahatannya, tidak berguna dan Canberra menyadari harus menghormati konstitusi negara lain.
Mengingat statemen Bishop, kini muncul interpretasi bahwa kedua negara tidak dapat mengabaikan kepentingannya terkait kerjasama kolektif hanya dikarenakan peristiwa seperti ini. Australia setelah pemisahan Timor Leste dari Indonesia di dekade 90-an, tidak menunjukkan minatnya untuk melanjutkan kerjasama dengan Jakarta. Namun seiring dengan berlalunya waktu, Canberra menerima bahwa mereka harus menghormati hak kedaulatan serta integritas sebuah negara dan menjadikan pemahaman yang benar akan kondisi yang ada sebagai agenda kerjanya untuk menggalang setiap kerjasama.
Realitanya adalah Australia dan Indonesia mengingat kapasitas ekonomi, posisi regional dan kekayaan alam yang besar dapat saling melengkapi. Sementara itu, Indonesia sebagai negara terbesar anggota ASEAN dan penduduk muslim terbesar dunia, memiliki keunggulan yang tidak dapat diabaikan oleh Canberra.
Seperti yang terjadi di Indonesia, di mana dua warga Australia di hukum mati, peristiwa tersebut juga terjadi di negara lain. Contohnya adalah eksekusi warga Inggris dan Australia di Cina. Negara tersebut tak seperti yang dibayangkan, tetap melanjutkan hubungan di antara mereka, setelah terhenti dalam waktu singkat.
Hubungan Australia-Indonesia juga tak terkecuali dari kondisi ini. Sejatinya berdasarkan kondisi ini pula, penjelasan hubungan antar negara dapat dilakukan.



























