Nasihat Imam Husein as: Memperhatikan Hak Istri

Rate this item
(0 votes)

Akhlak Keluarga

 

Kata keluarga mengingatkan manusia akan pengertian tentang ketenangan, cinta, komitmen dan kerelaan. Karena inti keluarga dibangun atas pengertian-pengertian ini. Dalam ajaran agama Islam, kasih sayang kepada keluarga sedemikian bernilainya sehingga Rasulullah Saw bersabda, "Manusia paling baik imannya adalah yang paling baik dan lembut memperlakukan keluarganya dan saya adalah yang paling lembut dari kalian dalam memperlakukan keluargaku." (Syeikh Hur al-Amili, Wasail as-Syiah, Tehran, Entesharat Eslamiah, 1403 HQ, cet 1, jilid 8, hal 507)

 

Sebagaimana manusia bertanggung jawab atas perilakunya, ia juga bertanggung jawab atas akhlak dan perilaku keluarganya. Bila setiap individu masyarakat menghargai keluarganya dan berusaha membawa mereka meraih kesempurnaan, dengan sendirinya itu menjadi sarana bagi kebahagiaan dan kejayaan masyarakat. Allah Swt dalam al-Quran mewajibkan setiap orang untuk memperhatikan keluarganya dan membimbing mereka. Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..." (QS. at-Tahrim: 6)

 

Dengan dasar ini, semua anggota keluarga harus mempelajari ahklak untuk dapat berperilaku baik dengan yang lain, selain untuk menciptakan keluarga yang hangat dan baik. Sekaitan dengan hal ini, memperhatikan perilaku para Imam Maksum as, khususnya Imam Husein as dapat membantu manusia bagaimana hidup dengan keluarganya yang berujung pada pertumbuhan dan kesempurnaan manusia.

 

Memperhatikan Hak Istri

 

Suatu hari sejumlah sahabat Imam Husein as bertamu ke rumah beliau. Saat memasuki rumah beliau, mereka menyaksikan adanya permadani dan kain gorden baru kemudian berkata, "Di rumah Anda kami melihat sesuatu yang tidak ada di rumah Rasulullah Saw?"

 

Imam Husein as menjawab:

 

"Kebiasaan kami adalah memberikan mahar atau mas kawin istri kepada mereka setelah menikah. Dengan demikian mereka punya kemampuan finansial untuk membeli kebutuhan rumah dan barang-barang yang kalian lihat itu bukan milik kami." (At-Tamimi al-Maghribi, Da'aim al-Islam, Beirut, Dar al-Adhwa', 1411 HQ, cet 3, jilid 2, hal 159.)

 

Sebagian orang ketika menikah dengan istrinya telah menentukan jumlah tertentu sebagai mahar dan ketika terjadi perceraian, mereka tidak mau membayarnya. Mereka mencari pelbagai alasan untuk tidak membayarkannya, sehingga terkadang perempuan yang berusaha menyelamatkan dirinya dari kezaliman mereka merelakan haknya.

 

Ini merupakan pekerjaan buruk yang dilakukan oleh seorang suami dan banyak kasus yang terjadi terkait masalah ini. Akibat dari perilaku semacam ini adalah perempuan ketika diceraikan mereka selain tidak memiliki orang yang bertanggung jawab terhadapnya, juga tidak memiliki kemampuan finansial. Hal ini menjadi sebab bagi banyak kerusakan sosial.

 

Oleh karenanya, memberikan mahar atau mas kawin, selain itu merupakan hak istri yang harus diberikan, juga menyebabkan masyarakat aman dari pelbagai kerusakan yang bakal timbul.

 

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Read 1933 times