
کمالوندی
Hikmah; Pesan Sang Ayah Jelang Sakratul Maut
Menjelang sakratul maut, ada seorang ayah yang meminta anak-anaknya untuk berkumpul di sisinya. Sang ayah pun telah menyiapkan seikat ranting-ranting.
Kemudian sang ayah berkata pada anak yang paling tua, “Bisakah kamu mematahkan seikat ranting-ranting ini?”
Lalu sang anak pun mencoba mematahkannya akan tetapi ia tidak bisa. Setelah itu, sang ayah meminta anak-anaknya yang lain untuk mematahkannya. Namun mereka pun tidak mampu untuk mematahkan seikat ranting tersebut.
Setelah itu sang ayah membuka ikat ranting dan memberikan setiap anaknya satu ranting. Kemudian sang ayah meminta mereka mematahkan ranting tersebut. Pada akhirnya mereka mampu mematahkannya.
Kemudian sang ayah berpesan, “Wahai anak-anakku! Begitulah persatuan. Jika kalian Bersatu maka kalian akan menjadi kuat dan jika kalian bercerai berai maka kalian akan menjadi lemah dan mudah dipatahkan. Janganlah berpecah belah dan bersatulah!”
Kisah Hikmah; Rahasia Menjadi Pencari Ilmu Yang Sukses
Suatu hari, seorang remaja pergi ke sebuah kota yang jauh, dengan penuh semangat untuk mencari ilmu.
Setelah sekian lama ia bermukim di kota tersebut dan belajar di sana, rupanya dia belum bisa mendapatkan kesuksesan. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi kembali ke kampung halamannya.
Di tengah perjalanan pulang ia melewati sebuah mata air. Di sana ia melihat sebuah batu yang keras dan besar berlubang. Ia terheran-heran kenapa gerangan yang terjadi dengan batu tersebut.
Ternyata ada air yang menetes di atasnya yang membuat batu tersebut berlubang. Lalu ia berpikir bahwa air yang lembut saja mampu melubangi batu yang keras. Dari situ dia menyimpulkan bahwa jika seseorang ingin sampai pada tujuannya maka ia harus berusaha keras, konsisten, dan serius.
Kemudian untuk kedua kalinya ia kembali pergi mencari ilmu dan belajar dengan keras, konsisten, dan serius. Akhirnya dia menjadi seorang yang sukses.
Salman, Gubernur Muslim Yang Berkhidmat Pada Masyarakat
Kali ini, cerita hikmah hadir membawakan kisah nyata dari seorang gubernur yang benar-benar melayani serta berkhidmat pada masyarakat dan gubernur tersebut adalah seorang muslim. Ia adalah Salman Al-Farisi. Bagaimana kisahnya, mari kita baca bersama-sama!
Pada suatu siang yang terik, seorang pedagang dari Syam sedang kerepotan mengurus barang bawaannya. Tiba-tiba ia melihat seorang pria bertubuh kekar dengan pakaian lusuh. Orang itu segera dipanggilnya.
“Hai kuli, kemari! Tolong bawakan barang ini ke kedai di seberang jalan itu.”
Tanpa membantah sedikitpun, dengan patuh pria berpakaian lusuh itu mengangkut bungkusan berat dan besar tersebut ke kedai yang dituju.
Saat sedang menyeberang jalan, seseorang mengenali kuli tadi. Ia segera menyapa dengan hormat, “Wahai, Amir! Biarlah saya yang mengangkatnya.” Si pedagang terperanjat seraya bertanya pada orang itu, “Siapa dia?, mengapa seorang kuli kau panggil Amir?
Ia menjawab, “Tidak tahukah Tuan, kalau orang itu adalah gubernur kami?”
Dengan tubuh lemas seraya membungkuk-bungkuk ia memohon maaf pada “kuli upahannya” yang ternyata adalah Salman al Farisi.
“Ampunilah saya, Tuan. Sungguh saya tidak tahu. Tuan adalah amir negeri Mada’in” ucap si pedagang.
“Letakkanlah barang itu, Tuan. Biarlah saya yang mengangkutnya sendiri.”
Salman menggeleng, “Tidak, pekerjaan ini sudah aku sanggupi, dan aku akan membawanya sampai ke kedai yang kau maksudkan.”
Setelah sekujur badannya penuh dengan keringat, Salman menaruh barang bawaannya di kedai itu, ia lantas berkata, “Kerja ini tidak ada hubungannya dengan ke-gubernuran-ku. Aku sudah menerima dengan rela perintahmu untuk mengangkat barang ini kemari. Aku wajib melaksanakannya hingga selesai. Bukankah merupakan kewajiban setiap umat Islam untuk meringankan beban saudaranya?”
Pedagang itu hanya menggeleng. Ia tidak mengerti bagaimana seorang berpangkat tinggi bersedia disuruh sebagai kuli. Mengapa tidak ada pengawal atau tanda kebesaran yang menunjukkan kalau ia seorang gubernur?
Kisah Abu Nawas; Raja Ikut Mengemis
Pada suatu hari Abu Nawas yang sedang bersantai beranda rumah bersama istrinya tiba-tiba didatangi oleh beberapa pengawal kerajaaan. Para pengawal tersebut diperintahkan baginda untuk menghadirkan Abu Nawas menghadap ke istana.
Mendengar titah baginda, Abu Nawas pun segera bergegas menuju istana bersama para pengawal itu. sesampainya di istana untuk menghadap, baginda langsung berkata,
“Wahai Abu Nawas, saat ini aku sangat membutuhkan bantuanmu menyelesaikan sebuah masalah.” Kata baginda.
“Ampun baginda, apa yang bisa hamba bantu?” Tanya Abu Nawas.
Baginda lalu mulai bercerita kepada Abu Nawas. Baginda mengatakan jika ia telah mendapat laporan tentang seorang saudagar kaya di negeri itu yang kikir dan menolak membayar zakat.
Mendengar cerita baginda, Abu Nawas lalu memberi usul,
“Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lalu masukkan dia ke penjara?” Tanya Abu Nawas.
“Sebenarnya bisa saja aku berbuat demikian. Namun jika ada cara yang lebih halus untuk menyadarkannya kenapa harus menghukumnya. Karena Bagaimanapun dahulu sebelum menjadi saudagar ia adalah seorang yang sangat rajin bersedekah dan membayar zakat.” Kata baginda.
“Jadi Abu Nawas, adakah cara lain yang lebih halus darimu agar ia segera tersadar?” Tanya baginda
“Jika begitu, hamba mita waktu tiga hari untuk memikirkan jalan keluarnya wahai baginda.” Kata Abu Nawas.
Baginda lalu memberi Abu Nawas waktu selama tiga hari. Sekembalinya Abu Nawas dari istana, ia mulai memutar otak mencari jalan keluarnya. Secara pribadi Abu Nawas sangat menginginkan saudagar kaya itu dipenjara karena saudagar tersebut memang terkenal akan pelitnya dan enggan membayar zakat dan banyak orang yang membencinya. Tetapi karena tugas itu merupakan perintah dari baginda, mau tidak mau Abu Nawas harus menemukan cara untuk menyadarkan saudagar tersebut.
Kini tibalah pada hari ketiga, pagi itu Abu Nawas yang memang sudah menemukan cara segera bergegas menuju istana untuk menyampaikan idenya pada baginda. Begitu menghadap, baginda langsung bertanya padanya,
“Bagaimana Abu Nawas? Apa kau sudah menemukan cara?” Tanya raja.
“Sudah Baginda, sudah ditemukan caranya. Cuma, baginda juga harus ikut dengan hamba untuk menjadi pengemis dan mengemis di rumah saudagar itu, nanti di sana hamba yang akan menyelesaikan masalah tersebut. Apakah Baginda bersedia?” Tanya Abu Nawas.
Awalnya baginda merasa ragu pada ajakan Abu Nawas, tapi demi menyadarkan saudagar itu, akhirnya baginda pun bersedia.
Dengan memakai pakaian layaknya pengemis, Abu Nawas dan Baginda Raja pergi meluncur ke rumahnya saudagar pelit itu. mereka terus mengawasi sampai saudagar tersebut ada di rumahnya. setelah beberapa saat menunggu, terlihatlah saudagar itu sedang duduk bersantai di beranda rumahnya.
Abu Nawas dan baginda segera saja menghampiri dan mengucapkan salam menyapa saudagar itu.
“Apakah Tuan mempunyai uang receh?” Tanya Abu Nawas.
“Tidak ada!” Jawab Tuan Kabul.
“Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering, sekedar untuk mengganjal perut kami?” Tanya Abu Nawas.
“Tidak ada!” Kata saudagar.
“Kalau begitu, bolehkah kami minta segelas air saja, adakah Tuan?” Tanya Abu Nawas kembali.
“Sudah aku bilang dari tadi aku tidak punya apa-apa!” Kata Saudagar yang mulai jengkel.
Abu Nawas pun langsung mengeluarkan olah kata ajaibnya,
“Kalau Tuan tidak punya apa-apa, mengapa Tuan tidak jadi pengemis seperti kami saja?” Kata Abu Nawas.
Wajah Tuan Kabul terlihat tidak karuan, antara maran, kesal, tersinggung, sedih bercampur aduk. Saudagar itu pun terdiam teringan akan masa lalunya yang terbilang miskin tapi ia rajin bersedekah. Tapi sekarang dengan kehidupan yang lebih baik, ia malah menjadi kikir. Seketika itu tuan saudagar itu meneteskan air mata menyadari sifat kikirnya selama ini. Baginda pun tiba-tiba berkata,
“Bagaimana, apakah memilih menjadi orang kaya atau orang yang miskin ?” Kata raja. Kalau mau kaya, rajinlah bersedekah dan bayarlah zakat, kalau tidak mau kaya, mengemis saja kayak orang ini.” Kata raja sambil menunjuk ke Abu Nawas.
Abu Nawas lalu melanjutkan dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an tentang orang yang kikir dan menolak membayar zakat. Dalam kesedihannya, tuan saudagar merasa sangat terkejut mengetahui jika salah seorang pengemis didepannya adalah baginda raja. Mulai saat itulah saudagar itu mulai berubah menjadi orang yang baik dan dermawan, dan pastinya ia rajin membayar zakat.
Kisah Abu Nawas; Mengerjai Sang Gajah
Pada suatu hari yang cerah ketika Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai, ia tiba-tiba menjumpai ada kerumunan orang. Ia pun merasa penasaran dan kemudian bertanya kepada seseorang disana,
Sedang ada apa disana?? Tanya Abu Nawas.
Sedang ada pertunjukan seekor gajah ajaib.? Jawab orang itu.
Ajaib bagaimana maksudmu?? Tanya Abu Nawas kembali.
Gajah itu mengerti bahasa manusia, dan ia tidak mau tunduk kepada orang lain kecuali pemiliknya.? Jawab orang itu.
Abu Nawas semakin penasaran dan segera menuju ke kerumunan untuk menyaksikan pertunjukkan. Sesampai dikerumunan, ia melihat sang pemilik gajah ajaib dengan bangga menawarkan kepada penonton akan memberikan hadiah yang besar seandainya mereka dapat menundukkan gajah tersebut agar mau menurut dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Satu persatu penonton mulai mencoba melakukan berbagai cara agar gajah itu mau menganggukkan kepalanya. Namun belum ada satupun yang berhasil menundukkan gajah ajaib itu. Keadaan tersebut semakin membuat Abu Nawas penasaran, dan iapun tertarik ingin menguji seberapa gigihnya gajah tersebut tunduk hanya pada pemiliknya sehingga ia tidak mau menuruti orang lain. Abu Nawas Kemudian maju mencoba menundukkan gajah itu. ia berbicara pada gajah tersebut,
Tahukah engkau siapa diriku?? Gajah itu menggelengkan kepalanya.
Apakah engkau takut kepada diriku?? Gajah itu tetap menggelengkan kepalanya.
Takutkah engkau kepada tuanmu?? Gajah itu mulai ragu dan Abu Nawas kembali bertanya,
Jika engkau tidak takut kepada tuanmu, maka aku akan melaporkan kepada tuanmu.? Desak Abu Nawas.
Mendengar ancaman Abu Nawas dengan spontan kemudian gajah itu langsung menganggukkan kepalanya. Gajah tersebut tidak teringat akan perintah tuannya untuk tidak menurut kepada orang lain.
Penonton bersorak ria melihat keberhasilan Abu Nawas menundukkan gajah yang katanya ajaib itu dan dengan berat hati bercampur malu, pemilik gajah itu menyerahkan hadiah yang dijanjikan kepada Abu Nawas. Pemilik gajah sangat marah dan kemudian memukul gajah tersebut.
Pada beberapa hari berikutnya pemilik gajah kembali mengadakan pertunjukan dengan maksud membalas rasa malu sebelumnya. Tapi kali ini dengan gaya yang berbeda, dimana penantang harus mampu menundukkan gajah itu agar mau menganggukkan kepalanya. Satu persatu penonton mulai mencoba dengan berbagai cara termasuk cara yang digunakan Abu Nawas sebelumnya. tetapi gajah itu tetap tidak mau tunduk dan menggelengkan kepalanya, karena sangat takut pada ancaman tuannya.
Tibalah giliran Abu Nawas untuk maju dan kembali melemparkan pertanyaan kepada gajah tersebut.
Tahukah engkau siapa diriku?? Tanya Abu Nawas.
Gajah itu mengangguk.
Takutkah engkau kepadaku??
Gajah itu tetap mengangguk.
Takutkah engkau kepada tuanmu??.
Gajah itu masih mengangguk.
Tahukah engkau gunanya balsem ini?? Tanya Abu Nawas seraya mengeluarkan bungkusan kecil yang berisi balsem dari sakunya.
Namun gajah itu tetap mengangguk.
Abu Nawas kembali bertanya,
Apa boleh balsem ini ku gosokkan pada selangkanganmu??
Gajah itu mengangguk.
Abu Nawas kemudian menggosokkan balsem selangkangan gajah. Gajah tersebut merasa sangat kepanasan. Abu Nawas kemudian mengeluarkan lagi dari sakunya bungkusan balsem, kali ini lebih besar dan dia kembali bertanya kepada gajah tersebut,
Apakah boleh aku menghabiskan balsem ini untuk kugosokkan pada selangkanganmu?? Tanya Abu Nawas.
Gajah itu sangat ketakutan dan lupa akan ancaman tuannya, dengan spontan kemudian gajah itu langsung menggelengkan kepalanya.
Untuk kesekian kalinya Abu Nawas dapat menundukkan gajah itu dan kembali pulang dengan membawa hadiahnya.
Kisah Abu Nawas; Membalas Perbuatan Raja
Pada suatu hari yang tenang tatkala Abu Nawas sedang tidak di rumahnya, datanglah beberapa orang pekerja yang diutus oleh Baginda Raja Harun Al Rasyd ke rumah Abu Nawas. Mereka berkata kepada istri Abu Nawas bahwa baginda raja semalam bermimpi jika dibawah rumah Abu Nawas terkubur harta terpendam yang tidak ternilai harganya, oleh sebab itu baginda raja memerintahkan kepada mereka untuk membongkar rumah Abu Nawas dan menggali tanahnya.
Istri Abu Nawas berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan para pekerja baginda raja tersebut, tetapi mereka mengacuhkannya dan terus menggali hingga dalam. Setelah siap menggali, mereka sama sekali tidak menemukan apa-apa kemudian kembali ke istana dengan meninggalkan lubang yang dalam di rumah Abu Nawas.
Ketika Abu Nawas kembali ke rumah, alangkah kagetnya ia mendapati rumahnya yang telah hancur dan ada lubang besar di dalamnya. Istrinya pun menemui Abu Nawas menghidangkan makanan untuknya dan menceritakan apa yang telah terjadi pada rumah mereka. Abu Nawas tertunduk sedih mendengar cerita istrinya, ia seketika kehilangan nafsu makannya. Tidak habis pikir baginda raja tega memberi perintah semena-mena untuk menghancurkan rumahnya yang merupakan tempat dia dan keluarganya berteduh dan berkumpul menghabiskan waktu bersama . Ia semakin bertambah sakit hati karena baginda raja tidak meminta maaf kepadanya dan tidak pula mengganti semua kerugian atas perusakan paksa yang dilakukan pekerja istana.
Semalaman Abu Nawas tidak bisa tidur dan juga makan makanan yang telah dihidangkan istrinya. Dia terus memikirkan bagaimana caranya ia dapat membalas perbuatan baginda raja yang telah semena-mena padanya. Pagi pun tiba, tapi dia juga belum menemukan satu pun ide yang bisa digunakan. Makanan yang dihidangkan istrinya juga tidak dimakan, sehingga makanan itu menjadi basi. Maka datanglah lalat-lalat hinggap di makanannya, Abu Nawas kemudian memperhatikan lalat-lalat itu dan dengan tiba-tiba terbesitlah di dalam kepalanya sebuah ide, ia tertawa gembira karena telah mendapatkan cara membalas perlakuan raja.
Abu Nawas kemudian memanggil istrinya,
Tolong bawakan kepadaku sebatang besi dan sehelai kain untuk membungkus makanan!
Wahai suamiku, untuk apa engkau meminta itu? tanya sang istri keheranan.
Aku ingin membalas perbuatan baginda raja kepada kita,. Jawab Abu Nawas.
Ia kemudian membungkus makanannya dan segera pergi ke istana menemui baginda raja dengan membawa makanan yang telah dibungkus beserta lalat-lalat yang hinggap di dalamnya, juga sebuah besi pemukul. Ia kemudian menemui baginda raja yang kebetulan sedang bersama para menterinya seraya membungkuk memberi hormat.
Abu Nawas berkata kepada baginda:
Ampun Tuanku, kedatangan hamba kesini adalah untuk meminta keadilan untuk hamba dari tamu-tamu tak diundang yang datang ke rumah hamba dan tanpa seizin telah memakan makanan hamba.?
Wahai Abu Nawas, siapakah gerangan tamu-tamu yang tak diundang itu? Tanya baginda.
Abu Nawas kemudian menjawab sambil membuka bungkusan makanannya:
Lalat-lalat ini ya baginda, hamba ingin mendapatkan keadilan dari baginda atas perlakuan lalat-lalat ini kepada hamba, karena sebagai pemimpin negeri ini kepada baginda lah hamba meminta keadilan.?
Baginda raja kemudian kembali bertanya,
Wahai Abu Nawas, keadilan seperti apa yang engkau inginkan dariku??
Hamba ingin baginda raja memberikan sebuah izin tertulis untuk hamba, supaya hamba diberi kuasa untuk menghukum lalat-lalat ini kapanpun dan dimanapun hamba berada.? Jawab Abu Nawas.
Baginda raja merasa bingung terhadap permintaan Abu Nawas yang sangat aneh, namun demi keadilan untuk rakyatnya ia pun dengan terpaksa membuat sebuah surat kuasa yang memuat tentang pemberian izin kepada Abu Nawas untuk menghukum lalat-lalat kapanpun dan dimanapun ia hinggap dan tidak ada seorangpun yang boleh melarangnya.
Setelah mendapatkan surat kuasa dari baginda raja, Abu Nawas tersenyum. Tanpa menunggu lama ia langsung mengeluarkan sebuah besi pemukul yang telah dibawanya dari rumah, kemudian langsung memukul lalat-lalat yang ada di makanannya. Lalu lalat-lalat terbang dan hinggap dimana-mana di kaca, di meja sampai di tempat makan baginda raja. Abu Nawas tidak peduli, terus memukul dimanapun lalat hinngap hingga seisi ruangan itu hancur berkeping-keping dibuatnya, semua perabotan dan barang-barang raja hancur.
Baginda raja dan pengawal istana tidak dapat melakukan apa-apa menyaksikan Abu Nawas menghancurkan semua benda-benda berharga di ruangan itu karena Abu Nawas telah mendapat izin tertulis dari beliau. Baginda sadar dan merasa malu kepada menteri-menterinya tentang apa yang telah dilakukan kepada rumah Abu Nawas dan keluarganya tanpa meminta maaf dan mengganti rugi.
Setelah puas memporak-porandakan seisi ruangan bagida raja, Abu Nawas kemudian kembali ke rumah dan menceritakan kepada istrinya apa yang telah ia lakukan ketika menghadap baginda raja.
Jangan Persiapkan Diri Untuk Hidup 70 Tahun!
Seharusnya seorang muslim yang baik tidak berpikir bahwa bagaimana dia harus mempersiapkan segala sesuatu untuk hidup selama 70 tahun, namun seorang muslim yang baik adalah dia yang mempersiapkan segala sesuatu supaya dicintai oleh Allah swt.
Umumnya manusia mempunyai tujuan tersendiri serta cara mendapatkan tujuan tersebut. seseorang yang mempunyai tujuan menjadi seorang guru maka ia akan menyibukan dirinya dengan belajar bagaimana ia menjadi guru yang ahli. Setelah itu ia akan mempersiapkan segalanya dimulai dengan masuk kuliah jurusan pendidikan, ambil les bahasa asing, serta yang lainnya.
Akan tetapi apakah akan berhenti di situ? Apakah ia ketika telah sampai pada tujuannnya lalu hanya berhenti di situ? Mungkin ia akan menjawab “tidak”. “Saya tidak akan berhenti di sini”. Mungkin ia akan mengumpulkan tabungan untuk hidup selama 70 tahun.
Apakah menurut kalian yang dilakukannya adalah suatu yang benar? Mungkin jika ia bukan seorang muslim maka yang dilakukannya sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Namun jika ia seorang muslim yang baik maka sesungguhnya yang ia lakukan itu adalah kurang sempurna bahkan berbahaya bagi dirinya.
Kenapa berbahaya, karena seorang muslim yang baik adalah ia yang meyakini adanya hari akhirat. jika semuanya hanya berpusat dan bertujuan untuk dunia saja maka tidak aka nada apa-apanya.
Sebenarnya kita jika ingin menjadi muslim yang baik maka tidak perlu mempersiapkan segala sesuatu untuk dinikmati sampai 70 tahun, tapi berusahalah untuk mempersiapkan segala sesuatu supaya Allah ridha kepada kita dan kita bisa sampai pada derajat Mahmud.
Kisah Nyata; Khasiat Membaca Basmalah 2
Khasiat Membaca Basmalah; Ketika Rasul saw masuk ke Kota Madinah, beliau dengan cepat mampu meninggikan bendera agama Islam. Salah satu dari Pembesar Madinah, Abdullah Ubai, membenci Rasul saw dan ia sangat ingin membunuh beliau.
Suatu hari, Abdullah mengundang Rasul dan para sahabat beliau untuk datang kerumahnya. Dihidangkanlah sejumlah makanan yang telah dicampuri dengan racun. Namun, Jibril memberikan kabar kepada Nabi saw bahwa makanan tersebut telah dibubuhi racun.
Setelah mendengar kabar dari Jibril, Nabi saw memerintahkan sayidina Ali bin Abi Thalib untuk memimpin doa sebelum makan. Dan sayidina Ali pun membaca basamalah disertai doa makan. Setelah selesai membaca doa, Nabi saw dan para sahabatnya menyantap jamuan yang telah dihidangkan dan setelah itu pergi.
Abdullah pun kaget, karena tak ada satu pun dari mereka yang kerancunan dan mati. Abdullah mengira kalau tukang masak lupa mencampurkan racun ke dalam masakannya. Ia dan teman-temannya pun memakan makanan tersebut dan menghabiskannya. Tak lama setelah itu mereka, bersama, pergi ke neraka Jahannam.
Kisah Nyata; Khasiat Tulisan Basmalah
Dalam cerita di bawah ini, kalimah Bismillahirrahmanirrahiim mampu membuat seorang Kaisar yang dulunya bukan muslim menjadi seorang muslim. Penasaran ingin tahu bagaimana ceritanya, mari kita simak bersama-sama!
Suatu hari, Kaisar Rum menulis sebuah surat kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib kwz. Ia menulis bahwa kepalanya begitu sangat sakit dan para tabib istana tak mampu mengobatinya.
Khalifah pun mengirimkan sebuah topi untuk sang Kaisar dan menasihatinya untuk memakai topi tersebut tatkala kepalanya sakit.
Dan ketika sang Kaisar merasakan sakit kepala yang sangat, ia pun memakai topi yang diberikan Khalifah. Dengan izin dari Allah swt, sakit kepalanya pun mereda dan sembuh. Hal ini membuat takjub sang Kaisar, sehingga ia memerintah pengawalnya untuk mencari tahu apa yang ada di dalam topi tersebut.
Tatkala, topi itu terbelah, Kaisar hanya melihat secarik kertas bertuliskan Bismillahirrahmanirrahiim. Ketika ia mengetahui bahwa perantara sembuhnya penyakit yang dideritanya adalah nama Allah yang dituliskan dalam secarik kertas itu, ia pun memeluk islam namun secara sembunyi-sembunyi.
Instruksi dan Bimbingan Spiritual Imam Hasan Al-Askari as
Pagi yang indah hari kedelapan dari bulan Rabi al-Thani tahun 232 HQ, kota Madinah diterangi oleh mentari Imamah. Rumah Imamah dan Wilayah tenggelam dalam kegembiraan karena kelahiran Imam Maksum ke-11, Imam Hasan al-Askari. Malaikat berbaris penuh keinginan untuk menyambut dan mengucapkan selamat atas bayi yang baru saja menginjakkan kaki ke dunia serta mengambil berkar dari Imam Maksum as.
Nama Imam Kesebelas adalah Hasan dan julukan paling terkenal adalah Abu Muhammad. Ayah beliau adalah Imam Hadi as, Imam Kesepuluh dan nama ibunya adalan Susan. Beliau jugabiasa dipanggil Hadi, Naqi, Rafiq dan Shamit. Sementara panggilan Askari juga digunakan bersama antara Imam Hadi as dan Imam Hasan Askari. Karena keduanya dipaksa tinggal di kota Samarra.
Keistimewaan Imam Hasan al-Askari as menunjukkan bahwa ia memiliki penampilan spiritual dan wajah bercahaya yang menarik. Ketika semua orang melihatnya, ia akan terpesona, menghormati dan memujinya. Meskipun pemerintah Abbasiah memusuhi Imam Hasan al-Askari, salah seorang menterinya mengakui kebajikan dan keramat Imam.
Ia berkata, "Saya tidak pernah melihat seorang seperti Hasan bin Ali di Samarra. Begitu berwibawa, suci dan menonjol. Saya tidak menemukan bandingannya di tengah masyarakat. Sekalipun masih berusia muda, Bani Hasyim selalu mendahulukannya dari tokoh-tokoh mereka yang telah berusia lanjut. Sedemikian tinggi posisinya, sehingga teman dan musuh mengenalnya."
Begitu juga dengan Abu al-Abbas al-Baktsir, ulama abad 10-11 bermazhab Syafi'i mengenai keagungan Imam Hasan al-Askari as menulis, "Hasan al-Askari seorang pribadi yang tinggi dan agung."
Pada usia 22 tahun, Imam Hasan Askari as mengambil alih Imamah dan membimbing masyarakat, sehingga dengan perintah Allah memimpin umat manusia di jalan terang kebenaran dan keadilan. Periode ini berlangsung enam tahun. Selama itu pula, ada banyak kesulitan dan hambatan bagi Imam Askari as. Karena para penguasa Abbasiah telah menciptakan banyak batasan dan hambatan baginya, sehingga beliau terpaksa seperti seorang yang diasingkan, sesuai dengan jadwal tertentu, pada hari-hari tertentu dalam sepekan harus hadir di istana Abbasiah.
Dengan demikian, sulit bagi pecinta Imam Hasan al-Askari as untuk berinteraksi dengannya. Karena alasan ini, Imam Askari as, seperti beberapa imam sebelumnya, menggunakan korespondensi dan perwakilan untuk berkomunikasi dengan Syiah. Untuk mempertahankan Syiah di berbagai bidang, Imam membentuk jaringan komunikasi yang kuat untuk menghubungkan kaum Syiah dengan Imam serta hubungan mereka satu sama lain, dan dengan demikian beliau tetap dapat memimpin dan mengorganisir mereka secara religius dan politis.
Di era Imam Hasan al-Askari as, dua kelompok bertugas menghancurkan Islam. Satu adalah kelompok pemerintah yang hanya namanya Islam tetapi tidak ada ajaran Islam di dalammya dan yang lainnya sekelompok orang yang berlebih-lebihan atau Ghuluw tentang pribadi Imam Askari as. Ghuluw berarti meninggikan dan melebih-lebihkan lebih dari batasnya. Ghuluw juga berarti keluar dari sikap moderat dan seimbang.
Setiap kali kata Ghuluw ini digunakan untuk kepercayaan agama, itu berarti bahwa manusia telah melampaui jauh dari apa yang ia yakini, dan ini termasuk Nabi Saw dan Ahlul Bait as. Ghulat adalah orang-orang yang mengenakan pakaian Syiah dengan mempromosikan kepercayaan palsu untuk merusak akar kepercayaan Syiah.
Salah satu metode Imam dalam menghadapi kelompl dengan akidah batil dan menyimpang adalah mencerahkan tentang mereka. Salah satu sahabat Imam Askari as menulis surat kepada beliau dan menjelaskan keyakinan salah seorang dari Ghulat yang terkenal pada masa itu dan menulis, "Aku sebagai tebusanmu. Tuanku, Ali bin al-Hasakah meyakini bahwa Anda adalah walinya yang juga Tuhan alam yang qadim. Ia mengaku seorang nabi yang ditugaskan oleh Anda untuk mengajak masyarakat meyakini Anda."
Setelah membaca surat itu, beliau menulis, "Ibnu al-Hasakah telah berbohong. Saya tidak mengakuinya sebagai sahabatku. Demi Allah! Allah tidak mengutus Muhammad Saw dan para nabi sebelumnya selain dengan ajaran tauhid, shalat, zakat, haji dan wilayah. Muhammad mengajak manusia kepada Allah Yang Maha Esa dan tidak memiliki sekutu, sementara kami sebagai penggantinya adalah hamba Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Ketika menaati Allah, kita akan mendapat rahmat dan ketika kita membangkang perintah-Nya, kita akan mendapat siksa dan azab. Saya berlepas tangan dari orang yang menyampaikan ucapan ini. Saya berlindung kepada Allah bahwa Allah akan melaknat mereka. Kalian juga harus menjauhi mereka, tekan mereka dan menyampaikan kebohongan mereka."
Di balik instruksi dan bimbingan spiritual serta pencerahan yang terus menerus dari Imam Hasan al-Askari as, orang-orang, terutama para pengikut Ahlul Bait, menjadi lebih sadar dan kohesif serta menjadi lebih kuat. Umat Islam yang sangat percaya bahwa kekuasaan Bani Abbas, seperti pemerintahan Bani Umayah adalah tidak sah dan menganggapnya sebagai hak Ahlul Bayt. Selama periode ini, Imam Askari bisa menghidupkan kembali banyak syiar-syiar keagamaan yang telah dilupakan oleh para penguasa. Beliau dalam sebuah hadis mengatakan, "Tanda-tanda orang beriman adalah lima hal; Pertama, shalat lima puluh satu rakaat (wajib dan sunnah dalam sehari dan semalam). Kedua: Ziarah Arbain Imam Husein as. Ketiga, memakai cincin di tangan kanan. Keempat, meletakkan dahi di atas tanah. Kelima, membaca Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim dengan bersuara."
Melaksanakan shalat sehari semalam sebanyak 51 rakaat shalat (shalat wajib lima waktu dan shalat sunnah) merupakan ciri orang Syiah yang dibawa Rasulullah Saw dalam misi Mikrajnya. Hal lain yang telah disebutkan dalam riwayat itu semuanya merupakan ciri pengikut Syiah. Karena hanya Syiah yang sujud di atas tanah. Sementara selain Syiah mengucapkan Basamalah tidak dengan bersuara. Memakai cincin di jari tangan kanan dan melakukan ziarah Arbain merupakan amalan sunnah bagi pengikut Syiah. Karena kebangkitan Imam Husein as selalu menjadi faktor tetap dan kehidupan Islam dan Syiah. Karenanya, Imam menetapkan ziarah Arbain sebaris dengan shalat wajib dan sunnah. Artinya, sebagaimana shalat adalah tiang agama dan syariat, ziarah Arbain dan peristiwa Karbala adalah tiang Wilayah.
Selama hidupnya yang penuh hasil, Imam Hasan al-Askari as selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan Islam di tingkat masyarakat Islam. Salah satu gelar yang banyak dipakai untuk Imam Hasan al-Askari as adalah gelar "Faqih". Seperti yang Anda tahu, penyusunan mazhab fiqih Syiah di masa Imam Shadiq as dan kemudian melewati tahap-tahap kesempurnaan di bawah Imam Kazhim dan Imam Reza as. Imam Hasan al-Askari as membahas sebagian besar masalah baru yang menantang di zamannya.
Imam Askari juga mengumpulkan sejumlah buku fiqih dan prinsip hadis yang ditulis di masanya atau sebelumnya, menjadi bukti terima kasih beliau kepada penulis dan kolektor buku-buku ini. Pada hakikatnya, dengan tindakannya, Imam mengarahkan mazhab fiqih agar orang-orang, di masa kegaibannya, merujuk pada cendekiawan dan faqih yang dilatih di sekolah mereka dan menerima ajaran agama mereka. Dalam hadis dari Imam Askari as disebutkan, "Jadi siapa pun di antara para ahli fiqih yang menjaga dirinya, mempertahankan agamanya, melawan hawa nafsunya serta menaati perintah Tuannya, maka orang awam harus mengikuti dan mentaklidinya."
Di akhir artikel ini, sekali lagi kami mengucapkan atas kelahiran Imam Hasan al-Askari as dan mengajak Anda untuk mencermati wasiat beliau. Kepada para pengikutnya beliau berkata,"Saya mewasiatkan kalian dengan takwa ilahi, takwa dalam agama, berusaha di jalan Allah, jujur, menyampaikan amanat kepada pemiliknya, apakah dia orang baik atau buruk, memanjangkan sujud, berlaku baik dengan tetangga, dimana Rasulullah diutus kepada mereka. Ketika seseorang dari kalian bertakwa dalam agamanya, jujur dalam ucapannya dan perilakunya baik dengan masyarakat, mereka akan mengatakan, ia adalah seorang Syiah dan ini membuatku gembira. Karenanya, takutlah kepada Allah dan jadilah perhiasan kami, bukan duri mata kami. Setiap kebaikan yang kalian tarik ke arah kami dan menjauhkan segala keburukan dari kami. Selalu mengingat Allah dan jangan lupa kematian. Senantiasa membaca al-Quran dan menyampaikan shalat kepada Nabi Muhammad Saw. Karena shalat memiliki 10 kebaikan. Hapalkan wasiat-wasiatku. Saya menyerahkan kalian kepada Allah dan menyampaikan salam kepada kalian."