Nahjul Balaghah: Umur Manusia (Bagian Pertama)

Rate this item
(1 Vote)

Modal Bernama Umur

Syarat pertama untuk memanfaatkan umur adalah manusia harus menyadarinya sebagai modal dasar.

Dengan modal yang dimilikinya, manusia dapat melakukan apa saja, bahkan menambah modalnya, sehingga mendapat untung yang lebih banyak. Tapi terkadang ada saja orang yang mengalami kerugian. Mendapat keuntungan atau mengalami kerugian bergantung pada sejumlah faktor. Cara menggunakan modal dengan baik dan benar serta memiliki pengalaman serta keseriusan merupakan faktor-faktor tersebut. Dengan sedikit kelalaian saja maka seseorang akan merugi dalam memanfaatkan modalnya.

Siapa saja akan dapat meraih kebahagiaan ketika mampu memanfaatkan dengan baik umur dan kesempatan yang dimiliki. Dengan sarana ini manusia memperluas kebahagiaan itu dan membaginya dengan orang lain.

Imam Ali as setiap kali naik ke atas mimbar, sebelum memulai khutbahnya, beliau senantiasa memperingatkan mereka yang hadir dengan ucapannya:

"Wahai Manusia! Bertakwalah kepada Allah. Karena manusia tidak diciptakan sia-sia, sehingga boleh menyia-nyiakan dirinya dan tidak pula ia dibiarkan tanpa diurusi, sehingga ia boleh berbuat sia-sia." (Nahjul Balaghah, Hikmah 370)

Setiap berlalunya siang dan malam, modal ini akan diambil dari manusia. Artinya, setiap saat manusia manusia tengah menyerahkan sebagian dari usianya. Dalam kondisi seperti ini, manusia harus melihat apa yang diraihnya.

Imam Ali as berkata:

"Seseorang tidak akan melewati sehari dari umurnya, kecuali dengan memusnahkan hari lain dari umurnya." (Nahjul Balaghah, Khutbah 145)

Setiap kali manusia bernapas, berarti ia telah maju selangkah mendekati garis terakhir dari umurnya dan perlahan-lahan modal ini akan mencapai titik nol.

Bila umur merupakan modal, maka manusia harus menggunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Karena umur manusia menunggangi tubuh dan harus digunakan sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan yang diinginkan. Kesempatan dan fasilitas harus menjadi tangga untuk meraih kesempurnaan ruh. Bila manusia tidak mampu meraihnya, itu berarti ia menjadi pecundang.

Imam Ali as berkata:

"Ambil tubuh kalian dan gunakan untuk ruh kalian dan jangan kikir menggunakan tubuh untuk tujuan ruh." (Nahjul Balaghah, Khutbah 183)

Benar, setiap orang pasti memikirkan dirinya, tapi ada yang hanya memikirkan tubuhnya dan yang lain memikirkan ruhnya. Sebagian melihat tubuh sebagai yang prinsip dan yang lain melihat ruh. Pertanyaannya, mana dari keduanya yang paling penting?

Banyak orang yang di akhir umurnya menyesali mengapa selama hidup tidak menggunakan umurnya untuk hal-hal yang bermanfaat. Hal ini seperti seseorang yang menggunakan modalnya di jalan yang tidak menguntungkan, bahkan membuatnya merugi.

Imam Ali as dalam sebuah ucapannya yang penuh hikmah menggambarkan kondisi orang-orang tengah berada pada tahapan akan meninggalkan dunia yang tiba-tiba sadar dari tidurnya selama ini. Tapi mengapa sekarang? Ketika semua kekuatannya telah hilang dan amanat yang ada di tangannya harus dikembalikan dan kematian mendatanginya. Pada waktu, ia bahkan kehilangan kekuatan untuk berbicara. Ia berada di tengah-tengah keluarganya. Sekalipun mereka tengah melihatnya, tapi tidak ada yang dapat mereka lakukannya untuknya. Saat itulah ia berpikir, "Apa yang aku lakukan dengan umurku dan bagaimana aku melalui hari-hariku!" (Nahjul Balaghah, Khutbah 109)

Dalam Mukaddimah Golestan Sa'di disebutkan:

Wahai orang miskin yang pergi ke pasar

Saya takut engkau kembali dengan tangan kosong (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Sumber: Javad Moheddesi, Darsha-i az Nahjul Balaghah, Daftar-e Avval, cet 1, 1391 Hs, Mashad, Bonyad Pezhouhesha-ye Eslami.

Read 1999 times